Kejian Dakwah
B. Kejian Dakwah
Islam adalah agama yang sempurna dan menyeluruh, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah tetapi Islam juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, lingkungan dan mengatur hubungan manusia dengan sesamanya. Upaya dalam mewujudkan perubahan tersebut, maka dibutuhkan pendakwah yang akan menyampaikan kesempurnaan Islam itu serta menyampaikan syarit-syariat-Nya yang sudah dirintis oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu mengembangkan dakwah adalah misi agung dan pekerjaan yang mulia yang dapat memberikan kesejahteraan bagi umat manusia agar memperoleh kebahagia dunia dan akhirat.
Pelaku dakwah mendapat pujian yang istimewa dari Allah SWT dengan menjulukinya sebagai umat yang terbaik, dalam surat al-Imran ayat 110 Allah berfirman:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Kata dakwah dalam pengertian etimologi berasal dari kata bahasa Arab,
yaitu da‟a - yad‟u - da‟watan. Jumlahnya kurang lebih 198 ayat yang tersebar pada beberapa surat dengan makna yang berbeda-beda, diantaranya: memanggil, mengundang mintatolong, meminta, memohon, menamakan, menyuruh datang, mendorong, menyebabkan, mendatangkan, mendo‟akan, menangisi dan meratapi. 54 Terlepas dari makna keumuman etimologi,
dakwah yang disoroti dalam kajian ini adalah kata dakwah yang mengandung makna menyeruh, memanggil dan mengajak kepada kondisi yang lebih baik,
54 Moh. Ali Aziz, Op.cit., h.6.
kalimat ini dalam al-Quran terdapat sebanyak 5 kali kata da‟a sebanyak 8 kali kata 55 yad‟u dan 4 kali kata da‟watan.
Sedangkan pengertian dakwah secara terminologi dapat dilihat dari pendapat beberapa ahlidi antaranya; Menurut Syekh Muhammad al-Ghazali pengertian dakwah itu adalah:
Program sempurna yang menghimpun semua pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia disemua bidang, agar ia dapat memahami tujuan hidupnya serta menyelidiki petunjuk jalan yang
mengarahkannya menjadi orang-orang yang mendapat petunjuk. 56
Sedangakan menurut Syekh Ali Mahfudz mendefenisikan dakwah dengan mengatakan :
Mendorong manusia untuk berbuat kebaikan dan petunjuk atau mengikuti ajaran agama, menyeru kepada yang ma‟ruf mencegah
perbuatan yang mungkar agar mendapatkan kesenangan hidup di dunia dan di akhirat. 57
B.J. Boland pernah berkomentar mengenai dakwah dengan mengatakan :
“...that da‟wah meant the propagation of Islam not only by preaching and publications, but also by deeds and activities in all areas of social
life, in other words that da‟wah had to be comprehensive islamization of society” (dakwah diartikan sebagai propaganda Islam yang tidak
hanya melalui penyebaran dan publikasi, namun juga lewat perbuatan dan kegiatan dalam segala bidang kehidupan sosial, dengan kata lain, dakwah juga harus berupa usaha islamisasi masyarakat yang
komprehensif). 58
55 Welhendri Azwar, Sosiologi Dakwah, (Padang : Imam Bonjol Press, 2014), h.8. 56 Moh. Ali Aziz. op.cit.,h, 12.
57 Ali Mahfuz, Hidayah al-Mursyidin ila Thuruq al- Wa‟zi wa al-Khitabath, (Beirut : Darul Iqtisomi, tt), h.17.
58 Moh. Ali Aziz. op.cit.,h, 16.
Thoha Yahya Umar membagi pengertian dakwah menjadi dua bagian yaitu dakwah secara umum dan dakwah secara khusus: Pertama, dakwah secara umum ialah ilmu pengetahuan yang berisi cara-cara dan tuntutan bagaimana seharusnya menarik perhatian manusia untuk menganut, menyetujui, melaksanakan suatu idiologi pendapat tertentu. Kedua, pengertian dakwah secara khusus ialah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk
kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat. 59 Dari beberapa pengertian dakwah secara terminologi yang penulis
paparkan diatas, secara singkat penulis dapat menyimpulkan bahwa dakwah adalah usaha mengajak manusia untuk kembali kejalan Allah dengan memerintahkannya menjalankan syariat Islam dan meninggalkan larangan- Nya agar memperoleh kebahagain dunia dan akhirat. Untuk lebih jelasnya maka perlu kiranya penulis jelaskan tujuan dakwah beserta unsur-unsurnya.
