C. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Persepsi Guru Terhadap KTSP Ditinjau Dari Masa Kerja
Dari hasil pengujian hipotesis persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari masa kerja diketahui bahwa tidak
ada perbedaan persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan. Kesimpulan ini didukung dengan hasil perhitungan Anova
dengan nilai Fhitung 1,103 yang lebih kecil dari nilai Ftabel 2,082 dengan nilai probabilitas Sig. 0,373 yang lebih besar dari 0,05.
Berdasarkan deskripsi data menunjukkan bahwa terdapat 14 guru dengan masa kerja 2-4 tahun, 13 guru dengan masa kerja 5-7 tahun, 4 guru
dengan masa kerja 8-10 tahun, 6 guru dengan masa kerja 11-13 tahun, 7 guru dengan masa kerja 14-16 tahun, 5 guru dengan masa kerja 17-19
tahun, 4 guru dengan masa kerja 20-22 tahun, 12 guru dengan masa kerja 23-25 tahun, 10 guru dengan masa kerja lebih dari 25 tahun. Sedangkan
deskripsi data tentang persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan diperoleh hasil, guru dengan persepsi sangat positif sebanyak
20 responden, guru dengan persepsi positif sebanyak 42 responden, guru dengan persepsi cukup positif sebanyak 12 responden, guru dengan
persepsi negatif sebanyak 1 responden, dan tidak ada guru dengan persepsi sangat negatif. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden
mempunyai masa kerja 2-4 tahun dan berpersepsi positif terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Perbedaan pengalaman seseorang akan suatu hal menyebabkan persepsi yang dia berikan terhadap sesuatu hal juga akan berbeda-beda.
Demikian juga dengan seorang guru, semakin lama masa kerja guru di suatu sekolah karena kemungkinan ia telah banyak mengalami pergantian
kurikulum bila dibandingkan dengan guru yang baru saja masuk mengajar di sekolah tersebut, maka persepsinya tentu akan berbeda-beda dalam
menanggapi kurikulum baru. Pengalaman pergantian kurikulum beberapa kali membuat guru berpikir bahwa tidak akan banyak yang berubah
dengan adanya kurikulum baru sehingga mereka tetap tidak akan terpengaruh. KTSP yang sekarang berlaku, bagi sebagian guru lama
mungkin dipandang justru menambah beban mengajar mereka tetapi tetap tidak akan banyak mengubah gaya dan cara mengajar di dalam kelas.
Sementara bagi guru baru pergantian kurikulum ini sebagai peluang bagi mereka menunjukkan kinerjanya, karena kewenangan yang diterima guru
dalam KTSP ini membantu guru dalam melakukan pembelajaran yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungan dan anak didiknya. Hal ini senada
dengan yang diungkapkan Sarkim 2007:25 bahwa dengan pemberlakuan KTSP memberikan peluang besar bagi guru dan satuan pendidikan untuk
dapat mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan visi misi sekolah, tetapi juga sebuah tantangan yaitu diharapkan jangan sampai KTSP hanya
berhenti pada “format” semata yang mengakibatkan perubahan tidak sampai menyentuh inti pembelajaran sehingga KTSP hanya berhenti pada
dokumen dan tidak membawa perubahan berarti pada pembelajaran dan
hasil pendidikan. Oleh sebab itu penulis menduga bahwa guru dengan masa kerja yang lama di sekolah akan memandang KTSP adalah negatif
dan sebaliknya guru yang baru saja masuk mengajar akan memandang KTSP adalah positif.
Namun pada kenyataannya, dalam penelitian ini ditemukan bahwa baik guru dengan masa kerja lama maupun masa kerja yang baru,
mempunyai persepsi yang sama, yaitu kesamaan persepsi yang positif terhadap adanya KTSP ini. Hasil penelitian ini ternyata tidak sejalan
dengan kajian teori sebelumnya yang menyatakan bahwa sekalipun stimulus yang diterima sama tetapi karena pengalaman berbeda maka ada
kemungkinan hasil persepsi akan tidak sama Walgito, 1994. Menurut pendapat penulis, hal ini disebabkan karena guru-guru
sering mengikuti pelatihan-pelatihan dan seminar yang berkaitan dengan KTSP, ada kesempatan yang sama dari sekolah bagi guru baru maupun
guru yang sudah lama mengabdikan diri di sekolah tersebut untuk mengikuti kegiatan seminar dan pelatihan agar guru lebih memahami dan
mengerti tentang KTSP. Guru yang masa kerjanya lama berusaha memahami KTSP dengan mencari banyak informasi sementara bagi guru
baru bisa semakin memacu kreativitas dan kompetensi mereka. Hasil penelitian ini ternyata berbeda dengan penelitian yang
dilakukan Apriyanto tahun 2007 yang lalu terhadap guru-guru di sekolah Yayasan Pangudi Luhur. Dalam penelitiannya Apriyanto menyimpulkan
bahwa ada perbedaan persepsi guru terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ditinjau dari pengalaman mengajar.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa : Lama seorang guru menjalani profesinya berpengaruh pada perbedaan
persepsi terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan. Guru yang telah lama menjalani profesi guru akan lebih mudah menghadapi kurikulum
mengingat setiap kurikulum baru adalah penyempurnaan dari kurikulum- kurikulum sebelumnya yang telah mereka terapkan. Semakin lama seorang
guru menjalani profesinya semakin banyak pula pengalaman dalam mengajar, mendalami kurikulum maupun menerapkan kurikulum.
