Hasil Yang Dicapai Dari Program Pemberdayaan Perempuan Melalui

71 “ada warga sini yang pernah ikut pelatihan di kelompok Azalea, dia seorang pekerja swasta yang termasuk warga kurang mampu. Sekarang dia sudah bisa menambah pemasukannya dengan membuat tas dari sampah bungkus makanan dan minuman. Hasilnya dijual ke teman kerjanya mbak. Selain warga tersebut, ada juga ibu RT yang disebelah sana juga membuat kerajinan pemanfaatan sampah dan dijual dirumahnya.” Pernyataan tersebut dipertegas oleh “TA” selaku sekretaris kelompok, “saat pelatihan memang kadang-kadang ada yang ikut diluar anggota kelompok Azalea mbak, dan kami memperblehkannya. Karena pelatihannya juga didapat dari ide anggota dan diajarkan sendiri jadi bebas siapa yang mau ikut. Tetapi untuk kelanjutannya setelah pelatihan seperti saat produksi dan pemasaran dan seterusnya hanya anggota yang dilibatkan. Kami senang ada yang bisa membuka usaha dari pelatihan disini, jadi kami tambah yakin hasil pelatihan disini sangat bermanfaat untuk kedepannya.” Berdasarkan pernyataan di atas diketahui bahwa pelatihan kerajinan pemanfaatan sampah memang layak untuk dijadikan usaha. Terbukti dengan anggota dan beberapa warga Gowok yang telah membuka lapangan pekerjannya sendiri melalui usaha dari kerajinan dari pemanfaatan sampah. Dari hal tersebut dapat diartikan ada pendapatan yang menjanjikan yang didapat dari menjual barang kerajianan. Sehingga anggota kelompok dapat menambah pemasukan dari modal keterampilan yang didapat dari pelatihan di kelompok Azalea seperti pernyataan “TR” selaku bendahara kelompok Azalea, “saya sebagai anggota kelompok Azalea yang juga ibu rumah tangga sangat terbantu dengan hasil pelatihan pemanfaatan sampah ini mbak. Saya yang biasanya cuma antar jemput anak sekolah, bersih-bersih rumah, dan sebagainya, sekarang dapat membantu suami untuk menambah pemasukan sehari-hari. Saya biasa membuat tas yang memang paling diminati, celengan, dan bunga dari sedotan. Bahannya saya kumpulkan sendiri. Nanti kadang-kadang hasil saya juga saya setorkan ke Azalea dan dijual disana.” 72 Pernyataan serupa juga diungkapkan “SR” selaku anggota kelompok Azalea, “dengan menjadi anggota kelompok Azalea saya mendapat banyak keuntungan mbak. Dari bisa menambah uang bulanan, srawung tonggo, dan menambah kegiatan yang positif bagi orang tua seperti saya ini. Dengan bermodalkan ilmu dari pelatihan saya membuat barang kerajinan yang bisa dijual. Alhamdulillah lumayan jumlahnya untuk menambah uang saku anak sekolah.” Hal tersebut dipertegas oleh pernyataan “GM” selaku anggota kelompok Azalea, “hal yang saya dapatkan dari menjadi anggota Azalea itu ketrampilan saya bertambah mbak. Sekarang bisa membuat tikar dari sedotan dan bantal plastik yang menarik dan paling laku saya jual. Ketrampilan membuat barang kerajinan yang lain juga bermanfaat, tapi saya membuat tikar sama bantal yang laku mbak. Hasilnya bisa sampai dua ratus ribu rupiah satu tikar. Kalau bantal satunya tiga puluh ribu rupiah” Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa program pemberdayaan perempuan melalui pelatihan kerajinan bisa mengurangi pengangguran dengan menciptakan lapangan pekerjaannya sendiri, dan juga menambah pemasukan ekonomi anggotanya denga modal keterampilan kerajinan pemanfaatan sampah yang dikumpulkan secara pribadi. Tetapi di kelompok Azalea terus diupayakan untuk mendorong anggota memproduksi barang kerajinan, sehingga banyak mengurangi limbah sampah plastik yang ada. Seperti pernyataan “DP” selaku ketua Bank Sampah Gowok, “Bank Sampah Gowok memiliki beberapa anggota yang kadang- kadang menyetorkan sampahnya secara cuma-cuma dan menitipkannya ke anggota yang kan menyetorkan sampah. Jadi bisa dibilang banyak sampah yang disetorkan setiap waktunya. Untuk hal itu kami harus memutar otar untuk tidak hanya menjualnya dan bisa 73 memanfaatkannya untuk keberlanjutan. Dari situ ada kelompok Azalea yang menjadi wadah pemanfaatan sampah. Jadi ssebisa mungkin kelompok Azalea berupaya terus untuk memiliki pelatihan kerajinan dan produksi yang berkelanjutan.” Hal tersebut dipertegas oleh “DT” selaku ketua kelompok Azalea, “di kelompok Azalea semua hasil penjualan dimasukkan kas. Jadi tidak ada istilah bayaran atau gaji uang untuk anggota disini mbak. Gajinya insyaallah pahala dari Allah. Untuk menambah penghasilan mereka dibekali dari pelatihan dari kelompok dan bisa memproduksi sendiri mbak. Selain ada kegiatan produksi sendiri di kelompok untuk keberlanjutan program.” Pernyataan tersebut dipertegas oleh “TA” selaku sekretaris kelompok Azalea, “keberlanjutan program disini diharapkan para anggota menerapkan ilmu yang didapat untuk membantu mendapatkan tambahan uang untuk keluarganya mbak. Anggota juga diharapkan mengajarkan ilmu yang didapat dari Azalea ke masyarakat sekitar yang bukan anggota. Sehingga engga mandek di anggota kelompok saja ilmunya” Mengacu pada pernyataan di atas dapat diketahui bahwa keberlanjutan program di kelompok Azalea diutamakan karena menjadi wadah pemanfaatan sampah dari Bank Sampah Gowok yang membantu pelestarian lingkungan dan peningkatan perekonomian anggotanya dan masyarakat yang membutuhkan.

4. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Program Pemberdyaan

Perempuan Melalui Pelatihan Kerajinan Kelompok Azalea dalam pelaksanaan perogram pemberdayaan perempuan melalui pelatihan kerajinan pasti ada faktor pendukung dan penghambat yang dirasakan. Faktor pendukung dan penghambat tersebut juga turut membangun kelompok Azalea semakin mawas diri untuk 74 berkembang ke arah yang lebih baik. Faktor pendukung dalam program pemberdayaan perempuan melalui pelatihan kerajinan di kelompok Azalea salah satunya adalah dukungan dari masyarakat. Seperti yang disampaikan “SR” selaku anggota kelompok Azalea, “faktor pendukung dari masyarakat sekitar itu biasanya membeli yang harganya terjangkau mbak. Anak-anak atau ibu-ibu membeli celengan atau gantungan kunci yang murah. Seperti itu saja sudah merasa didukung sekali kami mbak.” Hal lain diungkapkan “TR” selaku bendahara kelompok Azalea mengenai dukungan dari masyarakat, “dukungan tersebut datang dari masyarakat yang sering memberi bahan baku secara cuma-cuma mbak. Bahkan ada yang sudah dicuci dan dipilah sesuai jenisnya yang disetorkan. Kami merasa sangat didukung dengan hal tersebut. Jadi kami semakin semangat untuk melanjutkan kegiatan.” Hal tersebut dipertegas oleh “PW” selaku Dukuh Gowok, “warga Gowok Alhamdulillah mau diajak untuk perduli terhadap lingkungan. Dengan kesadaran dan keperdulian tersebut sudah saya anggap sebagai dukungan mbak. Apalagi ada warga yang mau membantu sedikit-sedikit di kelompok pemanfaatan sampah di Gowok. Ya seperti ikut membeli atau memberi sampah yang sudah bersih ke bank sampah.” Berdasarkan pernyataan di atas diketahui bahwa masyarakat mendukung penuh untuk kegiatan di kelompok Azalea. Bukti dukungan tersebut dengan membeli hasil produksi kelompok dan memberi bahan baku untuk kerajinan. Dukungan yang lain diungkapkan oleh “DT” selaku ketua kelompok Azalea, “selain dari masyarakat dukungan yang dirasakan datang dari keluarga mbak. Seperti suami yang mau ditinggal pas ada lomba misalnya. Atau pelatihan selama beberapa hari dan harus mengurusi kebutuhan rumah sendiri yang biasanya diurusi ibu-ibu yang sedang ada kegiatan 75 tersebut. Jadi dukungan seperti itu sangat kami hargai juga untuk terus menjadi anggota kelompok Azalea dan menjalankan program.” Jadi banyak dukungan yang diterima anggota kelompok Azalea yang menjadikan semangat untuk menjalankan program. Dukungan tersebut berasal dari masyarakat, keluarga, dan sesama anggota kelompok. Dari mendukung lewat memberi bahan, membeli, dan dukungan dalam bentuk bantuan. Dari situlah dapat disimpulkan bahwa program pemberdayaan perempuan melalui pelatihan kerajinan dapat diterima masyarakat dan orang-orang terdekat dari anggota kelompok Azalea. Tetapi dari setiap program yang dijalankan kelompok Azalea juga menemui faktor penghambat yang dialami, seperti yang dinyatakan oleh “DT” selaku ketua kelompok Azalea, “kendala yang dialami selama pelaksanaan pelatihan yang selama ini dijalankan pasti ada. Kendala terbesar adalah waktu mbak. Jadi susah untuk berkumpul. Biasanya susah bagi waktu sama ngurus rumah, kegiatan di desa kalau saya biasanya, dan kegatan-keiatan yang lain yang dimiliki masing-masing anggota.” Hal serupa juga diungkapkan “TA” selaku sekretaris kelompok Azalea, “kendala waktu memang yang paling susah dicarikan solusi mbak. Karena solusinya ya benar-benar menunggu seluruh anggota selo waktunya. Selain itu, kita tidak bisa memaksa untuk hadir kalau memang anggota tidak bisa hadir. Jadi menunggu semua sepakat bisa hadir kapan, nanti saya