1. Tujuan Dakwah
Pada dasarnya, setiap perbuatan pasti didasari dengan adanya sebuah motivasi atau tujuan tertentu. Tanpa adanya tujuan, maka suatu aktivitas yang dikerjakan akan menjadi hampa tidak bermakna. Tujuan merupakan pernyataan keinginan yang dijadikan pedoman dalam membuat strategi dan membangun manajemen untuk mendapatkannya dalam dimensi waktu
tertentu. 60 Tujuan merupakan suatu yang akan dicapai melalui tindakan,
perbuatan atau usaha. Dalam kaitannya dengan dakwah, maka tujuan dakwah sebagaimana dikatakan Ahmad Ghasully adalah membimbing
manusia untuk mencapai kebaikan. Sementara Ra‟uf Syalaby mengatakan bahwa tujuan dakwah adalah meng-Esakan Allah SWT, membuat manusia
59 Alwisral Imam Zaidallah, Strategi Dakwah, (Jakarta : Kalam Mulia, 2005),h.4 60 Moh. Ali Aziz. op.cit.,h, 60.
tunduk kepada-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya dan intropeksi terhadap apa yang telah diperbuat. 61 Adapun tujuan dakwah sebagaimana
dikatakan Ahmad Ghasully dan Ra‟uf Syalaby dapat dirumuskan ke dalam tiga bentuk yaitu: 62
a. Tujuan Praktis Tujuan praktis dalam berdakwah merupakan tujuan tahap awal untuk menyalamatkan umat manusia dari lembah kegelapan dan membawanya ke tempat yang terang-benderang, dari jalan yang sesat kepada jalan yang lurus, dari lembah kemusyrikan dengan segala bentuk kesengsaraan menuju kepada tauhid yang menjanjikan kebahagiaan, hal ini tercermin dalam al-Quran surah al-Thalaq ayat 11 :
(dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat- ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kegelapan kepada cahaya. dan Barang siapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezki yang baik kepadanya.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa secara praktis tujuan awal dakwah adalah menyelamatkan manusia dari jurang yang gelap (kekafiran) yang membuatnya tidak bisa melihat segala bentuk kebenaran dan membawanya ketempat yang terang-benderang (cahaya iman) yang dipantulkan ajaran Islam, sehingga mereka dapat melihat kebenaran.
b. Tujuan Realistis
61 Awaludin Pimay, Metodologi Dakwah Kajian Teoritis dari Khazanah Al- Qur‟an, (Semarang: Rasail, 2006), h.9
62 Jum‟ah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah, Penerjemah. Abdul Salam Masykur (Pajang : Intermedia, 2005),h.29.
Tujuan realistis adalah tujuan antara, yakni berupa terlaksananya ajaran Islam secara keseluruhan dengan cara yang benar dan berdasarkan keimanan, sehingga terwujud masyarakat yang menjunjung tinggi kehidupan beragama dengan merealisasikan ajaran Islam secara penuh dan menyeluruh.
c. Tujuan Idealistis Tujuan idealistis adalah tujuan akhir pelaksanaan dakwah, yaitu terwujudnya masyarakat muslim yang diidam-idamkan dalam suatu tatanan hidup berbangsa dan bernegara, adil, makmur, damai, dan sejahtera di bawah limpahan rahmat karunia dan ampunan Allah SWT.
Tujuan dakwah yang kita inginkan, sebagaiman dijelaskan Jum‟ah Amin Abdul Aziz adalah dakwah yang bertujuan dan berorientasi pada:
a. Membanguna masyarakat Islam, sebagaimana para Rasul Allah yang memulai dakwahnya dikalangan masyarakat jahiliyah. Mereka mengajak manusia untuk memeluk agama Allah SWT, menyampaikan wahyu-Nya kepada kaumnya dan memperingatkan mereka dari bahaya syirik.
b. Dakwah dengan melakukan perbaikan pada masyarakat Islam yang terkena musibah. Seperti penyimpangan dan berbagai kemungkaran, serta pengabaikan masyarakat tersebut terhadap segenap kewajiban.
c. Memelihara kelangsungan dakwah di kalangan masyarakat yang telah berpegang kepada kebenaran, melalui pengajaran secara terus-menerus, pengingatan, penyucian jiwa dan pendidikan.
