2.6. Penelitian Terdahulu
Harni 1994 menyatakan bahwa ada korelasi positif antara pendapatan responden dengan pemanfaatan penolong persalinan atau makin tinggi pendapatan
responden cenderung akan memanfaatkan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan. Temuan Harni 1994 didukung oleh Azwar 1996, di mana tingginya
AKI di Indonesia disebabkan berbagai faktor, antara lain faktor obstetrik kebidanan langsung dan faktor sosial, ekonomi, demografi dan kultural,
kebiasaan bersalin secara tradisinal atau yang dilakukan di rumah dan masih rendahnya kondisi sosial ekonomi penduduk dapat ditunjuk sebagai anteseden
dari kematian ibu. Sugiharti 2001 mengemukakan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara status ekonomi dengan pemanfaatan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan, dimana ibu dengan status ekonomi kurang mampu mempunyai
kecenderungan 2,640 kali lebih tinggi dalam memanfaatkan tenaga non kesehatan sebagai penolong persalinan dibandingkan ibu dengan status ekonomi mampu.
Elfindri 2003, menyatakan bahwa peningkatan kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan derajat kualitas manusia, kesehatan sebagai modal
dimana investasi kesehatan bermakna secara mikro untuk meningkatkan nilai stok manusia, berupa ketahan fisik dan intelejensia, serta investasi kesehatan dapat
mengurangi penyusutan nilai stok manusia. Perbaikan kesehatan yang terusmenerus akan menuju pada suatu keadaan yang sehat.
Trisnantoro 2004, menyatakan bahwa Analisis Pembiayaan Kesehatan yang Bersumber dari Pemerintah melalui District Health Account di Kabupaten
Sinjai. terjadi peningkatan pembiayaan kesehatan sejak tahun 1998 sampai 2002 di Kabupaten Sinjai diperoleh dari pemerintah. Sebelum desentralisasi peran
pemerintah pusat dalam kesehatan keuangan adalah tinggi 11, persen sampai 60 persen, tetapi setelah desentralisasi, meningkat 24 persen menjadi 83 persen.
Cardiman 2006, menyatakan bahwa Belanja aparatur dan belanja publik APBD berpengaruh secara signifikan terhadap PDRB per kapita. Penerapan
otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 2001 mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PDRB per kapita, tetapi pengaruh tersebut bersifat negatif,
Rasio alokasi belanja aparatur dan belanja publik terhadap APBD Kota Bekasi periode 1983-2005 masing-masing 49,33 persen dan 50,67 persen.
Yuanita 1992, menyatakan faktor- faktor yang mempengaruhi angka kematian ibu adalah, tingkat pendidikan dan aksesibilitas pelayanan kesehatan,
wanita dengan tingkat pendidikan rendah cenderung nikah diusia muda, hal ini berdampak pada kematian ibu karena rendahnya tingkat kesadaran terhadap
pentingnya menjaga kesehatan sewaktu hamil. Faktor kesulitan mengakses fasilitas kesehatan berakibat penanggulangan terhadap kematian ibu sulit
dilakukan karena masyarakat sulit menjangkau pusat layanan kesehatan yang telah disediakan, ketika masyarakat membutuhkan.
Aryastami2006, menyatakan bahwa alokasi dan realisasi anggaran Kesehatan Ibu dan Bayi tahun 2005 di Kota Kupang, proporsi dana untuk
kegiatan program Kesehatan Ibu dan Bayi terhadap total anggaran kesehatan. Dengan menggunakan metode analis data District Health Account DHA.
Hasilnya Pengalokasian anggaran untuk kegiatan pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi perlu dihitung secara benar, ditambah dan atau direlokasi dalam upaya
mempercepat penurunan angka kematian Ibu dan Bayi. Sebagai program prioritas, perlu dialokasikan anggaran secara cukup, tepat sasaran serta dihitung
berdasarkan kebutuhan. Huda 2007, memperlihatkan proporsi ibu yang melahirkan tidak
disarana kesehatan lebih besar daripada ibu yang melahirkan di sarana kesehatan, yang potensial berdampak pada kematian ibu. Prinsip dasar pelayanan kesehatan
ibu adalah setiap persalinan baik yang terjadi di rumah ataupun di sarana kesehatan harus mendapat pertolongan oleh petugas kesehatan yang terlatih
sehingga tidak terjadi komplikasi obstetri. Manalu 2007, menyatakan bahwa APBD Kesehatan berpengaruh kuat
terhadap perubahan indikator-indikator derajat kesehatan. Artinya semakin besar alokasi dana APBD Dinas Kesehatan semakin tercapai indikator-indikator derajat
kesehatan secara optimum dan sebaliknya apabila semakin rendah alokasi dana APBD untuk Dinas Kesehatan semakin lambat pula tercapainya indikator derajat
kesehatan. Ternyata alokasi dana APBD untuk Dinas kesehatan Kabupaten Bengkalis rata-rata selama lima tahun 2001-2006 hanya mencapai 1,28 persen.