Pemberdayaan Berbasis Dakwah

D. Pemberdayaan Berbasis Dakwah

Secara konseptual pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat dalam kondisi sekarang masyarakat tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan baik dalam aspek spritual, intelektual maupun ekonomi. Oleh karena itu cara yang harus ditempuh adalah memberikan daya kepada masyarakat, sehingga masyarakat itu didorong untuk bangkit dengan memanfaatkan potensi yang mereka miliki.

Antara dakwah dan pemberdeyaan sebenarnya memiliki keterkaitan yang cukup signifikan, secara terperinci dakwah yang dilakukan sebenarnya

merupakan proses pemberdayaan masyarakat. 84 Dakwah sebagaimana telah dibahas pada bagian sebelumnya, yaitu: untuk menjadikan masyarakat

bertindak dan berpikir didasari oleh kematangan berpikir dan tidak melenceng dari koridor yang sudah ditentukan Allah SWT, hal ini dilakukan dengan memberikan pencerahan. Dalam konsep pemberdayaan kegiatan ini membahas bagaimana individu, kelompok atau komunitas, berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan berusaha untuk membentuk masa

83 https://saftsa.wordpress.com/2013/07/10/strategi-pengembangan-dakwah/ 27 Maret 2017 84

Welhendri Azwar, op.cit., h.151.

depan sesuai dengan keinginan mereka. 85 Proses pemberdayaan yang dilakukan mencakup tiga aktivitas penting yaitu: membebaskan dan

menyadarkan masyarakat, berupaya agar masyarakat dapat mengidentifikasi masalah yang dihadapi dan mengerakkan masyarakat agar mampu

memecahkan sendiri masalah yang ia hadapi. 86

Manusia secara individu diberikan kelebihan, namun secara kodrati manusia memiliki kekurangan. Kelebihan itu perlu dibina agar dapat mengembangkan potensi dirinya. Potensi inilah yang akan merubah hidup

manusia dan membuatnya mandiri dengan usaha sendiri. 87 Dengan adanya proses pemberdayaan maka hal ini akan menjadikan masyarakat aktif dalam

merubah nasibnya, tentunya dibekali dengan pemberian penyadaran, pengkapasitasan dan pemberian daya. 88 Secara sederhana peroses

pemberdayaan ini dapat digambarkan sebagai berikut: Pertama, pada tahapan awal masyarakat yang hendak diberdayakan terlebih dahulu diberi pencerahan dan penyadaran. Bagaiman masyarakat menyadari bahwa mereka mempunyai hak untuk menjadi sukses dan hak untuk memperoleh kesejahteraan. Misalnya masyarakat yang miskin, kepada mereka diberi kesadaran bahwa mereka bisa menjadi berada, asalkan mereka mau berusaha dan memanfaatkan kapasitas yang mereka miliki secara efektif dan efesien. Kepada penjahat, mereka memperoleh peluang untuk menjadi baik dan menjadi orang yang dihargai masyarakat, asalkan mereka berubah dari kejahatannya.

Kedua, setelah memberikan penyadaran maka dilakukan tahap pengkapasitasan atau yang disebut dengan capacity buildin. Pemberian kapasitas skil dan kapasitas material, bisa dilakukan dengan training,

85 Isbandi Rukminto Adi, Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan masyarakat, (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2008), h.54

86 Aziz Muslim, op.cit.,(Yogyakarta : Teras, 2009),h.3. 87 Wendy Melfa & Solihin Siddiq, Pengembangan Masyarakat Islam: Studi Epistimilogi

Pemikiran Ibnu Khaldun , (Bandar Lampung, 2006), h.xvii 88 Randhy R. Wrihatnolo, Manajemen Pemberdayaan, (Jakarta: PT Elex Media

Komputindo, 2007), h. 2.

workshop, seminar dan sejenisnya. Disamping memberi pengkapasitasan diperlukan juga sistem aturan, sistem ini dilakukan dengan membuat aturan main dan terget yang akan dicapai. Kalau hal ini diabaikan, maka program pemberdayaan yang dilakukan tidak akan berhasil. Kondisi demikian sama halnya dengan menanam bibit jagung. Sebelum bibit jagung ditanam terlebih dahulu mencari bibit yang unggul dan mempersiapkan lahannya. Walaupun bibit unggul yang mau ditanam, kalau menaburnya sesuka hati, seperti menabur bibit jagung di atas jalan raya, di atas karang, maka dapat dipastikan bibit jagung itu tidak akan tumbuh. Penanaman bibit juga mempunyai aturan, menanamnya dengan kedalaman tertentu, harus dilakukan perawatan dan pemeliharaan. Begitu jugalah proses pemberdayaan yang dilakukan kepada masyarakat, tentunya pemberdayaan tersebut harus dilandasi pertimbangan dan adanya aturan main.

