13
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga dikenal sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang beranggotakan ayah, ibu, dan anak. Keluarga didefenisikan sebagai suatu
kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, hubungan darah atau adopsi yang saling berinteraksi dan berkomunikasi satu sama
lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi para anggotanya. Mengutip dari Nunuk, Murniati 2004 : 197 dijelaskan bahwa keluarga merupakan sebuah
organisasi, dimana masing-masing anggotanya menempati posisi masing-masing, bersinergi, sehingga roda organisasi itu bisa bergerak. Adapun hubungan yang
terjalin antara sesama anggota keluarga dilandasi oleh perasaan kasih sayang, sehingga masing-masing anggota keluarga memiliki hubungan yang erat satu
dengan yang lainnya. Horton dan Hunt menerangkan bahwa fungsi keluarga yaitu fungsi
pengaturan seks, reproduksi, sosialisasi, afeksi, defenisi status, perlindungan dan ekonomi Sunarto 2000 : 66. Keluarga berfungsi untuk mengatur penyalur
dorongan seks, karena tidak ada masyarakat yang memperbolehkan hubungan seks yang sebebasnya. Keluarga juga berfungsi untuk mensosialisasikaan hal apa
yang diharapkan masyarakat. Keluarga juga merupakan tempat untuk memperoleh perlindungan dan kasih sayang, serta tempat untuk memperoleh status, dan yang
terakhir keluarga memiliki fungsi untuk menjalankan fungsi ekonomi yang meliputi produksi, distribusi, dan konsumsi.
Universitas Sumatera Utara
14 Pada umumnya, masyarakat mengenal pembagian peran di ruang publik
dan di dalam rumah tangga domestik yang jelas sebagai anggota keluarga. Dimana ayah berperan sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan
keluarga di ruang publik dan peran utama ibu adalah mengurus rumah tangga dan anggota keluarga lainnya dalam ruang domestik. Seiring dengan perkembangan
masyarakat, fakta yang tidak dapat dipungkiri yaitu bahwa peran ayah dan ibu telah mengalami pergeseran. Ibu tidak lagi hanya menjalankan peran di domestik
tetapi juga menjalankan peran di sektor publik, serta ayah juga tidak hanya bekerja di ruang publik tetapi turut membantu dalam ruang domestik.
Penelitian yang dilakukan Rezeki 2006 mengungkapkan bahwa dalam keluarga dan rumah tangga, wanita sering sekali berperan
ganda. Hal ini dicerminkan pertama-tama melalui perannya sebagai ibu rumah tangga yang melakukan pekerjaan rumah tangga
memasak, mencuci, mengasuh anak, dan sebagainya, suatu pekerjaan produktif yang tidak langsung menghasilkan pendapatan,
karena itu memungkinkan anggota keluarga lainnya untuk memperoleh penghasilan langsung. Kedua adalah sebagai pencari
nafkah. Meskipun ada ibu yang berperan sebagai pekerja untuk mendapatkan penghasilan tambahan, seorang ibu tetap dituntut
menjadi ibu rumah tangga yang baik di tengah keluarganya. dikutip dari : http:repository.ipb.ac.idbitstreamhandle123456
78951403BAB20IITinjauan20Pustaka_20I11epl.pdf?sequenc e=4, diakses 22 Oktober 2013 pukul 11.45 Wib.
