52 mesjid, gereja Katholik, gereja Kristen Protestan, mushola, wihara, pura, dan
klenteng. Secara terperinci dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel 4.3 Sarana Peribadatan Kelurahan Sei Agul
No Jenis Sarana Ibadah
Jumlah 1
Mesjid 11 unit
2 Gereja Katholik
1 unit 3
Gereja Protestan 6 unit
4 Mushola
3 unit 5
Wihara 2 unit
6 Pura
2 unit 7
Klenteng 2 unit
Jumlah 27 unit
Sumber : Profil Kelurahan Sei Agul 2012
d. Sarana Transportasi dan Komunikasi
Kelurahan Sei Agul berada pada wilayah dataran sehingga hanya memiliki sarana perhubungan atau transportasi yaitu sarana transportasi darat. Jenis
prasarana perhubungan darat yang ada di Kelurahan ini terdiri dari jalan aspal, jalan bebatuan, jalan tanah, rel kereta api dan jembatan. Sarana transportasi darat
yang ada di kelurahan ini terdiri dari kendaraan roda empat, kendaraan roda dua, kendaraan umum roda empat busangkutan kota, taksi dan becak.
Kemudahan komunikasi di Kelurahan Sei Agul didukung dengan sarana warung telekomunikasi umum, warung internet dan dukungan beberapa jaringan
telepon seluler. Jaringan telepon seluler yang memiliki sinyal baik di Kelurahan Sei Agul adalah telkomsel, indosat, esia, tri, xl dan lainnya.
e. Sarana Rekreasi Atau Hiburan
Kelurahan Sei Agul bukan merupakan daerah tujuan wisata karena tidak terdapat wisata di Kelurahan Sei agul. Untuk sarana hiburan, pada Kelurahan Sei
Agul terdapat beberapa tempat hiburan. Adapun tempat hiburan di Kelurahan Sei
Universitas Sumatera Utara
53 Agul yaitu tempat karoke sebanyak dua unit, restoran satu unit, dan rumah makan
dua puluh tiga unit.
f. Sarana Olahraga
Masyarakat di Kelurahan Sei Agul aktif dalam kegiatan olah raga. Kegiatan olahraga yang dilakukan masyarakat tersebut seperti olah raga sepak
bola, bulu tangkis, dan lari pagisore. Akan tetapi sarana untuk melakukan aktivitas olahraga tersebut belum memadai sehingga untuk olahraga sepak bola
masih menggunakan lapangan sekolah dasar, dan untuk bermain bulu tangkis dilakukan di pekarangan rumah.
4.1.3 Penduduk
Jumlah penduduk di Kelurahan Sei Agul, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan berjumlah 30.164 jiwa, yang terdiri dari laki-laki berjumlah 14.968 jiwa
dan perempuan berjumlah 15.196 jiwa. Jumlah kepala keluarga KK sebanyak 4.167 KK. Penduduk di kelurahan ini terdiri dari warga Negara Indonesia atau
penduduk pribumi dan non pribumi. Secara terperinci dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4.4 Kepadatan Penduduk Kelurahan Sei Agul No Keterangan
Jumlah 1 Laki-laki
14.968 jiwa
2 Perempuan 15.196
jiwa Jumlah seluruhnya
30.164 jiwa Sumber : Profil Kelurahan Sei Agul 2012
4.1.4 Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk di Kelurahan Sei Agul terdiri dari beragam jenis. Mulai dari pegawai negeri, pegawai swasta, pedagang, dokter, dan lain
sebagainya. Jumlah penduduk dalam usia kerja sebanyak 30.022 jiwa. Adapun struktur mata pencaharian penduduk di Kelurahan Sei Agul yaitu :
Universitas Sumatera Utara
54 Tabel 4.5 Struktur Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Sei Agul
No Mata Pencaharian
Laki-laki Perempuan
1 PNS 192
105 2 Pedagang
Keliling 3
5 3 Montir
45 4 Dokter
Swasta 5
2 5 Bidan
Swasta 7
6 Perawat Swasta
2 11
7 Pembantu Rumah Tangga
91 8 TNI
12 9 POLRI
24 4
10 Pensiunan PNSTNIPOLRI
188 18
11 Pengusaha Kecil dan Menengah
73 22
12 Pengacara 5
2 13 Notaris
4 4
14 Dosen Swasta
31 16
15 Karyawan Swasta
873 470
16 Tukang Batu
1439 17 Tukang
Kayu 594
18 Wiraswasta 1.412
19 Karyawan Perusahaan Pemerintah 307
20 Lain-lain 1.213
Sumber : Profil Kelurahan Sei Agul 2012
4.1.5 Kondisi Sosial Budaya
Masyarakat yang tinggal di Kelurahan Sei Agul terdiri dari berbagai etnis dan suku bangsa. Pada kelurahan ini terdapat etnis Batak Toba, Melayu, Sunda,
Jawa, Cina, India, dan lain sebagainya. Mayoritas suku atau etnis yang terdapat di Kelurahan Sei Agul yaitu Mandailing. Adapun komposisi penduduk berdasarkan
etnis dan suku bangsa yaitu sebagai berikut : Tabel 4.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis dan Suku Bangsa
No Etnis Suku Bangsa Laki-laki
Perempuan 1 Aceh
86 86
2 Batak Toba
4.227 4.235
3 Nias 34
58 4 Melayu
175 205
5 Minang 190
205 6 Betawi
2 5
7 Sunda 38
43 8 Jawa
735 745
Universitas Sumatera Utara
55 9 Madura
1 3
10 Bali 5
7 11 Banjar
12 14
12 Bugis 1
13 Makasar 9
10 14 Ambon
7 2
15 Minahasa 15
18 16 Papua
1 2
17 Asia India
68 152 18 China
882 953
19 Mandailing 8.278
8.321 20 Karo
50 60
21 Simalungun 40
48 22 Pakistan
8 11
23 Arab 2
3 Jumlah
14.968 15.196
Sumber : Profil Kelurahan Sei Agul 2012
4.1.6 Komposisi Penduduk Menurut Agama
Masyarakat di Kelurahan Sei Agul merupakan masyarakat yang heterogen, dimana masyarakat yang terdapat dari terdiri dari berbagai suku dan agama.
