Irigasi Perusahaan Daerah Air Industri Status Quo Irigasi 85 Persen Listrik Perencana Sosial Listrik Manfaat Marjinal Nilai Air

Karena air untuk sektor pertanian, perusahaan daerah air minum, dan industri melalui saluran yang sama, maka diasumsikan bahwa air dari sumber setempat seluruhnya digunakan untuk irigasi sektor pertanian, sedangkan air baku untuk perusahaan daerah air minum dan industri diasumsikan bersumber dari waduk Juanda. Selama 7 tahun dari tahun 2001 ─2007, rata-rata air dari Waduk Juanda outflow untuk menunjang kebutuhan di hilir diperlukan air sebesar 5.193 miliar m3, sedangkan rara-rata air yang dipasok ke Perusahaan Air Minum DKI Jakarta sebesar 0.392 miliar m3. Rata-rata air dipakai untuk kepentingan irigasi, baik di Tarum Timur, Tarum Utara maupun Tarum Barat, ternyata sawah memerlukan air sebesar 8 000 m 3 Tabel 14. Rata-Rata Jumlah Air dari Wilayah ke Sektor Tahun 2001-2007 per hektar per musim tanam Balai Klimat Sukamandi, Jawa Barat. Jumlah air ini sebagian dari Waduk Juanda dan sumber setempat tergantung kepada waktu tanamnya. No. Sektor Rata-rata Air ke Sektor miliar m 3 Waduk Tarum Timur Tarum Utara Tarum Barat 1. Pembangkit Listrik Tenaga Air 5.159 - - -

2. Irigasi

- 1.908 1.921 1.869

3. Perusahaan Daerah Air

Minum KabupatenKota - 0.003 0.006 0.033

4. Industri

- 0.060 0.036 0.052

5. Perusahaan Air Minum

DKI - - - 0.392 Jumlah 5.159 1.971 1.963 2.346 Sumber: Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2008 Menurut Perusahaan Umum Jasa Tirta II, pada musim tanam rendeng, yaitu bulan Oktober-Maret, sebesar 70 persen menggunakan sumber setempat dan selebihnya menggunakan air dari Waduk Juanda. Sementara itu pada musim tanam gadu, yaitu bulan April-September, sebesar 70 persen berasal dari Waduk Juanda. Benefit yang diperoleh dari sub sektor pertanian tanaman padi setiap tahunnya seluas 242 000 hektar dalam 2 kali tanam dan per hektar menghasilkan 5 ton gabah kering giling GKG, dan jika harga gabah Rp. 3 000 per ton maka akan didapat sebesar Rp. 7 triliun.

6.7 Perusahaan Umum Jasa Tirta II

6.7.1 Dasar Hukum

Setelah berlakunya Undang ─Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, dimana pengelolaan diistilahkan dengan pengusahaan sumber daya air, tercantum ketentuan dalam pada Pasal 45 yang menyatakan bahwa: 1. Pengusahaaan sumber daya air diselenggarakan dengan memperhatikan fungsi sosial dan kelestarian lingkungan hidup. 2. Pengusahaan sumber daya air yang meliputi satu wilayah sungai hanya dapat dilaksanakan oleh badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah di bidang sumber daya air atau kerja sama antara badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah. 3. Pengusahaan sebagaimana dimaksud dapat berbentuk: 1 penggunaan air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang ditentukan dalam perizinan; 2 pemanfaatan wadah air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang ditentukan dalam perizinan; danatau 3 pemanfaatan daya air pada suatu alokasi tertentu sesuai persyaratan yang ditentukan dalam perizinan. Dalam Peraturan Pemerintah PP Nomor 94 Tahun 1999 tentang Perusahaan Umum Jasa Tirta II, dinyatakan bahwa maksud pendirian perusahaan adalah menyelenggarakan pemanfaatan umum atas air dan sumber-sumber yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak serta melaksanakan tugas-tugas tertentu yang diberikan oleh pemerintah dalam pengelolaan daerah aliran sungai. Tugas-tugas tersebut antara lain menyediakan air irigasi untuk areal sawah seluas 296 000 hektar yang terdiri dari Daerah Irigasi Utara Jatiluhur atau disebut Daerah Irigasi Jatiluhur yang merupakan daerah irigasi teknis seluas kurang lebih 240 000 hektar dan Daerah Irigasi Selatan Jatilur merupakan daerah irigasi semi teknis seluas 56 000 hektar. Kedua daerah irigasi itu dikelola Perusahaan Umum Jasa Tirta II dalam rangka memenuhi Ketahanan Pangan Nasional. Di samping itu, menyangkut kegiatan penyuluhan lingkungan dan tugas- tugas lain yang berkaitan dengan perlindungan, pengembangan, dan penggunaan sungai dan atau sumber-sumber air juga diminta melaksanakan pengembangan air dan sumber air dengan memperhatikan berbagai aspek, antara lain, konservasi sumber daya air, kuantitas dan kualitas air, lingkungan sungai, penanggulangan banjir, dan kekeringan, serta pengelolaan infrastruktur prasarana dan sarana pengairan Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2008.

6.7.2 Tugas, Wewenang Perusahaan Umum Jasa Tirta II

Daerah Irigasi Jatiluhur dikelola oleh berbagai institusi, antara lain Pemerintah Pusat, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum yang diwakili oleh Balai Besar Wilayah Sungai Citarum BBWS Ciratum, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air PSDA Provinsi Jawa Barat dan Dinas Bidang Pekerjaan Umum Kabupaten, dan Perusahaan Umum Jasa Tirta II. Menurut Undang-Undang, Daerah Irigasi yang strategis dan luasnya lebih dari 3 000 hektar seperti Daerah Irigasi Jatiluhur, tanggung jawabnya berada di Pemerintah Pusat. Balai Besar Wilayah Sungai Citarum yang mewakili Pemerintah Pusat mempunyai tugas merehabilitasi, membangun infrastruktur baru atau pengembangan Daerah Irigasi Jatiluhur dan rehabilitasi serta mengerjakan pekerjaan infrastruktur air dimana Dinas Prasana Sumber Daya Air atau Perusahaan Umum Jasa Tirta II tidak mampu menanganinya. Dinas Prasana Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat mempunyai tugas menangani pemeliharaan pada jaringan sekundernya, sedangkan untuk jaringan tersier ditangani oleh Dinas Dinas Bidang Pekerjaan Umum Kabupaten Kabupaten. Pembiayaan yang ditangani Balai Besar Wilayah Sungai Citarum menggunakan dana APBN, yang ditangani oleh Dinas Prasana Sumber Daya Air menggunakan dana APBNAPBD, yang ditangani Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten dengan APBD Kabupaten. Sementara itu seluruh operasi dan pemeliharaan serta pengelolaan air mulai dari waduk, saluran induk primer sampai dengan sektor pengguna dilaksanakan oleh Perusahaan Umum Jasa Tirta II. Pembiayaan Perusahaan Umum Jasa Tirta II bukan dari APBN, tetapi dari pendapatan menjual listrik, air baku ke perusahaan daerah air minum kabupatenkota dan industri. Perusahaan Umum Jasa Tirta II diberi kewenangan untuk menarik iuran biaya jasa pengelolaan sumberdaya air dan menjual listrik yang tarifnya ditetapkan oleh Pemerintah.

6.7.3 Penerimaan dan Pembiayaan Perusahaan Umum Jasa Tirta II

Penerimaan yang dikelola Perusahaan Umum Jasa Tirta II digunakan untuk membayar operator pintu dan pemeliharaan kecil-kecilan dan pintu karena banjir pada jaringan primer, sekunder, walaupun bangunannya bersifat darurat atau sementara. Sedangkan bangunan permanennya dilaksanakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Citarum pada tahun anggaran brikutnya karena dananya kemungkinan belum dianggarkan di APBN yang sedang berjalan. Seperti dijelaskan di atas bahwa biaya yang dikeluarkan dari Perusahaan Umum Jasa Tirta II berasal dari iuran biaya jasa pengelolaan sumberdaya air dan menjual listrik, sedangkan dari Pemerintah melalui APBN tidak ada sumbangan. Bantuannya melalui APBN yang melaksanakan Balai Besar Wilayah Sungai Citarum. Air di Daerah Irigasi Jatiluhur 80 ─90 persennya untuk kepentingan irigasi, tetapi tidak dapat dipungut biaya jasa pengelolaan sumberdaya air alias gratis. Dari laporan akuntasi Perusahaan Umum Jasa Tirta II, biaya untuk sektor pembangkit listrik tenaga air, Perusahaan Air Minum DKI Jakarta, irigasi, perusahaan daerah air minum kabupatenkota, dan industri dibagi dua yaitu biaya tetap fixed cost dan biaya tidak tetap variable cost. Yang termasuk biaya tetap atau biaya usaha adalah biaya yang harus disediakan agar perusahaan tetap dapat beroperasi dan biaya untuk pegawai, biaya umum dan administrasi, biaya ekologi lingkungan serta biaya kantor, serta biaya penyusutan aktiva tetap. Yang termasuk biaya tidak tetap adalah biaya pemeliharaan, biaya bahan dan perlengkapan misalnya biaya bahan bakarpelumas, biaya bahan kimia, rupa-rupa bahan, bahan sparepart . Biaya riset dan pengembangan yaitu biaya latihanup grading dan biaya perencanaan dan penelitian Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2008. Setiap tahun Perusahaan Umum Jasa Tirta II membuat Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan RKAP yang kemudian disahkan oleh Kementerian BUMN setelah dikonsultasikan oleh kantor Pusat Perusahaan Umum Jasa Tirta II. Hal ini sebelumnya dibahas antara Kantor Pusat Perusahaan Umum Jasa Tirta II dengan Divisi. Selanjutnya dalam pelaksanaannya oleh masing-masing Balai atau Divisi, misalnya Divisi I yang mempunyai wilayah KabupatenKota Bekasi. Biaya-biaya untuk Divisi II Balai di Karawang yang mempunyai wilayah Kabupaten Karawang. Biaya-biaya untuk Divisi III Balai di Subang yang mempunyai wilayah Kabupaten Subang dan sebagian Indramayu. Biaya-biaya untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air digunakan untuk mengoperasikan dan memelihara Pembangkit Listrik Tenaga Air agar dapat beroperasi sehingga dapat memproduksi listrik yang akan dipasok ke PT PLN dan dipakai sendiri. Volume air untuk pasokan irigasi, Perusahaan Air Minum DKI Jakarta, perusahaan daerah air minum kabupatenkota dan industri dapat diketahui, walaupun menggunakan saluran yang sama, tetapi biaya-biaya di Perusahaan Umum Jasa Tirta II tidak dapat diketahui di mana biaya untuk irigasi, perusahaan daerah air minum kabupatenkota dan industri. Oleh karena itu, dalam pembahasan di sini biaya tiap-tiap sektor diasumsikan proporsional dengan volume air yang digunakan di sektor masing-masing. Jadi biaya-biaya yang dikeluarkan dari Perusahaan Umum Jasa Tirta II digunakan untuk operasi dan pemeliharaan darurat, agar dapat bermanfaat untuk air irigasi, industri, dan perusahaan daerah air minum kabupatenkota yang barsumber dari Biaya jasa pengelolaan sumberdaya air BJPSDA yang diterima dari industri dan perusahaan daerah air minum kabupatenkota. Air untuk irigasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, biaya jasa pegelolaan sumberdaya air tidak boleh dipungut, sehingga air untuk irigasi tidak memberikan pendapatan atau benefit untuk Perusahaan Umum Jasa Tirta II. Apabila dilihat secara keseluruhan maka Perusahaan Umum Jasa Tirta II telah mendapatkan pendapatan yang didapat dari menjual listrik ke PLN dan menjual air baku ke Perusahaan Air Minum DKI Jakarta. Keuntungan tersebut yang terpenting untuk kembali untuk dipakai operasi dan pemeliharaan sumberdaya air, jadi prinsip pengusahaan air, hasilnya harus kembali ke air. Tabel 15. Biaya OperasiPemeliharaan dan Penerimaan Perusahaan Umum Jasa Tirta II tahun 2001 ─2007 Tahun Biaya OperasiPemeliharaan dan Penerimaan Perusahaan Umum Jasa Tirta IIRp miliar Pembangkit Listrik Tenaga Air Perusahaan Air Minum DKI Jakarta Taruma Utara C R P C R P C R P 2001