Motivasi yang mendasari ibu rumah tangga untuk bekerja yaitu meliputi
untuk menambah penghasilan keluarga, menghindari rasa kebosanan atau untuk mengisi waktu luang, mempunyai minat atau keahlian tertentu yang ingin
dimanfaatkan, untuk memperoleh status, dan untuk pengembangan diri. Faktor tersebut diatas mendorong para perempuan khususnya ibu rumah tangga untuk
berpartispasi dalam ruang publik semakin tinggi. Gambaran ini dapat dilihat sebagaimana yang disampaikan dalam detik.com bahwa “dari Agustus 2006
sampai Agustus 2007 partisipasi perempuan dalam bekerja bertambah sekitar 3,3
Universitas Sumatera Utara
15 juta orang. Angka yang cukup fantastis jika dibandingkan penambahan pada
pekerja laki-laki yang hanya berkisar 1,1 juta orang. Peningkatan jumlah pekerja wanita sebagian besar berasal dari wanita yang sebelumnya berstatus mengurus
rumah tangga. Banyaknya jumlah perempuan yang bekerja secara signifikan meningkatkan jumlah pekerja di Indonesia” http:finance.detik.comindex.php
detik.readtahun2008bulan01tgl 02 time1603idnews, diakses 24 September 2013 pukul 07.52 Wib.
Peran ibu rumah tangga pada umumnya di ruang domestik meliputi mengurus rumah tangga, memberi perhatian pada suami, serta mengasuh anak.
Ibu yang bekerja di luar rumah tentunya memiliki waktu yang kurang untuk mengurus rumah, anak-anak, bahkan suaminya, terutama bagi mereka yang
bekerja dalam sektor formal yang memiliki batasan jam kerja. Sehingga pada saat ini, ibu rumah tangga sudah tidak lagi menjalankan perannya di wilayah domestik
dengan sepenuhnya, dan lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah untuk bekerja. Salah satu konsekuensi yang timbul sebagai akibat ibu bekerja di ruang
publik yaitu masalah pengasuhan anak. Ibu yang bekerja di ruang publik harus menyerahkan sebagian perannya dalam mengasuh anak kepada orang lain.
Fenomena ibu bekerja di ruang publik kemudian memunculkan fenomena baru yaitu munculnya para perempuan yang berprofesi sebagai pengasuh anak atau
yang lebih dikenal dengan istilah baby sitter. Bahkan saat ini pengasuh anak atau baby sitter sudah memiliki yayasan penyalurnya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
16 Pengasuhan diartikan sebagai sebuah proses interaksi yang berlangsung
terus menerus antara orangtua dengan anak yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, baik secara fisik, mental,
maupun sosial, sebagai sebuah proses interaksi dan sosialisasi yang tidak bisa dilepaskan dari sosial budaya dimana anak dibesarkan http:repository.usu.ac.id
bitstream123456789342103Chapter20II.pdf, diakses 8 September 2013 pukul 13.39. Pengasuhan anak pada umumnya berada pada seorang ibu, dimana
ibu dalam pengasuhannya selalu memberikan kasih sayang kepada anaknya dan memperhatikan setiap tumbuh kembang anaknya. Ibu merupakan salah satu orang
yang pertama kali memperkenalkan, dan menanamkan nilai-nilai agama, budaya, moral, kemanusiaan, pengetahuan, serta nilai-nilai lainnya kepada seorang anak.
Hoghughi 2004 menyebutkan bahwa pengasuhan mencakup beragam aktivitas yang bertujuan agar anak dapat berkembang secara optimal dan dapat
bertahan hidup dengan baik. Prinsip pengasuhan menurut Hoghughi tidak menekankan pada siapa pelakunya namun lebih menekankan pada aktivitas dari
perkembangan dan pendidikan anak http:repository.usu.ac.idbitstream 123456789342103Chapter20II.pdf, diakses 22 Oktober 2013 pukul 11.21
Wib. Oleh karenanya pengasuhan seorang anak umumnya meliputi pengasuhan fisik, pengasuhan emosi dan pengasuhan sosial. Beranjak dari hal tersebut maka
pengasuh anak merupakan salah satu orang yang akan berperan untuk mengasuh anak dari sebuah keluarga ketika orang tua dari anak tersebut berhalangan untuk
menjalankan perannya dan harus mengalihkan peran pengasuhan anak kepada orang lain untuk sementara waktu dengan alasannya masing-masing. Pengasuh
anaklah yang berperan untuk mengasuh anak baik dari segi fisik, emosi, dan sosial
Universitas Sumatera Utara
17 saat orang tua dari anak yang diasuhnya tersebut tidak ada. Peran ibu yang
digantikan oleh pengasuh anak adalah : 1.
