40
BAB IV ANALISIS PENGANGKATAN PANGLIMA TINGGI MILITER DI
INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT A.
Implementasi Pengangkatan Panglima Tinggi Militer di Indonesia dan Amerika Serikat
Sesuai dengan apa yang dipaparkan pada Bab III tentang mekanisme pengangkatan panglima tinggi militer di Indonesia dan Amerika Serikat,
prosedur pengangkatan panglima tinggi militer dikedua negara sudah sesuai dengan apa yang diatur dalam undang-undang dimasing-masing negara.
Begitupun menurut Beni Sukadis selaku Koordinator Program LESPERSSI Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia berdasarkan
wawancara pada tanggal 8 September 2016, yaitu: “Jika dilihat UU TNI pasal 13 tentang pengangkatan panglima
TNI, menurut saya sesuai dengan apa yang diundang-undang, masih berjalan secara normal. Saya lihat belum melihat kekurangan, masalah
yang sebenarnya menurut saya di fit and proper test itu hanya sebatas formalitas karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ke calon
panglima belum ada yang kritis. Kalau bicara soal pemutaran panglima TNI disetiap angkatan itu kembali lagi ke hak prerogatif presiden.
Menurut saya yang perlu dijelaskan secara eksplisit di dalam undang- undang adalah mengenai pengalaman calon panglima TNI.
” Meskipun dalam beberapa hal, Implementasi pengangkatan panglima
tinggi militer di kedua negara dipengaruhi oleh hak prerogatif presiden yang membuat mekanisme pengangkatan panglima tinggi militer keluar dari
prosedur yang tertulis diundang-undang, contohnya di Indonesia, pada tahun
2015 Presiden Jokowi Dodo memilih Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI yang menggantikan Jendral Moeldoko.
Pada saat itu seharusnya adalah „jatah‟ Angkatan Udara. Dengan diangkatnya Jendral Nurmantyo, Angkatan Udara sudah dua kali kehilangan
jatahnya menjadi Panglima TNI. Pertama ketika Panglima TNI Jendral Djoko Santoso pensiun. Namun pada saat itu Presiden Yudhoyono memilih KASAD
Kepala Staf Angkatan Darat Jendral Moeldoko dari pada KSAU Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Ida Bagus Putu Dunia untuk memimpin TNI
pada tahun 2013.
1
Jika ditelisik berdasarkan Pasal 13 Ayat 4 UU TNI menyebutkan bahwa “Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dijabat
secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.
”, Menurut penulis presiden mengabaikan pasal tersebut dan bertentangan dengan pasal
tersebut. Namun, menurut Beni Sukadis hal ini tidak bertentangan dengan undang-undang karena adanya kepentingan subyektif dari seorang presiden.
2
1
Dikutip dari
Indoprogress http:indoprogress.com201507jokowi-dan-jenderal-
jenderalnya yang diakses pada tanggal 20 September 2016.
2
Wawancara penulis dengan Beni Sukadis, Koordinator Program LESPERSSI Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia pada pada tanggal 8 September 2016 Jam 15.00 WIB
dikantor LESPERSSI.
Hal ini juga pernah beberapa kali diabaikan oleh Presiden Amerika Serikat dalam memilih The Chairman of the Joint Chiefs of Staff Ketua
Kepala Staf Gabungan pada pengangkatan Jenderal Hugh Shelton yang menggantikan Jenderal John Shalikashvili pada tahun 1997 di kepemimpinan
Bill Clinton, dimana saat itu Bill Clinton memilih dua kali Ketua Kepala Staf Gabungan dari angkatan yang sama.
3
Namun, di kedua negara belum pernah terjadi abuse of power dari seorang presiden dalam hal pengangkatan panglima tinggi militernya
dikarenakan adanya prinsip check and balances antara lembaga eksekutif dan legislatif, membuat presiden kedua negara tersebut harus meminta persetujuan
kepada badan legislatif.
B. Persamaan dan Perbedaan antara Kedua Negara dalam Hal
Pengangkatan Panglima Tinggi Militer
Indonesia dan Amerika Serikat merupakan negara dengan bentuk pemerintahan republik yang sama-sama mengedepankan prinsip demokrasi,
namun dalam hal pengangkatan panglima tingginya memiliki masing-masing cara dan mekanisme.
Setelah pembahasan di Bab III tentang mekanisme pengangkatan panglima tinggi militer di kedua negara, Penulis melihat adanya kesamaan
3
Dikutip dan ditranslate dari Wikipedia https:en.wikipedia.orgwikiChairman_of_the_Joint_Chiefs_of_Staff yang diakses pada tanggal 7
September 2016.
dalam hal pengangkatan panglima tinggi militer antara Amerika Serikat dan Indonesia, tapi memiliki juga beberapa aspek yang membedakan mekanisme
diantara kedua negara tersebut. Untuk memudahkan pembaca mengetahui persamaan dan perbedaan sekaligus, maka dari itu penulis menuangkan
kedalam satu tabel, sebagai berikut:
Persamaan Perbedaan
Presiden kedua negara sama-sama membutuhkan persetujuan lembaga
legislatif Presiden Amerika Serikat meminta
persetujuan Senat Amerika Serikat Perwakilan Daerah, Sedangkan
Presiden Indonesia meminta persetujuan DPR Perwakilan
Rakyat Panglima tinggi militer kedua negara
dipilih karena pernah atau sedang menjabat sebagai Kepala Staf
Angkatan Masa jabatan Panglima Tinggi
Militer di Indonesia 3 tahun, sedangkan di Amerika Serikat 1
Periode 2 Tahun Dapat diperpanjang sampai 6 tahun
Panglima tinggi militer kedua negara merupakan perwira bintang 4
Jendral Panglima tinggi militer Amerika
Serikat memiliki Wakil namun tidak dengan Panglima tinggi militer
Indonesia Panglima tinggi militer kedua negara
diangkat bergilir dari setiap Angkatan Bersenjata
4
Panglima tinggi militer Di Amerika serikat dipillih berdasarkan 5
cabang Angkatan Bersenjata, di Indonesia hanya dari 3 cabang
Angkatan Bersenjata
Dari persamaan dan perbedaan yang telah dipaparkan diatas, jika dilihat lebih kedalam berdasarkan masing-masing peraturan yang berlaku di
4
Hal ini bisa diabaikan karena alasan hak prerogatif presiden dalam memilih panglimanya.