Kepuasan Kerja TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja job Satisfaction adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini Nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya Handoko, 1991. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Dengan demikian, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja Rivai, 2005. Menurut Hasibuan 2005, Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil pekerjaan, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting. Kepuasan di luar pekerjaan adalah kepuasan kerja karyawan yang dinikmati di luar pekerjaan dengan besarnya balas jasa yang akan diterima dari hasil kerjanya, agar dia dapat membeli kebutuhan-kebutuhannya. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasannya di luar pekerjaan lebih mempersoalkan balas jasa daripada pelaksanaan tugas-tugasnya. Kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya. Karyawan yang lebih menikmati kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan akan merasa puas jika hasil kerja dan balas jasanya dirasa adil dan layak.

2.1.1 Variabel-variabel Kepuasan Kerja

Menurut Mangkunegara 2011, variabel-variabel kepuasan kerja adalah sebagai berikut: 1. Turnover Kepuasan kerja yang lebih tinggi dihubungkan dengan turnover pegawai yang rendah. Pegawai-pegawai yang kurang puas biasanya turnover-nya lebih tinggi. 2. Tingkat ketidakhadiran absen kerja Pegawai-pegawai yang tidak puas cenderung tingkat ketidakhadirannya absen tinggi. Mereka sering tidak hadir kerja dengan alasan yang tidak logis dan subjektif. 3. Umur Ada kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas dari pada pegawai yang lebih muda. Hal ini di asumsikan bahwa pegawai yang tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan. Sedangkan pegawai usia muda biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerjanya, sehingga apabila harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka menjadi tidak puas. 4. Tingkat pekerjaan Pegawai-pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih puas daripada pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih rendah. Pegawai-pegawai yang tingkat pekerjaannya lebih tinggi menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan aktif dalam mengemukakan ide- ide serta kreatif dalam bekerja. 5. Ukuran organisasi perusahaan Ukuran organisasi perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan pegawai. Besar kecil suatu perusahaan berhubungan dengan koordinasi, komunikasi dan partisipasi pegawai.

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Rivai 2005 secara teoritis, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, locus of control, pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas kerja. Factor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang karyawan adalah: a isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai control terhadap pekerjaan; b supervise; c organisasi dan manajemen; d kesempatan untuk maju; e gaji dan keuntungan dalam bidang financial lainnya seperti adanya insentif; f rekan kerja; dan g kondisi pekerjaan. Selain itu menurut Job Descriptive Index JDI faktor penyebab kepuasan kerja ialah 1 bekerja pada tempat yang tepat, 2 pembayaran yang sesuai, 3 organisasi dan manajemen, 4 supervise pada pekerjaan yang tepat, 5 orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat. Sunyoto 2012 menyebutkan ada beberapa faktor atau pendapat yang dikemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yakni: a. Menurut Harold E.Burt Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu: 1 Faktor hubungan antar karyawan a Hubungan antara manajer dengan karyawan b Faktor fisik dan kondisi kerja c Hubungan sosial diantara karyawan d Sugesti dari teman kerja 2 Faktor individual, hubungan dengan: a Sikap orang terhadap pekerjaan b Usia orang dengan pekerjaan c Jenis kelamin 3 Faktor keadaan keluarga karyawan 4 Rekreasi, meliputi pendidikan b. Menurut Ghiselli dan Brown Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yakni: 1 Kedudukan Orang beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada yang berkedudukan lebih rendah. 2 Pangkat Pada pekerjaan yang mendasar pada perbedaan tingkat golongan, sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Jika ada kenaikan upah, maka ada yang beranggapan sebagai kenaikan pangkat. 3 Umur Dinyatakan adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur 25 tahun sampai 34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah umur yang bisa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaannya. 4 Mutu pengawasan Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan dan hubungan yang lebih baik dari pimpinan dan bawahan sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang terpenting dari organisasi kerja tersebut. Mangkunegara 2011 menyebutkan ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, antara lain 1 Faktor pegawai, yaitu kecerdasan, kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi dan sikap kerja, 2 Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat golongan, kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial dan hubungan kerja. Menurut Hasibuan 2005, kepuasan kerja karyawan dipengaruhi faktor- faktor berikut: 1. Balas jasa yang adil dan layak. 2. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian. 3. Berat-ringannya pekerjaan. 4. Suasana dan lingkungan pekerjaan. 5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan. 6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya. 7. Sifat pekerjaan monoton atau tidak.

