Asumsi-Asumsi Dasar Pemodelan Prof. Dr. Ir. W. H. Limbong, MS sebagai anggota Komisi Pembimbing yang

air tentang kebutuhan dan tarif air bakunya. Data sekunder berasal dari Perusahaan Umum Jasa Tirta II selaku pengelola, perusahaan daerah air minum dan industri serta keperluan air untuk irigasi. Adapun studi pustaka dari disertasi di pustaka IPB, teori, laporan-laporan dan literatur yang berkaitan dengan Daerah Aliran Sungai Citarum dan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Pengumpulan data hidrologi di Daerah Irigasi Jatiluhur untuk mendukung keperluan pengolahan dengan model yang akan menghasilkan alokasi air, manfaat sosial bersih dan manfaat marjinal serta bentuk-bentuk keluaran yang akan dihasilkan dari model yang dibuat. Data tersebut berkaitan dengan hidrologi dan ekonomi berupa estimasi fungsi permintaan dan fungsi penawaran Daerah Irigasi Jatiluhur. Yang dimaksud fungsi permintaan adalah fungsi manfaat marjinal dan fungsi penawaran adalah fungsi biaya marjinal. Data tersebut diperlukan agar dapat membantu proses pengolahan oleh komputer dengan menggunakan model yang sedang dibangun. Proses dengan model menghasilkan keluaran output berupa informasi yang diperlukan agar dapat memberikan kemudahan bagi pengelolannya dalam pengambilan keputusan.

5.3 Asumsi-Asumsi Dasar Pemodelan

5.3.1 Asumsi Sistem Irigasi

Penelitian ini dibatasi pada Sistem Irigasi di Daerah Irigasi Jatiluhur yang dimulai dari Waduk Juanda. Di hulu Waduk Juanda terdapat Waduk Saguling dan Waduk Cirata yang semuanya terletak di Sungai Citarum. Kedua waduk yang terakhir ini khusus untuk kepentingan produksi listrik dan dikelola oleh Perusahaan Listrik Negara. Sedangkan Waduk Juanda digunakan untuk kepentingan multiguna yaitu untuk melayani sektor-sektor irigasi, perusahaan daerah air minum kabupatenkota, industri dan Perusahaan Air Minum DKI Jakarta di wilayah Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat. Air yang keluar dari waduk Juanda sebelumnya digunakan untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik tenaga air. Apabila ketinggian air di waduk diatas 107 m, air dikeluarkan ke Sungai Citarum melalui pelimpas yang disebut ‘morning glory’. Apabila terjadi kekurangan air di hilir akibat rusaknya beberapa unit pembangkit, air di hilir dapat dikeluarkan dari waduk melalui pintu darurat ‘hollow jet’ sesuai dengan kebutuhan. Aliran air ke hilir Sungai Citarum setelah dari Waduk Juanda di Bendung Curug dibagi ke saluran-saluran induk Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat untuk memasok ke sektor-sektor pengguna di tiap-tiap wilayah. Air dari sumber setempat di sekitar wilayah, diasumsikan untuk kepentingan irigasi karena sektor pengguna perusahaan daerah air minum dan industri pada umumnya tidak mau menerima air dari sumber setempat karena kualitas airnya tidak baik. Hal tersebut berdampak terhadap biaya pengolahan yang menjadi mahal sehingga air baku yang diminta sektor perusahaan daerah air minum dan industri berasal dari Waduk Juanda.