11.90 78.90

67.00 7.00

20.80 13.70

7.90 1.50

-6.40 2002

15.10 92.30

77.20 7.60

25.60 18.00

7.10 1.60

-5.50 2003

20.00 60.10

40.20 8.30

35.60 27.30

8.30 1.70

-6.60 2004

24.00 84.10

60.10 9.10

36.90 27.70

8.70 1.80

-6.90 2005

28.10 116.00

87.90 10.60

46.60 36.00

10.80 2.30

-8.50 2006

25.50 113.00

87.40 10.80

56.80 45.90

12.10 2.60

-9.50 2007

20.40 107.70

87.30 11.10

56.60 45.50

12.60 2.30

-10.30 Jumlah 145.00 652.10 507.10 64.50 278.90 214.10

67.50 13.80

-53.70 Tahun Taruma Timur Taruma Barat Total C R P C R P C R P 2001

3.10 1.50

-1.70 4.30

1.60 -2.70

34.20 104.30

69.90 2002

3.00 1.50

-1.50 3.30

1.90 -1.30

36.10 122.90

86.90 2003

4.30 1.70

-2.60 3.90

0.70 -3.10

44.80 99.80

55.20 2004

5.30 3.80

-1.50 5.80

5.30 -0.50

52.90 131.90

78.90 2005

7.80 4.10

-3.70 8.10

5.90 -2.20

65.40 174.90

109.50 2006

8.50 4.20

-4.30 3.00

6.20 3.20

59.90 182.80

122.70 2007

8.30 3.90

-4.30 11.20

6.30 -4.80

63.60 176.80

113.40 Jumlah 40.30

20.70 -19.60

39.60 27.90

-11.40 356.90 993.40 636.50 Keterangan: C: Biaya; R: pendapatan, P: Profit = R-C Sumber: Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2008

6.7.4 Penetapan Tarif Air

Biaya jasa pengelolaan sumberdaya air untuk irigasi menurut Undang- Undang Nomor 7 tersebut, tidak boleh dipungut alias gratis dari Biaya jasa pengelolaan sumberdaya air oleh Perusahaan Umum Jasa Tirta II. Berikut contoh pada Tabel 12 untuk tarif listrik, Perusahaan Air Minum DKI Jakarta, perusahaan daerah air minum kabupatenkota, dan industri dari tahun 2001 ─2007. Terlihat bahwa tarif untuk listrik dan Perusahaan Air Minum DKI Jakarta meningkat terus, sedangkan tarif untuk perusahaan daerah air minum kabupatenkota dan indutri selama 5 tahun tidak mengalami kenaikan. Dengan tarif tersebut dapat memberikan pendapatan kepada Perusahaan Umum Jasa Tirta II untuk biaya operasi dan pemeliharaan infrastruktur waduk, saluran, bendung, pembangkit listrik tenaga air, dan lain-lain. Tabel 16. Tarif Listrik, Perusahaan Air Minum DKI Jakarta, Perusahaan Daerah Air Minum KabupatenKota, Industri, dan Irigasi tahun 2001 ─2007 No . Tarif Satuan Tarif per Satuan Menurut Sektor PenggunaRpsatuan Keterang -an 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

1. Listrik

Rpkwh 79.00

86.50 102.76

117.01 124.48 134.74 138.77

2. Perusahaa

n Air Minum DKI Jakarta Rpm 50.00 3

57.50 72.50

80.00 100.00

122.00 127.23

3. Perusahaan

Daerah Air Minum Kabupaten Kota Rpm 23.00 3

23.00 45.00

45.00 45.00 45.00 45.00

4. Industri

Rpm 23.00 3

23.00 50.00

50.00 50.00 50.00 50.00

5. Irigasi

Rpm 0.00 3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air Sumber: Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2008

6.8 Kehilangan Air di Daerah Irigasi Jatiluhur

Jaringan irigasi Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun pemerintah tahun 1957 ─1967. Jadi jaringan itu sudah berumur kurang lebih 45 tahun, sudah banyak terjadi kerusakan karena kemungkinan biaya untuk pemeliharaan dirasakan tidak memadai di samping perkembangan jumlah penduduk, dan perkembangan industri. Oleh karena itu banyak terjadi kerusakan yang mengakibatkan kebocoran di saluran. Nippon Koei 2006 memperkirakan bahwa efisiensi penggunaan saluran untuk irigasi di Tarum Timur sebesar 65 persen, Tarum Utara sebesar 75 persen, dan Tarum Barat sebesar 65 persen. Sementara itu kehilangan air untuk saluran induk di Tarum Timur, Tarum Utara, dan Tarum Barat masing-masing sebesar 5 persen, sedangkan kehilangan air di saluran sekunder di Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat masing-masing sebesar 20 persen Tabel 17. Tabel 17. Rekapitulasi Asumsi Efisiensi Irigasi dn Saluran Induk Saluran induk Efisiensi irigasi persen Kehilangan di saluran sekunder persen Kehilangan di saluran induk persen Efisiensi bendung Curug e irr L SC L PC e OVL Saluran Tarum Timur 65 20 5 0.516 Saluran Tarum Utara 75 20 5 0.595 Saluran Tarum Barat 65 20 5 0.516 Sumber : Nippon Koei, 2006 Daya tampung normal untuk Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat sebesar 80 m 3 per detik. Tetapi, karena sedimentasi, saluran bocor, penyempitan, pintu-pintu rusak, dan perbuatan masyarakat, saluran induk Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat daya tampungnya tinggal 50 ─60 m 3 per detik, sedangkan saluran dari Bekasi ke Pompa Air Baku daya tampungnya 16 ─17 m 3 per detik Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2008. Menurut Tenaga Senior Perusahaan Umum Jasa Tirta II, Ir. Azban Basiran 2008, Waduk Juanda diperkirakan sedimentasinya relatif kecil sehingga masih mampu menampung air sebesar 2.25 miliar m 3 , karena sedimennya sudah ditampung di hulu yaitu Waduk Saguling dan kemudian Waduk Cirata. Dalam kondisi normal Waduk Juanda mampu menampung 2.25 miliar m 3 .

