12
apa pun, ia mulai menulis sebuah buku tentang misteri yang mahaluhur itu. Akibat dari pengalamannya yang luar biasa ini, Ignatius lalu mengurangi laku denda atas
segala dosanya, merasa lebih percaya diri, dan mulai menolong orang lain agar semakin dekat pada Tuhan. Ia menulis semua pengalamannya dalam sebuah buku
lain, yang ia selesaikan bertahun-tahun lamanya. Bukunya ini merupakan pegangan bagi mereka yang tertarik pada kesucian. Buku ini kemudian menjadi
bestseller. Judul buku ini “Latihan Rohani” Jou, 1991: 40
-41. Ia melepaskan segala miliknya dan mencari suatu tempat yang sepi,
menjalankan matiraga keras dan mengalami penampakan-penampakan mistik dekat kota Manresa. Ia mulai mencatat pengalamannya, yang menjadi inti
karyanya yang termasyhur, yaitu Exercitia spiritualia: Latihan Rohani. Setelah berziarah ke Yerusalem 1523, ia mulai belajar dari sekolah rendah sampai
memperoleh gelar Magister artes MA di Universitas Paris 1535. Waktu belajar, Ignasius sejak 1526 mulai mengumpulkan teman-teman
mahasiswanya dan menyemangati mereka dengan bantuan Latihan Rohani. Akhirnya, bersama enam teman ia mengikat diri dengan kaul kemurnian,
kemiskinan dan pengabdian di Tanah Suci di Gereja Montmorte 1534 di Paris. Sahabat pertama adalah Petrus Faber dari pegunungan Alpen bagian
Prancis. Sahabat kedua adalah Fransiskus Xaverius dari bagian utara Spanyol. Sahabat ketiga dan keempat adalah dua mahasiswa Spanyol yang sangat
mengagumi Ignatius. Namanya adalah Jakobus Lainez dan Alphonso Salmeron. Sahabat kelima adalah seorang Spanyol yang bernama Nicolas Alphonso de
Babadilla. Sedangkan sahabat Ignatius yang terakhir adalah seorang Portugis yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
bernama Simon Rodrigues. Pada bulan Juli 1534 di masa libur, ketujuh sahabat itu mengadakan pertemuan untuk memutuskan bentuk hidup mana yang akan mereka
ikuti. Mereka semua sampai pada suatu keputusan untuk mengucapkan kaul kemiskinan dan kemurnian serta pergi berziarah ke Tanah Suci. Seiring
berjalannya waktu dalam pewartaannya Ignatius pun menemukan banyak sahabat di berbagai pelosok negara Jou, 1991:69-71.
Karena perang, maka pelayaran ke Palestina ditunda-tunda terus, sehingga mereka melaksanakan keputusan alternatif untuk menawarkan jasa mereka kepada
Sri Paus. Sebelum tersebar ke tempat yang jauh satu sama lain, mereka mengadakan pertimbangan bersama dengan keputusan untuk membentuk suatu
serikat dan memilih Ignatius sebagai pembesar mereka yang pertama 1539. D
asar Serikat Jesus ini disahkan Paulus III di bulla kepausan “Regimini militantis ecclesiae: kepada pemerintahan Gereja yang berjuang” 1540.
Pada tahun-tahun berikutnya, Ignatius menyusun Konstitusi Serikat Jesus dengan menuangkan cita-cita Latihan Rohaninya ke dalam aturan hidup Serikat
Jesus. Anggota-anggotanya dididik baik dan bersemangat tinggi untuk bersama-
sama memajukan “kemuliaan Allah yang semakin besar –
Ad maiorem Dei
gloriam” –
di antara manusia di seluruh bumi. Selain itu, Ignatius memimpin Serikat Jesus yang berkembang cepat dan mencapai ± 1.000 anggota sebelum
Ignatius meninggal 1556. Ia mendirikan Collegium Romanum dan terlibat di beberapa karya amal antara lain untuk membebaskan wanita-wanita dari
pelacuran. Ignatius dinyatakan kudus pada 1622. Makamnya di Gereja Il Gesu di Roma Heuken, 2004:68-69.
14
B. Pengertian Spiritualitas 1.
Pengertian Spiritualitas secara Umum
Spiritualitas berasal dari akar kata spare Latin yang memiliki arti: menghembus, meniup, mengalir. Dari kata kerja spare terjadi pembentukan kata
benda spiritus atau spirit, yang memiliki arti: hembusan, tiupan, aliran angin. Kata itu kemudian mengalami perkembangan arti menjadi: udara, hawa yang dihisap,
nafas hidup, nyawa, roh, hati, sikap, perasaan, kesadaran diri, kebesaran hati, keberanian. Dari arti kata itu sendiri, spiritualitas dapat dipahami sebagai sumber
semangat untuk hidup, bertumbuh, dan berkembang dalam semua bidang kehidupan di dunia ini, baik secara pribadi maupun bersama orang lain, yang
diperoleh di dalam perjumpaan dengan Allah, diri sendiri dan sesama Artanto, 2012:7-8.
