Uji Kointegrasi Pendugaan Model Penawaran CPO Jangka Pendek

Berdasarkan hasil uji pada Tabel 5.1, maka perlu dilanjutkan dengan uji akar unit pada first difference. Uji ini dilakukan sebagai konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada derajat nol atau I0. Hasil uji akar unit tingkat derajat terintegrasi satu I1 atau first difference semua data bersifat stasioner, hal tersebut dikarenakan nilai ADF-nya lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata 10 persen. Hasil uji akar unit derajat satu atau I1 dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Hasil Uji Akar Unit pada Tingkat First Difference Variabel Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon Prob. Keterangan 1 5 10 Ln_Y -6,6179 -3,7115 -2,9810 -2,6299 0,0000 Stasioner Ln_A -3,9095 -3,7115 -2,9810 -2,6299 0,0063 Stasioner Ln_PD -6,6801 -3,7240 -2,9862 -2,6326 0,0000 Stasioner Ln_PS -3,6123 -3,7114 -2,9810 -2,6299 0,0126 Stasioner Ln_ER -5,5902 -3,7115 -29810 -2,6299 0,0001 Stasioner Sumber : Lampiran 3

5.2. Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi merupakan salah satu bentuk uji dalam model dinamis, dimana tujuan dari uji tersebut adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan jangka panjang diantara variabel-variabel yang diamati. Variabel-variabel dikatakan saling terkointegrasi jika ada kombinasi linier diantara variabel-variabel yang tidak stasioner dan residual dari kombinasi linier tersebut harus stasioner. Hasil uji stasioneritas terhadap residual regresinya dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Hasil Uji Akar Unit terhadap Residual Persamaan Regresi Variabel Nilai ADF Nilai kritis MacKinnon Prob Keterangan 1 5 10 ECT -3,7065 -2,6534 -1,9539 -1,6096 0,0006 Stasioner Sumber : Lampiran 5 Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 5.3, residual dari persamaan regresi stasioner pada tahap level pada selang kepercayaan 10 persen. Hal ini dapat dilihat dari nilai statistik ADF yang lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon. Dengan demikian hasil uji stsioneritas terhadap residual semakin menguatkan bahwa diantara variabel-variabel yang digunakan terdapat kointegrasi. Uji kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka panjang yang stabil antara variabel-variabel yang terintegrasi pada derajat yang sama. Uji kointegrasi Engle-Granger ini digunakan untuk mengestimasi hubungan jangka panjang antara penawaran CPO Indonesia terhadap luas areal A, harga domestik CPO PD, harga solar PS, dan nilai tukar ER sehingga didapatkan persamaan penawaran CPO Indonesia dalam jangka panjang.