2.1.3 Teori Kepuasan Kerja

Teori tentang kepuasan kerja menurut Mangkunegara 2011: 1. Teori Keseimbangan Equity Theory. Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. 2. Teori Perbedaan Discrepancy Theory. Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Apabila yang didapat pegawai ternyata lebih besar dari pada apa yang diharapkan maka pegawai tersebut menjadi puas. Ssebaliknya, apabila yang didapat pegawai lebih rendah dari pada yang diharapkan, akan menyebabkan pegawai tidak puas. 3. Teori Pemenuhan Kebutuhan Need Fullfillment Theory. Teori ini mengemukakan bahwa kepuasaan kerja bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas bila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhannya terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhannya tidak terpenuhi, pegawai tersebut akan merasa tidak puas. 4. Teori Pandangan Kelompok Sosial Reference Group Theory. Teori ini berpendapat bahwa kepuasaan kerja pegawai bukan bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para pegawai dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut dijadikan tolak ukur oleh pegawai untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, pegawai akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan. 5. Teori Dua Faktor Two Factor Theory. Menurut teori ini, kepuasan dan ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinu. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfies atau motivator dan dissatisfies. 6. Teori Pengharapan Exceptancy Theory. Teori ini mengemukakan bahwa motivasi merupakan suatu produk dari bagaimana seseorang memungkinkan aksi tertentu yang menuntunnya.

2.1.4 Survei Kepuasan Kerja

Menurut Mangkunegara 2011 Survei kepuasan kerja adalah suatu prosedur dimana pegawai-pegawai mengemukan perasaan mengenai jabatan atau pekerjaannya melalui laporan kerja. Survei kepuasan kerja juga digunakan untuk mengetahui moral pegawai, pendapat, sikap, iklim dan kualitas kehidupan kerja pegawai. Survei kepuasan kerja dapat bermanfaat dan menguntungkan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Manager dan pemimpin melibatkan diri pada survei 2. Survei dirancang berdasarkan kebutuhan pegawai dan manajemen secara objektif 3. Survei diadministrasikan secara wajar 4. Ada tindak lanjut follow up dari pemimpin dan adanya aksi untuk mengkomunikasikan kegunaan hasilnya dari pemimpin. Keuntungan survei kepuasan kerja adalah: 1. Kepuasan kerja secara umum Keuntungan survei kepuasan kerja dapat memberikan gambaran kepada pemimpin mengenai tingkat kepuasan kerja pegawai di perusahaan, untuk mengetahui ketidakpuasan pegawai pada bagian dan jabatan tertentu, dan bermanfaat dalam mendiagnosis masalah-masalah pegawai yang berhubungan dengan peralatan kerja. 2. Komunikasi Bermanfaat dalam mengkomunikasikan keinginan pegawai dengan pikiran pemimpin. Pegawai yang kurang berani berkomentar terhadap pekerjaannya dengan melalui survei dapat membantu mengkomunikasikan kepada pemimpin. 3. Meningkatkan sikap kerja Bermanfaat dalam meningkatkan sikap kerja pegawai, hal ini karena pegawai merasa pelaksanaan kerja dan fungsi jabatannya mendapat perhatian dari pihak pemimpin. 4. Kebutuhan pelatihan Pegawai-pegawai diberi kesempatan untuk melaporkan apa yang mereka rasakan dari perlakuan pemimpin pada bagian jabatan tertentu. Dengan demikian kebutuhan pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan bagi bidang pekerjaan pegawai-pegawai peserta pelatihan.

2.1.5 Tipe-tipe Survei Kepuasan Kerja

Mangkunegara 2011 menyebutkan ada dua tipe survei kepuasan kerja, yaitu: 1. Tipe survei objektif. Responden membaca semua pertanyaan yang tersedia, kemudian memilih satu dari beberapa alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaannya. Keuntungan menggunakan tipe ini adalah mudah dalam mengadministrasikan penilaian dan menganalisisnya dengan metode statistik. 2. Tipe survei deskriptif. Responden memberikan jawaban dari pertanyaan secara bebas sesuai dengan yang mereka pikirkan atau mereka inginkan. Mereka dapat menjawab dengan kata-kata mereka sendiri.

2.1.6 Pengukuran Kepuasan Kerja

Menurut Mangkunegara 2011 ada beberapa cara untuk mengukur kepuasan kerja, di antaranya: 1. Menggunakan skala indeks deskripsi jabatan Job Description Index. Cara penggunaannya adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada karyawan mengenai pekerjaan. Setiap pertanyaan yang diajukan harus dijawab oleh karyawan dengan jawaban ya, tidak atau ragu-ragu. Dengan cara ini dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan. 2. Menggunakan kuesioner kepuasan kerja Minnesota Minnesota Satisfaction Questionare. Skala ini berisi tanggapan yang mengharuskan karyawan untuk memilih salah satu dari alternatif jawaban: sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas dan sangat puas terhadap pertanyaan yang diajukan. Berdasarkan jawaban-jawaban tersebut dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan. 3. Pengukuran berdasarkan ekspresi wajah. Responden diharuskan memilih salah satu gambar wajah orng, mulai dari gambar wajah yang sangat gembira, gembira, netral, cemberut dan sangat cemberut. Kepuasan kerja karyawan akan dapat diketahui dengan melihat pilihan gambar yang diambil responden.