Adapun komposisi penduduk menurut agama di Kelurahan Sei Agul yaitu : Tabel 4.7 Komposisi Penduduk Menurut Agama Kelurahan Sei Agul
No Agama Laki-laki Perempuan
1 Islam
7.273 jiwa 7.296 jiwa
2 Protestan
5.075 jiwa 5.363 jiwa
3 Katholik
572 jiwa 553 jiwa
4 Hindu
168 jiwa 152 jiwa
5 Budha
1.870 jiwa 1.785 jiwa
6 Khonghucu
60 jiwa 47 jiwa
Jumlah 14.968 jiwa
15.196 jiwa Sumber: Profil Kelurahan Sei Agul 2012
Mayoritas penduduk memeluk agama Islam yaitu sebanyak 14.569 jiwa. Pemeluk Kristen Protestan sebanyak 10.438 jiwa, Katholik sebanyak 1.125 jiwa,
Hindu sebanyak 320 jiwa, Budha sebanyak 3.655 jiwa, dan Khonghuchu sebanyak 107 jiwa.
Universitas Sumatera Utara
56
4.1.7 Pendidikan
Pendidikan di Kelurahan Sei Agul, Kecamatan Medan Barat, Medan tergolong baik dilihat dari banyaknya jumlah penduduk yang telah memenuhi
wajib belajar sembilan tahun. Dari total penduduk di kelurahan ini, jumlah penduduk yang berpendidikan berjumlah 21.667 jiwa dan sebanyak 21.271 jiwa
telah menamatkan pendidikan wajib belajar sembilan tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan, jumlah penduduk yang mendapatkan pendidikan terakahir Sekolah
DasarSederajat sebanyak 396 jiwa. Jumlah penduduk yang mendapatkan pendidikan terakhir Sekolah
Menengah Pertamasederajat sebanyak 688 jiwa. Jumlah penduduk yang memiliki pendidikan Sekolah Menengah Atas sebanyak 1.6190 jiwa. Sedangkan penduduk
yang memiliki pendidikan Diploma sebanyak 2.681 jiwa dan tamat pendidikan setara strata satu sebanyak 1.434 jiwa, strata dua yaitu 180 jiwa, serta S-3 yaitu
sebabyak 98 orang. Secara lebih terperinci dapat dilihat dari tabel berikut ini: Tabel 4.8 Tingkat Pendidikan Penduduk Kelurahan Sei Agul
No Uraian Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Buta aksara
- -
- 2
Tamat pendidikan umum 1.
SD 193 203
396 2.
SMP 343 345
688 3.
SMA 7.579 8.611
1.6190 4.
Akademi Diploma 1.574
1.107 2.681
5. Universitas SI
931 503
1.434 6. S 2
169 11
180 7. S 3
96 2
98 Jumlah
Keseluruhan 10.885
10.782 21.667
Sumber : Profil Kelurahan Sei Agul 2012
Universitas Sumatera Utara
57
4.1.8 Gambaran Perempuan Dalam Masyarakat Batak Toba 4.1.8.1 Sebutan Masayarakat Batak Toba Untuk Perempuan
Masyarakat batak toba, mengenal sebuah filosofi yang ditujukan kepada perempuan yang dikenal dengan istilah “boru ni raja”. Dimana filosofi tersebut
merupakan sebutan untuk semua perempuan keturunan dari suku batak toba tanpa memandang adanya perbedaan status ekonomi. Setiap perempuan batak toba
disebut sebagai “boru ni raja” dalam masyarakat batak toba baik miskin maupun kaya. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh H. L lk,52 tahun berikut ini :
“Semua perempuan batak toba itu disebut sebagai boru ni raja meskipun ia kaya atau miskin”
Serta sama halnya dengan yang diutarakan oleh A.S pr, 32 tahun berikut ini : “Semua perempuan batak toba itu sudah menjadi boru ni
raja sejak lahir bahkan sejak dalam kandungan. Karena itu sudah kebiasaan orang batak toba”
Perempuan dalam adat batak toba memiliki posisi sebagai “boru ni raja” atau putri raja. “Boru ni raja” memiliki arti sebagai anak seorang raja atau
keturunan raja. Defenisi “boru ni raja” dalam adattradisi masyarakat batak yaitu dimana perempuan dari keturunan masyarakat batak toba adalah keturunan para
raja. Istilah “boru ni raja” sampai saat ini masih disematkan kepada setiap perempuan batak toba ntuk menghargai dan mengikuti tradisi masyarakat batak
toba terdahulu, sehingga sampai saat ini putri keturunan batak toba disebut sebagai “boru ni raja”. Hal tersebut sebagaimana yang diutarakan oleh D. S lk, 62
tahun berikut ini: “Boru ni raja arti sebenarnya keturunan raja atau sering
disebut putri dalam kerajaan. Anak batak pada dasarnya keturunan para raja, jadi karena itulah sampai sekarang
anak batak disebut sebagai boru ni raja untuk mengikuti dan menghargai tradisi batak terdahulu”
Universitas Sumatera Utara
58 Konsep “boru ni raja” tersebut mengajarkan kepada setiap perempuan
batak toba agar berperilaku dan bersikap seperti seorang putri raja. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh N.S pr, 20 tahun berikut ini :
“boru ni raja itu ngajarin perempuan batak toba supaya kelakuannya kayak boru putri atau anak dari raja.”
Jadi, perempuan dalam masyarakat batak toba disebut sebagai “boru ni raja” sejak perempuan tersebut lahir. Dimana “boru ni raja” tersebut memiliki arti
putri raja atau keturunan raja. “Boru ni raja” dalam masyarakat batak toba bertujuan untuk mengajarkan setiap perempuan batak toba agar berperilaku seperti
putri raja
4.1.8.2 Keterlibatan Perempuan Batak Toba Dalam Aktivitas Masyarakat 4.1.8.2.1 Keterlibatan Perempuan Batak Toba Dalam Adat
Perempuan batak toba sebagai bagian dari masyarakat batak toba juga memiliki peran serta dalam aktivitas masyarakat. Dalam masyarakat batak toba,
perempuan batak toba atau boru memiliki peran yang penting dalam acara adat baik itu acara pesta maupun kemalangan. Dimana tanpa boru mengadakan pesta
adalah hal yang tidak mungkin. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh H.L lk, 52 tahun berikut ini :
“dalam acara adat maupun ada kemalangan boru ni raja itu selalu ada dan tampil yang biasanya disebut dengan
parhobas pihak yang membantu dalam persiapan acara untuk kemalangan atau pesta”
Perempuan batak toba memiliki peranan yang sangat penting dalam upacara adat masyarakat batak toba, baik itu kemalangan ataupun acara pesta.