Membimbing tahapan pertumbuhan anak 2.
Merawat dan melindungi anak 3.
Memberikan perhatian, waktu, dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial.
dikutip dari : http:repository.usu.ac.idbitstream123456789342 103Chapter20II.pdf, diakses 8 September 2013 pukul 13.39 Wib
Dahulu, masyarakat belum mengenal pekerjaan sebagai pengasuh anak. Namun, akibat lapangan perkerjaan yang tersedia terbatas dan tidak adanya skill
yang dimiliki, serta adanya permintaan yang tinggi dari masyarakat terhadap jasa pengasuh anak membuat anggota masyarakat melakoni pekerjaan tersebut.
Pengasuh anak umumnya adalah seorang perempuan, walaupun tidak dipungkiri pada masa sekarang ini sudah ada laki-laki yang juga bekerja sebagai pengasuh
anak. Namun, masyarakat pada umumnya lebih sering menggunakan jasa perempuan pengasuh anak dibandingkan dengan laki-laki. Para perempuan yang
bekerja sebagai pengasuh anak tersebut biasanya berasal dari yayasan penyalur baby sitter maupun yang berasal dari desa. Pengasuh anak adalah masyarakat
pendatang yang berusaha dan berjuang di kota untuk mencari nafkah untuk keluarga mereka.
Posisi pengasuh anak selalu rendah di dalam masyarakat kota metropolitan. Masyarakat memandang bahkan memperlakukan pengasuh anak
sebagai kaum marginal, hal ini karena adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat, yaitu penggolongan individu berdasarkan status sosial mereka. Dalam persepsi
masyarakat pada umumnya, pekerjaan sebagai pengasuh anak pekerjaan masyarakat kelas bawah. Masyarakat sering sekali stereotipe terhadap pengasuh
anak, dimana masyarakat beranggapan bahwa pengasuh anak adalah anggota
Universitas Sumatera Utara
18 masyarakat dengan status sosial yang rendah sehingga gilirannya seorang
pengasuh anak acap kali mendapat upah yang sangat rendah. Pada perkembangannya, pekerjaan sebagai pengasuh anak telah banyak
dilakoni oleh masyarakat. Dari pengasuh anak yang tidak memiliki skill ataupun keahlian hingga yang memiliki skill dan terlatih. Saat ini telah terdapat yayasan
yang melatih para pengasuh anak tersebut agar memiliki skill yang baik dalam mengasuh anak. Para yayasan ini memberikan pelatihan-pelatihan yang
membantu dan membimbing para pengasuh anak agar dapat mengasuh anak dengan lebih baik lagi. Walaupun, tidak dapat dipungkiri bahwa pengasuh anak
yang tidak memiliki skill lebih dominan pada saat ini dalam masyarakat. Fenomena yang menarik saat ini yaitu pelaku jasa pengasuh anak tidak
hanya pada satu suku tertentu, tetapi dari berbagai suku yang didalamnya termasuk suku batak toba. Saat ini banyak perempuan dari suku batak toba yang
memilih bekerja sebagai pengasuh anak. Perempuan batak toba yang meninggalkan kampung halaman mereka dan berjuang untuk hidup dengan
bekerja di kota yang tidak memiliki keahlian ataupun skill membuat pilihan pekerjaan perempuan batak toba dalam masyarakat perkotaan adalah pekerjaan
yang tidak membutuhkan skill. Perempuan batak toba sebagai pendukung ekonomi dalam keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya menjadikan
pekerjaan pengasuh anak sebagai pilihan untuk pekerjaannya. Hal inilah yang dilakukan oleh perempuan batak toba pekerja pengasuh anak.
