Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Penaksiran Produksi Kayu

Perhutani unit II Jawa Timur dengan potensi sumberdaya hutan yang baik dan kelas umur yang lengkap. Sebagai unit kelestarian hasil dari Perum Perhutani, pengelolaannya dibedakan dalam bentuk kelas-kelas perusahaan hutan. Pengelolaan hutan yang baik diperlukan perencanaan yang baik pula. Kegiatan perencanaan pengusahaan hutan tidak terlepas dari kegiatan penentuan panjangnya daur yang akan dipakai. Keuntungan tertinggi merupakan sasaran yang ingin dicapai oleh setiap pengelola hutan. Oleh karena itu, perlu ditetapkan daur finansial, yaitu pada umur berapa pengusahaan hutan jati dapat menghasilkan keuntungan terbesar.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menetapkan daur finansial yang optimal pada kelas perusahaan jati di KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II, Jawa Timur.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi dan bahan masukan kepada pihak KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dalam pengambilan keputusan dan usaha pengelolaan hutan sesuai dengan daur finansial yang optimal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Jati 2.1.1 Klasifikasi, penyebaran dan syarat tumbuh Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman ini mempunyai nama ilmiah Tectona grandis Linn. f. Secara historis, nama tectona berasal dari bahasa Portugis tekton yang berarti tumbuhan yang memiliki kualitas tinggi . Menurut Sumarna 2001, dalam sistem klasifikasi, tanaman jati mempunyai penggolongan sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub-kelas : Dicotyledoneae Ordo : Verbenaceae Genus : Tectona Spesies : Tectona grandis Linn. f. Tectona grandis L. f. tersebar di seluruh Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat Sumbawa, Maluku dan Lampung. Pohon yang dapat mencapai tinggi 45 m dengan panjang batang bebas cabang 15 – 20 m, diameter dapat mencapai 220 cm, umumnya 50 cm, bentuk batang tidak teratur dan beralur. Kayu teras berwarna coklat muda, coklat-kelabu, sampai coklat- merah tua atau merah-coklat. Kayu gubal berwarna putih atau kelabu kekuning- kuningan. Tekstur kayu agak kasar dan tidak merata. Arah serat lurus atau kadang-kadang agak terpadu. Permukaan kayu licin, kadang-kadang seperti berminyak. Lingkaran tumbuh nampak jelas, baik pada bidang transversal maupun radial, seringkali menimbulkan gambar yang indah. Kayu jati berbau bahan penyamak yang mudah hilang Martawijaya et al. 1981 Pohon jati menggugurkan daunnya pada saat musim kemarau. Semakin tinggi kadar kelembaban di atmosfir, maka semakin lama pohon jati dapat mempertahankan dedaunannya agar tidak berguguran. Di Jawa umumnya pengguguran daun jati terjadi di bulan Juni, selain karena cuaca juga tergantung pada keadaan setempat dan umur pohon jati itu sendiri Cordes 1992 Jati tumbuh baik pada tanah sarang, terutama pada tanah yang mengandung kapur. Jenis ini tumbuh di daerah dengan musim kering yang nyata, tipe curah hujan C-F, jumlah hujan rata-rata 1200-2000 mm per tahun, pada ketinggian 0- 700 m dari permukaan laut Martawijaya et al. 1981. Tempat tumbuh yang paling bagus bagi pohon jati adalah di dataran rendah, bersuhu tinggi, di bawah 2000 kaki dml; di daerah-daerah yang tanahnya bekas endapan di bawah muka laut, yang mengandung kapur; di daerah-daerah dengan perbedaan musim hujan dan kering yang jelas Pramoedibyo 1999. Pohon jati yang tumbuh dengan baik dapat dilihat dari jumlah lingkaran tahunnya, yaitu sebanyak 30 sampai 40 lingkaran tahunan dengan ketebalan satu desimeter Cordes 1992

