Vaksin dan Vaksinasi Avian Influenza
2. Vaksin AI inaktif konvensional hanya boleh diproduksi dengan menggunakan
seed virus low pathogenic. 3.
Vaksin bersifat imunogenik, dilihat dari respon pembentukkan antibodi yang tinggi.
Vaksin yang baik menurut Pyre et al. 2008 adalah vaksin harus potensial, aman, stabil pada suhu ruang, dapat diberikan hanya dengan dosis tunggal, murah serta mampu
dibedakan antara hewan vaksinasi dan infeksi secara alam Differentiation of Infected From Vaccinated Animals
DIVA.
Tabel 3 Persyaratan Vaksin Vaksin Ideal
Homolog Inaktif
H5N1 Heterolog
Inaktif H5N2
Rekombinan FP
H5 Rekombinan
RG H5N1 Rekombinan
AIND H5ND
Murniamanpotensi +++ ++± ++±
++± +±±
Suhu stabil Tidak
Tidak Tidak
Tidak YaTidak
Dosis tunggal Tidak
Tidak Ya
Ya Tidak Ya Tidak
Pemberian mudah oralmucosal
Tidak Tidak
Tidak Ya Tidak
Ya tetes mata
DIVA Tidak Ya
Ya Ya
Tidak Ya
Murah Bervariasi tergantung Negara 0.01-0-05 US dollar
Vaksin Eropa lebih mahal dari Asia. Keterangan : RG. Reverse Genetik ; AI. Avian Influenza; ND. New Castle Disease; FP
.Fowl Pox; DIVA. Differentiation of Infected From Vaccinated Animals Sumber: Pyre et al. 2008
Kendala dalam pembuatan vaksin yang sering timbul adalah antigenic drift dan antigenic shift
. Dengan alasan tersebut di atas maka vaksin inaktif yang menggunakan isolat lokal merupakan pilihan yang terbaik. Vaksin ini relatif mudah membuatnya dan
memerlukan waktu singkat untuk memproduksinya. Namun demikian, vaksin ini perlu dievaluasi tiap tahun dengan mengamati apakah telah terjadi antigenic drift atau
antigenic shift di lapangan. Apabila hal tersebut terjadi, maka diperlukan isolat baru
sebagai bibit vaksin. Kebijakan pemerintah Indonesia berdasarkan rekomendasi hasil pertemuan
Direktorat Kesehatan Hewan, Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Komisi Obat Hewan dan Narasumber UPP-AI Pusat yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 20-21 Maret
2009 adalah untuk menghasilkan vaksin yang baik dengan kualitas, efikasi dan keamanan yang tinggi serta potensi yang optimal diperlukan pemilihan master seed baru
dengan prinsip kehati-hatian yang tinggi. Untuk memenuhi prinsip kehati-hatian tersebut, ditentukan kriteria master seed baru sebagai berikut:
1. Subtipe H5N1
2. Sifat imunogenesitas tinggi
3. Sifat antigenesitas dengan cakupan geografis yang luas.
4. Sifat genetik antigenik yang stabil.
5. Tingkat proteksi yang tinggi terhadap uji tantang dengan beberapa isolat virus
yang berbeda karakter genetik dan antigeniknya Ditjennak 2009. Hingga tahun 2009, Indonesia telah menggunakan vaksin AI impor dan produksi
dalam negeri yang masih menggunakan master seed Legok 2003 HPAI H5N1 dan H5N2. Jumlah vaksin AI di Indonesia yang telah mendapat registrasi sementara dari
Departemen Pertanian RI adalah sebanyak 24 vaksin Lampiran 1 yang menggunakan master seed
, yaitu H5N1 HPAI, isolat lokal, strain Legok, H5N1 HPAI, isolat lokal, strain Purwakarta, H5N2 LPAI, strain England N-28, H5N2 LPAI, strain Mexico
232, H5N2+ND LPAI, strain England N-28 dan ND strain Lasota, H5N9 LPAI, strain Wisconsin 68, dan H5N1 reverse genetic isolat lokal Legok dengan Puerto Rico, dan
vaksin vektor H5N8 dengan FP 89 Ditjennak 2009. Strategi vaksinasi AI yang dilakukan di Indonesia berdasarkan prosedur
operasional standar pengendalian penyakit AI Ditjennak 2008 adalah sebagai berikut: 1.