2.1.7 Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja

Menurut Robbins 2003, efek kepuasan kerja pada kinerja karyawan adalah: 1. Kepuasan dan produktivitas Organisasi dengan karyawan yang lebih puas cenderung menjadi lebih efektif dari pada organisasi dengan karyawan yang kurang puas. Organisasi dengan pekerja yang bahagia biasanya menjadi lebih produktif. 2. Kepuasan dan kemangkiran Secara konsisten hubungan antara kepuasan dan kemangkiran adalah negatif, tapi korelasinya sedang. Karyawan yang tidak puas lebih besar kemungkinan untuk tidak kerja. 3. Kepuasan dan tingkat keluar masuknya karyawan Organisasi akan melakukan upaya yang cukup besar untuk menahan orang- orang yang ingin keluar dari perusahaan karena diantaranya adalah orang- orang yang berkualitas tinggi. Organisasi akan menaikkan upah, memberi pujian, kesempatan promosi dan lainnya untuk mempertahankan karyawan tersebut, karena jika tingkat turnover tinggi akan menyebabkan tingginya biaya perekrutan dan penyeleksian kembali. Menurut Buhler 1994 yang dirujuk Rivai 2005 menekankan pendapatnya bahwa upaya organisasi berkelanjutan harus ditempatkan pada kepuasan kerja dan pengaruh ekonomis terhadap perusahaan. Perusahaan yang percaya bahwa karyawan dapat dengan mudah diganti dan tidak berinvestasi dibidang karyawan maka akan menghadapi bahaya. Biasanya berakibat tingginya tingkat turnover, diiringi dengan membengkaknya biaya pelatihan, gaji akan memunculkan prilaku yang sama dikalangan karyawan, yaitu mudah berganti-ganti perusahaan dan dengan demikian kurang loyal. Menurut Umam 2010, dampak kepuasan kerja adalah sebagai berikut: 1. Dampak terhadap produktivitas Produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja jika karyawan mempersepsikan bahwa ganjaran intrinsik misalnya rasa telah mencapai sesuatu dan ganjaran ekstrinsik misalnya gaji yang diterima terasa adil dan wajar serta diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. 2. Dampak terhadap ketidakhadiran absenteisme Ketidakhadiran mencerminkan ketidakpuasan kerja karyawan. Karyawan yang merasa tidak puas terhadap apa yang diberikan perusahaan akan malas untuk bekerja, sehingga karyawan tersebut tidak hadir ke kantor. 3. Dampak terhadap keluarnya tenaga kerja turnover Karyawan yang puas terhadap pekerjaannya memiliki tingkat turnover yang rendah. Sebaliknya jika karyawan tidak puas terhadap pekerjaannya akan keluar dari perusahaan untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Hal ini tidak baik untuk perusahaan karena dengan banyaknya karyawan yang keluar dari perusahaan maka akan menimbulkan tingginya biaya untuk perekrutan karyawan kembali. 4. Kepuasan kerja terhadap perilaku kewarganegaraan karyawan OCB- Organizational Citizenship Behavior Karyawan yang puas tampaknya mungkin akan lebih berbicara positif tentang organisasi, membantu karyawan lain dan jauh melebihi harapan yang normal dalam pekerjaan mereka.

2.1.9 Pengungkapan ketidakpuasan karyawan

Robbins 2003 menyatakan bahwa ketidakpuasan karyawan dapat dinyatakan dengan sejumlah cara, misalnya dari pada berhenti, karyawan dapat mengeluh, tidak patuh, mencuri milik organisasi, atau mengelakkan sebagian dari tanggung jawab mereka. Pengungkapan ketidakpuasan karyawan bisa disampaikan dalam empat cara, yaitu: 1. Respon Voice: dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi mencakup saran perbaikan membahas masalah-masalah dengan atasan dan beberapa bentuk kegiatan karyawan. 2. Respon Loyalty: pasif tapi optimis menunggu membaiknya kondisi. Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang tepat. 3. Respon Neglect: secara pasif membiarkan kondisi memburuk. Termasuk kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi dan tingkat kekeliruan yang meningkat. 4. Respon Exit: perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi. Mencakup pencarian posisi baru maupun menerima berhenti. Perilaku exit dan pengabaian meliputi atribut-atribut kinerja produktivitas, kemangkiran dan keluarnya karyawan. Tetapi model ini mengembangkan respon karyawan yang melibatkan suara dan kesetiaan, perilaku-perilaku konstruktif yang memungkinkan individu mentolerir situasi yang tidak menyenangkan atau menghidupkan kembali kondisi kerja yang memuaskan. Model tersebut membantu untuk memahami situasi, seperti yang sering dijumpai di antara pekerja berserikat buruh dimana kepuasan kerja yang rendah digandeng dengan tingkat keluar masuknya karyawan yang rendah. Karyawan sering mengungkapkan ketidakpuasan lewat prosedur keluhan atau lewat perundingan kontak yang formal. Mekanisme suara ini memungkinkan karyawan untuk melanjutkan pekerjaan sementara meyakinkan diri mereka bahwa mereka sedang bertindak memperbaiki situasi.

2.2 Turnover Intention