2.1.2 Sifat Fisik dan Kegunaan

Ditinjau dari sifat fisiknya, kayu jari mempunyai berat jenis antara 0,62-0,75 dan memiliki kelas kuat II dengan penyusutan hingga kering tanur 2,85-5,2 Sumarna 2001. Sifat fisis kayu jati ditentukan oleh bentuk anatominya maupun susunan kimia dari kayunya. Misalnya: mengenai berat jenisnya atau kepadatannya, kekerasannya, daya lentingpir, kelenturan dan kestabilannya Cordes 1992 Karena sifatnya yang baik, kayu jati merupakan jenis kayu yang paling banyak dipakai untuk berbagai keperluan, terutama di Pulau Jawa. Kayu jati praktis sangat cocok untuk segala jenis kontruksi seperti tiang, balok dan gelagar pada bangunan rumah dan jembatan, rangka atap, kosen pintu dan jendela, tiang dan papan bendungan dalam air tawar, bantalan dan kayu perkakas kereta api, mebel, alat-alat yang memerlukan perubahan bentuk yang kecil, kulit dan dek kapal, lantai papan dan parket dan sirap. Jati merupakan kayu yang paling baik untuk pembuatan kapal dan biasa untuk papan kapal, terutama untuk kapal yang berlayar di daerah tropis. Kayu jati dapat juga dipakai untuk tong, pipa dan lain- lain dalam industri kimia dan mempunyai daya tahan terhadap berbagai bahan kimia. Selain itu, kayu jati dapat dipakai sebagai obat kolera dan kejang usus Martawijaya et al. 1981

2.2 Penaksiran Produksi Kayu

Inventarisasi hutan biasanya dianggap sinonim dengan taksiran kayu. Di dalam artian ini inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya Husch 1987 Kegiatan inventarisasi bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas tentang potensi dan keadaan hutan. Untuk keperluan tersebut di Perum Perhutani kegiatan inventarisasi hutan dilaksanakan dengan cara pengambilan contoh sistematik dengan mempergunakan petak ukur lingkaran sebagai satuan contoh. Kesalahan yang disyaratkan adalah maksimal 15, yaitu penyimpangan dua kali simpangan baku, tidak lebih dari 15 dari volume rata-rata. Berdasarkan ketentuan ini maka intensitas sampling sekurang-kurangnya 2,5 dan tergantung dari biaya, tenaga dan fasilitas yang tersedia Direktorat Jenderal Kehutanan 1974 Penaksiran volume suatu tegakan lebih dapat dilakukan dari pengukuran- pengukuran yang dipandang mewakili seluruh tegakan daripada peninjauan volume individu pohon-pohon. Tujuannya adalah untuk membuat suatu penaksiran tegakan secara cepat tanpa mengukur semua pohon atau menentukan volume-volumenya. Volume-volume yang diperoleh dalam cara ini bermanfaat jika diperlukan penaksiran volume seluruhnya, tanpa dibagi data spesies, ukuran, atau kelas-kelas kualitas Husch 1987 Departemen Kehutanan 1992 menjelaskan bahwa inventarisasi hutan dengan sampling, khususnya untuk mengetahui potensi tegakan, dua informasi penting yang diperlukan adalah luas rata-rata dan volume kayu per hektar. Masalah yang muncul adalah apa atau bagaimana bentuk sampel yang akan diukur serta beberapa jumlah pohon yang akan diambil sebagai sampel tersebut, dan bagaimana memilihnya di lapangan. Dari sini lalu muncul apa yang disebut “petak ukur” dan cara menempatkannya. Untuk hutan alam klimaks atau hutan tanaman yang sudah tua, biasanya diambil luas petak ukur lingkaran 0,1 ha, yaitu dengan jari-jari 17,8 m. Untuk menghindari kesulitan penepatan sampel secara acak random, di kehutanan biasanya dipakai penepatan sampel sistematik, yaitu penepatan sampel yang dilakukan menurut aturan dengan keajegan tertentu, yang ditetapkan sebelumnya. Dari segi statistik, penepatan sampel secara sistematik ini tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu, rumus-rumus yang dipakai dalam sampling sistematik ini diambil dari rumus penepatan sampel secara acak. Untuk inventarisasi hutan, penepatan sampel secara sistematik mempunyai beberapa kelebihan dibanding dengan penepatan secara random, sebagai berikut: 1. Pelaksanaannya lebih cepat dan lebih mudah 2. Letak sampel dijamin lebih tersebar merata diseluruh bagian populasi 3. Dapat memberi manfaat lain, misalnya untuk pemetaan atau stratifikasi potensi tegakan.

2.3 Daur