Abdul Rasyid Saleh membagi tujuan dakwah menjadi dua: 63 yaitu tujuan umum dakwah dan tujuan departemental (perantara). Pertama,
tujuan umum dakwah ialah nilai atau hasil akhir yang ingin dicapai atau diperoleh, yaitu terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridoi Allah SWT. Kedua, tujuan departeman, tujuan ini merupakan tujuan perantara untuk mencapai tujuan umum,
63 Asep Muhyiddin & Agus ahmad Safei, Metode Pengembangan Dakwah, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2002) ,h.177.
sebagai contoh, dakwah yang dilakukan dengan perantara bidang pendidikan. Pendidikan merupakan sumber dalam mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan, oleh karena itu diperlukanlah sistem pendidikan yang baik dengan dilengkapi sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Dengan demikian akan muncullah manusia-manusia yang berilmu, berakhlak dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga secara otomatis terbentuklah masyarakat yang bahagiaa dan sejahtera.
2. Subjek Dakwah
Subjek dakwah adalah orang yang melakukan dakwah atau yang lebih dikenal dengan sebutan da‟i. Dalam ilmu komunikasi pendakwah adalah komunikator yang menyampaikan pesan-pesan (massage) kepada orang lain. Secara praktis, subjek dakwah dapat dipahami dalam dua pengertian. Pertama, da‟i adalah setiap muslim atau muslimat yang melakukan aktifitas dakwah sebagai kewajiban yang melekat terhadap dirinyasebagai penganut Islam sesuai dengan anjuran Nabi Muhammad SAW:
Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat. (HR. Bukhari).
Kedua, da‟i dijuluki kepada mereka yang memiliki keahlian tertentu dalam bidang dakwah Islam dan mempraktekkan keahliannya tersebut dalam menyampaikan
dengan segenap kemampuannya, baik dari segi penguasaan konsep, teori, maupun metode
pesan-pesan
agama
tertentu dalam berdakwah. 64 K.H.
A. Mustai‟in syafi‟i dalam seminar di Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya menyampaikan modal yang harus diperoleh
pendakwah sebagaimana dalam tuliasan Moh. Ali Aziz, yaitu: 65
64 Awaludin Pimay, op.cit.,h.21-22 65 Moh. Ali Aziz, op.cit.,h.233-236 64 Awaludin Pimay, op.cit.,h.21-22 65 Moh. Ali Aziz, op.cit.,h.233-236
b. Pendakwah memiliki kemampuan fisik dan sakti. Kemampuan fisiknya yang dibutuhkan dalam kerja dakwah;
c. Pendakwah yang kaya raya, yakni sosok yang memiliki kelengkapan ilmu, fisik dan harta;
d. Pendakwah berasal dari kalangan etnik kaumnya;
e. Pendakwah yang ikhlas dan siap berkorban. Oleh karena itu kesuksesan dakwah tergantung juga kepada kepribadian da‟i yang bersangkutan. Apabila da‟i mempunyai kepribadian yang menarik niscaya dakwahnya akan berhasildengan baik, dan sebaliknya jika da‟i tidak mempunyai kepribadian yang baik atau tidak mempunyai daya tarik, maka usaha itu akan mengalami kegagalan.
3. Objek Dakwah
Objek dakwah yaitu seluruh umat manusia, Nabi Muhammad SAW diutus untuk seluruh umat manusia bahkan dalam al- Quran surat Saba‟ ayat 28 dijelaskan:
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.
