memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan pola konsumsi terkait tingkat kesejahteraan masyarakat. Sebagai pelengkap konsumsi, komoditi sayuran dan
buahan masih relatif stabil, dikarenakan ketersediaan komoditi sayur dan buah relatif masih baik.
Komoditi ikandagingtelursusu adalah komoditi berprotein tinggi, dan berdasarkan data preferensi komoditi ini cenderung terus meningkat. Kendala utama
dari akses mendapatkan komoditi ini adalah masalah ketersediaan atau stok. Berkurangnya stok akibat berbagai faktor, menyebabkan harga komoditi ini
meningkat tajam, sehingga menurunkan permintaan atau konsumsi. Sektor pendidikan dan kesehatan merupakan sektor yang menjadi perhatian
serius pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai program di bidang pendidikan seperti BOS Bantuan Operasional Sekolah, sekolah gratis, beasiswa,
Jamkesmas Jaminan Kesehatan Masyarakat, dan posyandu ditujukan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan program pemerintah di
bidang pendidikan dapat diukur dari peningkatan partisipasi masyarakat dalam pendidikan, seperti semakin berkurangnya buta huruf, lulusan perguruan tinggi yang
terus bertambah, dsb. Di lain pihak sektor kesehatan merupakan sektor penentu keberhasilan pemerintah lainnya. Kesejahteran masyarakat dapat dinilai dari fisik
yang sehat dan kuat.
3.6. Klasifikasi Perkotaan Pedesaan
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa BPS masih menggunakan skoring untuk menentukan kategori daerah perkotaan atau pedesaan,. Variabel kepadatan penduduk,
persentase rumahtangga bekerja di sektor pertanian, jarak ke fasilitas sosial ekonomi terdekat masih mendominasi penentuan skoring. Desakelurahan yang memiliki
skoring cukup besar digolongkan daerah perkotaan, sebaliknya skoring yang rendah digolongkan daerah pedesaan.
Metodologi penentuan skoring berdasarkan hasil pendataan PODES Potensi Desa yang dilaksanakan menjelang Sensus Penduduk. Berikut secara ringkas
penentuan skoring daerah perkotaan :
a. Variabel kepadatan penduduk :
≤ 500 = skor 1, 500-4000 = skor 2-4, 4000-8500 = skor 5-7, ≥ 8500 = skor 8 b.
Persentase rumahtangga pertanian :
≥ 70 = skor 1, 50-20 = skor 2-4, 20-5 = skor 5-7, ≤ 5 = skor 8 c.
Akses fasilitas umum ≤ 2,5 km ada = skor 1 :
Taman kanak-kanak, SMP, SMU d.
Akses fasilitas umum ≤ 2 km ada = skor 1 :
Pasar, Pertokoan e.
Akses fasilitas umum ≤ 5 km ada = skor 1 :
Bioskop, Rumah Sakit f.
Hotelbilyarddiskotekpanti pijatsalon ada = skor 1 g.
Persentase pengguna telepon ≥8 = skor 1
h. Persentase pengguna listrik
≥ 90 = skor 1
Berdasarkan variabel diatas, dilakukan penentuan skoring untuk setiap desakelurahan hasil PODES. Desakelurahan yang mendapatkan total skor
≥ 10 diklasifikasikan sebagai daerah perkotaan, sebaliknya untuk total skor 10
diklasifikasikan sebagai daerah pedesaan.
IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA
4.1. Pengeluaran dan Konsumsi Rumahtangga
Kemiskinan tidak terlepas dari masalah tingkat pendapatan yang masih rendah dan hal ini umumnya terjadi di wilayah pedesaan Distribusi pendapatan merupakan
dimensi yang perlu mendapat perhatian terutama untuk melihat tingkat pendapatan masyarakat. Untuk memperoleh gambaran tingkat pendapatan selama ini sudah
banyak penelitian menfokuskan diri didalam mengkaji aspek-aspek pendapatan rumahtangga. Secara teoritis aspek pendapatan sangat erat kaitannya dengan tingkat
pengeluaran atau konsumsi rumahtangga. Pengeluaran atau konsumsi erat kaitannya dengan tingkat pendapatan, harga, serta status sosial suatu rumahtangga.
Rumahtangga merupakan konsumen atau pemakai barang dan jasa sekaligus juga pemilik faktor-faktor produksi tenaga kerja, lahan, modal dan kewirausahaan.
Rumahtangga mengelola faktor-faktor tersebut untuk memperoleh balas jasa. Salah satu bentuk balas jas adalah upah yang menjadikannya pendapatan rumahtangga.
Dalam hal membelanjakan pendapatan belum tentu semuanya dikonsumsi atau menjadi komponen pengeluaran. Pengeluaran konsumsi secara riil berupa aktifitas
yang ditujukan untuk mempertahankan taraf hidup, seperti pembelian barang atau jasa BPS 2008. Dalam uraian selanjutnya disajikan gambaran umum nasional konsumsi
komoditi terpilih dan disajikan juga pola konsumsi menurut kelompok pengeluaran makanan dan non makanan, tipologi wilayah perkotaan dan pedesaan, serta tingkat
pendidikan kepala rumahtangga berdasarkan data Susenas 2007 2008
4.2. Gambaran Umum Konsumsi Komoditi