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

7.1 Net Social Benefit dari Fungsi Obyektif

7.1.1 Nilai Obyektif Setiap Skenario

Fungsi obyektif optimal manfaat sosial bersih yang dihitung dengan nilai sekarangpresent value selama horizon waktu dari tahun 2010–2025 yang dihasilkan oleh GAMS dilihat pada Tabel 23. Secara umum pada skenario untuk kuota irigasi, makin berkurang penggunaan air untuk irigasi atau makin banyak penggunaan air untuk nonirigasi makin tinggi nilai fungsi objektif manfaat sosial bersihnya. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan 10 persen pada setiap skenario perencana sosial, air untuk irigasi 85 persen, 80 persen, 70 persen, atau 60 persen, nilai obyektif manfaat sosial bersihnya mengalami peningkatan. Pada tingkat diskonto 5 persen baik untuk tingkat pertumbuan 5 persen maupun 10 persen, nilai obyektif manfaat sosial bersihnya paling baik. Bahkan, pada skenario pertumbuhan ekonomi 10 persen dan tingkat diskonto 5 persen fungsi obyektif manfaat sosial bersihnya lebing tinggi bila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen. Lebih spesifik, fungsi obyektif manfaat sosial bersih pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen dan tingkat diskonto 5 persen yang dibuat dengan skenario perencana sosial yaitu sebesar Rp 8.82 triliun dibandingkan fungsi obyektif manfaat sosial bersihnya pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen yang dibuat dengan skenario perencana sosial fungsi obyektif manfaat sosial bersihnya sebesar Rp 5.27 triliun. Manfaat sosial bersih dari hasil fungsi obyektif optimal perencana sosial akan dipakai sebagai ceiling atau batas atas karena dianggap sebagai the best solution yang tidak mungkin dapat dicapai Syaukat, 2000. Skenario status quo atau kuota irigasi 85 persen akan dipakai sebagai dasar pembanding skenario yang lain. Secara persentasi, apabila dilihat dari sisi skenario status quo, pada kuota air untuk irigasi 60 persen, fungsi obyektif manfaat sosial bersih sebesar 130 persen ─148 persen. Fungsi obyektif manfaat sosial bersih skenario kuota air untuk irigasi 70 persen yaitu sebesar 126 persen ─13κ persen di atas skenario status quo. Fungsi obyektif manfaat sosial bersih skenario kuota air untuk irigasi 80 persen yaitu sebesar 113 persen ─134 persen di atas skenario status quo. Fungsi obyektif manfaat sosial bersih skenario perencana sosial di atas skenario lainnya yaitu sebesar 187 persen ─212 persen di atas skenario status quo Tabel 18.. Tabel 18. Nilai Sekarang Total Manfaat Sosial Bersih Fungsi Obyektif Setiap Skenario 15 10 5 15 10 5 1. Status Quo Irigasi 85 569 740 1 237 400 4 725 700 421 900 813 630 2 637 500 2. Skenario Kuota Air 1 Perencana Sosial 1 168 400 2 423 100 8 827 600 894 650 1 703 000 5 273 800 2 Irigasi 80 723 360 1 488 100 5 348 100 564 650 1 040 800 3 187 900 3 Irigasi 70 753 710 1 709 500 6 912 700 539 310 1 021 500 3 466 700 4 Irigasi 60 832 840 1 720 300 6 138 600 625 090 1 185 700 3 690 900 1. Status Quo Irigasi 85 569 740 1 237 400 4 725 700 421 900 813 630 2 637 500 2. Skenario Kuota Air 1 Perencana Sosial 205 196 187 212 209 200 2 Irigasi 80 127 120 113 134 128 121 3 Irigasi 70 132 138 146 128 126 131 4 Irigasi 60 146 139 130 148 146 140 Tingkat Diskonto Skenario Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 10 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Total Manfaat Bersih Optimum Rp juta Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Status Quo Irigasi 85 Hasil dari model ASDIJ diantaranya adalah manfaat sosial bersih Net Social Benefit optimal yaitu jumlah dari manfaat sosial bersih sesuai dengan yang direncanakan yaitu selama 16 tahun 2010 ─2025. M anfaat sosial bersih adalah selisih antara total benefit dikurangi dengan total biaya untuk setiap sektor dihitung berdasarkan skenario kuota air untuk irigasi 85 persen, 80 persen, 70 persen, 60 persen dan perencana sosial untuk setiap sektor. Yang dimaksud dengan skenario perencana sosial adalah perhitungannya tidak dengan kuota, tetapi diserahkan kepada sistem dari ASDIJ. Hasil manfaat sosial bersih dari perencana sosial dipakai sebagai ‘ceiling solution’ atau batas atas skenario yang lain dan dianggap sebagai ‘the best solution’. Sedangkan batas bawah base line diambil dari manfaat sosial bersih berdasarkan skenario yang dianggap mendekati keadaan sekarang yaitu kuota air untuk irigasi sebesar 85 persen. Hasil output dari model ASDIJ adalah sebagai berikut: 1 Tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen pada tingkat diskonto 5 persen Skenario air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, 85 persen dan perencana sosial, hasil output dari model ASDIJ berturut-turut memberikan manfaat sosial bersih sebesar Rp 6.14 triliun, Rp 6.91 triliun, Rp 5.35 triliun, Rp Rp 4.73 triliun, dan Rp 8.83 triliun yang kesemuanya lebih besar dari pada manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen. Dari kelima skenario tersebut semua memberikan manfaat sosial bersih yang positif dalam arti bahwa jumlah manfaat bersih lebih besar dari jumlah biaya yang diperlukan untuk memproduksi air sampai dengan dipasok kepada pengguna. Di sini output skenario perencana sosial, hasil manfaat sosial bersih paling besar dibandingkan skenario lainnya dan skenario kuota air untuk irigasi 85 persen atau status quo hasilnya paling kecil dibandingkan skenario lainnya. Tabel 18. 2 Tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen pada tingkat diskonto 5 persen Skenario air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, 85 persen dan perencana sosial, hasil output dari model ASDIJ berturut-turut memberikan manfaat sosial bersih sebesar Rp 3.69 triliun, Rp 3.47 triliun, Rp 3.19 triliun, Rp Rp 2.64 triliun, dan Rp 5.27 triliun yang kesemuanya lebih besar dari pada manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen. Dari kelima skenario tersebut semua memberikan manfaat sosial bersih yang positif dalam arti bahwa jumlah manfaat bersih lebih besar dari jumlah biaya yang diperlukan untuk memproduksi air sampai dengan dipasok kepada pengguna. Di sini output skenario perencana sosial, hasil manfaat sosial bersih paling besar dibandingkan skenario lainnya dan skenario kuota air untuk irigasi 85 persen atau status quo hasilnya paling kecil dibandingkan skenario lainnya. Tabel 18 Manfaat sosial bersih dari 1 tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen pada tingkat diskonto 5 persen lebih besar dari pada 2 tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen pada tingkat diskonto 5 persen untuk semua sknario dan tingkat diskonto. Dan semua tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat diskonto manfaat sosial bersih optimal mengalami pertumbuhan dari setiap skenario. Apabila dilihat kondisi perekonomian Indonesia saat ini yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen, batas bawah adalah kuota air untuk irigasi 85 persen atau status quo, dan batas atasnya adalah hasil sknario perencana sosial, yang memenuhi syarat sementara ini adalah kuota air untuk irigasi 80 persen, 70 persen, atau 60 persen. 3 Manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi Status Quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil output dari model ASDIJ adalah bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing berturut-turut mengalami kenaikan menjadi antara 130 persen ─146 persen, 132 persen─146 persen, 113 persen─127 persen, 187 persen ─206 persen. 4 Manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil output dari model ASDIJ adalah bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing berturut-turut mengalami kenaikan menjadi antara 140 persen ─148 persen, 126 persen ─131 persen, 113 persen─127 persen, 187 persen ─206 persen, 121 persen ─ 134 persen, 200 persen─212 persen. Dari keempat skenario tersebut dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan 10 persen dilihat dari sisi status quo semua memberikan manfaat sosial bersih diatas 100 persen. Disini output skenario perencana sosial, hasil manfaat sosial bersih paling besar persentasenya dibandingkan skenario lainnya, tetapi di atas skenario kuota air untuk irigasi 85 persen atau status quo. Semua skenario manfaat sosial bersih meningkat di atas skenario status quo dan paling atas manfaat sosial bersih scenario perencana sosial Tabel 18.

7.1.2 Efisiensi Ekonomi

Hasil hitungan manfaat sosial bersih status quo digunakan sebagai ‘based line‘ atau batas bawah, terlihat dari Tabel 19 yang pertama yaitu status quo akan digunakan untuk menganalisis skenario-skenario kuota air untuk irigasi 80 persen, 70 persen, 60 persen, dan perencana sosial. Tabel 19. Persentase Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum 15 10 5 15 10 5 1. Status Quo Irigasi 85 569 740 1 237 400 4 725 700 421 900 813 630 2 637 500 2. Skenario Kuota Air 1 Perencana Sosial 105 96 87 112 109 100 2 Irigasi 80 27 20 13 34 28 21 3 Irigasi 70 32 38 46 28 26 31 4 Irigasi 60 46 39 30 48 46 40 1. Status Quo Irigasi 85 -88 -74 4 725 700 -83 -69 2 637 500 2. Skenario Kuota Air 1 Perencana Sosial -75 -49 8 827 600 -90 -35 5 273 800 2 Irigasi 80 -85 -69 5 348 100 -88 -61 3 187 900 3 Irigasi 70 -84 -64 6 912 700 -100 -61 3 466 700 4 Irigasi 60 -82 -64 6 138 600 -92 -55 3 690 900 1. Status Quo Irigasi 85 35 52 79 421 900 813 630 2 637 500 2. Skenario Kuota Air 1 Perencana Sosial 31 198 235 894 650 1 703 000 5 273 800 2 Irigasi 80 28 83 103 564 650 1 040 800 3 187 900 3 Irigasi 70 40 110 162 539 310 1 021 500 3 466 700 4 Irigasi 60 33 111 133 625 090 1 185 700 3 690 900 Tingkat Diskonto Pertumbuhan Ekonomi 5 Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Status Quo Irigasi 85 Skenario Pertumbuhan Ekonomi 10 Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Tingkat Diskonto 5 Dilihat dari sisi efisiensi ekonomi persentase kenaikan manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen. Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil output dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing berturut-turut mengalami kenaikan antara 30 persen ─46 pe rsen, 32 persen─46 persen, 13 persen ─27 persen, 87 persen─105 persen. 1 Persentase tentang kenaikan manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen. Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil output dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing berturut-turut mengalami ketidakefisienan sebesar antara 40 persen ─48 persen, 26 persen ─31 persen, 21 persen─34 persen, 100 persen─112 persen apabila dilihat dari sisi staus quo. Persentase kenaikan manfaat sosial bersih yang paling besar adalah skenario perencana sosial yaitu yang menunjukkan tidak efisien antara 100 persen sampai dengan 112 persen. Ini berarti semua skenario yang menggunakan kuota diatas status quo tetapi dibawah perencana sosial. 2 Persentase kenaikan manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi Status Quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen. Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil output dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing berturut-turut mengalami kenaikan antara 30 persen ─46 persen , 32 persen─46 persen, 13 persen ─27 persen, 87 persen─105 persen. 3 Persentase manfaat sosial bersih bila dilihat dari manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 5 persen Pertama, apabila dilihat pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen. skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, terlihat bahwa pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen semua skenario manfaat sosial bersih setiap skenario secara persentase mengalami penurunan 49 persen ─κκ persen. Kedua, apabila dilihat pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen. skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, terlihat bahwa pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen semua skenario manfaat sosial bersih setiap skenario secara persentase mengalami penurunan 35 persen ─100 persen. Dilihat secara keseluruhan bahwa pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen manfaat sosial bersihnya lebih rendah dari pada manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 5 persen. Pada tingkat diskonto rendah akan memberikan manfaat sosial bersih lebih tinggi, sebaliknya tingkat diskonto semakin tinggi manfaat sosial bersih makin rendah. 4 Tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen menjadi 10 persen. Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, dari hasil output dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen menjadi 10 persen akan memberikan manfaat sosial bersih pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen menjadi 10 persen antara 28 persen ─235 persen. Kenaikan dari teringgi ke yang terendah adalah pada diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen.