5.3.2 Asumsi Perhitungan Air

Semua air yang diperlukan untuk sektor-sektor dalam perjalanannya di semua saluran induk diasumsikan mengalami kehilangan air baik karena perkolasi, perembesan, penguapan, kebocoran baaik akibat rusaknya pintu-pintu air atau ulah masyarakat maupun penggelontoran kota. Saluran induk diasumsikan mengalami kehilangan air 5 persen, saluran sekunder kehilangan air sebesar 20 persen dan efisiensi penggunaan air untuk irigasi sebesar 65 persen Nippon Koei, 2006. Kebutuhan air untuk air minum, air bakunya diolah sehingga tinggal 80 persennya untuk menjadi air bersih. Kebocoran air bersih diperkirakan 30 persen untuk perusahaan daerah air minum kabupatenkota dan 40 persen untuk Perusahaan Air Minum DKI Jakarta. Setiap pengguna atau pelanggan yang membutuhkan sambungan, satu keluarga rata-rata 5 orang dan untuk 1 orang membutuhkan air 160 ─250 liter per hari untuk rumah biasa di Kota Metropolitan dan Kota Sedang. Apabila diasumsikan rata-rata penggunaan air per orang 200 liter per hari, untuk 1 KK atau satu sambungan rumah dibutuhkaan 1 m 3 per pelanggan per hari. Kalau dinyatakan dalam 1 tahun 365 hari sama dengan 365 m 3 Kebutuhan air untuk irigasi menurut Perusahaan Umum Jasa Tirta II berdasarkan pengalamannya setiap hektar sawah per tanam membutuhkan air lebih dari 12 000 m per pelanggan per tahun. Departemen Pekerjaan Umum, 1995. 3 . Menurut Balai Klimat Sukamandi setiap hektar sawah membutuhkan air 8 000 m 3 per tanam, sedangkan menurut Balai Klimat Bogor, untuk tanah di Jawa setiap hektar sawah membutuhkan air 4 500 ─5 000 m 3 per tanam. Perlu diketahui bahwa areal sawah saat ini secara perlahan-lahan mulai berkurang, di wilayah Tarum Timur seluas 83 000 hektar, di wilayah TU seluas 89 000 Hektardan di wilayah Tarum Barat seluas 52 000 hektar. Seluruh areal sawah di Daerah Irigasi Jatiluhur yang semula seluas 242 000 hektar menjadi 224 000 hektar, karena menurut Perusahaan Umum Jasa Tirta II 2008 areal sawahnya semakin berkurang dari tahun ke tahun. Dari segi fisik saluran induk karena sudah berumur mengalami pendangkalan dan kerusakan badan salurannya. Bedasarkan informasi dari pihak Perusahaan Umum Jasa Tirta II bahwa daya tampung pada tiap-tiap saluran induk saat ini maksimum 56 m 3 detik. Apabila air yang dialirkan lebih dari daya tampungnya diperkirakan tanggulnya akan jebol yang walaupun saluran induk awal didisain mampu menampung air sebesar 80 m 3 detik. Oleh karena itu, menurut Nipon Koei 2006 telah terjadi kebocoran di saluran induk sehingga efisiensinya air di saluran induk diperkirakan 95 persen. Saluran Kali Malang sebagai terusan saluran induk Tarum Barat yang akan memasok air baku ke Perusahaan Air Minum DKI Jakarta hanya mampu menampung air sebesar 17.5 ─20.0 m 3