Spiritualitas adalah istilah agak baru yang menandakan “kerohanian” atau “hidup rohani”. Kata ini menekankan segi kebersamaan, bila dibandingkan
dengan kata yang lebih tua, yaitu “kesalehan”, yang menandakan hubungan orang
perorangan dengan Allah. Selain itu spiritualitas dapat diterapkan pada aneka
bentuk kehidupan rohani, misalnya “spiritualitas modern” atau spiritualitas kaum awam”. Spiritualitas mencakup dua segi, yakni
askese atau usaha melatih diri secar teratur supaya terbuka dan peka terhadap sapaan Allah. Segi lain adalah
mistik sebagai aneka bentuk dan tahap pertemuan pribadi dengan Allah. Askese menandakan jalan dan mistik tujuan hidup keagamaan manusia. Dasar hidup
rohani dan semua bentuk spiritualitas sejati adalah Roh Spiritus; Lat yaitu Roh PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Kristus seperti tampaknya dalam Injil. Orang yang peka akan mengalami buah kehadiran Roh dalam hatinya Heuken, 2002:11.
Makna “rohani”
melebihi kesanggupan untuk berhubungan dengan Tuhan atau menyadari dari yang Ilahi dalam lingkup hidup. Manusia terpanggil untuk
benar-benar mengenal Dia yang hadir dalam batinnya. Memang, Tuhan di mana- mana dan tiada sesuatu di luar jangkauan-Nya. Tetapi
, kehadiran Tuhan “dalam”
batin manusia bermakna khusus: kehadiran yang bersifat pribadi itu bukan masalah jarak yang dapat diukur. Kehadiran dan hubungan antar pribadi
berlandaskan kodrat manusia sebagai makhluk yang berakal budi dan berkehendak bebas, sehingga dapat mengerti dan mencinta. Berkat kodrat rohani
inilah hubungan “erat” satu sama lain dapat dijalin antar manusia dan Tuhan Yang
adalah Roh semata. Hubungan pribadi dijalin oleh kasih, dan dengan mengasihi baru mengerti. Maka, spiritualitas menyangkut keberadaan orang beriman sejauh
dialami sebagai anugerah Roh Kudus yang meresapi seluruh dirinya Heuken, 2002: 11.
Ciri khas spiritualitas adalah sebagai sebuah kompas etis atau kecerdasan moral. Tingkat inteligensi dapat mengukur prestasi seseorang, apakah orang itu
akan berhasil dalam pendidikan dan kehidupannya atau tidak, namun ini lebih berorientasi kepada kesuksesan pribadi. Sedangkan sukses dalam spiritualitas
lebih menunjuk pada perhatian kepada sesama. Lihat Markus 12:30-31a,
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.” Kemudian
hukum yang kedua: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
16
Dengan demikian, spiritualitas berhubungan dengan pencarian makna hidup seseorang, alasan keberadaannya, dan alasan untuk bertindak.
Spiritualitas adalah seluruh kenyataan hidup yang mencerminkan nilai- nilai hidup berdasarkan iman yang dihayati, sikap-sikap atau keutamaan-
keutamaan hidup yang mendukung untuk mewujudkan nilai-nilai hidup tersebut, dan tingkah laku, pilihan-pilihan konkret beserta tindakan-tindakan untuk
mewujudkan nilai-nilai hidup tersebut Konferensi Pemimpin Tarekat Religius Indonesia, 1987: 4.
Spiritualitas sama saja dengan kerohanian. Untuk memahami kerohanian dalam konteks, kiranya perlu juga memahami maksud ungkapan situasi dan
zaman dalam perspektif pengalaman manusia, terutama sebagai kemungkinan untuk melahirkan gerakan hidup serta kerohanian. Dengan kata lain, waktu atau
zaman lebih disadari dan dimengerti secara kualitatif bukan kuantitatif. Dari segi kualitatif, maka zaman dan waktu mengandung situasi, kecenderungan, tantangan
serta peluang serta gerak perjalanan hidup yang diakibatkan oleh peristiwa sejarah. Dari kenyataan itulah orang banyak mengerti maksud dari tanda-tanda
zaman, sebagaimana dipakai oleh Kitab Suci dan Gereja. Kalau demikian zaman sebagai kenyataan historis mengandung realitas-realitas yang ikut mempengaruhi
pertumbuhan, perkembangan serta perubahan kehidupan. Kerohanian yang benar, sebagai buah dari tindakan Allah, selalu bergerak
pada pertumbuhan, perkembangan dan perubahan menuju ke yang lebih benar dan baik dan lebih indah, meski melalui peristiwa-peristiwa yang menyakitkan.
