Jika probabilitas signifikansi nilai residual lebih dari 0,05 berarti residual terdistribusi dengan normar, demikian pula sebaliknya. Hasil penelitian ini
menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,279 seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 4.2 karena nilai signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov di atas 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal.
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas
Unstandardiz ed Predicted
Value N
32 Normal Parameters
a
Mean 72.3584375
Std. Deviation 10.56070796
Most Extreme Differences Absolute .175
Positive .117
Negative -.175
Kolmogorov-Smirnov Z .992
Asymp. Sig. 2-tailed .279
a. Test distribution is Normal. Sumber: Hasil Penelitian, 2013 Data Diolah
4.3.2. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda akan disebut
heteroskedastisitas. Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas antar variabel independen dapat dilihat dari grafik plot antara nilai prediksi terikatnya
independen dapat dilihat dari grafik plot antara nilai prediksi variabel ZPRED
degan residual SRESID. Heteroskedastisitas ini dapat dilihat dengan grafik scatterplot dan Uji Glejser.
Hasil dari uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada grafik scatterplot berikut ini:
Sumber: Hasil Penelitian, 2013 Data Diolah
Gambar 4.3 Grafik
Scatterplot
Berdasarkan Gambar 4.3, terlihat bahwa titik-titik tidak terlalu menyebar secara acak diatas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, serta sedikit menyempit
menumpuk. Hal ini mengindikasikan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi LDR
berdasarkan masukan variabel independennya. Selain dengan grafik, hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada statistik
berikut ini:
Tabel 4.3 Hasi Uji Heteroskedastisitas
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error
Beta 1
Constant 14.042
9.742 1.441
.161 ROA
-2.748 2.921
-.596 -.941
.355 CAR
.069 .444
.037 .156
.877 NPL
-.277 .475
-.192 -.583
.565 NIM
.369 1.420
.147 .260
.797 BOPO
.009 .078
.036 .121
.904 a. Dependent Variable: absut
Sumber: Hasil Penelitian, 2013 Data Diolah
Berdasarkan hasil uji glejser, dapat dilihat bahwa pada Tabel 4.3 menunjukkan tidak satupun variabel independen yang signifikan secara statistik
mempengaruhi variabel dependen absolut. Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5 0,05, sehingga dapat
disimpulkan model regresi tidak mengarah adanya heteroskedastisitas.
4.3.3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi ini digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi berkaitan dengan adanya autokorelasi. Model regresi yang baik adalah model
yang tidak mengandung autokorelasi. Pengujian ini menggunakan Runs Test untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi. Hasil pengujian Runs Test dapat
dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi
Unstandardized Residual
Test Value
a
.54184 Cases Test Value
16 Cases = Test Value
16 Total Cases
32 Number of Runs
9 Z
-2.695 Asymp. Sig. 2-tailed
.007 a. Median
Sumber: Hasil Penelitian, 2013 Data Diolah
Hasil uji autokorelasi pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai Asymp.Sig 2-tailed sebesar 0,007 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa residual tidak
random atau terjadi autokorelasi antar residual. Dalam hal ini berarti model penelitian ini belum memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator BLUE
yang disyaratkan sebelum melakukan pengujian hipotesis. Dalam menanggulangi autokorelasi ini dapat dilakukan dengan cara mentransformasikan data atau
mengubah model regresi ke dalam persamaan berbeda, dan dapat juga diatasi dengan cara memasukkan variabel lag dari variabel terikatnya menjadi salah satu
variabel bebas sehingga data observasi berkurang. Cara peneliti dalam menanggulangi masalah autokorelasi adalah dengan
memasukkan variabel lag dari variabel terikatnya menjadi salah satu variabel bebas, sehingga data observasi menjadi berkurang. Hasil uji Runs Test setelah
dilakukan perbaikan dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi
Unstandardized Residual
Test Value
a
.19093 Cases Test Value
15 Cases = Test Value
16 Total Cases
31 Number of Runs
15 Z
-.360 Asymp. Sig. 2-tailed
.719 a. Median
Sumber: Hasil Penelitian, 2013 Data Diolah
Hasil pengujian pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai Asymp.Sig 2- tailed sebesar 0,719 0,05, maka hipotesis nol diterima. Artinya residual
random atau tidak terjadi autokorelasi antar residual. Sehingga penelitian ini memenuhi semua kriteria yang disyaratkan untuk selanjutnya dilakukan pengujian
hipotesis. 4.3.4. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Uji yang dilakukan
untuk menguji multikolinearitas adalah dengan menghitung nilai VIF untuk masing-masing variabel independen. Suatu variabel menunjukkan gejala
multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF yang tinggi pada variabel-variabel bebas suatu model regresi. Jika dalam penelitian nilai VIF 10 maka ini
menunjukkan adanya gajala multikolinearitas dalam model regresi. Hasil dari uji multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini:
Tabel 4.6 Hasil Uji Multikolinearitas
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error
Beta Tolerance
VIF 1
Constant 50.859
20.469 2.485
.020 ROA
-7.954 5.777
-.686 -1.377
.180 .086
11.644 CAR
1.511 .885
.318 1.706
.100 .616
1.623 NPL
-2.417 .799
-.771 -3.024
.006 .328
3.047 NIM
3.722 2.839
.590 1.311
.201 .105
9.489 BOPO
.080 .158
.123 .506
.617 .364
2.751 a. Dependent Variable: LDR
Sumber: Hasil Pengujian, 2013 Data Diolah
Hasil uji multikolinearitas pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai ROA dari nilai tolerance yaitu 11.644 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi
multikolinearitas. Tindakan perbaikan yang dilakukan penelitian, yaitu dengan mentransformasikan data ke dalam bentuk logaritma natural. Hasil pengujian
ulang data tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut:
Tabel 4.7 Hasil Uji Multikolinearitas setelah di transformasi
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients T
Sig. Collinearity
Statistics B
Std. Error Beta
Tolerance VIF
1 Constant
2.544 .546
4.663 .000
LnROA -.320
.089 -.851
-3.607 .001
.191 5.225
LnCAR .569
.161 .480
3.526 .002
.576 1.736
LnNPL -.418
.064 -1.153
-6.554 .000
.344 2.904
LnNIM .391
.133 .610
2.942 .007
.248 4.032
LnBOPO .070
.055 .167
1.284 .210
.632 1.582
a. Dependent Variable: LnLDR
Sumber: Hasil Pengujian, 2013 Data Diolah
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai LnROA dari nilai tolerance yaitu 5,225 10. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.
Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi, nilai tolerance yang rendah sama
dengan nilai VIF tinggi karena VIF = 1Tolerance. Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance 0,10
atau sama dengan nilai VIF 10. Dari hasil pengujian, dapat dilihat bahwa angka tolerance ROA 0,10 dan VIF nya 10. Hasil penelitian ini mengidikasikan
bahwa tidak terjadi multikolinearitas di antara variabel independen dalam penelitian.
4.4. Analisis Regresi Berganda