7.1.3 BenefitCost Ratio

Metode perhitungan dalam analisis ekonomi diantaranya menggunakan Net present valueNPV dan Benefit Cost RatioBC Ratio dan Net benefitB-C. Komponnen cost dan komponen benefit dihitung present value nya berdasarkan kepada tingkat pertumbuhan 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen. Perbandingan antara benefit dan cost yang dihitung dengan membagi nilai present value komponen benefit dengan present value komponen cost dikatakan ekonomis apabila BC ratio lebih besar dari 1.0 Sjarief et al, 2003. Menurut perhitungan ASDIJ bahwa pada tingkat petumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen, BC ratio hasil perhitungan menurut skenario kuota air untuk irigasi 80 persen antara 1.39 ─ 1.61, dan BC ratio untuk skenario untuk kuota irigasi 85 persen antara 1.62 ─ 4.52 lebih besar daari pada skenario untuk kuota irigasi 80 persen. Untuk skenario air untuk irigasi berdasarkan perencana sosial BC ratio, 11 tahun pertama stabil di atas 1.0 tetapi tetap dibawah BC ratio skenario untuk kuota irigasi 85 persen dan 80 persen. Pada 4 tahun terakhir BC rasio perencana sosial menjadi antara 0.59 ─ 0.20 lebih kecil dari 1.0 sehingga tidak layak digunakan Gambar 14..

7.2 Alokasi Air Optimum

Jumlah air untuk irigasi selama 16 tahun 2010-2025 bahwa menurut skenario kuota air untuk irigasi 85 persen status quo, 80 persen, 70 persen, 60 persen, dan perencana sosial dengan jumlah air berturut-turut sebesar 76.2 miliar m 3 , 71.79 miliar m 3 , 62.74 miliar m 3 , 53.77 miliar m 3 dan 63.40 miliar m 3 Tabel 20. Jumlah air untuk irigasi skenario perencana sosial, dengan jumlah air untuk irigasi sebesar 63.40 miliar m 3 didekati oleh skenario kuota air untuk irigasi 70 persen dengan jumlah air sebesar 62.74 miliar m 3 . Sedangkan air untuk irigasi dengan skenario air untuk irigasi 60 persen dengan jumlah air sebesar 53.77 miliar m 3 dibawah skenario perencana sosial jumlah air sebesar 63.40 miliar m 3 Tabel 20. Jumlah Air selama 16 tahun 2010-2025 per Sektor Menurut Skenario pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen yang dianggap tidak mencukupi penggunan air untuk irigasi guna mempertahankan swasembada pangan. Jadi skenario air untuk irigasi 80 persen di atas skenario status quo atau skenario air untuk irigasi 85 persen yang memenuhi syarat kebijakan yang diusulkan. Jumlah Listrik Irigasi PDAM KK Industri PAM DKI Non Listrik Status Quo Irigasi 85 89 622 76 179 1 450 3 652 8 342 89 622 Perencana Sosial 91 998 63 397 8 552 9 617 10 431 91 998 Irigasi 80 90 527 71 698 4 805 4 387 8 732 89 622 Irigasi 70 90 527 62 735 6 572 8 490 11 825 89 622 Irigasi 60 90 527 53 773 10 766 11 789 13 294 89 622 Sektor juta m3 Skenario Jumlah alokai air selama 16 tahun 2010-2025 tiga skenario yaitu status quo, perencana sosial dan skenario untuk kuota irigasi 80 persen pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen dapat dilihat pada Tabel 21. Jumlah air untuk pengguna menurut skenario kuota air untuk irigasi 85 persen dibawah kuota air untuk irigasi 80 persen dan perencana sosial. Paling banyak menggunakan volume air adalah skenario perencana sosial. Dari jumlah air selama 16 tahun untuk semua skenario alokasi air untuk irigasi semakin berkurang, karena areal sawah semakin berkurang berubah fungsi menjadi daerah urban dan industri. Gambar 14. BC Ratio menurut Kuota Air untuk Irigasi 85 Persen, 80 Persen dan Perencana Sosial padTingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Pada skenario kuota air untuk irigasi 80 persen volume air untuk irigasi dialokasikan sebesar 71.7 miliar m 3 atau 80 persen, tetapi pada skenario perencana sosial air untuk irigasi dialokasikan hanya sebesar 63.4 miliar m 3 Sesuai perkembangan penduduk dan pertumbuhan industri di Daerah Irigasi Jatiluhur maka skenario perencana sosial memberi porsi untuk industri dan perusahaan daerah air minum kabupatenkota PDAM KK diberi alokasi kuota yang paling besar, sehingga alokasi kuota untuk irigasi berkurang. atau 69 persennya, selebihnya yaitu 31 persen dialokasikan untuk non irigasi. Berdasarkan kuota yang paling layak seperti yang telah diuraikan di 7.1.1 dan mempunyai BC ratio paling baik adalah kuota untuk irgasi sebesar 80 persen. Dengan kuota air untuk irigasi 80 persen, semua alokasi air untuk setiap sektor dapat terpenuhi, masih menghasilkan nilai air yang dapat menguntungkan pengguna maupun pengelola, dan memberikan manfaat sosial bersih optimal kepada pengelolanya. Menurut perencana sosial, alokasi untuk irigasi pada awalnya alokasi optimum sebesar 4 680 juta m 3 yang dapat mengairi sawah seluas 292.5 ribu hektar asumsi per hektar memerlukaan air 8 000 m 3 dan 1 tahun 2 kali tanam, tetapi pada tahun 2025 alokasi air untuk irigasi tinggal 3.2 juta m 3 atau hanya mampu mengairi sawah seluas 201.2 ribu hektar sawah. Hal ini diperkirakan bahwa semula untuk irigasi perlahan-lahan air beralih fungsi untuk nonpertanian, karena pertumbuhan urban dan industri yang membutuhkan bahan baku air lebih banyak. Tabel 21. Tabel Alokasi Air Optimal Berdasar Status Quo, Perencana Sosial dan Kuota Air Irigasi 80 Persen untuk Tiap Sektor pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Sektor 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 Jumlah

1. Status Quo Irigasi 85 Persen Listrik

6 529 6 405 6 281 6 158 6 034 5 911 5 787 5 663 5 540 5 416 5 292 5 169 5 045 4 921 4 798 4 674 89 622 Irigasi 5 549 5 444 5 339 5 234 5 129 5 024 4 919 4 814 4 709 4 604 4 498 4 393 4 288 4 183 4 078 3 973 76 179 PDAM KK 146 138 129 121 113 104 96 89 83 76 69 63 58 55 55 55 1 450 Industri 285 277 270 263 256 249 242 234 226 218 209 201 192 181 173 173 3 652 PAM DKI 549 546 542 539 536 533 530 526 522 519 515 511 507 502 492 473 8 342 Jumlah 6 529 6 405 6 281 6 158 6 034 5 910 5 787 5 663 5 540 5 416 5 292 5 169 5 045 4 921 4 798 4 674 89 622

2. Perencana Sosial Listrik

6 668 6 546 6 423 6 301 6 178 6 056 5 934 5 811 5 689 5 566 5 444 5 321 5 199 5 077 4 954 4 832 91 998 Irigasi 4 680 4 588 4 495 4 401 4 307 4 211 4 115 4 019 3 921 3 823 3 724 3 625 3 524 3 423 3 322 3 219 63 397 PDAM KK 640 625 610 595 581 566 552 539 525 512 499 486 474 462 450 438 8 552 Industri 646 639 632 625 619 613 607 601 596 591 586 581 577 572 568 565 9 617 PAM DKI 702 694 687 679 672 666 659 653 647 641 635 630 624 619 615 610 10 431 Jumlah 6 668 6 546 6 423 6 301 6 178 6 056 5 934 5 811 5 689 5 566 5 444 5 321 5 199 5 077 4 954 4 832 91 998

3. Irigasi 80 Persen Listrik

6 595 6 470 6 345 6 220 6 095 5 970 5 845 5 720 5 596 5 471 5 346 5 221 5 096 4 971 4 846 4 721 90 527 Irigasi 5 223 5 124 5 025 4 926 4 827 4 728 4 629 4 531 4 432 4 333 4 234 4 135 4 036 3 937 3 838 3 739 71 698 PDAM KK 486 468 448 428 406 383 359 332 305 275 243 210 174 136 96 55 4 805 Industri 431 417 402 386 368 350 329 307 283 257 228 198 165 129 91 47 4 387 PAM DKI 389 396 406 418 432 450 470 493 521 552 587 626 670 719 773 832 8 732 Jumlah 6 529 6 405 6 281 6 158 6 034 5 910 5 787 5 663 5 540 5 416 5 292 5 169 5 045 4 921 4 798 4 674 89 622 Keterangan: Jumlah untuk non listrik Menurut skenario perencana sosial, pada awalnya alokasi air optimum untuk nonpertanian hanya 1 985 juta m 3 atau 29.8 persen, tetapi pada tahun 2025 kebutuhan air untuk non pertanian menjadi 1 613 juta m 3 atau 33 persen air dari air tersedia pada tahun 2025 sebesar 4 832 juta m 3 Berdasarkan informasi dari Perusahaan Umum Jasa Tirta II sampai saat ini pemanfaatan air sekitar diatas 12 000 m Tabel 21. Para pakar di bidang sumberdaya air mengemukakan bahwa inefisiensi terjadi pada sektor pertanian, karena pasokan air disamping petani tidak memberikan kontribusi ke pengelola demikian juga pemberian air ke sawah tidak dapat diukur dengan baik. 3 hektartanam. Menurut Balai Klimat Sukamandi kebutuhan air per hektar sebesar 8 000 m 3 Dari hasil perencana sosial ini menunjukkan bahwa tidak mungkin alokasi air optimum untuk irigasi dapat diterapkan, karena air untuk irigasi sangat penting untuk ketahanan pangan. Jadi yang dapat diterapkan adalah alokasi air untuk kuota air irigasi 80 persen dimana pada tingkat pertumbuhan 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen. Air untuk irigasi pada tahun 2025 tersedia 3 739 juta m3 setara areal sawah 233.7 ribu hektar. Dengan alokasi air untuk irigasi dengan kuota 80 persen telah memberikan manfaat sosial bersih, alokasi dan nilai air optimal bagi pengguna dan pengelolanya untuk perkembangan kebutuhan air dari Waduk Juannda sampai dengan tahun 2025. hektartanam. Jadi di sektor pertanian terjadi inefisiensi penggunaan air cukup besar. Di bidang non pertanian pemakaian air cukup efisien, karena disamping pemakaiannya demikian juga penggunaannya dapat terukur dengan baik, demikian juga pengguna mau membayar dengan tarif air yang ditetapkan pemerintah yang nilainya cukup besar.

