Kebijakan Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap di Surabaya, Jawa Timur

berarti akan memperluas areal penangkapan. Waktu yang dibutuhkan untuk setting sekitar 1-2 jam. 2 Pendiaman rawai soaking Soaking dilakukan kurang lebih 1-3 jam, hal ini dilakukan untuk menunggu ikan hasil tangkapan terjerat pada rawai yang telah dipasang. 3 Penarikan rawai hauling Pada saat melakukan hauling, yang pertama dilakukan adalah mengangkat pelampung yang terpasang pada tali utama ke atas kapal. Setelah tali pelampung tanda dilepas, kemudian tali utama dimasukkan ke dalam penggulung. Tali utama yang tidak bisa masuk ke dalam penggulung biasanya ditampung dalam keranjang, kemudian tali cabang disusun di sepanjang tali utama dan yang terakhir ditumpukkan dalam tali pelampung Subani dan Barus 1989. Berdasarkan UU No. 31 Tahun 2004, yang dimaksud dengan nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu kerja yang dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan, berikut klasifikasinya Diniah 2008 : 1 Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan. 2 Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan. Selain nelayan sebagai pekerjaan utama, pada kategori ini nelayan tersebut juga memiliki pekerjaan lain. 3 Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan, sedangkan sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan lain.

2.4 Kebijakan

Kebijakan merupakan sebuah rujukan yang dipertimbangkan, diperhatikan dan dipakai oleh pengelola dalam merancang bentuk-bentuk upaya, tindakan atau aksi untuk menangani isu atau permasalahan hingga tuntas. Dengan kata lain, suatu kebijakan kemudian diterjemahkan dan diterapkan dalam bentuk program- program dan implementasinya. Kebijakan yang dianggap resmi adalah kebijakan Pemerintah yang memiliki kewenangan dan dapat memaksa masyarakat agar mematuhinya karena kebijakan tersebut dibuat atas nama kepentingan masyarakat yang proses penyusunan dan perumusannya seyogianya sesuai dengan aspirasi masyarakat. Proses perumusan ini hendaknya mengakomodasi partisipasi masyarakat agar kebijakan yang dibuat dapat dilaksanakan dengan efektif Suseno 2007. Analisis kebijakan adalah sebuah disiplin ilmu sosial yang menerapkan berbagai metode pengkajian yang menerapkan pendekatan argumentasi untuk menghasilkan rumusan atau kesimpulan yang relevan dalam rangka memecahkan permasalahan kebijakan. Menurut Dunn 2000, berdasarkan maksud atau kegunaannya, analisis kebijakan dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu analisis untuk merumuskan definisi suatu kebijakan, analisis untuk meprediksi konsekuensi kebijakan, analisis untuk merancang kebijakan preskripsi, analisis untuk menjelaskan kebijakan deskripsi dan analisis untuk menilai dampak kebijakan evaluasi. Kegiatan perikanan tangkap dilakukan oleh nelayan atau pengusaha untuk memanfaatkan sumberdaya ikan. Kegiatan yang memanfaatkan sumber daya milik bersama ini tentu memerlukan pengaturan sehingga perlu ada pengendalian terhadap kegiatan ini. Secara umum, pengaturan penangkapan ikan secara nasional tergantung pada kebijakan pembangunan perikanan suatu negara. Sementara ini, pengaturan kegiatan penangkapan ikan pada umumnya bertujuan untuk memperoleh manfaat optimum, baik secara fisik maupun nilai ekonomi, dari sumber daya ikan. Kebijakan pembangunan perikanan dan kelautan seperti itu merupakan keputusan dan tindakan pemerintah untuk mengarahkan, mendorong, mengendalikan dan mengatur pembangunan perikanan dan kelautan guna mewujudkan pembangunan nasional Suganda, 2003 yang dikutip oleh Ismuryandi, 2006. Ditinjau dari segi cakupan wewenang pengelolaannya, kebijakan dapat dibedakan menjadi kebijakan sentralistik dan desentralistik. Definisi kebijakan desentralistik dapat dibuat dengan mempertimbangkan asal usul kata yang menyusunnya. Ditinjau dari etimologi, desentralistik berasal dari bahasa latin, yaitu dedan centrum. De berarti lepas dan centrum yang berarti pusat. Dengan demikian desentralistik secara kasar dapat diterjemahkan sebagai sifat dari keadaan dimana terjadi pembebasan diri dari pusat. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, desentralistik merupakan penyerahan wewenang pemerintah dari pemerintah pusat ke daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Selanjutnya maksud daerah otonom dalam ketentuan umum merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu dan berwenang mengatur serta mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Suseno 2007. Kebijakan desentralistik setidaknya membawa sejumlah implikasi penting, diantaranya terhadap dampak kelembagaan, pengelolaan sumber daya ikan, dan partisipasi masyarakat. Melalui otonomi, lembaga pemerintah diharapkan mampu merumuskan tugas, fungsi, dan kewenangannya dengan baik sehingga mampu melayani masyarakat dengan baik. Obsorne dan Gaebler 2001 menyatakan ada empat manfaat desentralistik ditinjau dari segi kelembagaan, yaitu : 1 Lembaga yang terdesentralistik jauh lebih fleksibel dibandingkan yang tersentralistik; 2 Lembaga yang terdesentralistik jauh lebih efektif dibandingkan yang tersentralistik; 3 Lembaga yang terdesentralistik jauh lebih inovatif dibandingkan lembaga yang tersentralisasi; 4 Lembaga yang terdesentralistik menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi. Tugas pemeritah daerah yang menyangkut otonomi daerah adalah: 1 Mengontrol dan memanfaatkan secara optimal sumberdaya; 2 Meningkatkan kesejahteraan masyarakat; 3 Menyelesaikan problema ketimpangan; 4 Mengidentifikasi potensi dan nilai ekonomi sumberdaya kelautan dan perikanan penyusunan formulasi kebijakan. Pasal 18 UU No 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar dan atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut meliputi: 1 Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut; 2 Pengaturan administratif; 3 Pengaturan tata ruang; 4 Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah; 5 Ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; 6 Ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.

2.5 Pengelolaan Perikanan