Dari hasil penelitian Apriyanto ini menunjukkan bahwa pada tahun-tahun tersebut pemberlakuan KTSP di sekolah masih termasuk baru
sehingga banyak guru yang masih belum paham dan mengerti bagaimana implementasi kurikulum tersebut. Sementara dalam penelitian ini tidak ada
perbedaan persepsi kemungkinan karena para guru telah mendapat informasi yang banyak mengenai KTSP baik melalui berbagai sosialisasi,
seminar maupun pelatihan, sehingga baik guru-guru lama maupun yang baru mengajar mempunyai persepsi yang sama terhadap KTSP. Hal ini
senada dengan yang diungkapkan oleh Agus Jumani Bianglala,2008 bahwa dengan adanya kontinuitas sosialisasi diyakini bahwa para
pelaksana guru nantinya akan semakin memahami substansi dan makna dari berbagai landasan hukumperaturan yang menjadi acuan dalam
pelaksanaan KTSP dan pada gilirannya mereka akan memiliki kemampuan dan keterampilan dalam menyusun, mengembangkan perangkat dan dalam
pelaksanaan pembelajaran.
Masing-masing sekolah tempat penelitian juga telah menerapkan KTSP sehingga ada tuntutan bagi mereka untuk menerapkan kurikulum ini
dalam setiap pembelajaran. 2.
Persepsi Guru Terhadap KTSP Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan Hasil pengujian hipotesis kedua diketahui bahwa tidak ada
perbedaan persepsi guru terhadap KTSP ditinjau dari tingkat pendidikan. Kesimpulan ini didukung dengan hasil perhitungan Anova dengan nilai
Fhitung = 1,126 yang lebih kecil dari nilai Ftabel = 3,124 dan nilai probabilitas Sig. 0, 330 yang lebih besar dari 0,05.
Dari deskripsi responden tentang tingkat pendidikan menunjukkan bahwa sebagian besar guru mempunyai tingkat pendidikan S1, yang
berarti sebagian besar guru telah menempuh pendidikan formal yang tinggi dengan masa studi yang relatif lama, ini juga berarti pemahaman mereka
mengenai kurikulum akan jauh lebih baik dibanding para guru dengan tingkat pendidikan Diploma yang masa studinya relatif sebentar. Dengan
tingkat pendidikan yang tinggi seseorang akan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan berhasil karena wawasan dan pengetahuan
mereka akan jauh lebih banyak. Oleh sebab itu guru dengan tingkat pendidikan tinggi dan rendah diduga akan mempunyai persepsi yang
berbeda terhadap KTSP. Namun pada kenyataannya dalam penelitian ini ditemukan bahwa
guru dengan tingkat pendidikan Diploma mupun S1 mempunyai persepsi yang sama terhadap KTSP. Menurut pendapat penulis kesamaan persepsi
ini dikarenakan masing-masing guru berusaha mencari informasi yang sebanyak-banyaknya mengenai KTSP. Informasi tidak hanya diperoleh
dari saat pendidikan keguruan saja tetapi bisa dari media massa cetak maupun elektronik dan dengan perkembangan teknologi yang sekarang ini
semakin membuka peluang bagi guru untuk menambah pengetahuan mereka tentang KTSP.
Seperti yang diungkapkan oleh Suparno 2004 bahwa setiap guru diharapkan mampu mengembangkan dirinya dengan antara lain kerjasama
dalam mengembangkan pengetahuan, menekuni model-model pembelajaran yang sesuai dengan sekolah dan bagaimana cara mendekati
siswa. Misalnya, melakukan diskusi bersama, studi bersama untuk mendalami suatu masalah dan pengetahuan baru, dapat juga dengan
mengerjakan tugas administrasi bersama. Di sini guru dapat saling membantu, tukar pengalaman dan mengembangkan profesi mereka.
