Latar Belakang Masalah Persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari pengalaman mengajar, tingkat pendidikan dan jenjang pendidikan : studi kasus guru-guru SD, SMP, SMA Pangudiluhur Kotamadya Yogyakarta.

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia pendidikan menduduki peran penting sehingga perlu mendapat prioritas tinggi dalam pembangunan nasional. Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Kualitas sumber daya manusia sangat bergantung pada kualitas pendidikan sehingga dalam upaya peningkatan mutu pendidikan salah satunya dilakukan dengan adanya kurikulum yang sesuai tuntutan perubahan jaman. Pergantian kurikulum menjadi hal yang biasa dalam dunia pendidikan, khususnya di Indonesia. Selama ini pemerintah beralasan sebagai upaya memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia supaya lebih baik dan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Namun pada kenyataannya beberapa kali pergantian kurikulum kurang memberikan perubahan seperti yang diharapkan bahkan yang seringkali terjadi pergantian kurikulum terkesan kurang dipersiapkan dengan baik sehingga pelaksanaannya di sekolah menemui banyak kendala. Diantaranya yang dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi perbincangan adalah pemberlakuan Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. KBK di Indonesia baru dilaksanakan secara bertahap di semua jenjang pendidikan mulai tahun ajaran 2002 dan secara menyeluruh pada tahun ajaran 2004, hanya saja setelah sekian lama berjalan hasilnya belum signifikan. Guru hanya mengandalkan pengalaman yang telah dimilikinya yang mayoritas hanya berbasis materi sehingga tidak ada perubahan yang berarti Muslich, 2007:12. Dengan alasan pelaksanaan di sekolah yang masih menemui banyak kendala selanjutnya pemerintah mengganti dengan kurikulum yang kemudian disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. KTSP, yang mulai diberlakukan pada tahun 2006, sebenarnya sangat membuka peluang bagi guru untuk dapat meningkatkan kualitas dan profesionalitas kerjanya. Tetapi bila dilihat dari masa sosialisasi yang singkat dan pelaksanaan di sekolah-sekolah yang seperti dipaksakan dan tidak merata, justru menimbulkan kekhawatiran dan kebingungan bagi guru. Pelaksanaan sebuah kurikulum tidak dapat dilepaskan dari ujung tombak pelaksana di lapangan, yaitu para guru, oleh karena itu guru dituntut untuk mempersiapkan seluruh potensinya. Selama ini guru belum mempunyai pengalaman dalam membuat kurikulum sendiri, mereka cenderung memakai kurikulum yang diberikan pemerintah tetapi sekarang justru mendapat kewenangan menentukan kurikulum sendiri. Meskipun kewenangan guru dalam pembuatan kurikulum ini sangat besar tetapi tanpa pengalaman kemungkinan yang terjadi guru hanya meminjam kurikulum sekolah lain yang sudah jadi untuk kemudian dicontoh dengan mengurangi atau menambah seperlunya. Minimnya sosialisasi dari sekolah dan persiapan dari gurunya sendiri yang terbatas, maka guru akan memiliki pemahamanpandangan berbeda-beda terhadap KTSP. Pelaksanaan KTSP menjadi beban berat bagi guru karena guru bersama satuan pendidikansekolah bertanggungjawab penuh dalam mengembangkan kurikulum dengan tetap berpatokan pada standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sementara pada kenyataannya masih banyak guru yang pasif dan hanya menunggu, karena selama ini mereka hanya sekedar pelaksana saja. Proses pemahaman dan penerimaan terhadap KTSP akan berbeda-beda karena perbedaan pengalaman mengajar. Banyak guru yang sudah bertahun-tahun mengajar terbiasa dengan cara mengajar mereka yang mapan dan sudah merasa “sreg” maka apabila ada perubahan akan merasa enggan dan sukar berubah. Guru lebih suka mempertahankan keadaan semula karena sudah terbiasa dengan kurikulum dan cara mengajar yang selama ini digunakan. Sementara bagi guru yang relatif muda baru mengajar karena saat kuliah telah belajar menggunakan kurikulum yang sedang berlaku tentu akan lebih mudah dalam penerimaan konsep dan penerapannya di sekolah, meskipun harus menentukan sendiri materi dan bahan ajarnya. Diduga, perbedaaan persepsi guru terhadap KTSP juga bisa terjadi karena tingkat pendidikan. Guru dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi tentu akan mempunyai bekal ilmupengetahuan yang jauh lebih banyak sesuai beban studi mereka, dasar teori yang diperoleh akan lebih matang dan selalu aktual sesuai perubahan kurikulum yang terjadi. Sedangkan guru yang menjalani masa studi relatif lebih singkat tentu tidak sempat mengalami perubahan kurikulum karena mereka terlanjur lulus lebih dulu saat perubahan belum terjadi sehingga menghalangi mereka mendapat bekal ilmu yang jauh lebih banyak tentang kurikulum terbaru yang sedang berlaku di sekolah. Sedangkan dari faktor jenjang pendidikan, guru SD yang setiap harinya selama berjam-jam berhadapan dengan siswa di kelas, harus menguasai hampir semua mata pelajaran yang diajarkan di kelasnya mempunyai beban yang lebih besar saat harus menyusun kurikulum atau materi sendiri yang selama ini belum pernah dilakukan, kebanyakan dari mereka merasa akan sangat direpotkan. Bebantanggung jawab ini tentu akan sangat berbeda dengan guru-guru SMP maupun SMA, karena guru hanya mengajar sesuai bidangnya dan masuk ke kelas hanya sesekali dan tidak menghadapi siswa setiap harinya, sehingga guru mampu menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran dengan lebih bervariasi sesuai tuntutan KTSP. Terlepas dari pro kontra pelaksanaan KTSP di sekolah-sekolah, tetap dibutuhkan kemauan dan keinginan dari guru untuk meningkatkan kualitas pengajarannya tanpa membuat siswa merasa menjadi korban proyek kurikulum dari pemerintah. Berdasarkan uraian di atas, penulis menduga bahwa pemahaman dan penerimaan guru terhadap kurikulum yang baru ini tentu akan sangat bervariasi, karenanya penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “PERSEPSI GURU TERHADAP KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN KTSP DITINJAU DARI PENGALAMAN GURU MENGAJAR, TINGKAT PENDIDIKAN GURU DAN JENJANG PENDIDIKAN”. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus pada sekolah Yayasan Pangudi Luhur di Kotamadya Yogyakarta.