Ketiga, tahap ini adalah pemberian daya atau pendayaan, pada tahap ini target yang mau diberdayakan diberikan daya, kekuasaan, otoritas atau peluang untuk menuju kemandirian. Tahap ini sekilas sangat sederhana, namun terkadang tidak cakap dalam menjalankannya, karena mengabaikan faktor ukurannya. Walaupun targetnya sudah sadar dan sudah diberi kapasitas, namun perlu juga memahami kemampuannya. Misalnya sebagai pedagang kalau usahanya hanya mampu mencapai Rp 5 juta, maka tidak bijak diberikan modal pinjama sebesar Rp 50 juta. Begitu juga dalam pemberian kekuasaan, baik sebagai pemimpin, pengajar atau pembina, maka harus disesuaikan kemampuannya dengan jenis kerja yang akan ditanggung jawabinya.

Peroses pemberdayaan yang di rumuskan Randhy R. Wrihatnolo ini sejalan dengan pembinaan serta pengembangan dakwah yang di rumuskan Muhammad al-Ghazali dalam tulisan A. Hasjmy yang dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: penyadaran pikiran, penumbuhan keyakinan dan Peroses pemberdayaan yang di rumuskan Randhy R. Wrihatnolo ini sejalan dengan pembinaan serta pengembangan dakwah yang di rumuskan Muhammad al-Ghazali dalam tulisan A. Hasjmy yang dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: penyadaran pikiran, penumbuhan keyakinan dan

diperbuat, dia juga akan mampu menimbang maslahat dan mudharat dari apa yang ia lakukan, sehingga mereka akan kembali kepada fitrah yang sebenarnya.

Setelah muncul kesadaran maka tahap selanjutnya dilakukan pengkapasitasan dengan menumbuhkan keyakinannya. Keyakinan yang telah menyatu dalam dirinya akan semakin berkembang dan semakin kuat, akibatnya sangat kecil kemungkinan munculnya keraguan di dalamnya. Kondisi ini akan memungkinkan seseorang untuk semakin melakukan tindakan kebaikan akibat berkembangan keyakinannya dan sekaligus akan menjadi bentengnya untuk kembali pada kemaksiatan. Dalam menumbuhkan keyakinan ini ada tinga tingkatan yang dilalui, yaitu: Tingkat ilm al-yaqin adalah suatu keyakinan yang diperoleh berdasarkan ilmu yang bersifat teoritis, sebagaimana disebutkan dalam al-Quran surah at-Takatsur:

Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu). dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin. (Q.S. at-Takatsur: 3-5)

Tingkat ayn al-yaqin adalah suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan mata kepala secara langsung tanpa perantara. 90 Hal ini

disebutkan surah at-Takatsur :

Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, kemudian kamu kamu benar-benar akan melihatnya dengan `mata kepala sendiri. (Q.S. at-Takatsur ayat: 6-7:

89 A. Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut al- Qur‟an, (Jakarta : Bulan Bintang, 1994), h.277.

90 Fazlur Rahman, Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), Cet. ke-2, h.53

Tingkat haqq al-yaqin adalah suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan dan penghayatan pengamalan (empiris). 91 Sebagaimana

disebutkan dalam al- Qur‟an surah al-Waqi‟ah:

Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha Besar. (Q.S. al- Waqi‟ah :95-96).

Keyakinan yang sudah berkembang dalam dirinya pada akhirnya akan menjadi kontrol untuk semua aktivitasnya, masyarakat akan berdaya dalam menjalankan suruhan dan meninggalkan larangan agama. Masyarakat juga akan sadar dengan aturan yang ada, karena aturan itu merupakan tataan yang

dibuat untuk mengatur, 92 atau sebagai patokan yang dibuat untuk membatasi tingkah laku manusia, begitu juga dengan hukum agama, baik yang wajib,

haram, makruh dan sebagainya, sebab dia sudah menyadari tujuan dari peraturan itu adalah untuk kemaslahatan mereka sendiri.