79 perempuan pekerja pengasuh anak etnis batak toba tetap menjalankan perannya.
Hal ini seperti yang dikemukakan oleh N.S pr, 20 tahun berikut ini : “Sebagai orang batak, tentu saya mengajarkan budaya
orang batak kepada anak yang saya asuh. Tapi karena Evan anaknya masih kecil, belum banyak yang bisa diajarkan.
Biasanya kalau ada saudaranya yang datang ke rumah Evan dikenali yang mana maktua, paktua, namboru, juga
amangborunya.”
Serta sama halnya dengan yang diungakapan oleh D.P pr, 23 tahun berikut ini : “kalau di tempat majikan saya yang dulu, banyak yang bisa
saya ajarkan. Kayak ngajarin bahasa batak, lagu batak, atau ngasih tahu sedikit tentang tarombo silsilah marga orang
batak.”
Perempuan batak toba sebagai “boru ni raja” yang bekerja sebagai pengasuh anak tetap menjalankan peranya dengan mengajarkan budaya batak
kepada anak yang mereka asuh, seperti mengajarkan lagu batak toba, mengajarkan tarombo silsilah marga masyarakat batak toba, dan bahasa batak.
4.7 Pandangan Masyarakat Batak Toba Terhadap Pekerjaan Sebagai Perempuan Pengasuh Anak
Kehidupan manusia dalam kurun waktu tertentu serta pada daerah tertentu tingkah lakunya diatur oleh adat-istiadat, keyakinan-keyakinan, ajaran agama,
sistem norma dan hukum serta pandangan hidup tertentu. Hal ini tidak jauh berbeda dengan masyarakat batak toba yang terdapat di Kelurahan Sei Agul.
Dimana masyarakat batak toba tersebut memiliki adat istiadat yang mengatur perilaku mereka. Adat istiadat juga turut serta mempengaruhi pola pikir dan
pandangan hidup masyarakat batak toba tersebut.
Universitas Sumatera Utara
80 Berbagai pandangan dari masyarakat batak toba yang terdapat di
Keluarahan Sei Agul juga terdapat mengenai perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak, baik yang bersifat positif maupun negatif. Pandangan
yang bersifat positif dari masyarakat batak toba bagi perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak yaitu dimana bagi masyarakat batak toba yang
bertempat tinggal di Kelurahan Sei Agul berpandangan bahwa pekerjaan pengasuh anak adalah pekerjaan yang mulia, dimana pengasuh anaklah yang
mengurus dan merawat anak menggantikan orangtuanya. Hal tersebut sebagaimana yang dikemukakan oleh H.L lk, 52 tahun berikut ini :
“Positifnya pengasuh anak itu suatu pekerjaan mulia. Bila dilihat dari sisi sosialnya pekerjaan sebagai baby sitter itu
hebat karena mau mengasuh anak yang bukan darah dagingnya serta mau mengasuh dan mengajari anak yang
belum tahu apa-apa, seperti mengajari berjalan dan berbicara. Pengasuh anaklah yang membantu anak tersebut
supaya berkembang, dan ia bisa mengerti anak yang diasuhnya.”
Bagi masyarakat batak toba yang bertempat tinggal di Kelurahan Sei Agul berpandangan bahwa perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh adalah
luar biasa karena pekerjaan tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh D.S lk, 52 tahun berikut
ini : “Kalau boru batak jadi pengasuh anak luar biasa, itukan
dilakukannya untuk mempertahankan hidup.”
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh M.S pr, 40 tahun berikut ini : “Menurut saya itu pekerjaan yang hebat, karena dia mau
mengurus anak yang bukan anak kandungnya sendiri.”