Sehingga apapun tingkat pendidikan yang telah ditempuh guru tidak akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap kurikulum yang berlaku karena
banyaknya informasi yang mereka peroleh dari rekan-rekan guru maupun media massa.
Hal lainnya disebabkan karena banyak guru merasakan pada saat dirinya menguasai metode pembelajaran dari satu kurikulum, kurikulum
tersebut kemudian berganti lagi dan menuntut guru meningkatkan kreatifitas mengajarnya untuk mewujudkan kurikulum itu. Sehingga baik
guru dengan tingkat pendidikan Diploma maupun S1 sama-sama berusaha
menguasai aspek yang diinginkan dari kurikulum yang baru itu sehingga tingkat pendidikan tidak banyak mempengaruhi persepsi guru terhadap
KTSP. 3.
Persepsi Guru Terhadap KTSP Ditinjau Dari Jenjang Pendidikan. Dari hasil pengujian hipotesis ketiga, diketahui bahwa tidak ada
perbedaan persepsi guru terhadap KTSP ditinjau dari jenjang pendidikan. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil pengujian Anova yang menunjukkan
nilai F
hitung
= 0,824 lebih kecil dari nilai F
tabel
= 3,124 dengan nilai Signifikansi 0, 443 yang lebih besar dari 0,05. Hasil ini berarti bahwa
guru-guru yang berada pada jenjang pendidikan SD, SMP maupun SMA mempunyai persepsi yang sama positif terhadap pemberlakuan KTSP.
Guru SD sebagai pendidik yang berada pada jenjang pendidikan sekolah yang paling dasar adalah salah satu komponen pendidikan yang
merasakan dampak paling besar dari adanya perubahan kurikulum. Hal ini dikarenakan latar belakang pendidikan mereka yang paling rendah
dibandingkan guru-guru pada jenjang pendidikan yang lain. Kebanyakan guru SD bukan orang yang mampu menerjemahkan kurikulum ke dalam
muatan pengajaran di kelas. Disamping itu, guru SD yang juga disebut guru kelas, mempunyai
tanggungjawab dan peran yang jauh lebih besar terhadap siswanya bila dibandingkan dengan guru-guru pada jenjang pendidikan di atasnya. Guru
SD yang setiap harinya selama berjam-jam berhadapan dengan siswa di kelas, harus menguasai hampir semua mata pelajaran yang diajarkan di
kelasnya mempunyai beban yang lebih besar saat harus menyusun kurikulum dan materi yang selama ini belum pernah mereka lakukan.
Bebantanggung jawab ini tentu akan sangat berbeda dengan guru-guru SMP maupun SMA, karena guru hanya mengajar sesuai bidang ilmunya
dan tidak menghadapi siswa setiap harinya sehingga guru mampu melaksanakan pembelajaran dengan lebih bervariasi sesuai tuntutan KTSP.
Namun dalam penelitian ini, ternyata diperoleh bahwa baik guru pada jenjang SD, SMP maupun SMA mempunyai persepsi yang sama
terhadap KTSP. Mereka berpersepsi positif dan mendukung terhadap pelaksanaan KTSP di sekolah mereka. Menurut pendapat penulis, hal ini
dikarenakan banyak guru yang menganggap bahwa kurikulum KTSP ini pada dasarnya sama dengan KBK yang berlaku sebelumnya, dan hanya
penyempurnaan saja. Yang berbeda hanyalah kewenangan penyusunannya yang sekarang ini lebih banyak diserahkan kepada satuan pendidikan
sekolah dan guru, sementara isi atau muatan kurikulum tetap mengacu pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan yang ditetapkan
pemerintah. Pemerintah juga menyebut kurikulum KTSP ini sebagai kurikulum
alternatif yang diyakini mempunyai kemampuan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini juga sama dengan yang disampaikan oleh
Tatik Sucahyokartiko Bianglala, 2008 bahwa dibandingkan dengan KBK yang menjadi rujukan kurikulum baru ini, KTSP dalam implementasinya
dinilai lebih simpel dan praktis, dikarenakan butir-butir yang bertele-tele
dalam KBK dapat disederhanakan dengan adanya SKL dan SI. Sehingga implementasi kurikulum ini tidak melihat pada jenjang apa guru berkarya
tetapi bagaimana guru mampu memahami dan menyampaikan meteri sesuai kurikulum yang ia buat sendiri bersama satuan pendidikannya
masing-masing.
91 BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan