Perikanan Tangkap Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap di Surabaya, Jawa Timur

tontahun, pelagis kecil sekitar 3,6 juta tontahun, demersal sekitar 1,36 juta tontahun, ikan karang sebesar 145 ribu tontahun, udang paneid sebesar 94,8 ribu tontahun, lobster sebesar 4,8 ribu tontahun dan cumi-cumi sebesar 28,25 ribu tontahun. Pemerintah telah menetapkan bahwa jumlah tangkapan yang diperbolehkan adalah 80 dari potensi lestari atau sekitar 5,12 juta ton per tahun. Ikan merupakan sumberdaya yang bersifat renewable atau bersifat dapat pulihdiperbaharui. Namun sumberdaya ikan bukannya tak terbatas. Oleh karena itu sumberdaya yang terbatas itu harus dikelola dengan baik karena tanpa adanya pengelolaan yang baik akan menimbulkan eksploitasi berlebihan dan tenaga kerja berlebihan.

2.2 Perikanan Tangkap

Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 menyebutkan definisi penangkapan ikan ialah kegiatan memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau dengan cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan mengawetkan. Perikanan tangkap merupakan kegiatan ekonomi dalam penangkapan pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun perairan umum secara bebas. Pengembangan perikanan tangkap di Indonesia hingga saat ini belum dapat dikatakan berhasil karena masih terdapat permasalahan yang dihadapi. Permasalahan perikanan tangkap yang dihadapai Indonesia saat ini diantaranya adalah: 1 masih lemahnya sistem pengelolaan usaha perikanan tangkap dan penguasaan teknologi tepat guna yang berakibat pada rendahnya produksi; 2 kompetisi pada penggunaan lahan perairan antar daerah sebagai dampak dari semakin banyaknya penduduk di wilayah pesisir; 3 masih berlangsungnya overfishing di beberapa wilayah; 4 kenaikan dan kelangkaan BBM yang semakin membebani nelayan untuk melaut; 5 tingginya illegal fishing yang mengakibatkan kerugian negara dan semakin cepatnya penurunan sumberdaya perikanan dan kelautan; 6 kerusakan ekosistem perairan sebagai dampak dari eksploitasi berlebih dan bencana alam; 7 tumpang tindih kewenangan dalam pemberian ijin dan adanya peraturan yang tidak memberikan iklim kondusif bagi investasi perikanan; 8 rendahnya penggunaan teknologi dan kemampuan penanganan serta pengolahan perikanan yang berakibat sebagai rendahnya mutu, nilai tambah dan daya saing produk perikanan; 9 proses penangan dan pengolahan hasil yang kurang memperhatikan keamanan produk perikanan; dan 10 keterbatasan infrastruktur perikanan, permodalan, lemahnya koordinasi dan kelembagan perikanan Monintja,1989 yang dikutip oleh Ismuryandi, 2006.

2.3 Unit Penangkapan Ikan