7.3 Nilai Air Berdasarkan Manfaat Marjinal

7.3.1 Nilai Air Irigasi

Model yang digunakan untuk menghitung kewajiban pelayanan umum menggunakan model Alokasi Sumberdaya Air Daerah Irigasi Jatiluhur ASDIJ. Dari model ini perencana sosial telah menghitung nilai air optimum untuk irigasi. Rata-rata selama 16 tahun nilai air di Tarum Timur sebesar Rp 42.21m 3 , nilai air di Tarum Utara sebesar Rp 43.86m 3 dan nilai air di Tarum Barat Rp 41.27m 3 . Secara keseluruhan nilai air untuk irigasi rata-rata sebesar Rp 42.24m 3 Menurut Undang-Uundang tentang Sumberdaya Air Tahun 2004, tidak dibayar oleh penggunanya. Sehingga ada kewajiban Pemerintah untuk menggantinya. Bila air untuk irigasi selama tahun 2010 ─2025 rata-rata sebesar 3.96 miliar m Tabel 22. 3 Jadi masih ada kekurangan biaya untuk operasi dan pemeliharaan irigasi sebesar Rp 167.4 miliartahun. Hal ini menyebabkan kualitas operasi dan pemeliharaan untuk saluran irigasi semakin berkurang. Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum telah menganggarkan untuk perbaikan irigasi Daerah Irigasi Jatiluhur pada tahun 2010 sebesar Rp 100 miliar.. tahun, maka nilai air sebesar Rp 167 miliartahun harus digantikan oleh pemerintah.

7.3.2 Nilai Air Perusahaan Daerah Air Minum KabupatenKota

Model yang digunakan untuk menghitung nilai air perusahaan daerah air minum kabupatenkota, industri dan listrik adalah model alokasi sumberdaya air Daerah Irigasi Jatiluhur ASDIJ. Dari model ini perencana sosial menghitung nilai air optimum untuk semua pengguna. Nilai air optimum perusahaan daerah air minum kabupatenkota, industry dan listrik terlihat pada Tabel 22. Rata-rata nilai air untuk perusahaan daerah air minum kabupatenkota di Tarum Timur sebesar Rp 154.9m 3 , di Tarum Utara sebesar Rp 157.11m 3 , di Tarum Barat sebesar Rp 220.17m 3 Rata-rata nlai air optimum Tarum Timur, Tarum Utara, dan Tarum Barat sebesar Rp 177.36m . 3 lebih besar dari tarif air yang ditetapkan pemerintah untuk perusahaan daerah air minum kabupatenkota mulai tahun 2010 sebesar Rp 45m 3 . Selisihnya, sebesar Rp 132.36m 3 harus ditanggung oleh pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat memasok air ke perusahaan daerah air minum kabupatenkota di Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat. Apabila air yang digunakan untuk perusahaan daerah air minum kabupatenkota rata-rata sebesar 535 juta m 3

7.3.3 Nilai Air Industri

tahun, maka total penerimaan dari perusahaan daerah air minum kabupatenkota sebesar Rp 94.8 miliartahun, sedangkan penerimaan dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 24.1 miliar, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp 70.6 miliar yang harus ditanggung pemerintah. Rata-rata nilai air untuk industri di Tarum Timur sebesar Rp 263.49m 3 , di Tarum Utara sebesar Rp 278.0m 3 , di Tarum Barat sebesar Rp 283.4m 3 Tabel 22. Rata-rata nilai air optimum untuk industri di wilayah Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat sebesar Rp 274.9m 3 lebih besar dari tarif air untuk industri yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 50m 3 Dengan rata-rata nilai air sebesar Rp 274.9m . 3 diharapkan pengelola dapat memenuhi kebutuhan air intuk industri dengan baik, mengingat pertumbuhan industri di wilayah ini semakin pesat, sehingga dapat membantu pertumbuhan ekonomi secara nasionl semakin baik. Tabel 22. Nilai Air Menurut Perencana Sosial pada Tingkat Pertumbuhaan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Rata-rata 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 per sektor Listrik-Juanda 20.60 22.00 23.50 25.09 26.80 28.62 30.57 32.65 34.87 37.24 39.77 42.48 45.37 48.46 51.75 55.27 35.32 35.32 Irigasi TT 25.84 27.45 29.15 30.97 32.89 34.93 37.11 39.41 41.86 44.46 47.23 50.16 53.28 56.59 60.11 63.84 42.21 Irigasi TU 27.28 28.92 30.66 32.51 34.47 36.55 38.75 41.08 43.56 46.18 48.96 51.91 55.04 58.35 61.87 65.60 43.86 42.44 Irigasi TB 25.92 27.45 29.07 30.79 32.60 34.53 36.57 38.73 41.02 43.44 46.01 48.73 51.60 54.65 57.88 61.30 41.27 PDAM KK TT 84.89 91.30 98.20 105.61 113.58 122.15 131.36 141.27 151.92 163.37 175.67 188.90 203.12 218.41 234.84 252.50 154.82 PDAM KK TU 84.92 91.48 98.54 106.15 114.34 123.16 132.66 142.89 153.91 165.77 178.54 192.29 207.10 223.04 240.21 258.69 157.11 177.36 PDAM KK TB 115.62 124.94 135.01 145.89 157.65 170.35 184.08 198.91 214.93 232.23 250.93 271.13 292.95 316.53 342.00 369.51 220.17 Industri TT 140.73 151.93 164.00 176.99 190.96 206.00 222.18 239.59 258.31 278.45 300.10 323.38 348.40 375.30 404.22 435.29 263.49 Industri TU 143.99 156.07 169.10 183.16 198.33 214.69 232.33 251.35 271.85 293.95 317.76 343.42 371.06 400.82 432.88 467.40 278.01 274.95 Industri TB 141.54 154.04 167.58 182.25 198.13 215.33 233.95 254.10 275.90 299.48 324.99 352.58 382.41 414.66 449.52 487.20 283.35 PAM DKI 170.25 183.72 198.24 213.92 230.84 249.09 268.78 290.04 312.97 337.71 364.41 393.22 424.31 457.85 494.04 533.1 320.16 320.16 Rata-Rata Sektor Wilayah Tahun Rpm3 Selisihnya, nilai air sebesar Rp 224.9m 3 harus ditanggung oleh pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat memasok air baku untuk industri di Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat. Apabila air yang digunakan untuk industri rata-rata sebesar 601 juta m 3

7.3.4 Nilai Air Perusahaan Air Minum DKI Jakarta

tahun maka total penerimaan dari industri sebesar Rp 165.2 miliartahun, sedangkan penerimaan pengelola dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 30.0 miliartahun, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp 135.2 miliartahun yang harus ditanggung pemerintah. Rata-rata nilai air untuk Perusahaan Air Minum DKI Jakarta sebesar Rp 320.16m 3 , lebih besar dari tarif air yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 122m 3 Tabel 22. Selisihnya, nilai air sebesar Rp 198.1m 3 harus ditanggung oleh Pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat memasok air Perusahaan Air Minum DKI Jakarta di Tarum Barat. Apabila air yang digunakan sebesar 632 juta m 3

7.3.5 Nilai Air Pembangkit Listrik Tenaga Air

tahun, maka total penerimaan dari PAM DKI sebesar Rp 208.7 miliartahun, sedangkan penerimaan pengelola dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 79.5 miliartahun, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp 129.2 miliartahun yang harus ditanggung Pemerintah. Rata-rata nilai air untuk listrik pembangkit listrik tenaga air sebesar Rp 35.3m 3 , lebih besar dari tariff air yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 28.1m 3 Tabel 22. Selisihnya, nilai air sebesar Rp 7.2m 3 harus ditanggung oleh Pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat memasok listrik ke PLN. Apabila air yang digunakan untuk listrik sebesar 5.75 miliar m 3 Berdasarkan hasil perhitungan seluruh nilai air di atas maka dapat dikatakan bahwa biaya operasi dan pemeliharaan yang masih harus ditanggung pemerintah rata-rata untuk irigasi seluruhnya sebesar Rp 99.5 miliartahun, perusahaan daerah air minum kabupatenkota sebesar Rp 85.6 miliartahun, industri sebesar Rp 164.8 miliartahun, Perusahaan Air Minum DKI Jakarta sebesar Rp 129.2 miliartahun dan listrik sebesar Rp 41.5 miliar Tabel 23.. Total kekurangan semua sektor pengguna sebesar Rp 520.6 miliarper tahun. Pada tahun 2010 Pemerintah telah mengeluarkan dana APBN yang disalurkan melalui Kementerian Pekerjaan Umum untuk perbaikan irigasi Daerah Irigasi Jatiluhur sebesar Rp 100 miliar pada tahun 2011, sehingga masih kekurangan Rp 420.6 miliartahun yang harus ditanggung Pemerintah. Kekurangan ini mengakibatkan layanan operasi dan pemeliharaan pasokan air untuk para penggunanya menjadi kurang optimal. tahun maka total penerimaan dari listrik sebesar Rp 203.1 miliartahun, sedangkan penerimaan pengelola dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 161.6 miliartahun, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp 41.4 miliartahun yang harus ditanggung pemerintah. Tabel 23. Penerimaan menurut Perencana Sosial dan Perusahaan Umum Jasa Tirta II Rata-rata Vol AirTh Perencana Tarif Perencana Tarif Nilai air Penerimaan juta m3 Sosial th 2010 Sosial th 2010 Rpm3 Rp juta Listrik 5 750 35.32 28.10 203 058 161 572 7.22 41 485 Irigasi 3 962 42.24 0.00 167 369 42.24 167 369 PDAM KK 535 177.36 45.00 94 803 24 054 132.36 70 750 Industri 601 274.95 50.00 165 259 30 052 224.95 135 206 PAM DKI 652 320.16 122.00 208 734 79 540 198.16 129 194 839 222 295 218 544 004 Jumlah Sektor Nilai Air Rpm3 Penerimaan Rp juta Selisih