Dengan kekuatan life-force, yang datang dari dunia Ilahi kerohanian mendapatkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
bentuk inkarnatorinya sesuai dengan keadaan dan kebutuhan zaman. Sebagaimana zaman sendiri berkembang dan berubah, kerohanian juga mengalami
perkembangan dan perubahan sesuai dengan konteksnya.Bahkan menurut kebutuhan konteks, daya hidup rohani dibangkitkan Darminta, 2007: 67.
2. Spiritualitas Ignasian
Spiritualitas Ignasian tidak akan lepas dari tradisi Gereja yang hidup pada permulaan abad ke- 16, sewaktu Ignatius belajar berdoa dari Pater Benediktin
Jean Chanson di Montserrat dan mengenal buku Garcia de Cisneros
“Ejercitatorio de la vida spiritual”
yang dipinjam dan dibacanya selama tinggal disana, sejak ia datang naik keledai berziarah pada tanggal 21 Maret 1522.
Kalau Ignatius kemudian membangun bangunan baru dalam hidup doa, ia menimba unsur-unsur Kristiani dari tradisi Gereja, seperti dihayati dalam hidup
para kudus, dan berupa macam ragam pengungkapan ajaran Injil dalam kehidupan membiara. Tetapi Ignatius sebagai seorang pribadi dengan riwayat hidup dan
panggilan sendiri mengolah pengalamannya dalam bentuk baru, yang kemudian mendapatkan tempat di dalam Gereja Soenarja, 1980:2.
Berikut adalah doa yang ditekankan oleh St. Ignatius dalam
spiritualitasnya A. Soenarja, 1979: 2-8: 1.
Pembedaan Roh Discretio Spirituum, pembedaan Roh dalam Latihan Rohani kemudian
berkembang menjadi salah satu unsur pokok, yang dilatihkan tahap demi tahap, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
hingga orang yang sungguh telah mendalami latihan rohani, juga menjadi mahir dalam membedakan bermacam-macam roh.
2. Dambaan Suci
Doa dengan dambaan suci dilanjutkan oleh Ignasius kepada para skolastik: cita-cita mereka mau berkarya bagi Tuhan selama studi dapat secara efisien dan
nyata disalurkan lewat dambaan dan keinginan suci.
3. Pemeriksaan batin
Sejak semula Ignatius yang merasa dirinya pendosa besar, memusatkan usahanya dalam doa pemeriksaan batin. Ia membuat teori tentang dosa kecil, dosa
besar, khusus dosa yang melawan kemurnian dalam pikiran: sesuatu soal amat pelik, yang menimbulkan kesangsian para teolog di zaman itu karena Ignatius
sendiri orang yang tidak terdidik di bidang ini. Tetapi mereka membiarkan, dan tidak merubah apa-apa. Ignatius menyusun cara melakukan pemeriksaan batin
umum dan khusus, yang menjadi dasar bimbingan hidup rohani bersama dengan tiga cara berdoa.
4. Tiga cara berdoa
Tiga cara berdoa itu diajarkan kepada orang-orang sederhana yang dijumpainya.
1 Berenung dan berpikir tentang sepuluh perintah Allah, tujuh dosa pokok,
lima perintah gereja dan meneliti dirinya merupakan cara doa pertama. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
2 Cara berdoa kedua berupa renungan kata demi kata mengenai salah satu doa
biasa seperti Bapa Kami, Salam Maria, Aku percaya. 3
Cara doa ketiga ialah mengucapkan doa biasa kalimat demi kalimat menurut irama pernafasan.
Inilah skema paling dasar yang digunakan oleh Ignatius untuk
mengajarkan cara doa, menurut pikirannya sejak semula, cara yang akan mengubah seluruh manusia dalam praktek hidupnya. Ignatius sendiri
menggunakan cara itu, sebagai cara memberikan Latihan Rohani yang paling sederhana kepada orang yang tidak berpendidikan. Dari sejarah kita tahu bahwa
skema ini digunakan juga oleh St. Franciscus Xaverius dalam mengajar orang- orang Kristen, yang ditobatkan sepanjang pantai selatan India dan di kepulauan
Maluku. Dengan cara doa itu ia membangun jemaat Kristen di mana-mana. Latihan Rohani dalam kerangkanya yang lebih lengkap, dibangun oleh
Ignatius setelah pengalaman-pengalaman yang diperoleh di Manresa. Ignatius
sudah belajar “berefleksi” dan “mulai berpikir
-pikir tentang hal-hal yang
berhubungan dengan Tuhan”: Inilah praktek meditasi.
5. Praktek Meditasi
Praktek meditasi atau doa diatur dengan metode tertentu berlangsung lewat tiga daya: ingatan, pikiran, kehendak. Dengan pengalaman mistik tentang susunan
dunia di tepi sungai Cardoner tentang Tritunggal, tentang Penciptaan dengan kebiasaannya mengaku dan menyambut setiap minggu, membaca kisah sengsara
di waktu Misa, dengan pengalaman dosa begitu dahsyat dan malam gelap yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI