BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsumsi Rumahtangga
BPS mendefinisikan rumahtangga sebagai seorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau bangunan sensus, dan
biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Rumahtangga yang umumnya didiami oleh bapak, ibu, dan anak disebut sebagai rumahtangga biasa. Kepala
rumahtangga adalah seseorang dari sekelompok anggota rumahtangga yang bertanggung jawab terhadap kebutuhan sehari-harikonsumsi rumahtangga atau orang
yang ditunjuk untuk bertanggung jawab. Anggota rumahtangga adalah orang yang umumnya mendiami rumahtangga BPS, 2008b.
Dalam memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangga, kepala rumahtangga bersama anggota rumahtangga melakukan kegiatan ekonomi yang diistilahkan sebagai
melakukan transaksi ekonomi. Chen dan Duhn 1996 dalam Sinung 2006 menjelaskan bahwa kegiatan transaksi ekonomi meliputi kegiatan dalam proses
produksi, konsumsi, dan kepemilikan. Transaksi ekonomi tersebut dapat melibatkan seluruh anggota rumahtangga, dimana setiap anggota rumahtangga ikut berperan serta
dan memiliki ikatan hubungan dalam kebersamaan untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya.
Dalam memenuhi kebutuhannya rumahtangga akan memiliki model-model ekonomi rumahtangga. Model ekonomi tersebut merupakan cerminan prilaku atau
pola rumahtangga dalam mengkonsumsi suatu barang. Model yang sering berkembang adalah model kolektif, dimana model ini adalah model yang berusaha
mengakomodasi fungsi utilitas dari rumahtangga dengan berbagai kendala keterbatasannya. Berdasarkan kendala tersebut, model ini berusaha memaksimalkan
tingkat kesejahteraan dari setiap anggota rumahtangga Sinung, 2006. Konsumsi rumahtangga terhadap suatu barang sangat tergantung pada
berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal diantaranya harga dan pendapatan, sedangkan faktor eksternal seperti akses terhadap barang, dan
ketersediaan stok barang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fleksibilitas permintaan barang dapat tergantung pada faktor eksternal, yang berdampak kepada
faktor internal. Daud 2006 menjelaskan bahwa permintaan komoditi pangan hewani masih sangat rendah. Daud dalam penelitiannya menunjukkan komoditi daging sapi
tidak fleksibel dan sangat tergantung pada ketersediaan atau stok yang sebagian besar masih diimpor. Faktor eksternal ini menyebabkan harga daging sapi masih fluktuatif
sehingga menyebabkan konsumsi masyarakat terhadap komoditi ini masih rendah. Perubahan pola konsumsi rumahtangga dapat dipengaruhi oleh faktor
eksternal lain seperti adanya pengaruh dari variabel makro ekonomi. Di negara yang sedang berkembang faktor pendapatan sangat menentukan pola konsumsi masyarakat.
Pendapatan yang meningkat akan dialokasikan lebih besar untuk kebutuhan konsumsi dibandingkan untuk ditabung atau investasi. Kecenderungan ini dipengaruhi oleh
tingkat pendapatan yang relatif masih rendah, sehingga kecenderungan mengkonsumsi jauh lebih tinggi jika terjadi peningkatan pendapatan, yang sejalan
dengan peningkatan output kerja Soemartini, 2007. Teklu 1987, Christina 1999, Ritonga 1992 mencoba menunjukkan bahwa
tingkat konsumsi rumahtangga tidak hanya dipengaruhi oleh harga dan pendapatan, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor internal lain yaitu adanya karakteristik sosial dari
masing-masing anggota rumahtangga. Kesimpulan yang diperoleh bahwa faktor internal tersebut cukup mendominasi prilaku konsumsi rumahtangga. Rumahtangga
dengan prilaku rasional akan membelanjakan pendapatannya sesuai tingkat
pendapatannya.
Konsumsi rumahtangga terdiri atas konsumsi berupa makanan dan non makanan. Pada negara berkembang konsumsi makanan masih menempati prioritas
utama. Hal ini disebabkan karena faktor pendapatan yang secara umum masih rendah. Kondisi ini menjadikan kebutuhan bahan makanan terutama kebutuhan pokok
mendominasi pangsa pasar komoditi barang dan jasa di negara berkembang. Di Indonesia dalam kurun waktu dari tahun 2002-2007 rata-rata pengeluaran untuk
konsumsi makanan terutama bahan pokok lebih tinggi dari konsumsi non makanan. Dari beberapa komoditi bahan pokok, komoditi beras dan komoditi dari hewani
berturut-turut mendominasi besaran konsumsi makanan, sedangkan untuk konsumsi non makanan khususnya komoditi barang dan jasa seperti pendidikan dan kesehatan
masih menempati prioritas yang utama BPS, 2008. Dalam kurun waktu antara tahun 1999-2005 telah terjadi peningkatan
konsumsi protein yang secara kuantitas telah cukup memadai. Sebagian besar konsumsi rumahtangga yang mengandung protein bersumber dari protein nabati.
Sedangkan protein hewani masih kurang memadai, dimana masih didominasi oleh protein hewani asal perikanan, sementara protein hewani asal peternakan
menunjukkan gejala yang terus meningkat Setiawan, 2006. Hasil penelitian ini mendukung temuan yang dikemukakan oleh Daud 2006 yang membuat kesimpulan
bahwa konsumsi rumahtangga khususnya untuk komoditi hewani masih rendah.
2.2. Tinjauan Teoritis 2.2.1. Perkembangan Model Konsumsi