7.4 Biaya Marjinal

Dalam pengelolaan sumber daya air yang bersifat intertemporal mengakibatkan pengelola melakukan pengelolaan sampai pada horizon waktu sehingga air sebagai sumber daya alam menjadi berkelanjutan. Pengelola menghadapi kurva penawaran dengan fungsi biaya total biaya produksi yang digunakan untuk menyalurkan atau memasok air kepada para penggunanya. Dalam konteks dinamik, nilai air akan maksimum pada saat nilai air sama dengan biaya marjinal ditambah dengan user cost marjinal dan tingkat diskonto sumber daya air tidak nol. Dalam pembahasan biaya marjinal rata-rata dilihat dari sisi perencana sosial pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen Tabel 24. adalah sebagai berikut: biaya rata-rata listrik sebesar Rp 21.21m 3 ; irigasi pertanian biaya rata-rata sebesar Rp 25.14m 3 ; biaya rata-rata perusahaan daerah air minum kabupatenkota sebesar Rp 155.63m 3 . Biaya rata-rata untuk industri sebesar Rp 253.18m 3 , dan biaya rata-rata Perusahaan Air Minum DKI Jakarta sebesar Rp 195.65m 3

7.5 Biaya Marjinal Pengguna

. Alokasi sumberdaya air merupakan proses pengambilan keputusan yang bersifat intertemporal. Hal ini karena air bukan saja merupakan modal yang pemanfaatannya tidak hanya ditentukan oleh produktivitas saja, namum juga menyangkut dimasa mendatang serta resiko dan ketidakpastian dan alokasi sumberdaya air itu sendiri, maka keputusan intertemporal juga menyangkut biaya pengguna user cost. Biaya pengguna menggambarkan surplus yang dapat Tabel 24. Biaya Marjinal Menurut Perencana Sosial pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Rata-rata 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 per sektor Listrik-Juanda 15.86 16.48 17.11 17.77 18.44 19.14 19.85 20.59 21.35 22.13 22.94 23.77 24.62 25.50 26.41 27.34 21.21 21.21 Irigasi TT 22.36 22.81 23.25 23.66 24.06 24.43 24.78 25.10 25.39 25.65 25.86 26.04 26.18 26.27 26.31 26.30 24.90 Irigasi TU 22.96 23.43 23.88 24.32 24.73 25.13 25.49 25.83 26.14 26.41 26.64 26.83 26.98 27.09 27.14 27.13 25.63 25.14 Irigasi TB 22.60 23.04 23.45 23.85 24.22 24.56 24.88 25.16 25.41 25.62 25.78 25.90 25.97 25.98 25.94 25.84 24.89 PDAM KK TT 81.90 86.90 92.23 97.92 103.98 110.45 117.36 124.74 132.63 141.05 150.06 159.69 169.99 181.02 192.82 205.47 134.26 PDAM KK TU 81.82 86.94 92.41 98.26 104.51 111.19 118.34 125.99 134.18 142.96 152.35 162.43 173.22 184.80 197.22 210.55 136.07 155.63 PDAM KK TB 111.55 119.31 127.66 136.63 146.28 156.66 167.83 179.85 192.79 206.72 221.73 237.91 255.34 274.13 294.38 316.23 196.56 Industri TT 135.14 145.22 156.08 167.80 180.43 194.06 208.77 224.64 241.76 260.25 280.21 301.76 325.03 350.16 377.30 406.62 247.20 Industri TU 136.09 146.58 157.93 170.19 183.45 197.78 213.28 230.04 248.17 267.78 288.99 311.95 336.79 363.68 392.77 424.27 254.36 253.18 Industri TB 135.76 146.49 158.10 170.68 184.30 199.06 215.05 232.38 251.16 271.51 293.57 317.49 343.42 371.53 402.02 435.09 257.98 PAM DKI 112.05 119.73 127.98 136.85 146.36 156.59 167.58 179.40 192.11 205.78 220.48 236.31 253.35 271.70 291.45 312.74 195.65 195.65 Keterangan: TT = Tarum Timur, TU = Tarum Utara, TB = Tarum Barat, KK = KabupatenKota Sektor Wilayah Tahun Rpm3 Rata-Rata diperoleh di masa mendatang jika pemilik atau pengelola sumberdaya memutuskan untuk ekstrasi kini ditunda sampai ke masa mendatang. Nilai user cost yang tersimpan di waduk menunjukkan perbedaan antara hasil optimasi dengan model ASDIJ dengan dasar dan skenario kuota. Biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna listrik sebesar Rp 14.11m 3 , biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk irigasi Rp 17.30m 3 . Biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk perusahaan daerah air minum kabupatenkota sebesar Rp 21.73m 3 , biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk industri Rp 21.77m 3 . biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk Perusahaan Air Minum DKI Jakarta Rp 124.50m 3 Biaya yang ditanggung pengguna air dari Perusahaan Air Minum DKI Jakarta paling besar yaitu 39 persen dari nilai airnya dan pengguna air untuk industri menanggung biaya pengguna air sebesar 8 persen-nya. Tabel 25. Komponen biaya marjinal pengguna yang dibebankan kepada pengguna. Semakin banyak pengguna memerlukan sumberdaya air semakin banyak terjadi eksternalitas yang mempengaruhi kelestarian infrastruktur. Hal ini karena murahnya tarif air yang ditetapkan pemerintah kepada sektor pengguna. Oleh karena itu perlu dilakukan internalisasi pengaruh kepada infrastruktur, sehingga pemanfaatan air dapat ditekan menjadi tidak berlebihan. Pajak juga dapat membantu mengurangi eksternalitas hal ini dimakasudkan agar dapat mengurangi ekternalitas. Tabel 25. Biaya Marjinal Pengguna Menurut Perencana Sosial pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Rata-rata 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 per sektor Listrik-Juanda 4.73 5.52 6.38 7.33 8.36 9.49 10.72 12.06 13.52 15.11 16.84 18.71 20.75 22.95 25.34 27.93 14.11 14.11 Irigasi TT 3.48 4.64 5.91 7.30 8.83 10.50 12.32 14.31 16.47 18.82 21.36 24.12 27.10 30.32 33.80 37.55 17.30 Irigasi TU 4.32 5.49 6.78 8.19 9.74 11.42 13.25 15.25 17.42 19.77 22.32 25.08 28.06 31.27 34.73 38.47 18.22 17.30 Irigasi TB 3.31 4.41 5.62 6.94 8.39 9.97 11.69 13.57 15.61 17.83 20.23 22.83 25.64 28.67 31.94 35.47 16.38 PDAM KK TT 2.99 4.40 5.96 7.69 9.60 11.69 14.00 16.52 19.29 22.31 25.62 29.21 33.13 37.39 42.02 47.04 20.55 PDAM KK TU 3.10 4.54 6.13 7.89 9.83 11.97 14.32 16.90 19.72 22.81 26.19 29.87 33.88 38.24 42.98 48.13 21.03 21.73 PDAM KK TB 4.07 5.63 7.35 9.26 11.37 13.70 16.25 19.06 22.14 25.51 29.20 33.22 37.62 42.40 47.61 53.28 23.60 Industri TT 5.58 6.72 7.92 9.19 10.53 11.94 13.42 14.95 16.55 18.19 19.89 21.62 23.37 25.14 26.91 28.67 16.29 Industri TU 7.91 9.48 11.17 12.97 14.88 16.91 19.05 21.31 23.69 26.17 28.77 31.47 34.26 37.15 40.10 43.13 23.65 21.77 Industri TB 5.77 7.55 9.48 11.57 13.83 16.27 18.90 21.72 24.74 27.98 31.42 35.10 39.00 43.13 47.50 52.11 25.38 PAM DKI 58.20 63.98 70.26 77.08 84.47 92.50 101.20 110.64 120.86 131.93 143.93 156.91 170.96 186.15 202.59 220.36 124.50 124.50 Keterangan: TT = Tarum Timur, TU = Tarum Utara, TB = Tarum Barat, KK = KabupatenKota Sektor Wilayah Tahun Rpm3 Rata-Rata