Untuk setiap upacara adat dalam masyarakat batak toba itu perempuan batak toba berperan sebagai “parhobas”. Dalam upacara adat, perempuan batak toba akan
Universitas Sumatera Utara
59 dihormati. Bentuk penghormatan yang diterima batak toba tersebut adalah dengan
memperoleh “jambar” dalam acara adat. Dimana “jambar” tersebut berupa ulos selendang khas masyarakat batak toba, uang, ataupun daging. Hal tersebut
seperti yang diungkapkan oleh A.S pr, 32 tahun berikut ini: “Boru ni raja itu selalu diagungkan dalam masyarakat batak
toba itu sendiri. Maksud dari boru ni raja selalu di agungkan
dalam masyarakat batak toba itu karena dia keturunan raja, selalu di hormati dan di agungkan dia sebagai seorang boru
ni raja. Hal ini bisa kita lihat dalam acara adat misalnya, boru ni raja itu selalu mendapatkan jambar baik itu ulos,
uang, dan daging.”
4.1.8.4 Keterlibatan Perempuan Batak Toba Dalam Pembagian Warisan
Dalam masyarakat batak toba, hak perempuan batak toba dalam pembagian warisan berbeda dengan hak laki-laki. Hal ini sebagaimana yang
diungkapakan oleh H.L lk, 52 tahun berikut ini : “dalam pembagian harta warisan, laki-laki itu lebih berhak
dalam pembagian harta warisan dibandingkan dengan perempuan”
Dalam pembagian warisan, pada masyarakat batak toba perempuan batak toba memiliki hak yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan
batak toba hanya memperoleh sedikit bagian dalam pembagian harta warisan jika dibandingkan dengan laki-laki. Seperti halnya yang dikemukakan oleh D.S diatas
yaitu laki-laki lebih berhak atas harta warisan daripada perempuan. Namun, walaupun hak perempuan dalam masyarakat batak toba berada di bawah laki-laki
dalam pembagian harta warisan, perempuan batak toba harus tetap dihargai oleh keluarganya maupun keluarga suaminya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
D.S lk, 62 tahun berikut ini : “perempuan batak toba itu tetap harus dihargai oleh
keluarganya dan dikeluarga suaminya.”
Universitas Sumatera Utara
60 Walapun perempuan batak toba memiliki hak yang sedikit jika dibandingak
dengan laki-laki dalam pembagian harta warisan, perempuan batak toba juga
berhak atas harta warisan dari keluarganya. 4.1.8.4 Keterlibatan Perempuan Batak Toba Dalam Kegiatan Ekonomi
Perempuan batak toba adalah perempuan yang dikenal pekerja keras dan tangguh. Dalam penelitian ini perempuan batak toba yang menjadi informan
dalam penelitian ini juga turut terlibat dalam kegiatan ekonomi. Perempuan batak toba dalam penelitian ini memiliki pekerjaan yang dilakoni mereka setiap harinya
dari pagi hingga sore.. Sebagaimana yang dikemukakan oleh M.S pr, 40 tahun berikut ini :
“ bou itu harus jualan dari pagi sampai sore” Serta sebagaimana yang dikemukakan oleh A.T pr, 29 tahun berikut ini :
“Saya itu sibuk bekerja, saya itu harus kerja dari jam setengah 8 pagi sampai jam 6 atau 7 sore”
Peran perempuan batak toba dalam hal ekonomi keluarga yaitu dimana perempuan batak toba terjun ke dalam ruang publik untuk bekerja memenuhi
kebutuhan keluarganya. Perempuan batak toba pekerja pengasuh anak juga turut berperan serta dalam kegiatan ekonomi dengan bekerja sebagai pengasuh dan
berusaha membantu memenuhi kebutuhan keluarganya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh N.S pr, 20 tahun berikut ini :
“Pekerjaan ini saya lakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup saya dan keluarga di kampung. Jadi saya
bisa bantu keluarga, dan saya gak nyusahin mereka lagi.”
Universitas Sumatera Utara
61 Serta sebagaimana yang dikemukakan oleh R.A pr, 23 tahun berikut ini :
“Buat saya pekerjaan ini merupakan cara saya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan buat bantu keluarga saya.”
Hal yang sama juga dikemukakan oleh S.S pr, 19 tahun berikut ini : “Kerjaan inikan saya lakukan untuk dapat penghasilan. Saya
juga jadi bisa bantu keluarga saya di kampung”
4.1.8.3 Peran Perempuan Sistem Kekerabatan Batak Toba Menurut Informan
Kebudayaan suku batak toba menganut sistem kekerabatan secara patrilineal dan mengikat para anggotanya. Perempuan dalam sistem kekerabatan
batak toba memiliki peran yang berbeda dengan laki-laki. Sebagaimana yang diungkapakan oleh D.S lk, 62 tahun berikut ini :
“Dalam masyarakat batak toba, kekerabatan perempuan itu menjadi hilang. Maksudnya disini, setelah perempuan
batak toba itu menikah, maka ia tidak hanya membawa marganya tetapi ia juga harus membawa marga suaminya.
Karena perempuan itu sudah diberikan kepada pihak laki- laki. Akan tetapi, perempuan batak toba itu tetap harus
dihargai oleh keluarganya dan dikeluarga suaminya.”
Dalam sistem patrilineal tersebut perempuan menyandang hal dan tanggung jawab atas dua marga yaitu marga ayahnya dan marga suaminya. Ketika
perempuan batak toba tersebut masih tinggal bersama dengan keluarganya dan belum menikah, perempuan batak toba tersebut hanyalah menyandang marga dari
ayahnya. Akan tetapi, lain halnya bila perempuan batak toba tersebut sudah menikah. Setelah menikah, perempuan batak toba tidak lagi hanya menyandang
marga ayahnya tetapi juga marga suaminya.
Universitas Sumatera Utara
62
4.1.9 Gambaran Aktivitas Perempuan Pengasuh Anak Etnis Batak Toba 4.1.9.1 Aktivitas Sebagai Pengasuh Anak
Pengasuh anak merupakan seseorang yang bekerja pada orang lain yang disebut sebagai majikan, dimana tugas utamanya adalah mengasuh anak baik dari
segi fisik, emosi, dan sosial. Sebagai pengasuh anak yang bekerja di Kelurahan Sei Agul, peran yang dijalankan oleh perempuan batak toba pekerja pengasuh
anak yaitu : 1.
Membimbing tahapan pertumbuhan anak Perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak di Kelurahan
Sei Agul, mengajari dan membimbing anak yang diasuhnya dalam setiap tahapan pertumbuhan menjadi salah satu keseharian perempuan batak toba yang bekerja
sebagai pengasuh anak di Kelurahan Sei Agul. Mulai dari berjalan berjalan hingga belajar berbicara adalah tugas perempuan batak toba pekerja pengasuh anak. Hal
ini sebagaimana yang diungkapan oleh N.S pr, 20 tahun berikut ini : “Evan ini anaknya pintar, cuma sayangnya dia masih belum
bisa ngomong. Bilang bapak sama mamak juga masih belum bisa. Jadi setiap hari kalau dia lagi main, sambil diajari
bilang bapak, mamak, atau kakak gitu. Dulu dia juga susah waktu belajar jalannya, perkembangannya memang agak
lambat.”