B. Batasan Masalah

Dokumen yang terkait

Perbedaan persepsi guru terhadap implementasi kurikulum 2013 ditinjau dari pengalaman guru mengajar dan jenjang pendidikan guru : survei pada guru-guru di SMA yang telah mengimplementasikan kurikulum 2013 di Kabupaten Bantul.

2 15 199

Persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari tingkat pendidikan, status kepegawaian, dan lama menjalani profesi guru : studi kasus pada guru-guru di Yayasan Kanisius Yogyakarta.

0 19 203

Persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari tingkat pendidikan, status kepegawaian, dan lama menjalani profesi guru : studi kasus pada guru-guru SD, SMP, dan SMA di Yayasan BOPKRI Yogyakarta.

5 25 210

Persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari masa kerja, jenjang pendidikan, status guru dan golongan jabatan guru.

0 4 181

Perbedaan persepsi guru terhadap implementasi kurikulum 2013 ditinjau dari pengalaman guru mengajar dan jenjang pendidikan guru

0 7 197

Persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari masa kerja, jenjang pendidikan, status guru dan golongan jabatan guru - USD Repository

0 0 179

PERSEPSI GURU TERHADAP KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, STATUS KEPEGAWAIAN, DAN LAMA MENJALANI PROFESI GURU

0 0 184

PERSEPSI GURU TERHADAP KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, STATUS KEPEGAWAIAN, DAN LAMA MENJALANI PROFESI GURU

0 0 208

PERSEPSI GURU TERHADAP KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, STATUS KEPEGAWAIAN, DAN LAMA MENJALANI PROFESI GURU

0 0 201

PERSEPSI GURU TERHADAP KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DITINJAU DARI PENGALAMAN MENGAJAR, TINGKAT PENDIDIKAN DAN JENJANG PENDIDIKAN

0 1 159