5.3.3 Asumsi Tinggi Muka Air Waduk Juanda

detik. Kebutuhan air minimum yang harus dipenuhi adalah memasok air baku untuk perusahaan daerah air minum dan industri di masing- masing wilayah karena kedua sektor tersebut sudah terikat dengan suatu perjanjian dengan pihak pengelola. Apabila terjadi kekurangan air untuk irigasi pertanian, digunakan air sumber setempat pada musim penghujan atau dipasok dari Waduk Juanda. Pada musim kering, pengaturan air irigasi dilakukan dengan cara pengaturan tanam gilir giring dari masa pembibitan, masa tanam, masa pertumbuhan tanaman sampai dengan masa panen. Untuk kondisi waduk sendiri diasumsikan bahwa tinggi muka air tma maksimum adalah +107 m dengan luas genangan 8.3 km 2 , volume tampungan 2.4 miliar m 3 . Dalam pengaturan air keluar waduk, tinggi muka air waduk tidak kurang dari 75 m tinggi minimum operasional pembangkit listrik tenaga air yang mempunyai tampungan air 579 juta m 3 Katiandagho, 2007. Apabila kurang dari ketinggian 75 m, turbin pembangkit listrik tenaga air tidak dapat memproduksi listrik. Pada ketinggian 75 m air waduk masih dapat digunakan untuk kepentingan sektor irigasi, pasokan air baku ke perusahaan daerah air minum dan industri sampai dengan ketinggian 47 m tampungan efektif waduk, sedangkan di bawah ketinggian 47 m adalah tampungan mati dead storage yang harus ada dan digunakan untuk keperluan teknis. Namun demikian, sepanjang sejarah Waduk Juanda dibangun, menurut Perusahaan Umum Jasa Tirta II, belum pernah terjadi mencapai ketinggian waduk sampai di bawah 75 m Gambar 11. voljuta m3 tma waduk 579 75 15 45 dead storage tinggi minimum operasional PLTA tinggi maksimum operasional 2450 107 Gambar 11. Tampungan dan Tinggi Muka Air Waduk Juanda Pembangkit listrik tenaga air diasumsikan minimal dapat dioperasikan 3 unit pembangkit atau setara dengan 90 m 3 detik air dikeluarkan dari waduk. Apabila terjadi kekurangan air yang keluar melalui pembangkit listrik tenaga air, untuk mengatasi kekurangan di sektor-sektor dilakukan dengan cara membuka hollowjet yang ada di Waduk Juanda diatur sesuai dengan keperluan penggunanya apakah sebesar 5 persen, 10 persen, atau 25 persen. Gambar 12. Perilaku Outflow Waduk Juanda Tahun 1993-2008 Asumsi yang lain, berdasarkan data dari pihak pengelola setiap tahunnya air yang masuk ke Waduk Juanda dari Sungai Citarum inflow dan air yang dikeluarkan dari Waduk Juanda outflow adalah sama. Rumusannya air di waduk stok pada tahun ke t+1 sama dengan stok ditambah dengan inflow dikurangi outflow pada tahun ke t. Perilaku air yang keluar outflow dari Waduk Juanda selama 16 tahun dari tahun 1993 ─2008 dibuat persamaan regresi linier seperti Gambar 12. untuk dipakai mengestimasi atau dipakai sebagai acuan inflow atau outflow waduk mulai tahun 2010. Perilaku outflow air dari waduk Juanda tahun 1993 ─2008 memperlihatkan secara keseluruhan bahwa pertumbuhan volumenya negatif. Limpas dari waduk melalui morning glory akan terjadi apabila tinggi muka air waduk diatas +107 m terjadi pada saat musim penghujan dengan curah hujan tinggi di daerah tangkapan air di Daerah Aliran Sungai Ciratum. Oleh karena itu, dalam penelitian ini diasumsikan tidak ada limpas. Inflow waduk bersumber dari Sungai Citarum hulu atau dari Waduk Saguling. Air sumber setempat dari catchment area daerah tangkapan Waduk Juanda hanya 380 km 2 atau 8 persen dari seluruh daerah tangkapan air di Aliran Sungai Citarum seluas 4 500 km 2

5.3.4 Asumsi Kategori Pengguna Air Waduk Juanda

Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2008 sehingga air dari sekitar Waduk Juanda diasumsikan kecil sekali. Data tersebut dapat dipakai untuk dimasukkan sebagai kendala dalam estimasi model. Pengguna air di Waduk Juanda dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu kelompok nonkonsumtif dan konsumtif. Kelompok nonkonsumtif yaitu pembangkit listrik tenaga air, kelompok konsumtif adalah sektor pertanian, Perusahaan Air Minum DKI Jakarta, perusahaan daerah air minum kabupaten kota, dan industri. Oleh karena saluran induk sudah tidak berfungsi dengan baik, maka menurut Nippon Koei 2006, saluran induk mempunyai efisiensi sebesar 95 persen, saluran sekunder efisiensinya 80 persen, dan irigasi efisiensi airnya 65 persen. Untuk kelompok nonkonsumtif, kuantitas dan kualitas air yang keluar dari waduk yang diperlukan di sektor-sektor diasumsikan sama. Kelompok konsumtif adalah kelompok yang menggunakan air, baik secara langsung maupun yang dipakai sebagai input sektor industri. Kualitas air yang disalurkan pengelola dengan yang diterima oleh pengguna kualitas airnya sama. Kelompok konsumtif ini dikategorikan dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok sektor pertanian dan nonpertanian urban. Pemisahan ini dibuat untuk membedakan pengguna konsumtif yang membayar kepada pengelola dan yang tidak membayar. Yang memberikan biaya jasa pengelolaan sumberdaya air kepada Perusahaan Umum Jasa Tirta II pada umumnya mengharapkan agar kualitas air lebih bagus, karena masih harus diolah lebih lanjut. Kalau kualitas airnya kurang bagus, biaya pengolahannya akan menjadi lebih besar. Kelompok nonkonsumtif selain sangat bergantung pada ketinggian air di waduk, juga bergantung pada kuantitas air yang dibutuhkan di wilayah hilir. Semakin banyak permintaan air di wilayah hilir, dan ketinggian waduk memenuhi syarat untuk menggerakkan turbin, semakin banyak juga turbin dapat dioperasikan dengan asumsi bahwa turbin tidak mengalami kerusakan. Kelompok nonkonsumtif ini juga tidak membayar jasa penyaluran air karena dianggap hanya melewati turbin, sedangkan volume serta kualitasnya tidak berubah. Air yang dikeluarkan dari waduk melalui turbin merupakan bagian usaha dari pengelola sehingga tidak diperhitungkan sebagai unit usaha yang terpisah, tetapi terintegrasi dengan pengguna konsumtif. Pengelola mendapatkan penerimaan dari output yang dihasilkan, yaitu daya listrik yang dijual ke Perusahaan Listrik Negara PLN. Volume air yang disalurkan melalui satu saluran antara air untuk irigasi dan nonirigasi serta jarak pengguna dengan bendung pembagi tidak menjadi bahan pertimbangan, kecuali untuk Perusahaan Ait Minum DKI Jakarta, yang wilayahnya di provinsi DKI, berbeda dengan sektor lainnya di Provinsi Jawa Barat. Perusahaan Air Minum DKI Jakarta diasumsikan sebagai sektor yang terpisah dari perusahaan daerah air minum kabupatenkota. Selain berdasarkan sektor, pengguna dikategorikan berdasarkan wilayah penyaluran, yaitu wilayah penyaluran berdasarkan saluran induk yang melayaninya. Wilayah penyaluran terdiri dari tiga saluran induk, yaitu wilayah Tarum Timur, Tarum Utara, dan Tarum Barat, dan untuk ke Perusahaan Air Minum DKI Jakarta disalurkan melalui Kali Malang adalah bagian dari saluran Tarum Barat. Sumber air yang digunakan dibedakan antara air dari Waduk Juanda dan air sumber setempat yang mengalir ke sungai dan saluran yang menjadi sumber setempat, termasuk curah hujan di wilayah tersebut. Air sumber setempat pada musim penghujan diasumsikan semuanya untuk sektor irigasi, sedangkan sektor yang lain diasumsikan menggunakan air dari Waduk Juanda. Pembedaan sumber air tersebut berhubungan dengan musim, yang pada saat sumber setempat berkurang seluruh sektor mengandalkan sumber air dari Waduk Juanda. Pada saat musim penghujan sebagian air untuk kepentingan irigasi menggunakan sumber setempat dibantu air dari waduk. Perusahaan Umum Jasa Tirta II menghadapi dua peraturan yang kontradiktif, yang diharapkan akan memberikan profit serta dapat mengatasi pembiayaan yang dibutuhkan selama pengelolaan. Di pihak lain pengelolaan air irigasi merupakan pengelolaan yang bersifat sosial sebagai layanan publik sehingga Perusahaan Umum Jasa Tirta II tidak mendapatkan return dari pengusahaan air untuk sektor pertanian. Padahal sektor pertanian merupakan pengguna air terbesar sehingga biaya operasional pengelolaan sumber daya air hanya diatasi dengan penerimaan dari perusahaan daerah air minum dan industri, serta penjualan daya listrik yang tarifnya ditetapkan oleh pemerintah. Pemerintah membantu melalui APBN berwujud pekerjaan fisik yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dengan dana terbatas.. Akibatnya pemeliharaan saluran tidak dapat dilakukan dengan baik. Kondisi saluran yang bocor dan sedimentasi serta pintu-pintu air yang rusak menyebabkan tidak tercapainya pengelolaan sumber daya air yang efisien. Dalam pengelolaan air di Daerah Irigasi Jatiluhur terdapat dua komponen penting, yaitu pengelolaan hidrologis dan manfaat sosial ekonomi. Penggunaan air oleh pengguna di wilayah Tarum Timur, Tarum Utara, dan Tarum Barat menghasilkan manfaat, baik bagi pengelola dalam hal ini Perusahaan Umum Jasa Tirta II maupun pengguna air pada umumnya. Penelitian ini dilakukan guna mencari nilai air baku untuk setiap pengguna sehingga memberikan manfaat optimum yang dapat dicapai oleh pengelola dalam rangka memberikan pelayanan penyaluran air di ketiga wilayah tersebut.

5.4 Metoda Analisis