Hal ini juga sebagaimana yang diungakapkan oleh D.P pr, 23 tahun berikut ini : “sekarang paling ngajarin dia jalan, nemenin dia main, atau
ngajarin dia ngomong.”
Serta sama halnya dengan yang diungkapkan oleh R.A pr,23 tahun berikut ini : “Banyak sih, dulu sebelum dia bisa jalan sama bicara. Aku
juga ngajarin dia itu dibantu sama mamanya. Kalau sekarang dia itu udah bisa banyak, dia bisa diajari nyanyi
sama nari-nari gitu karena suka niru dari tv. Malah dia udah bisa terima telpon.”
Universitas Sumatera Utara
63 2.
Merawat dan Melindungi Anak Merawat dan melindungi anak juga merupakan salah satu tugas dan
tanggung jawab dari perempuan batak toba pekerja sebagai pengasuh anak di Kelurahan Sei Agul. Perempuan batak toba pekerja pengasuh anaklah yang
bertugas menggantikan ibu untuk merawat dan melindungi anak asuhnya. Perempuan pengasuh anak etnis batak toba tersebut yang bertanggung jawab
penuh untuk memberi makan tiga kali sehari, memberi minum susu, memandikan, menindurkannya baik siang dan malam, menjaganya agar tidak jatuh atau terluka
karena anak kecil biasanya sangat rentan untuk terluka atau jatuh, bahkan hingga membersihkan kotorannya. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh N.S pr,
20 tahun berikut ini : “kalau kegiatan saya sehari-hari setelah mama Evan pergi
jualan yah ngasih makan sama minum susu, mandikan dia, menidurkan. Kalau ngak, nemani dia main atau nonton.
Terus sorenya ngajak dia jalan-jalan sore. Sama jagain dia, supaya ngak jatuh kalau dia jatuh ntar aku yang kena
marah.”
Hal ini juga diungkapkan oleh D.P pr, 23 tahun berikut ini : “Kalau jaga anak, yang saya lakukan itu memandikan,
memberi makan dan minum susu, bersihin dia, menidurkannya, nemenin dia nonton atau main, terkadang
juga saya mengajak dia buat jalan-jalan di sekitaran rumah dia.”
Pendapat ini juga dikemukakan oleh R.A pr, 23 tahun berikut ini : “Yah, yang biasa dikerjakan kalau jaga anak sih. Kayak
artinya : seperti memandikan, memberi makan dan minum susu, bersihin dia, menidurkannya, nemenin dia nonton atau
main, jalan-jalan di sekitaran rumah dia, dan jagain dia supayaa gak jatuh atau luka. Terkadang juga ngajarin dia
nyanyi atau nari-nari gitu, dia anaknya pintar banget. Jadi enak ngajarinnya. Itu sih biasanya.”
Universitas Sumatera Utara
64 Serta sama halnya dengan yang dikemukakan oleh S.S pr, 19 tahun berikut ini :
“Kalau jaga anak sih, yag dikerjakan itu memandikan, memberi makan dan minum susu, bersihin dia,
menidurkannya, nemenin dia nonton atau main, jalan-jalan di sekitaran rumah dia, dan jagain dia.”
Perempuan batak toba pekerja pengasuh anaklah yang merawat dan melindungi anak dari majikannya dengan penuh kasih sayang baik ketika majikannya tidak
ada. 3.
Memberikan perhatian, waktu, dan dukungan Sebagai pengasuh anak, perempuan batak toba yang bekerja sebagai
pengasuh di Kelurahan Sei Agul memberi perhatian, waktu, dan dukungan kepada anak yang diasuhnya layaknya seorang ibu. Berdasarkan hasil observasi,
perempuan batak toba pekerja pengasuh anak di Kelurahan Sei Agul lebih banyak menghabiskan waktunya dengan anak majikannya bila dibandingan dengan
orangtua dari anak yang diasuhnya tersebut. Dimana para orangtua dari anak tersebut sudah berangkat bekerja pada pagi hari dan pulang kerumah pada sore
harinya. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di lapangan diketahui bahwa orangtua dari anak yang menggunakan jasa perempuan pengasuh anak, sudah
berangkat bekerja pada pagi hari dan pulang kerumah pada sore harinya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh M.S pr,40 tahun berikut ini :
“bou itu harus jualan dari pagi sampe sore. Sementara adekmu gak mungkin dibawa ke pajak. Makanya bou pakai
pengasuh untuk adekmu.”
Serta sama halnya dengan yang dikemukakan oleh A.S pr, 32 tahun berikut : “Saya ini harus bekerja dari pagi hari sampai sore,
sementara saya masih punya anak bayi yang dijaga. Maka dari itu saya menggunakan pengasuh untuk anak saya.”
Universitas Sumatera Utara
65 Perempuan batak toba pekerja pengasuh anak di Kelurahan Sei Agul,
memberikan perhatiannya dalam bentuk kasih sayang serta rasa peduli dalam kesehariannya mengasuh dan merawat anak majikannya. Memberi makan dan
minum susu, memandikan, menemani bermain, membujuk anak yang diasuhnya bila susah makan, mengingatkan anak yang diasuhnya jika anaknya nakal.
4.1.9.2 Aktivitas Tambahan
Tugas seorang pengasuh anak adalah mengasuh anak baik dari segi fisik, emosi, dan sosial. Akan tetapi kenyataan yang sebenarnya dilapangan, perempuan
pengasuh anak etnis batak toba tidak hanya mengasuh anak saja, melainkan juga mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Adapun hal-hal yang dilakukan oleh
perempuan batak toba pekerja pengasuh anak disamping mengasuh anak di Kelurahan Sei Agul yaitu membersihkan rumah, mencuci pakaian, menyetrika,
mencuci piring, serta membantu memasak. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh N.S pr, 20 tahun berikut ini :
“Biasanya selain menjaga dan merawat anak dari majikan, saya juga harus mengerjakan pekerjaan lain kayak cuci
piring, cuci kain, bantu masak, beresi rumah, sama menyetrika. Malam hari kalau majikan saya udah dirumah
atau Evan nya lagi tidur saya yah menyetika.”
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh D.P pr, 23 tahun berikut ini : “Kalau pagi yah aku beres-beres rumah, mulai dari
menyapu, mengepel, bersihkan halaman rumah, menyiram bunga. Habis itu aku mencuci piring sama bantu masak di
dapur. Sorenya aku juga itu, sebelum orang rumah pulang aku bersihin rumah lagi, malamnya aku nyetrika.”