Sedangakan menurut Awis Karni, objek dakwah lebih banyak di- mahzuf -kan (tidak diungkapkan secara jelas). Dalam surat al-Ahqaaf (46):31 disebut dengan istilah Qaum (kaum). Kaum itu dapat dipahami dengan sekelompok manusia yang berhimpun dan yang menyebabkan mereka berhimpun dikarenakan adanya dasar kebersamaan. Yang jadi pertanyaan dalam hal ini, siapa yang dimaksud dengan kaum itu? untuk menjawab pertanyaan ini maka kita kembali pada ayat sebelumnya yaitu ayat 29 dan 30 (dalam surat yang sama). Kedua ayat itu menjelaskan bagaimana sekelompok jin menerima pesan al-Quran dari Nabi
Muhammad SAW, kemudian mereka berkewajiban menyampaikan pesan al-Quran itu kepada jin lainnya, maka yang dimaksud dengan kaum dalam ayat ini adalah kelompok jin. Sedangakan dalam ayat 31 menerangkan bahwa objek dakwah itu adalah seluruh umat manusia. Dalam ayat ini disebutkan dengan istilah qaumana, hal ini menunjukkan selain manusia ada obyek dakwah yang lain yaitu jin. Berdasarkan surat al-Ahqaaf, Awis
Karni berkesimpulan bahwa objek dakwah itu adalah jin dan manusia. 66 Dalam mengaktualisasikan nilai-nilai ke agamaan yang ada, manusia
memiliki keberagaman dan variasi yang perlu diketahui oleh setiap juru dakwah dalam melaksanakan tugasnya, al-Quran memberi isarat dalam surat al-Baqarah ayat 1-20 adanya tiga golongan manusia sebagai objek dakwah yaitu; orang beriman (Al Baqarah : 2-5), orang kafir (Al Baqarah : 6-7), Orang munafik (Al Baqarah : 8-20). Masing-masing dilengkapi dengan ciri-cirinya serta akibat yang akan ditanggung oleh masing-masing golongan manusia tersebut.
Orang beriman ciri-cirinya adalah percaya kepada yang gaib, mendirikan shalat, menafkahkan sebagian rizki untuk bersedekah/zakat, beriman kepada kitab-kitab suci Allah dan hari akhir. Mereka inilah yang dinyatakan sebagai orang yang selalu mendapat petunjuk dan yang beruntung.
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan
66 Awis Karni, Dakwah Masyarakat Kota, (Jakarta : The Minangkabau Foundation, 2006) ,h.20 66 Awis Karni, Dakwah Masyarakat Kota, (Jakarta : The Minangkabau Foundation, 2006) ,h.20
Orang kafir cirinya adalah tidak dapat lagi melihat kebenaran. Diberi peringatan atau tidak sama saja karena Allah telah mengunci mata, pendengaran dan hati mereka. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, serta penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat (QS. Al Baqarah:6-7).
Orang munafik dikatakan sebagai orang yang mengaku dia beriman, tapi sebetulnya tidak. Akibatnya, orang munafik ini lebih sulit dikenali. Jika untuk orang beriman hanya perlu menggunakan 4 ayat dan orang kafir hanya 2 ayat, maka untuk orang munafik al-Quran memerlukan 13 ayat untuk menjelaskannya.
Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian," pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang- orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, Padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. (QS. Al Baqarah:8-9).
Beberapa ciri-cirinya antara lain adalah, mereka biasanya tidak sadar atas keburukan sifatnya bahkan merasa dirinya yang lebih benar dari orang lain sehingga dapat menyesatkan yang lain. Mereka merasa lebih pintar dari orang beriman, mereka senang mengolok-olok orang beriman. Akibat dari perbuatannya Allah akan memberikan ganjaran kepada mereka dengan siksa yang amat pedih.
Masyarakat sebagai objek dakwah baik secara individu maupun secara kelompok akan mempunyai tingkatan kemampuan yang berbeda- beda. Sebagai juru dakwah seorang da‟i hendaklah memahami karakter dan kemampuan mad,u. Seorang da‟i juga dituntun dalam menyampaikan pesan-pesan dakwahnya dan terlebih dahulu mengetahui klasifikasi dan karakter objek dakwah, sehingga pesan-pesan dakwah yang disampaikannya bisa diterima dengan baik oleh mad‟u.