5.3. Pendugaan Model Penawaran CPO Jangka Pendek

ECM digunakan untuk melihat perilaku jangka pendek dari persamaan regresi dengan mengestimasi dinamika Error Correction Term ECT. Hasil ECM yang terbaik dari pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Hasil Estimasi ECM Variabel Koefisien t-Statistik Prob. DLN_Y-1 0.7971 4.7200 0.0003 DLN_A 0.6977 4.7005 0.0003 DLN_A-1 -0.5706 -2.8949 0.0111 DLN_PD -0.0109 -0.1852 0.8556 DLN_ER -0.0968 -1.5774 0.1356 DLN_PS 0.2028 4.4475 0.0005 DLN_PS-2 -0.1245 -2.8038 0.0134 ECT-1 -0.8978 -3.5330 0.0030 AR1 -0.6599 -3.1237 0.0070 Adjusted R-squared 0.5775 Sumber : Lampiran 7 Persamaan Error Correction Model untuk penawaran CPO yang diperroleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: ∆Ln_Y = 0,7971∆Ln_Y t-1 + 0,6977 ∆Ln_A t – 0,5706∆Ln_A t-1 – 0,0109 ∆Ln_PD t – 0.0968∆Ln_ER t + 0,2028 ∆Ln_PS t – 0,1245 ∆Ln_PS t-2 – 0,8978ECT t-1 + [ AR1 = -0,6599] 5.1 Berdasarkan persamaan jangka pendek tersebut dapat diketahui bahwa variabel produksi CPO 1 tahun sebelumnya, luas areal perkebunan kelapa sawit, luas areal perkebunan kelapa sawit 1 tahun sebelumnya, harga solar, harga solar 2 tahun sebelumnya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel produksi CPO Indonesia pada selang kepercayaan 10 persen. Sedangkan variabel harga domestik CPO dan nilai tukar berpengaruh tidak signifikan pada selang kepercayaan 10 persen. Nilai R 2 pada model mencapai 0,5775 yang artinya sebesar 57,75 persen keragaman penawaran CPO Indonesia telah dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang digunakan dalam model, sedangkan sisanya sebesar 42,25 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Produksi CPO satu tahun sebelumnya memberikan pengaruh positif terhadap penawaran CPO Indonesia. Hal ini terjadi karena CPO merupakan produk turunan dari kelapa sawit yang merupakan tanaman yang mempunyai masa tenggang waktu antara menanam dan memanen, sehingga tingkat produksi CPO satu tahun sebelumnya akan menentukan tingkat penawaran CPO. Apabila produksi CPO satu tahun sebelumnya pertumbuhannya meningkat sebesar 1 persen, cateris paribus, maka akan menyebabkan peertumbuhan penawaran CPO sebesar 0,80 persen. Luas areal kelapa sawit mempengaruhi penawaran CPO Indonesia secara positif dalam jangka pendek. Hal ini dikarenakan luas areal akan secara langsung mempengaruhi besarnya produksi suatu komoditi, semakin luas areal yang digunakan untuk perkebunan kelapa sawit, maka produksi CPO yang dihasilkan juga akan meningkat. Besarnya pertumbuhan penawaran CPO apabila dikaitkan dengan nilai dugaan parameternya jika disumsikan terjadi pertumbuhan luas areal kelapa sawit sebesar 1 persen, cateris paribus adalah sebesar 0,70 persen. Luas areal kelapa sawit 1 tahun sebelumnya berpengaruh negatif terhadap penawaran CPO Indonesia. Artinya, ketika pertumbuhan luas areal pada 1 tahun sebelumnya berkurang, maka pertumbuhan penawaran CPO meningkat. Hal ini terjadi karena penurunan pertumbuhan luas areal pada tahun sebelumnya, akan mengurangi pertumbuhan produksi CPO. Keadaan ini akan mendorong terjadinya kenaikan harga, dan peningkatan penawaran oleh pelaku pasar untuk dapat memperoleh keuntungan yang lebih. Besarnya pertumbuhan penawaran CPO apabila dikaitkan dengan nilai dugaan parameternya jika diasumsikan terjadi penurunan pertumbahan luas areal kelapa sawit sebesar 1 persen, cateris paribus adalah sebesar 0,57 persen. Harga solar mempengaruhi penawaran CPO Indonesia secara positif dalam jangka pendek. Penawaran CPO Indonesia akan meningkat ketika harga solar mengalami peningkatan. Nilai koefisien harga solar sebesar 0,20 yang artinya peningkatan pertumbuhan harga solar sebesar 1 persen akan menyebabkan pertumbuhan penawaran sebesar 0,20 persen, cateris paribus. Solar merupakan barang substitusi dari BBN biodiesel dari CPO. Sehingga kenaikan harga solar akan menyebabkan para konsumen bahan bakar beralih dari menggunakan bahan bakar solar menjadi bahan bakar biodiesel. Peningkatan permintaan biodiesel akan meningkatkan permintaan terhadap CPO, sehingga penawaran CPO juga meningkat. Nilai koefisien harga solar 2 tahun sebelumnya adalah 0,12. Artinya bahwa harga solar tahun sekarang sangat dipengaruhi oleh harga solar 2 tahun sebelumnya. Jika harga solar tahun sekarang meningkat sebesar 1 persen, maka kenaikan tersebut disebabkan oleh penurunan harga solar 2 tahun sebelumnya yaitu sebesar 0,12 persen. Harga solar dua tahun sebelumnya mempengaruhi penawaran CPO secara negatif dalam jangka pendek. Jika harga solar dua tahun sebelumnya turun sebesar 1 persen, cateris paribus maka akan menyebabkan pertumbuhan penawaran CPO sebesar 0,16 persen. Variabel harga domestik CPO dan nilai tukar berpengaruh tidak signifikan terhadap penawaran CPO dalam jangka pedek, karena nilai probabilitasnya lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 10 persen. Variabel harga domestik dan nilai tukar tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap penawaran CPO karena perilaku ketiga variabel ini belum mencapai keseimbangan dalam jangka pendek. Selain itu, perubahan harga domestik dalam jangka pendek belum dapat memberikan respon terhadap penawaran CPO karena masih ada pertimbangan dari para pelaku pasar untuk merubah perilaku terhadap penawaran jika terjadi perubahan harga. Nilai koefisien Error Correction Term ECT sebesar -0,89 menunjukkan bahwa disequilibrium periode sebelumnya terkoreksi pada periode sekarang sebesar 0,89 persen. ECT menunjukkan seberapa cepat equilibrium tercapai kembali ke dalam keseimbangan jangka panjang. Nilai koefisien AR1 sebesar -0,66 menunjukkan lag optimal yang dapat mengatasi masalah asumsi klasik.

5.4. Uji kebaikan Model Untuk Jangka Pendek