Vaksin AI yang digunakan adalah vaksin inaktif yang strain virusnya homolog dengan subtipe virus isolat lokal H5 baik yang diproduksi secara
konvensional maupun rekayasa genetika. 2.
Vaksin yang digunakan harus telah mendapatkan nomor registrasi dari pemerintah c.q Direktorat jenderal Peternakan Departemen Pertanian.
3. Strategi vaksinasi dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pada daerah bebas dilarang melakukan vaksinasi;
b. Pada daerah kasus rendah, tidak dianjurkan melakukan vaksinasi;
c. Pada daerah kasus tinggi atau endemis, dilakukan vaksinasi secara
tertarget. 4.
Pelaksanaan vaksinasi tertarget tersebut dipilih pada populasi tertentu di daerah tertentu dengan kasus tinggi penyakit pada AI pada unggas, terdapat
kasus manusia dan atau terdapat peternakan sektor1,2 dan 3 di sekitarnya. 5.
Vaksinasi dilakukan 3-4 kali dalam satu tahun, dan atau sesuai petunjuk produsen yang tertera pada etiket atau brosur.
6. Vaksinasi hanya dilakukan pada unggas yang sehat.
7. Cakupan vaksinasi meliputi seluruh populasi unggas terancam di daerah
tertular yakni ayam buras, bebek, itik, entok, kalkun, angsa ,
burung merpati, burung puyuh, ayam ras petelur dan ayam ras pedaging yang termasuk
peternakan sektor 4. 8.
Vaksinasi dilakukan oleh petugas dinas dan atau kaderrelawan desa terdidik, yang telah dilatih dan telah mengikuti pelatihan vaksinasi vaksinator.
9. Program vaksinasi dilakukan dibawah pengawasan dokter hewan setempat.
Strategi vaksinasi diharapkan dapat menurunkan kerentanan terhadap infeksi virus sekaligus mengurangi pengeluaran virus dari tubuh unggas, baik dari segi jumlah maupun
lamanya waktu, sehingga merupakan alat yang tepat untuk menekan terjadinya kasus baru dan sirkulasi virus di lingkungan. Kesuksesan program vaksinasi dapat tercapai
apabila vaksinasi dianggap sebagai alat untuk memaksimalkan tindak biosekuriti tanpa mengesampingkan pelaksanaan surveilans agar setiap perubahan antigenik virus yang
bersirkulasi dilapangan dapat segera terdeteksi Capua Marangon 2006; Maas et al. 2007.
Efek perlindungan pasca vaksinasi merupakan respon kebal terhadap protein hemaglutinin HA pada permukaan virus dan atau neuraminidase NA. Efek
perlindungan yang diberikan oleh sebuah vaksin hanya terhadap subtipe HA individual
yang terdapat dalam vaksin.
Pemeriksaan serologi dapat dilakukan untuk mengetahui adanya pembentukkan antibodi terhadap virus influenza A yang dapat diamati pada hari ke7 sampai ke 10 pasca
infeksi. Pemeriksaan serologik yang dipakai adalah uji hambatan hemaglutinasi Hemaglutination InhibitionHI untuk mengetahui adanya antibodi terhadap
hemaglutinin H dan uji Agar Gel Presipitasi AGP untuk mengetahui adanya antibodi terhadap neuraminidase N Rahardjo 2004; WHO 2002; OIE 2008.
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner IPHK Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor FKH IPB dan di Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan BBPMSOH Gunungsindur Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret
2008 sampai Agustus 2009.
3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Hewan Percobaan
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah marmut Cavia porcellus dengan berat badan 300-400 gr untuk produksi antibodi poliklonal AI H5N1 Ab
1
; kelinci New Zealand White dengan berat badan berat 2.5 kg untuk preparasi antibodi
terhadap Ab
1
atau antibodi anti-idiotipe Ab
2
; ayam petelur strain White Leghorn Specific Pathogen Free
SPF umur 4 minggu untuk produksi antibodi terhadap Ab
2
Ab
3
atau uji imunogenesitas kandidat vaksin AI antibodi anti-idiotipe. Marmut, kelinci dan ayam diberikan pakan berbentuk pelet sesuai dengan
standar pakan hewan laboratorium BBPMSOH.