Selain pandangan yang bersifat positif, juga terdapat pandangan yang bersifat negatif. Adapun yang menjadi pandangan yang bersifat negatif terhadap
Universitas Sumatera Utara
81 perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak yaitu dimana
pekerjaan tersebut akan menurunkan status sosialnya, dimana perempuan batak toba yang melekat dengan konsep “boru ni raja” ketika bekerja sebagai pengasuh
anak dirinya yang semula disanjung hanya akan dianggap sebagai pembantu saja. Pandangan yang bersifat negatif terhadap perempuan batak toba yang
bekerja sebagai pengasuh anak yaitu sebagaimana yang dikemukakan oleh oleh H.L berikut ini :
“Saya tidak setuju perempuan batak toba bekerja sebagai baby sitter karena perempuan batak itu harusnya berpikir
maju, pekerjaannya itu menunjukkan ia masih berpikir rendah.”
Hal ini juga dipertegas oleh D.S lk, 62 tahun seperti berikut ini : “Saya rasa perempuan batak toba yang bekerja sebagai
pengasuh anak berpikir gak maju, ruang lingkupnya juga terbatas. Tapi kalau dari segi sosialnya baby sitter itu
pekerjaan hebat.”
Menurut masyarakat batak toba yang terdapat di Kelurahan Sei Agul
pekerjaan sebagai pengasuh anak merupakan pekerjaan yang terpaksa dilakukan karena tidak ada pekerjaan lain. Pekerjaan sebagai pengasuh anak dilakoni oleh
perempuan batak toba adalah untuk mempertahankan hidup. Pekerjaan sebagai pengasuh anak bila di nilai dari segi ekonomi, adalah pekerjaan yang tidak
menghasilkan dan penilaian dari segi sosial yaitu pekerjaan sebagai pengasuh anak adalah pekerjaan yang mulia karena mau dan mampu merawat anak yang
bukan darah dagingnya sendiri. Bila dikaitkan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam “boru ni raja”
pekerjaan sebagai pengasuh anak tersebut tidak bertentangan dengan konsep
Universitas Sumatera Utara
82 “boru ni raja tersebut. Hal ini sebagaimana yang telah dikemukakan oleh D.S lk,
62 tahun berikut ini : “sangat tidak bertentangan dengan boru ni raja itu sendiri,
karena pengasuh anak termasuk pekerjaan mulia walau hasilnya yang tak seberapa.
Hal ini juga didukung oleh H.L lk, 52 tahun berikut ini : “Sebenarnya tidak bertentangan. Pekerjaan sebagai baby
sitter itu hebat, tapi dari segi ekonomi itu susah. Hebatnya karena mau mengasuh anak-anak yang belum tahu apa-apa
tapi bisa dibina supaya berkembang. Baby sitter itu bisa mengerti tentang anak-anak yang diasuhnya. Boru ni raja itu
mau seperti apapun tetap dia sebagai boru ni raja. Semua perempuan batak toba itu disebut sebagai boru ni raja
meskipun ia kaya dan miskin.”
Meskipun, pekerjaan sebagai pengasuh anak tidak bertentangan dengan nilai-nilai “boru ni raja”, masyarakat batak toba pada umumnya tidak setuju
perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak. Hal ini dikarenakan pekerjaan sebagai pengasuh anak memiliki ruang lingkup yang sempit. Pekerjaan
yang dilakukan hanya terbatas pada merawat dan mengasuh anak saja. Hal ini membuat perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak
pemikirannya tidak berkembang. 4.8 Faktor Pendorong Perempuan Batak Toba Memilih Bekerja Sebagai
Pengasuh Anak
Untuk setiap pekerjaan yang dilakoni oleh setiap individu dalam masyarakat tentu saja memiliki faktor-faktor tertentu yang membuat mereka pada
akhirnya menjalani pekerjaan tersebut. Hal ini tidak jauh berbeda dengan pekerjaan sebagai pengasuh anak.
Universitas Sumatera Utara
83 Adapun yang menjadi faktor-faktor pendorong perempuan batak toba
bekerja sebagai pengasuh anak di Kelurahan Sei Agul yaitu : 1.
Faktor Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu modal utama dalam bekerja.