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

8.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa simpulan: 1. Dengan telah dapat dibangunnya model ASDIJ sehingga dapat menjawab 1 alokasi air yang optimal untuk setiap sektor pengguna, 2 besaran nilai air persatuan unit yang optimal sehingga dapat memberikan keseimbangan harga air antara pengguna dan pengelola, dan 3 peningkatan manfaat sosial bersih yang optimal bagi pengelolanya. 2. Dengan model ASDIJ telah dapat menetapkan skenario yang paling baik diantara skenario-skenario untuk membuat alokasi air optimum terbaik yaitu pada kuota air untuk irigasi 80 persen. Dengan kuota ini, air irigasi untuk mengairi sawah seluas 240 ribu hektar dengan 2 kali tanam dalam 1 tahun dapat terjamin pasokan airnya untuk irigasi sehingga dapat menunjang stok pangan nasional dengan baik. 3. Dari beberapa skenario telah dapat diestimasi besarnya alokasi air untuk sektor irigasi sebesar 80 persen berarti berkurangnya alokasi air untuk irigasi yang semula sebesar 85 persen status quo, tetapi masih dapat menjamin akan kebutuhan air untuk irigasi. Air yang dialokasikan untuk non irigasi menjadi sebesar 20 persen, akan menunjang kebutuhan air untuk domestik dan industri yang meningkat terus sehingga kebutuhan air untuk irigasi dan non irigasi dapat memberikan keseimbangan dalam alokasi air. Dengan merealokasi air untuk irigasi menjadi non irigasi sebesar 5 persen 85 persen menjadi 80 persen, akan memberikan dampak kepada peningkatan manfaat sosial bersih bagi pengelolanya. Di pihak lain alokasi air untuk non irigasi tetap akan terjamin dalam arti akan memberikan manfaat bagi pengguna dan pengelolanya. 4. Dengan model ASDIJ, telah dapat ditetapkan besarnya nilai air yang terdiri dari biaya marjinal dan biaya marjinal pengguna marginal user cost yang optimal. Hal ini berarti bahwa sektor pengguna menanggung biaya marjinal dan biaya marjinal pengguna yang akan digunakan untuk menjaga kelestarian infrastruktur bangunan air dari kerusakan karena lingkungan. 5. Dengan estimasi alokasi air untuk irigasi sebesar 80 persen dan non irigassi 20 persen serta nilai air yang lebih besar dari tarif air yang ditetapkan pemerintah maka akan memberikan jumlah manfaat sosial lebih besar dibandingkan dengan menggunakan tarif yang ditetapkan pemerintah.

8.2 Saran Kebijakan

Berdasarkan hasil optimasi dan kondisi lapangan ada beberapa kebijakan yang perlu dipertimbangkan agar dapat tercapai alokasi sumberdaya yang mendatangkan kesejahteraan bagi pengguna, pengelola dan masyarakat: 1. Pemerintah perlu memberikan subsidi berupa kompensasi biaya kewajiban pelayanan umum public service obligation untuk menanggulangi kekurangan biaya operasi dan pemeliharaan sebesar selisih antara nilai air dengan tarif air yang berlaku kepada Perusahaan Umum Jasa Tirta II selama ini. 2. Pemerintah dalam menetapkan tarif air untuk sektor pengguna: Perusahaan Daerah Air Minum KabupatenKota, industri dan listrik sebaiknya merujuk kepada nilai air yang seharusnya diterima oleh pengelola maupun pengguna 3. Perusahaan Umum Jasa Tirta II di dalam mengelola air perlu memperhatikan alokasi air yang optimal pada setiap sektor agar kepentingan pengguna dan pengelola dapat terpenuhi dengan baik dan seimbang. 4. Perusahaan Umum Jasa Tirta II dalam mengalokasikan air berdasarkan kuota air untuk irigasi 85 persen dan 80 persen pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen dapat diterapkan, karena pengelola dan pengguna masih mendapatkan manfaat sosial.

8.3 Implikasi Kebijakan

Berdasarkan hasil optimasi dan kondisi di lapangan, ada beberapa kebijakan yang perlu dipertimbangkan agar dapat tercapai alokasi dan nilai sumberdaya air yang mendatangkan kesejahteraan bagi semua pengguna, pengelola dan masyarakat. 1. Dengan model ASDIJ yang dapat memberikan solusi kepada Perusahaan Umum Jasa Tirta II untuk mengefisienkan penggunaan air melalui alokasi dan nilai air untuk operasi dan pemeliharaan di Daerah Irigasi Jatiluhur. Hal ini akan memberikan manfaat bersih yang optimal pula kepada pengelolanya sehingga dapat berpengaruh kepada kebijakan fiskal yang dapat mengurangi beba anggaran pemerintah dalam menyediakan air bagi para penggunanya, terutama air untuk irigasi sebagai tanggung jawab pemerintah. 2. Alokasi air untuk irigasi pemanfaatannya masih dominan antara 80 persen sampai dengan 85 persen, sehingga Daerah Irigasi Jatiluhur masih tetap dapat dipertahankan sebagai penghasil pangan untuk ketahanan pangan. Demikian juga Daerah Irigasi Jatiluhur masih tetap dapat memasok air baku dengan baik untuk kebutuhan air baku perusahaan daerah air minum dan industri yang meningkat terus. Oleh karena itu, Perusahaan Umum Jasa Tirta II diharapkan agar meminta pemerintah untuk meningkatkan kapasitas saluran air yang dapat menjamin ketersediaan air bagi semua sektor pengguna air di Daerah Irigasi Jatiluhur. Hal tersebut dimaksudkan agar ketahanan pangan dapat dipertahankan dengan baik dan pertumbuhan eknomi melalui sektor industri di Daerah Irigasi Jatiluhur tidak akan bertumbuh dengan pesat, karena hal ini sangat berpengaruh baik kepada kebijakan fiskal maupun moneter. 3. Telah dapat dirumuskan besarnya nilai air untuk Daerah Irigasi Jatiluhur. Oleh karena itu, Perusahaan Umum Jasa Tirta II diminta mengusulkan kepada pemerintah agar meninjau kembali tarif air yang terlalu rendah agar dapat disesuaikan dengan kondisi yang wajar sesuai dengan perhitungan model ASDIJ. Dengan kenaikan tarif diharapkan penggunaan air akan menjadi lebih efisien dan sekaligus dapat membantu pemerintah dalam pemanfaatan air bagi para penggunanya, karena masyarakat ikut menanggung akan keberlanjutan infrastruktur yang telah dibangun. Hal ini akan berpengaruh kepada kebijakan fiskal pemeritah yang akan menambah biaya APBN untuk penyediaan air untuk irigasi yang menjadi tanggung jawab pemerintah. 4. Dapat diestimasi manfaat sosial bersih dengan berbagai pola alokasi. Manfaat sosial bersih yang diterima oleh Perusahaan Umum Jasa Tirta II akan selalu meningkat terus. Pola alokasi terbaik dan dapat diterapkan di Daerah Irigasi Jatiluhur adalah alokasi air untuk irigasi 80 persen sampai dengan 85 persen. Pilihan ini akan tetap memberikan manfaat sosial bersih bagi pengguna dan Perusahaan Umum Jasa Tirta II. Hal ini akan membantu meringankan tanggung jawab pemerintah yaitu dapat mengurangi beban APBN.