sms satu-satu. Disitu mbak kendalanya.” Berdasarkan pernyataan di atas dietahui bahwa kendala waktu sering dialami kelompok Azalea untuk melaksanakan pelatihan. Tetapi pengurus melakukan pendekatan dengan mengirim pesan singkat untuk kesepakatan 76 waktu. Dengan pendekatan tersebut diharapkan anggota dapat berkumpul bersama dan melaksakan pelatihan secara optimal. Kendala yang dialami selain kendala waktu juga dalam masalah sumber daya manusia. Kendala SDM tersebut meliputi tenaga untuk menjalankan peralatan dan tenaga profesional untuk menjadi tutor pelatihan kerajinan. Seperti yang diungkapkan “DT” selaku ketua kelompok Azalea, “kendala yang dialami selain waktu itu tidak ada yang bisa menjalankan mesin jahit yang besar yang baru itu mbak. Sebenarnya itu mempermudah pekerjaan disini karena bisa buat jahit yang tebal dan tidak bisa dijahit pakai mesin jahit biasa. Andaikan ada yang bisa ngajarin pasti kami sangat berterimakasih. Dan kalau tentang tenaga profesional untuk pelatih kami mungkin tidak sanggup membayar mbak. Karena mahal untuk mendatangkannya. Sebenarnya kami butuh tenaga seperti itu untuk memperbarui ilmu yang diterapkan selama ini selama pelatihan.” Hal serupa disampaikan juga oleh “TR” selaku bendahara kelompok Azalea, “kendala disini salah satunya adalah tenaga pelatih atau yang disebut tutor itu mbak. Kalau ada tutor mungkin kami bisa lebih beriovasi untuk pemanfaatan sampah. Tapi tenaga seperti itu pasti mahal untuk diundang. Sedangkan kami pelatihannya sangat sederhana. Selain itu yang mesin jahit besar ini saja juga belum bisa cara memakainya. Padahal dikasih gratis juga ini mbak dapetnya dari bantuan.” Pernyataan tersebut dipertegas oleh “TA” selaku sekretaris kelompok Azalea, “kendala yang dialami tentang SDM untuk mengembangkan kemampuan kelompok Azalea. Dari tenaga tutor yang bisa menambah ide pemanfaatan sampah sampai tenaga untuk keperluan lain seperti menjalankan toko setiap hari, dan mesin jahit besar itu mbak. Anggota sudah mencari orang yang bisa mengajari cara memakainya tapi belum ketemu. Kalau ada yang bisa, kami minta 77 bantuannya mbak. Karena mesin ini bisa membantu sekali untuk program disini.” Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa kendala atau faktor penghambat yang ada di kelompok Azalea selain waktu adalah SDM dalam beberapa bidang. Yaitu untuk masalah tutor yang belum optimal dan tenaga ahli untuk mengajarkan pemakaian mesin yang sudah diberikan sebagai bantuan dari pemerintah yang sangat disayangkan karena tidak terpakai, dan menjadi sia-sia karena seharusnya alat terssebut dapat membantu untuk pelaksanaan pelatihan di kelompok Azalea dalam program pemberdayaan perempuan melalui pelatihan kerajinan.

C. Pembahasan

1. Pelaksanaan Program Pemberdayaan Perempuan

Kelompok Azalea berdiri dibawah naungan Bank Sampah gowok yang berada di padukuhan Gowok kelurahan Caturtunggal, kecamatan Depok, Kabupaten Sleman yang berfokus pada program pemberdayaan perempuan melalui pemanfaatan sampah. Program pemberdayan tersebut memiliki tujuan untuk melestarikan lingkungan dan membantu anggota dan warga sekitar untuk meningkatkan taraf hidupnya. Untuk melestarikan lingkungan tersebut kelompok Azalea memanfaatkan sampah plastik dengan seoptimal mungkin karena kesadaran akan sampah plastik yang semakn hari semakin meningkat. Sedangkan untuk membantu meningkatkan taraf hidup anggota dan warga sekitar diadakan program pemberdayaan perempuan melalui pelatihan kerajinan dengan pemanfaatan sampah. Jadi program pelatihan kerajinan sebagai tindak