Universitas Sumatera Utara
19 Unsur sistem pelapisan dalam masyarakat yaitu status dan peran. Status
sosial merupakan posisi seseorang dalam masyarakat secara umum sehubungan dengan orang lain. Serta peran merupakan aspek dinamis dari status, dimana
seseorang menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan statusnya. Status merupakan hal yang menandakan perbedaan kelompok berdasarkan kehormatan
dan kedudukan dalam masyarakat Soekanto, 2006 : 210. Dimana pekerjaan pada umumnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan juga untuk
menaikkan status sosial individu dalam masyarakat. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, pekerjaan yang tadinya dilakoni untuk menaikkan status sosial
dalam masyarakat seperti guru, dokter, polisi, dan lain sebagainya, telah mengalami pergeseran. Pekerjaan yang terdapat dalam masyarakat semakin hari
semakin beragam. Dimana pengasuh anak merupakan salah satu jenis pekerjaan yang saat ini tengah dilakoni oleh anggota masyarakat. Bekerja sebagai pengasuh
anak tidaklah menaikan status sosial seseorang menjadi naik tetapi menurunkan status sosialnnya dalam masyarakat menjadi lebih rendah.
Dalam masyarakat batak toba, anggota masyarakatnya mengenal istilah “anak ni raja” dan “boru ni raja”.
Dalam filosofi batak “anak ni raja” dan “boru ni raja” merupakan sebuah penghormatan. Konsep sebutan boru ni raja dan anak ni raja
adalah sebuah kehormatan yang meliputi banyak aspek seperti kepatutan, moral, etika, sensitifitas, tradisi dan adat istidat yang
saling tolong menolong tanpa pamrih dan tanpa imbalan atau suka membantu. Konsep raja dalam filosofi orang batak memiliki makna
yang luas, mencakup teritori adat, darah dan keseharian keluarga batak. Konsep “boru raja” dalam filosofi batak mengajarkan setiap
perempuan batak untuk memahami nilai-nilai kehormatan baik dari cara bepakaian, cara berbicara, cara duduk, dan cara bergaul harus
berperilaku seperti boru ni raja atau putri raja.
dikutip dari http:repository.usu.ac.idbitstream123456789Chap ter 20I, diakses 23 September 2013 pukul 17.30.
Universitas Sumatera Utara
20 Dalam pandangan masyarakat batak, status sosial “boru ni raja” lebih
tinggi daripada status sosial pengasuh anak. Para perempuan batak toba yang selama ini lekat dengan kehormatan seolah-olah meninggalkan hal tersebut, dan
menjalankan kehidupannya dengan bekerja sebagai pengasuh anak. Status sosial pengasuh anak yang rendah dalam pandangan masyarakat turut mempengaruhi
gaya hidup mereka, baik dari penampilan maupun perilaku mereka. Status sosial pengasuh anak yang dipandang rendah oleh masyarakat, memunculkan streotipe
terhadap pengasuh anak. Pengasuh anak dianggap tidak akan dapat berpenampilan layaknya seorang putri raja karena tuntutan pekerjaanya, bahkan ada keluarga
yang memperkerjakan seorang pengasuh anak yang mengharuskan untuk menggunakan seragam khusus pengasuh, ditambah lagi seorang pengasuh anak
dianggap tidak dapat menjaga setiap tutur kata dan tingkah lakunya karena pengasuh anak selalu dituntut untuk sigap dan cekatan dalam melayani
majikannya. Selain itu, pengasuh anak tentu saja tidak akan diperlakukan secara terhormat oleh lingkungan sekitarnya, baik itu oleh keluarga besarnya, teman-
temannya, bahkan oleh keluarga yang menjadi majikannya. Stereotipe dari masyarakat mengenai pengasuh anak yang menganggap
bahwa pengasuh anak adalah pekerjaan kelas bawah juga turut mempengaruhi perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak karena konsep “boru
ni raja” merupakan konsep yang melekat dalam diri mereka sebagai bentuk penghormatan. Sehingga acap kali, perempuan batak toba yang bekerja sebagai
pengasuh anak tak jarang menutupi pekerjaan mereka dari keluarga, teman, dan lingkungannya baik secara sengaja ataupun tidak. Perempuan batak toba pekerja
pengasuh anak juga malu terhadap pekerjaan mereka sebagai pengasuh anak.