Sama halnya juga dengan yang diungkapkan oleh R.A pr, 23 tahun berikut ini : “Bantu-bantu beres-beres rumah, mulai dari menyapu,
mengepel, mencuci kain, dan mencuci piring. Terkadang masak juga sih. Kalau anaknya lagi tidur aku nyetrika.”
Universitas Sumatera Utara
66 Serta sebagaimana yang diungkapkan oleh S.S pr, 19 tahun berikut ini :
“Beres-beres rumah, mulai dari menyapu, mengepel, mencuci kain, dan mencuci piring, sama nyetrika.”
Kegiatan perempuan pengasuh anak di Kelurahan Sei Agul yaitu dimulai
pada pagi hari dengan kegiatan membersihkan rumah, mencuci pakaian, mencuci piring, serta membantu memasak. Kegiatan membersihkan rumah meliputi
membersihkan perabotan, menyapu dan mengepel rumah, menyapu halaman dan teras, membuang sampah. Setelah majikannya akan segera berangkat kerja maka
perempuan engasuh anak etnis batak toba akan mengasuh anak majikannya, dimulai dari memberi makan dan minum susu, memandikan, menidurkan,
menemani bermain dan menonton. Sebelum majikannya pulang bekerja pada sore hari, maka perempuan pengasuh anak etnis batak toba yang terdapat di Kelurahan
Sei Agul akan kembali membereskan rumah. Pada malam harinya perempuan pengasuh anak etnis batak toba akan menyetrika bila majikannya sedang ada di
rumah. Namun, bila majikannya sedang ada kegiatan diluar maka perempuan pengasuh anak etnis batak toba lah yang menemani anak majikannya tersebut
sampai orangtuanya pulang.
4.2 Profil Informan
Informan dalam penelitian ini merupakan perempuan pengasuh anak etnis batak toba, majikan dari perempuan pengasuh anak etnis batak toba, serta
masyarakat yang memahami adat istiadat batak toba itu sendiri. Dimana keseluruhan informan berjumlah 9 orang yang menjadi informan dalam penelitian
ini.
Universitas Sumatera Utara
67
4.2.1 Profil Informan Perempuan Batak Toba Pekerja Pengasuh Anak 1.
N.S
N.S merupakan wanita yang berusia 20 tahun. N.S memiliki suku batak toba dan lahir di Kota Sidikalang. Anak kedua dari lima bersaudara ini memiliki
pendidikan terakhir yaitu tamatan SMP. Saat ini N.S telah bekerja sebagai pengasuh anak selama tiga tahun, dan dengan majikannya yang sekarang N.S
masih memiliki hubungan kekeluargaan yaitu adanya hubungan marga. N.S merupakan pengasuh seorang anak dari salah satu keluarga yang bertempat
tinggal di Kelurahan Sei Agul, dimana N.S dan majikannya tersebut bertempat tinggal di Jalan Karya Mesjid gg Padi. Sejak memulai pekerjaannya sebagai
pengasuh anak, N.S telah 3 kali berganti majikan. Pekerjaan N.S sebelum menjadi pengasuh anak yaitu menjadi SPG Sales
Promotion Girl di salah satu mall di Kota Medan, akan tetapi dia bekerja disana hanya sebentar. Setelah itu, N.S sempat mengganggur. N.S bekerja sebagai
pengasuh anak ketika ada tawaran dari tetangganya sewaktu tinggal di Medan untuk mengasuh anak saudaranya. N.S bekerja di tempat tersebut selama hampir
dua tahun, setelah itu N.S memutuskan untuk berhenti dan pindah ke tempat majikannya yang baru. Untuk majikannya yang sekarang, diketahui N.S dari
temannya majikannya yang sekarang yang kebetulan membantu majikannya untuk mencari pengasuh.
2. D.P
D.P adalah wanita berusia 23 tahun, yang merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara di keluarganya. Adapun pendidikan yang pernah dijalani D.P
hanyalah sampai tamat sekolah dasar SD. Ketiga saudara D.P saat ini tempat
Universitas Sumatera Utara
68 tinggal di kampung dan berladang disana. Sementara D.P sendiri memutuskan
untuk meninggalkan kota kelahirannya yaitu Kota Sidikalang dan mencari pekerjaan di kota besar. Awal bekerja di kota Medan, D.P bekerja di toko pakaian
miliki tulangnya. Namun, D.P berhenti dari pekerjaannya tersebut atas permintaan orangtuanya. D.P sempat menganggur dan kembali membantu orangtuanya
berladang di kampung, sebelum akhirnya ia menerima pekerjaan sebagai pengasuh anak.
D.P adalah salah seorang pengasuh anak yang telah bekerja sebagai pengasuh selama hampir 3 tahun. Sebelum bekerja sebagai pengasuh anak di
Kelurahan Sei Agul, D.P pernah bekerja sebagai pengasuh anak di Pematangsiantar. D.P akhirnya berhenti dari pekerjaannya mengasuh anak di
Pematangsiantar dan bekerja mengasuh anak di Medan karena adanya tawaran dari namboru yang dikenalnya di Siantar. Dimana keluarga dari namboru tersebut
yang ada di kota Medan sedang membutuhkan pengasuh anak. Adapun ikatan kekeluargaan dengan majikannya yang sekarang tidak ada. D.P dan majikannya
saat ini tinggal di Jalan Karya Mesjid, Medan.
3. R.A
R.A merupakan pengasuh anak yang berusia 21 tahun yang berasal dari Kota Tebing Tinggi. R.A merupakan salah seorang perempuan batak toba yang
bekerja sebagai pengasuh anak. R.A telah bekerja sebagai pengasuh anak selama kurang lebih 2 tahun. Dirinya mengatakan bahwa alasannya bekerja sebagai
pengasuh anak adalah ketika R.A telah menamatkan pendidikannya di bangku SMA, R.A menganggur selama hampir tiga tahun maka ketika ada tawaran untuk
bekerja sebagai pengasuh anak, R.A menerima pekerjaan tersebut agar tidak
Universitas Sumatera Utara
69 menganggur lagi dan memiliki penghasilan sendiri. Pekerjaan sebagai pengasuh
anak di tempat majikannya sekarang diketahuinya dari saudara dari majikannya yang tinggal di daerah asalanya yaitu Tebing Tinggi.