8.4 Saran Penelitian Lanjutan

Agar diperoleh model yang dapat menangkap semua fenomena yang ada, model ASDIJ dapat dikembangkan lebih lanjut dengan memasukkan, yaitu: 1. Memperluas pembuatan model untuk mencari nilai air yang sesungguhnya, dengan menambah variabel faktor investasi, biaya ekstrasi, biaya manajemen dan biaya lingkungan dimasukkan. 2. Memperluas pembuatan model dengan menambah variabel untuk mencari nilai air yang memberikan keseimbangan antar pengguna baik dari segi jarak maupun besaran penggunaan air. 3. Mempertajam kendala dengan menambah variabel sumberdaya yang ada di Daerah Irigasi Jatiluhur sehingga dapat memberikan output yang lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, L. 1999. Ekonomi Mikro, Ichtisar Teori Soal Jawab. BPFE, Yogyakarta. BPS . 2001. Jawa Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, Bandung. ──. 2002. Jawa Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, Bandung. ──. 2003. Jawa Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, Bandung. ──. 2004. Jawa Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, Bandung. ──. 2005. Jawa Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, Bandung. ──. 2006. Jawa Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, Bandung. ──. 2007. Jawa Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, Bandung. Barder, E. 2004. Mathematical Programming Models for Optimazing Irrigation Water Management in Agypt . Chrestian Albrechts Universitat, Kien. Brown, S. J., and D. S. Sibley, 1986. The Theory of Public Utility Pricing. Cambridge University Press, London. Chiang, A. C. 1992. Elements of Dynamic Optimization. McGraw-Hill, Singapore. Conrad, J. M. and C.W. Clark. 1995. Natural Resources Economics. Note and Problems. Cambridge University Press, Cambridge. ────. 1999. Resource Economics. Cambridge University Press, Cambridge. Dandekar, M. M. 1991. Pembangkit Listrik Tenaga Air. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Dinar, A. and A. Subrmanian. 1997. Water Pricing Experience: An International Perspective . World Bank Technical Paper No. 386, Washington, D.C. Dinar, A., Rosegrant M., and R. Meinzen Dick 1997. Water Allocation Mechanisms: Principles and Examples . Policy Research Working Paper 1779. World Bank, Washington, D.C. Directorate General of Water Resources. 2006. Main Report. Integrated Citarum Water Resources Management Program ICWRM. Ministry of Public Works. Government of Republic Indonesia, Jakarta. Doorenbos, J. and A. H. Kassam. 1979. Crop Yield vs Water. FAO Irrigation and Drainage Paper No. 33. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. Doorenbos, J. and W.O. Pruitt. 1977. Crop Water Requirement. FAO Irrigation and Drainage Paper No. 24. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. Dwiastuti, R. 2005. Pengelolaan Sumberdaya di Wilayah Tangkapan Air dalam Rangka Menunjang Kelestarian Bendungan Sutami dan Sengguruh. Disertasi Doktor. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Easter, K. W., M.W. Rosegrant, and A. Dinar, 1999. Formal and Informal Markets for Water: Institutions, Performance, and Constraints . The World Bank Reasearch Observer, 141: 99-116. Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. ──── . dan Anna Suzy. 2005. Pemodelan Sumber daya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gilmore, A., T. Magee, T. Fulp, and K. Strzepek, 2000. Multiobjective Optimization of the Colorado River . University of Colorado. Boulder. Hanley, N., J. F. Shogren, and B. White. 1997. Environmental Economics in Theory and Practice . Oxford University Press, London. Howe, C. W., D. R. Schurmeier, and W. D. Shaw, W. D. Jr. 1986. Innovative Approaches to Water Allocation: The Potential for Water Markets . Water Resources Research, 224: 439-445. Howitt, R.E. 1995. A Calibration Method for Agriculture Economic Production Models . Journal Agricultural Economics, 462:147-159. Irianto, G. dan B. Kartiwa 2000. Analisis Potensi dan Ketersediaan Air Berbasis DAS Berdasarkan Neraca Air DAS. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Johansson, R. C. 2000. Pricing Irrigation Water. A Literrature Survey. Policy Reasearch Working Paper 2449. Rural Development Department. World Bank, Washington, D.C. Katiandagho, T. M. 2007. Model Pengelolaan Sumber Daya Air dalam Kompetisi Antar Sektor di Wilayah Hilir Daerah Irigasi Jatiluhur: Pendekatan Otimasi Dinamik. Disertasi Doktor. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kemper, K. E. 1999. Institutional Frameworks in Succesful Water Markets. World Bank Technical Paper No. 427, Washington, D.C. Kennedy, J.O.S. 1986. Dynamic Programming Applications to Agriculture and Natural Resources . Elsevier Applied Science Publishers. London. McKinney, D. C., X. Cai, M. W. Rosegrant, C. Ringler, and C. A. Scott. 1999. Modelling Water Resources Management at the Basin Level: Review and Future Directions . System-Wide Institute Water Management SWIM Paper No. 6. International Water Management Institute, Colombo. ────, Leon S. Lasdon. 1999. Integrated Water Resources Management Moodel for The Syr Darya Basin . Central Asia Mission US Agency for International Development. Task Order No. 813. USAID. McKinney, D. C., A.G. Savitsky. 2003. Basic Optimization Models for Water and Energy Management . USAID Enviromental Pocies and Institutions for Central Asia Program, Tashkent. Molden, D., U. Amarasinghe, and I. Hussain. 2001. Water for Rural Development. Background Paper on Water for Rural Development . Prepared for the World Bank. Working Paper 32. International Water Management Institute, Colombo. Molden, D., J.R. Sakhtivadivel, and Z. Habib. 2001. Basin-Level Use and Productivity of Water. Examples from South Asia . Research Report 49. International Water Management Institute, Colombo. Nippon Koei. 2006. Integrated Citarum Water Resources Management Project ICWRMP. Ministry of Public Works. Government of Republic Indonesia, Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi. PT. Mediatama SaptakaryaPT.Medisa Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta. Perry, C.J. 1996. Alternative to Cost Sharing for Water Service to Agriculture in Egypt . Research Paper, No. 2. International Water Management Institute, Colombo. Randall, A. 1981. Resources Economics, An Economic Approach to Natural Resources and Environmental Policy . Second Edition. John Willey and Sons, New York. Ringler, C., N.V. Huy, T.V. Truong, N.C. Cong, D. D. Dung, N.T. Binh., X. Cai and M. Rosegrant. 2002. Irigation Investment, Fiscal Policy, and Water Resources Allocation in Indonesia and Vietnam . International Food Policy Research Institute Project No. 2635-000, RETA 5866. Asian Development Bank, Washington, D.C. Rosegrant, M.W., C. Ringler, D.C.McKinney, X. Cai, A. Keller, and G. Donoso. 2000. Integrated Economic-Hydrolic Water Modeling at the Basin Scale : The Maipo River Basin . Agricultural Economics Journal, 241 : 33-46. Rosegrant, M.W., M.S. Praisner, S. Meijer, and J. Witcover. 2001. Global Food Productions to 2020: Emerging Trends and Alternative Futures . International Food Policy Institute, Washington, D.C. Rosegrant, M.W., X. Cai, and S. Cline, S. 2002. World Water and Food to 2025: Dealing With Scarecity . International Food Policy Research Institute, Washington, D.C. ────. 2002. World Water and Food to 2025: Policy Respons to Threat of Scarcity . International Food Policy Research Institute, Washington, D.C. Rosenthal, R.E. 2008. GAMS-A User’s Guide. GAMS Development Corporation, Washington, D.C. Sampath, R.K., 1992. Issues in Irrigation Pricing in Developing Countries. Water Resources Bulletin, 27:745 - 751. Seckler, D.R., U. Amarangsihe, D. Molden , R. de Solva, and R. Barker. 1998. World Water Demand and Supply, 1990 to 2025: Scenarios and Issues, IWMI, Research Report 19, Colombo. Soenarno dan R.Sjarief. 1994. Tinjauan Kekeringan Berdasarkan Karakteristik Sumber Air di Pulau Jawa. Makalah pada Panel Diskusi Antisipasi dan Penanggulangan Kekeringan Jangka Panjang. PERAGI dan PERHIMPI, Sukamndi 26-27 Agustus 1994. Sosrodarsono, S. dan K. Takeda. 1978. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita, Jakarta. Spulberg, N., and A. Sabbaghi. 1994. Economist of Water Resources. Kluwer Academic Publishers, Norwell, Massachusetts. Sumaryanto. 2006. Iuran Irigasi Berbasis Komoditas sebagai Instrumen Peningkatan Efisiensi Penggunaan Air Irigasi: Pendekatan dan Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasinya. Disertasi Doktor. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sjarief, R. dkk 2003. Ekonomi Teknik Proyek Sumberdaya Air, Pengantar Praktis. PT. Mediatama Saptakarya dan Masyarakat Hidrologi Indonesia, Jakarta. Sustainable World Water Forum. 2000. Forum Report on Water and Economics of the Second World Water Forum, The Hague . Syaukat, Y. 2000. Economics of Integrated Surface and Groundwater Use Management in The Jakarta Region, Indonesia . Ph. D. Thesis. Faculty of Graduate Studies, University of Guelph, Guelph. Tiwari, D. and A. Dinar. 2000. Role and Use of Economic Incentieves in Irrigated Agriculture. Paper Presented at the ‘World Bank Workshop on Intitutional Reform in Irrigation and Drainage’. The World Bank, Washington, D.C., December 11, 2000. Tsur, Y., A. Dinar. 1997. The Relative Efficiency and Implementation Costs of Alternative for Pricing Irrigation Water . The World Bank Economic Review, 112: 243 - 262. ────. 1995. Efficiency and Equity Considerations in Pricing and Allocating Irrigation Water . The World Bank, Agriculture and Natural Resources Department, Agricultureal Policies Division, Washington, D.C. ────, A. Dinar, R.M. Doukkali, and T.L. Roe. 1997. Paper Efficiency and Equity Implications of Irrigation Water Pricing . Paper. Presented on International Seminar. “Les Politiques D’irrigation Considerations Micro Macro Economiques” Agadir – Maroc. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Vörösmarty, C. J., P. Green, J. Salisbury, and R,B. Lammers. 2000. Global Water Resources: Vulnerability from Climate Cahnge and Population Growth . Science 289, New York. Wichelns, D. 1998. “Economic Issues Regarding Tertiary Canal Improvement Programs, with an Example from Egypt ”, Irrigation and Drainage Systems, 12: 227 – 251. Wolter, H.W. and C.M. Burt. 1997. Concepts of Mdernization, In: Modernization of Irrigation Schemes: Past Experience and Future Options. Water Report 12, Food and Agriculture Organization, Rome. World Bank. 1982. Indonesia: Policy Options and Strategies for Major Food Crops. World Bank, Washington, D.C. Young, R. A. 2004. Determining the Economic Value of Water Concept and Methods . An RFF Press book, New York. ────. 1996. Measuring Benefits for Water Investment and Policies. World Bank Technical Paper No. 338, World Bank, Washington, D.C. Lampran 1 Tabel Manfaat Marjinal dan Biaya Maarjinal Pengguna Per Sektor Per Wilayah dari Status Quo pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Rata-rata 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 per sektor

1. Manfaat Marjinal Nilai Air

Listrik-Juanda 33.67 35.96 38.41 41.02 43.81 46.79 49.97 53.37 57.00 60.87 65.01 69.44 74.16 79.20 84.59 90.34 57.73 57.73 Irigasi TT 33.49 30.81 28.35 26.08 23.99 22.07 20.31 18.68 17.19 15.81 14.55 13.38 12.31 11.33 10.42 9.59 19.27 Irigasi TU 36.65 33.53 30.68 28.08 25.69 23.51 21.51 19.68 18.01 16.48 15.08 13.79 12.62 11.55 10.57 9.67 20.44 19.88 Irigasi TB 33.56 31.04 28.71 26.56 24.57 22.72 21.02 19.44 17.99 16.64 15.39 14.23 13.17 12.18 11.27 10.42 19.93 PDAM KK TT 72.61 77.98 83.75 89.95 96.61 103.76 111.43 119.68 128.54 138.05 148.26 159.24 171.02 183.68 197.27 211.87 130.86 PDAM KK TU 71.20 76.62 82.44 88.70 95.45 102.70 110.51 118.90 127.94 137.66 148.13 159.38 171.50 184.53 198.56 213.65 130.49 146.11 PDAM KK TB 93.37 100.84 108.91 117.62 127.03 137.20 148.17 160.03 172.83 186.66 201.59 217.71 235.13 253.94 274.26 296.20 176.97 Industri TT 145.29 156.04 167.58 179.99 193.30 207.61 222.97 239.47 257.19 276.23 296.67 318.62 342.20 367.52 394.72 423.93 261.83 Industri TU 145.26 156.30 168.18 180.96 194.71 209.51 225.43 242.57 261.00 280.84 302.18 325.15 349.86 376.45 405.06 435.84 266.21 270.21 Industri TB 149.10 161.03 173.92 187.83 202.86 219.08 236.61 255.54 275.98 298.06 321.91 347.66 375.47 405.51 437.95 472.99 282.59 PAM DKI 185.38 200.03 215.83 232.88 251.28 271.13 292.55 315.66 340.59 367.50 396.53 427.86 461.66 498.13 537.50 579.96 348.40 348.40

2. Biaya Marjinal Pengguna Listrik-Juanda