4. Materi Dakwah
Materi dakwah adalah pesan (message) yang disampaikan oleh subyek dakwah kepada obyek dakwah. Pada perinsipnya pesan apa saja bisa dijadikan menjadi pesan dakwah selama tidak bertentangan dengan sumber utama yaitu al-Quran dan Hadis. Dengan demikian semua yang bertentangan dengan al-Quran dan Hadis tidak dapat disebutkan sebagai
pesan dakwah. 67 Pesan dakwah pada garis besarnya terbagi menjadi dua, yaitu: pesan utama yang terdiri dari al-Quran dan Hadis, dan pesan
tambahan atau penunjang selain al-Quran dan Hadis seperti; pendapat para sahat Nabi SAW, pendapat para ulama, hasil penelitian ilmiah, kisan dan pengalaman teladan, berita dan peristiwa, karya sastra, karya seni dan sebagainya.
Bila dicermati kata-kata dakwah baik dari definisi maupun dari dalil- dalil yang ada, maka dakwah bermakna mengajak kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar. Dalam buku Filsafat Dakwah tulisan Salmadanis, dia mengutip dari Qadhi Abdul Jabbar yang mengemukakan; bahwa ma‟ruf ialah semua perbuatan yang pelakunya mengetahui akan kebaikannya atau sesuatu yang menunjukkan kebaikan, sedangkan munkar ialah semua perbuatan yang pelakunya mengetahui akan keburukannya atau sesuatu yang menunjukkan pada keburukan, selanjutnya Abdul Jabbar mengemukakan, perbuatan baik (al-hasan) adalah perbuatan yang
67 Moh Ali Aziz, op.cir, h.319 67 Moh Ali Aziz, op.cir, h.319
mendekatkan kita kepada Allah, sedangkan Munkar adalah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari Allah SWT. Dalam hal ini jelaslah peran seorang da‟i dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah dalam menerapkan amar ma‟ruf nahi munkar.
Materi dakwah yang biasa disebut juga dengan ideologi dakwah ialah ajaran Islam itu sendiri, oleh karena itu pesan dakwah tidak berbeda dengan ajaran pokok-pokok Islam. Endang Saifuddin Anshari mengklasifikasikan ajaran Islam yang mengandung tiga prinsip utama
yaitu 69 :
a. Aqidah, yang menyangkut sistem keimanan atau kepercayaan terhadap Allah SWT, iman kepada malaikat-malaikan-Nya, iman kepada kitab- kitab Allah, iman kepada Rasul-rasul-Nya, iman adanya hari kiaman dan iman pada qodha dan qadar-Nya. Keimanan ini menjadi landasan yang fundamental dalam keseluruhan aktivitas seorang muslim baik yang menyangkut sikap mental maupun tingkah lakunyadengan sifat- sifat yang dimilikinya.
b. Syariat, yaitu rangkaian ibadah yang dilakukan seorang muslim serta serangkaian ajaran yang menyangkut aktivitas muslim dalam semua aspek kehidupannya. Mana yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh, mana yang halal dan haram, mana yang mubah dan sebagainya, ini semua merupakan ruang lingkup yang akan dikaji dalam aspek syariahnya.
c. Akhlak, yaitu menyangkut tata cara berhubungan baik secara vertikal dengan Allah SWT, maupun tatacara berhubingan secara horizontal dengan sesama manusia dan seluruh makhluk Allah dimuka bumi ini.
5. Media dakwah
68 Salmadanis, Filsafat Dakwah, (Padang, IAIN-ID Press,1999),hal.87-88 69 Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam (Jakarta : Rajawali, 1996) ,h.71
Media dalam ilmu komunikasi merupakan sebagai alat yang menghubungkan pesan komunikasi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikas. Dalam bahasa Arab media sama dengan wasilah atau
dalam bentuk jamak, wasail yang berarti alat atau perantara. 70 Adapun pengertian media dakwah sebagai man Asmuni Syukir mengatakan “media
dakwah adalah segala sesuati yang dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan.” 71
Banyak alat komunikasi yang bisa dijadikan menjadi media dakwah. Bila suatu alat dipakai untuk berdakwah baik dalam bentuk apapun itu bisa dikatakan media dakwah. Penggunaan media dakwah yang tepat akan menghasilkan dakwah yang efektif. Mengenai jenis media dakwah, maka Abdul Kadir Munsyi mencatat adanya enam jenis media dakwah, yaitu; lisan, tulisan, lukisan atau gambar, audio-visual, perbuatan dan organisasi.