4. S.S
S.S merupakan perempuan batak toba yang juga bekerja sebagai pengasuh anak di Kelurahan Sei Agul yang telah bekerja selama lebih dari 2 tahun. Anak
pertama dari lima bersaudara ini berusia 19 tahun dan berasal dari Pekanbaru. S.S langsung bekerja sebagai pengasuh anak ketika S.S baru saja menyelesaikan
pendidikannya di bangku SMA. Pada waktu itu, S.S langsung dimintai tolong oleh keluargnya untuk bekerja sebagai pengasuh anak, karena pengasuh anaknya yang
sebelumnya berhenti kerja dan mereka belum menemukan penggantinya. Dan sampai saat ini S.S masih bekerja sebagai pengasuh anak di tempat tersebut.
4.2.2 Profil Informan Majikan Pengasuh Anak 5.
M.S
Wanita berusia 40 tahun ini merupakan salah satu pengguna jasa perempuan pengasuh anak etnis batak toba. Saat ini M.S bertempat tinggal di
Jalan Karya Mesjid gg Padi. Kesibukan M.S sebagai pedagang mengharuskannya untuk berdagang dari pagi hari hingga sore hari bahkan malam hari. Hal itu
membuat M.S membutuhkan pengasuh anak untuk mengasuh anak semata wayangnya yang masih berusia tiga tahun ketika M.S pergi berjualan. M.S telah
berganti pengasuh sebanyak empat kali. Hal ini dikarenakan pengasuh anaknya berhenti dengan alasannya masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
70
6. A.S
Wanita berusia 32 tahun ini merupakan ibu dari dua orang anak dan sekaligus karyawan di salah satu perusahaan di Kota Medan. A.S beserta
keluarganya saat ini bertempat tinggal di Jalan Karya Mesjid gg Padi. Dimana anaknya A.S satu telah duduk di kelas 4 Sekolah Dasar SD dan salah seorang
anaknya saat ini masih balita. Kesibukan dirinya dalam bekerja membuat A.S menggunakan jasa pengasuh anak. A.S mengatakan bahwa pekerjaan utama
pengasuh anaknya yaitu mengasuh anaknya selama A.S bekerja atau ada kegiatan di luar rumah yang mengharuskan untuk meninggalkan anak di rumah.
7. A.T
Wanita berusia 29 tahun ini merupakan salah satu karyawan di perusahaan swasta yang mengharuskan ia bekerja dari pukul 08.00 wib dan baru pulang ke
rumah pada pukul 18.00 wib. A.T merupakan ibu satu orang anak. A.T saat ini bertempat tinggal di Jalan Danau Ranau.Kesibukannya dalam bekerja membuat
ibu satu orang anak ini menggunakan jasa pengasuh anak untuk membantu A.T merawat anaknya. Bila A.T telah pulang bekerja, maka ibu A.T lah yang akan
mengasuh anaknya dibantu oleh pengasuh anak.
4.2.3 Profil Informan Masyarakat Sekitar Tokoh Adat 8.
H.L
Bapak berusia 52 tahun ini, merupakan salah seorang pegawai kelurahan yaitu di bagian K. A SATGAS di Kelurahan Sei Agul. Saat in H.L bertempat
tinggal di Jalan Danau Ranau. Pria yang merupakan tamatan SMA ini cukup memahami budaya batak toba, termasuk di dalamnya mengenai “anak ni raja” dan
“boru ni raja”.
Universitas Sumatera Utara
71
9. D. S
Pria berusia 62 tahun ini memiliki suku batak toba. D.S saat ini bertempat tinggal di Jalan Danau Ranau. Pensiunan POLRI yang tamatan SMA ini cukup
memahami mengenai makna dari “anak ni raja” dan “boru ni raja”. D.S “anak ni raja” atau anak seorang raja adalah anak dari keturunan raja atau biasa disebut
pangeran dalam kerajaan. Tetapi dalam arti “anak ni raja” dalam tradisi adat batak adalah anak batak pada dasarnya adalah keturunan para raja, oleh karena itulah
sampai sekarang anak batak atau putra batak disebut sebagai “anak ni raja” untuk
mengikuti dan menghargai tradisi masyarakat batak terdahulu. 4.4 Pandangan Informan Yang Bukan Pengasuh Anak Terhadap Status
Sosial Perempuan Pekerja Pengasuh Anak Etnis Batak Toba
Setiap anggota masyarakat memiliki status sosialnya sendiri dalam masyarakat, dimana status sosial adalah hal yang menandakan perbedaan
kelompok berdasarkan kehormatan dan kedudukan mereka di tengah- tengah masyarakat. Hal tersebut juga berlaku pada perempuan pekerja pengasuh anak
atau yang dikenal dengan istilah baby sitter, dimana para pengasuh anak tersebut memiliki tempat atau status tersendiri di dalam masyarakat.
Perempuan batak toba sejak lahir bahkan sejak di dalam kandungan telah memiliki status sosial sebagai “boru ni raja”. Status sosial sebagai “boru ni raja”
merupakan ascribed status karena diperoleh atas dasar kelahiran. Seiring dengan berjalannya waktu, status sosial dari masing-masing perempuan batak toba akan
bertambah. Dimana status sosial yang baru tersebut diperoleh perempuan batak toba tersebut melalui pekerjaan yang dilakoninya guna memenuhi kebutuhan
ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
72 Perempuan batak toba yang telah memilih bekerja sebagai pengasuh anak
mendapatkan status sosial yang baru, yaitu status sosial sebagai pengasuh anak. Status sosial sebagai pengasuh anak merupakan status sosial yang bersifat objektif
sekaligus merupakan achieved status karena status sosial sebagai pengasuh anak tersebut diperoleh oleh perempuan batak toba pekerja pengasuh anak atas
usahanya sendiri dan bukan atas dasar paksaan. Dalam masyarakat, selain status yang bersifat objektif juga terdapat status yang bersifat subjektif. Status sosial
subjektif diartikan sebagai status yang merupakan sebagai hasil penilaian orang lain dan bersifat tidak konsisten.
Status sosial subjektif yang melekat dalam diri perempuan batak toba pekerja pengasuh anak yaitu seperti yang dikemukakan oleh M.S pr, 40 tahun
berikut ini : “Perempuan batak itu orangnya pekerja keras. Jadi kalau
perempuan batak itu mau jadi pengasuh itu hebat, karena dia mau melakukan pekerjaan apapun untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya dan keluarganya.”
Sama halnya juga dengan yang diungkapkan oleh A.T pr, 28 tahun berikut ini : “Perempuan batak yang bekerja sebagai pengasuh anak itu
hebat karena dia mau melakukan pekerjaan ini untuk memperjuangkan hidupnya.”