Faktor pendidikan jugalah yang menjadi salah satu faktor pendorong perempuan batak toba bekerja sebagai pengasuh anak. Dari profil
informan perempuan batak toba pengasuh anak yang berasal dari desa yang terdapat di Kelurahan Sei Agul ditemukan bahwa mereka memiliki
tingkat pendidikan yang rendah. Pendidikan yang mereka jalani hanyalah tamatan SD dan tamatan SMP. Akibat keterbatasan mereka dalam bidang
pendidikan, maka untuk memperoleh penghassilan untuk memenuhi kebutuhan hidup, para perempuan batak toba memilih bekerja sebagai
pengasuh anak. 2.
Tidak ingin mengolah ladang milik keluarga Untuk perempuan batak toba pekerja pengasuh anak yang berasal
dari desa, tidak adanya kemauan dan ketidakmampuan untuk mengolah ladangsawah milik keluarganya menjadi salah satu faktor pendorong
perempuan batak toba memilih bekerja sebagai pengasuh anak di Kelurahan Sei Agul. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh D.P pr,
23 tahun berikut ini : “aku lebih bagus kerja kayak gini, daripada di kampung.
Gak tahu aku berladang. Jadi orang mamak sama abang yang ngurus ladang di kampung”
Universitas Sumatera Utara
84 Pemikiran serupa juga disampaikan oleh N.S pr, 20 tahun berikut ini :
“Dulu sebelum kerja jadi pengasuh, aku bantuin orang mamak di ladang, tapi hasilnya gak seberapa. Makanya
ketika ada tawaran untuk kerja di kota, aku mutusin untuk ikut. Kerja di ladang itu gak enak”
3. Pemenuhan Kebutuhan Ekonomi
Kebutuhan ekonomi merupakan salah satu alasan bagi setiap individu untuk bekerja. Setiap manusia memiliki kebutuhan yang berbeda
yang harus dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan ekonomi juga merupakan salah satu faktor yang mendorong perempuan batak toba bekerja sebagai
pengasuh anak di Kelurahan Sei Agul. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh S.S pr, 19 tahun berikut ini :
“Kerjaan inikan saya lakukan untuk dapat penghasilan. Saya juga jadi bisa bantu keluarga saya di kampong”
4. Kurang tersedianya lapangan pekerjaan
Lapangan pekerjaan yang minim serta serta tingginya persaingan di zaman sekarang ini, membuat masyarakat kesulitan untuk memperoleh
pekerjaan. Sehingaa ketika ada kebutuhan akan jasa pengasuh anak serta adanya tawaran yang datang kepada perempuan batak toba untuk bekerja
sebagai pengasuh anak, sehingga membuat perempuan batak toba memilih bekerja sebagai pengasuh anak di Kelurahan Sei Agul. Hal ini
sebagaimana yang dikemukakan oleh R.A pr, 23 tahun berikut ini : “Daripada menganggur kan lebih baik kerja kayak gini.
Punya penghasilan sendiri dan gak nyusahin orangtua.”
Universitas Sumatera Utara
85 5.
Modal Usaha Untuk memulai berwirausaha, maka modal sangat diperlukan.
Modal yang diperlukan untuk memulai sebuah usaha dapat diperoleh dengab berbagai usaha, salah satunya yaitu dengan menabung. Hal ini
jugalah yang dilakukan oleh perempuan batak toba pekerja pengasuh anak, dimana salah satu faktor pendorong perempuan batak toba mau bekerja
sebagai pengasuh anak yaitu untuk mengumpulkan uang untuk membuka suatu usaha. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh saudara Nova
Sianturi berikut ini : “sebenarnya aku gak mau kerja jadi baby sitter, aku itu
pengennya punya usaha salon. Sekarang sih lagi ngumpulin uang buat modal sekolah sama modal usaha. Kalau uangnya
udah terkumpul, aku mau balik lagi ke kampung dan buka usaha salon disana”
4.9 Ekspresi Peran yang Dilakukan Informan Pekerja Pengasuh Anak Etnis Batak