Sedangkan Hamzah Ya‟qub membagi media dakwah menjadi lima macam, yaitu: 72
a. Lisan, inilah wasilah dakwah yang paling sederhana yang menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan wasilah ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan, dan sebagainya.
b. Tulisan, seperti buku, majalah, surat kabar, surat menyurat (korespodensi), spanduk dan sebagainya.
c. Lukisan, seperti gambar, kaligrafi, karikatur, dan sebagainya.
d. Audio visual, yaitu alat yang merangsang indra pendengaran atau penglihatan dan kedua-duanya, seperti televisi, slide, internet dan sebagainya.
e. Akhlak, yaitu perbuatan nyata atau action yang mencerminkan ajaran Islam yang dapat dinikmati serta disaksikan oleh mad ‟u.
70 Moh Ali Aziz, op.cit, h.403 71 Amuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1983).163. 72 Hamzah Ya‟qub, Publisistik Islam, Teknik dakwah & Leadership, (Bandung: CV.
Diponegoro,1992), h.32.
6. Metode dakwah
Metode dakwah yaitu cara-cara penyampaian dakwah baik kapada individu, kelompok, maupun masyarakat luas agar pesan-pesan dakwahnya mudah diterima. Untuk lebih mudahnya memahami istilah metode dakwah, maka terlebih dahulu kita harus mengenal istilah metode tersebut. Kata metode berasal dari bahasa Yunani methodos yang artinya
cara atau jalan, 73 namun istilah metode ini lebih mengungguli istilah cara atau jalan. Istilah metode dalam bahasa Arab memiliki padanan kata
antara manhaj, thatiqat, uslub, kaifiyat, dan suluk yang semuanya diartikan dengan metode. Pepatah Arab mengatakan :
Taktik lebih penting dari pada materi
Dalam kalimat ini thariqah diartikan dengan taktik, kalimat ini juga menandakan betapa pentingnya Metode (taktik). Ajaran yang baik dan benar harus disampaikan dengan baik pula. Tidak sedikit ajaran yang salah tetapi mempunyai respon yang luar biasa karena disampaikan dengan kemasan yang menarik dan menyenangkan. Ini menggambarkan bahwa pelayanan lebih strategis dari produk.
Dari pengertian metode dan pengertian dakwah maka metode dakwah mempunyai definisi tersendiri. Ada beberapa definisi metode dakwah, diantaranya: Al-Bayanuni mengemukakan definisi metode dakwah yaitu “cara yang ditempuh oleh pendakwah dalam berdakwah atau cara dalam menerapkan strategi dakwah”. Said bin al-Qahthani mendefinikan metode dakwah dengan mengatakan: “uslub (metode) dakwah adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara berkomunikasi
secara langsung dan mengatasi kendala- 74 kendalanya”.
73 Koentjaraningrat (Ed), Metodologi Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1977), h. 16.
74 Salmadanis, Metode Dakwah dalam Perspektif al-Quran, (Padang, Hayfa Press, 2010) h.357
Dari definisi ini, setidaknya ada tiga krakter yang mesti melekat dalam metode dakwah : Pertama, metode dakwah merupakan cara sistematis yang menjelaskan arah strategi dakwah yang telah ditetapkan yang menjadi bagian dari strategi dakwah. Kedua, metode dakwah bersifat lebih kongkrit dan praktis, dengan demikian metode tersebut memberikan kemudahan dalam pelaksanaannya. Ketiga, arah metode dakwah tidak hanya meningkatkan efektivitas dakwah, melainkan dapat menghilangkan hambatan dakwah. Setiap strategi memiliki keunggulan dan kelemahan, dengan adanya metode dakwah, hal ini akan menggerakkan keunggulan
dan memperkecil kelemahannya. 75 Dalam berbagai ilmu dakwa ketika berbicara tentang metode
dakwah pada umumnya akan merujuk pada surat al-Nahl ayat 125.
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang- orang yang mendapat petunjuk.
Dalam ayat ini terdapat tiga jenis metode dalam berdakwah yaitu al- hikmah, al- mau‟izhah al hasanah, dan al-mujadalah billati hiya ahsan.