Masyarakat memberikan penilainnya masing-masing kepada para
perempuan batak toba pekerja pengasuh anak tersebut. Dimana penilaian yang diberikan oleh masyarakat terhadap perempuan batak toba yang bekerja sebagai
pengasuh anak yaitu dimana masyarakat beranggapan bahwa perempuan batak tersebut pekerja keras dan hebat, karena mau melakukan pekerjaan apapun untuk
memperjuangkan hidupnya dan keluarganya.
Universitas Sumatera Utara
73 Selain status sosial subjektif yang bersifat positif, juga terdapat status
sosial subjektif yang negatif. Dimana ada masyarakat yang beranggapan bahwa pekerjaan sebagai pengasuh anak adalah pekerjaan pembantu dan memandang
rendah perempuan yang bekerja sebagai pengasuh anak. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh H.L lk, 52 tahun :
“Kecil kali orang yang bekerja sebagai baby sitter. Itu sama saja dengan pembantu.”
Status sosial subjektif negatif yang terdapat pada perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak juga dianggap berpikiran tidak maju. Hal ini
seperti yang dikemukakan oleh D.S lk, 62 tahun berikut : “saya rasa perempuan batak toba yang bekerja sebagai
pengasuh anak berpikir gak maju”
Terdapat pro dan kontra mengenai status sosial subjektif terhadap perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak. Dimana perempuan
batak toba, yang bekerja sebagai pengasuh anak dianggap sebagai pembantu dan menurunkan status sosialnya. Akan tetapi disisi lain, terdapat dukungan terhadap
perempuan pengasuh anak etnis batak toba dimana mereka mengatakan bahwa perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak itu hebat dan luar
biasa karena mau melakukan pekerjaan tersebut untuk memperjungkan hidup serta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
4.5 Pandangan Informan yang Bekerja Sebagai Pengasuh Anak Terhadap Pekerjaan dan Status Sosialnya
Untuk setiap pekerjaan yang dilakukan oleh individu, tentu saja mereka memiliki pandangan yang berbeda terhadap pekerjaan mereka, sama halnya
dengan perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak. Perempuan
Universitas Sumatera Utara
74 batak toba yang bekerja sebagai pengasuh juga memiliki pandangan yang berbeda
terhadap pekerjaan yang mereka lakukan. Perempuan batak toba pekerja pengasuh anak yang berasal dari desa beranggapan bahwa bekerja sebagai pengasuh anak
adalah sebagai bentuk pengalihan pilihan kerja mereka. Dimana perempuan pengasuh anak etnis batak toba tersebut lebih memilih untuk bekerja di kota
sebagai pengasuh anak daripada harus tetap tinggal di desa untuk mengolah ladangsawah milik keluarganya.
Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh D.P pr, 23 tahun berikut ini :
“aku lebih bagus kerja kayak gini, daripada di kampung. Gak tahu aku berladang. Jadi orang mamak sama abang
yang ngurus ladang di kampung”
Perempuan batak toba pekerja pengasuh anak di Kelurahan Sei Agul juga beranggapan bahwa bekerja sebagai pengasuh anak tersebut lebih nyaman dan
hasilnya lebih besar. Dimana perempuan batak toba pekerja pengasuh anak bekerja sebagai pengasuh anak tersebut beranggapan bahwa bekerja sebagai
pengasuh anak jauh lebih enak ketimbang harus bekerja di ladangsawah milik di kampung. Hal ini seperti yang disampaikan oleh N.S pr, 20 tahun berikut ini :
“dulu sebelum kerja jadi pengasuh, aku bantuin orang mamak di ladang, tapi hasilnya gak seberapa. Makanya
ketika ada tawaran untuk kerja di kota, aku mutusin untuk ikut. Kerja di ladang itu gak enak.”
Perempuan batak toba pekerja pengasuh anak juga beranggapan bahwa sulitnya dalam memperoleh pekerjaan juga membuat perempuan batak toba
pekerja pengasuh anak mengambil setiap kesempatan yang ada untuk memiliki pekerjaan sehingga dapat memperoleh penghasilan. Perempuan batak toba pekerja
pengasuh anak beranggapan bahwa bekerja sebagai pengasuh anak lebih baik
Universitas Sumatera Utara
75 daripada harus menganggur. Hal ini sebagaimana dengan yang diungkapakan oleh
R.A pr, 23 tahun berikut ini: “Sebelum kerja jadi pengasuh, aku dulu mengangur selama
hampir tiga tahun begitu tamat SMA. Daripada menganggur kan lebih baik kerja kayak gini. Punya penghasilan sendiri
dan gak nyusahin orangtua.”
Daerah perkotaan memang memiliki sejuta pesona, yang membuat penduduk dari desa meninggalkan pekerjaan di ladang mereka dan memilih untuk
bekerja di kota. Walaupun demikian, untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di daerah perkotaan sehingga kebutuhan jasmani dan rohani dapat terpenuhi
selayaknya tidaklah mudah. Dibutuhkan banyak hal sehingga kita dapat memperoleh pekerjaan dengan status sosial yang tinggi serta penghasilan yang
memadai. Pendidikan yang tinggi, serta keahlian atau ketrampilan khusus merupakan beberapa hal utama yang harus dimiliki seseorang agar memiliki
pekerjaan yang layak. Pendidikan serta ketrampilan yang tidak dimiliki perempuan batak toba
yang merantau ke kota membuat mereka memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang rendah serta membuat status sosial mereka menjadi rendah. Para perempuan
batak toba tersebut pada akhirnya memilih bekerja sebagai pengasuh anak dikarena tingkat pendidikan mereka yang sangat rendah serta tidak adanya skill
atau keahlian khusus yang mereka miliki, walaupun sebenarnya mereka tidak ingin bekerja sebagai pengasuh anak. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh
saudara D.P pr, 23 tahun berikut ini: “sebelum jadi pengasuh anak, aku sempat kerja jaga toko
kain tulangku. Aku itu maunya kerja kayak gitu lagi daripada harus kerja kayak gini”
Universitas Sumatera Utara
76 Perempuan batak toba pekerja pengasuh anak tersebut memilih bekerja
sebagai pengasuh anak dengan tujuan untuk mengumpulkan modal usaha, dan dapat membuka usaha di kampungnya setelah kembali dari kota. Hal ini
sebagaimana yang dikemukakan oleh N.S pr, 20 tahun berikut ini : “sebenarnya aku gak mau kerja jadi baby sitter, aku itu
pengennya punya usaha salon. Sekarang sih lagi ngumpulin uang buat modal sekolah sama modal usaha. Kalau uangnya
udah terkumpul, aku mau balik lagi ke kampung dan buka usaha salon disana.”