Universitas Sumatera Utara
21 Kota Medan merupakan kota metropolitan, dimana Medan merupakan
kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota Medan merupakan wilayah dari provinsi Sumatera Utara, yang terdiri dari 21 kecamatan
dan 151 kelurahan. Pada awalnya Kota Medan hanya memiliki 11 kecamatan dan 144 kelurahan. Melalui Peraturan Pemerintah RI No. 59 tahun 1991 tentang
pembentukan beberapa kecamatan di Sumatera Utara, maka kecamatan yang ada di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan dimekarkan menjadi 19 Kecamatan.
Kemudian dua wilayah di Kota Medan dimekarkan menjadi wilayah kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.35 tahun 1992 tentang
pembentukan kecamatan di Sumatera Utara. Berdasarkan keputusan tersebut, kecamatan di Kotamadya Medan yang semula berjumlah 19 menjadi 21
Kecamatan http:repository.usu.ac.idbitstream123456789220984Chapter2 0II.pdf, diakses 7 November 2013 pukul 16.59 Wib.
Kecamatan Medan Barat adalah salah satu kecamatan yang terdapat di kota Medan. Kecamatan ini merupakan salah satu kecamatan yang mengalami
pemekaran di kota Medan beradasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 59 tahun 1991. Kecamatan Medan Barat yang semula terdiri dari 13 kelurahan, setelah
mengalami pemekaran menjadi 6 kelurahan dan 7 kelurahan lainnya bergabung membentu satu kecamatan baru yaitu kecamatan Medan Petisah. Luas wilayah
Kecamatan Medan Barat adalah 5,33 Km². Salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Medan Barat yaitu Kelurahan Sei Agul. Kelurahan Sei Agul
merupakan masyarakat yang majemuk, dimana dalam kelurahan ini terdiri dari masyarakat yang beragam suku dan etnis, agama, pekerjaan, dan tingkat
pendidikan. Berdasarkan hasil pra observasi, Kelurahan Sei Agul merupakan
Universitas Sumatera Utara
22 salah satu kelurahan yang terdapat di kota Medan yang sebagian besar
penduduknya memiliki aktivitas yang padat. Kesibukan tersebut membuat masyarakat yang terdapat di Kelurahan Sei Agul yang menggunakan jasa
pengasuh anak. Berdasarkan latar belakang diatas sejumlah pertanyaan muncul yaitu
mengenai Apakah yang mendorong perempuan batak toba bekerja sebagai pengasuh anak? Bagaimanakah ekspresi peran perempuan pekerja pengasuh anak
etnis batak toba dalam masyarakat? Pernyataan permasalahan tersebut menarik untuk diteliti, sebab perempuan batak toba dengan adanya konsep “boru ni raja”
mau bekerja sebagai pengasuh anak karena mereka yang selama ini lekat dengan kehormatan mau melakukan pekerjaan yang dianggap masyarakat sebagai
pekerjaan masyarakat kelas bawah. Selain itu dengan konsep “boru ni raja” yang melekat dalam dirinya tentu akan memberikan pengaruh terhadap dirinya dalam
menjalankan pekerjaannya dan mengekspresikan perannya dalam masyarakat. Selain menarik permasalahan tersebut juga penting untuk diteliti, karena dengan
penelitian ini diharapkan penelitian ini memberikan suatu konstribusi teoritik baru dalam displin ilmu sosiologi. Selain itu dalam penelitian sebelumnya, peneliti
belum menemukan penelitian mengenai pengasuh anak khususnya pada perempuan batak toba, serta peneliti juga belum menemukan penelitian yang
mengangkat tentang eksperesi peran perempuan pekerja pengasuh anak etnis
batak toba dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
23
1.2 Rumusan Masalah