Berdasarkan penuturan perempuan batak toba pekerja pengasuh anak di
Kelurahan Sei Agul yaitu dimana pekerjaan sebagai pengasuh anak bukanlah pekerjaan yang diharapkan oleh mereka.
Bagi perempuan pengasuh anak etnis batak toba, pekerjaaan yang sedang dijalani oleh mereka pada saat ini merupakan pekerjaan yang dilakoni untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh N.S pr, 20 tahun berikut ini :
“Pekerjaan ini saya lakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup saya dan keluarga di kampung. Jadi saya
bisa bantu keluarga, dan saya gak nyusahin mereka lagi.”
Serta sama halnya dengan yang dikemukakan oleh S.S pr, 19 tahun berikut ini : “Kerjaan inikan saya lakukan untuk dapat penghasilan. Saya
juga jadi bisa bantu keluarga saya di kampung sekaligus buat bantu orang bou saya sementara orang itu nemuin
pengganti, dan saya dapat pekerjaan yang lain”
Keterbatasan yang dimiliki oleh perempuan batak toba pekerja pengasuh anak dalam pendidikan dan skill khusus membuat mereka melakoni pekerjaan
sebagai pengasuh anak tersebut. Perempuan pengasuh anak etnis batak toba menjalani pekerjaan sebagai pengasuh adalah untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi. Perempuan pengasuh anak etnis batak toba tersebut bekerja sebagai
Universitas Sumatera Utara
77 pengasuh karena keenganan mereka untuk mengolah ladang mereka yang ada di
kampung dan karena kesulitan untuk mendapat pekerjaan setelah menyelesaikan sekolahnya. Bagi perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak di
Kelurahan Sei Agul pekerjaan sebagai pengasuh anak hanya lah sebagai batu loncatan agar mereka dapat memiliki modal usaha untuk membangun usaha yang
menjadi keiinginan mereka. Menurut Pitirim Sorokin dalam Narwoko dan Bagong, 2011 : 156
jabatan dan pekerjaan merupakan salah satu alat ukur yang digunakan masyarakat untuk mengukur status sosial seseorang. Adapun pandangan perempuan pengasuh
anak etnis batak toba terhadap pekerjaannya yaitu seperti yang diungkapakan oleh R.A pr, 23 tahun berikut ini :
“Sebenarnya saya malu dengan pekerjaan ini. Tapi mau gimana lagi, daripada menganggur lebih bagus kerja inikan.
Setidaknya saya punya penghasilan sendiri dan tidak nyusahin orangtua saya”
Pendapat tersebut seperti yang dikemukakan oleh D.P pr, 23 tahun berikut ini : “Saya malu sama mereka, kalau mereka tahu saya kerjanya begini.
Pekerjaan sebagai pengasuh anak dalam masyarakat menandakan status sosial yang rendah. Hal ini membuat perempuan pekerja pengasuh anak etnis
batak toba di Kelurahan Sei Agul malu dengan pekerjaannya. Pekerjaan sebagai pengasuh anak yang dianggap sebagai pekerjaan pembantu, sehingga status sosial
dari seorang pengasuh anak sama halnya dengan status sosial pembantu. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh N.S pr, 20 tahun berikut ini :
“Saya sendiri malu dengan pekerjaan sebagai pengasuh anak ini. Mana mungkin lagi aku dibilang boru ni raja, kalau
kerjanya jaga anak kayak gini”
Universitas Sumatera Utara
78 Status sosial pembantu tersebut menandakan bahwa para perempuan
pekerja pengasuh anak etnis batak toba di Kelurahan Sei Agul memiliki status sosial yang rendah. Sehingga perempuan batak toba berpandangan bahwa
pekerjaannya sebagai pengasuh anak menurunkan status sosialnya sebagai “boru ni raja”. Status sosial pembantu tersebut menandakan bahwa para perempuan
pekerja pengasuh anak etnis batak toba di Kelurahan Sei Agul memiliki status sosial yang rendah. Status sosial sebagai pembantu tersebut membuat para
perempuan pengasuh anak etnis batak toba di Kelurahan Sei Agul malu dengan pekerjaannya tersebut.
4.6 Pandangan Informan yang Bekerja Sebagai Pengasuh Anak Terhadap Perannya Sebagai “Boru Ni Raja”
Perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak seperti yang telah dipaparkan sebelumnya memiliki status sebagai pengasuh anak dan sebagai
“boru ni raja”. Akibat pekerjaannya sebagai pengasuh anak, membuat perempuan batak toba pekerja pengasuh anak merasa bahwa dirinya bukan lagi “boru ni raja”
Hal seperti yang dikemukakan oleh N.S pr, 20 tahun berikut ini : “Mana mungkin lagi aku dibilang boru ni raja, kalau
kerjanya jaga anak kayak gini” Serta sama halnya dengan yang dikemukakan oleh D.P pr, 23 tahun berikut ini :
“Aku rasa pekerjaan ini gak sesuai dengan boru ni raja” Perempuan batak toba pekerja pengasuh anak beranggapan bahwa dirinya
tidak layak dianggap sebagai “boru ni raja”. Akan tetapi hal tersebut tidak membuat mereka enggan mengajarkan budaya batak toba itu sendiri kepada anak
yang mereka asuh. Sebagai “boru batak” yang merupakan “boru ni raja”
Universitas Sumatera Utara
79 perempuan pekerja pengasuh anak etnis batak toba tetap menjalankan perannya.
Hal ini seperti yang dikemukakan oleh N.S pr, 20 tahun berikut ini : “Sebagai orang batak, tentu saya mengajarkan budaya
orang batak kepada anak yang saya asuh. Tapi karena Evan anaknya masih kecil, belum banyak yang bisa diajarkan.
Biasanya kalau ada saudaranya yang datang ke rumah Evan dikenali yang mana maktua, paktua, namboru, juga
amangborunya.”
Serta sama halnya dengan yang diungakapan oleh D.P pr, 23 tahun berikut ini : “kalau di tempat majikan saya yang dulu, banyak yang bisa
saya ajarkan. Kayak ngajarin bahasa batak, lagu batak, atau ngasih tahu sedikit tentang tarombo silsilah marga orang
batak.”
Perempuan batak toba sebagai “boru ni raja” yang bekerja sebagai pengasuh anak tetap menjalankan peranya dengan mengajarkan budaya batak
kepada anak yang mereka asuh, seperti mengajarkan lagu batak toba, mengajarkan tarombo silsilah marga masyarakat batak toba, dan bahasa batak.
4.7 Pandangan Masyarakat Batak Toba Terhadap Pekerjaan Sebagai Perempuan Pengasuh Anak