Hendaklah sebagai seorang da‟i menggunakan metode dakwah yang tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi mad‟u, namun perlu juga diketahui bukan berarti satu metode hanya tertuju pada masyarakat tertentu, akan tetapi secara perinsip semua metode dapat dipergunakan kepada semua masyarakat. Sudah selayaknya penerapan metode dakwah mendapat perhatian yang serius dari para penyampai dakwah. Berbagai pendekatan dakwah baik dakwah bi al-lisan, dakwah bi al-qalam, maupun dakwah bi al-hal. Oleh karena itu perlu dakwah dimodifikasi sedemikian rupa sesuai dengan tuntutan modernitas.
75 Ibid., h.358
7. Efek Dakwah
Setiap aksi dakwah yang dilakukan akan menimbulkan reaksi atau efek. Dalam pelaksanaan dakwah, jika telah dijalankan dakwah dengan memperhatikan setiap materi, obyek, media, dan metodenya, maka dakwah yang disampaikan itu akan menimbulkan respon dari mad‟u atau penerima dakwah, efek yang timbul sering juga disebut dengan feed back (umpan balik).
Efek dalam proses dakwah sering kali dilupakan atau tidak banyak menjadi perhatian para da‟i. Kebanyakan mereka beranggapan setelah setelah berdakwah maka selesailah tugas. Padahal efek yang timbul dari masyarakat merupakan hasil yang diporeleh dari apa yang disampaikan kepada masyarakat, oleh karena itu memperhatikan efek dakwah sangat besar manfaatnya dalam menentukan langkah-langkah dakwah yang akan dilakukan pada periode berikutnya.
Tanpa menganalisis efek dakwah, kemungkinan kesalahan strategi yang dilakukan dalam pencapaian tujuan dakwah akan terulang kembali, sebaliknya dengan menganalisis efek dakwah secara cermat, maka kesalahan strategi dakwah akan segera diketahui untuk diadakan evaluasi pada langkah-langkah berikutnya. Jika proses evaluasi telah menghasilkan beberapa keputusan, maka segera diikuti dengan tindakan korektif. Kalau yang demikian dapat terlaksana dengan baik, maka terciptalah suatu mekanisme perjuangan dalam bidang dakwah.
Upaya yang dilakukan dalam pencapaian tujuan dakwah agar mad‟unya merespon apa yang disampaikan, maka kegiatan dakwah selalu
diarahkan untuk mempengaruhi tiga aspek, yaitu aspek pengetahuannya (knowledge), aspek sikap (attitude), dan aspek perilaku (behavioral). Berkenaan dengan ketiga aspek ini akan kelihatan efeknya pada aspek diarahkan untuk mempengaruhi tiga aspek, yaitu aspek pengetahuannya (knowledge), aspek sikap (attitude), dan aspek perilaku (behavioral). Berkenaan dengan ketiga aspek ini akan kelihatan efeknya pada aspek
a. Efek kognitif Setelah menerima pesan dakwah, mitra dakwah akan menyerap isi dakwahnya melalui proses berpikir, efek kognitif ini bisa terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, dan dimengerti oleh mad‟u tentang isi pesan yang diterimanya. Berpikir di sini menunjukkan
sebagai kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang sebagai pengganti objek dan peristiwa. Sedang kegunaan berpikir adalah untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan (decision making ) memecahkan masalah (problem solving) dan menghasilkan karya baru.
Dengan menerima pesan melalui kegiatan dakwah diharapkan dapat mengubah cara berpikir seseorang sesuai dengan pemahaman yang sebenarnya. Dalam proses berpikir akan ditentukan oleh bermacam- macam faktor yang dapat mempengaruhi jalannya. Faktor tersebut diantaranya bagaimana seseorang melihat dan memahami masalah, bagaimana situasi yang sedang dialaminya, dan apa tujuan yang akan dicapainya.
b. Efek afektif Efek ini berupa pengaruh dakwah terhadap perubahan sikap mad‟u setelah menerima pesan dakwah. Sikap yang muncul mempunyai tiga variabel, yaitu: perhatian, pengertian, dan penerimaan. Pada tahap ini penerima dakwah dengan memberikan pengertian dan memikirkan pesan- pesan yang disampaikanakan mengambil sikaf menerima atau pesan yang disampaikan.
c. Efek behavioral
76 Moh. Ali Aziz, op.cit., h.456-458
Efek ini merupakan suatu bentuk efek dakwah yang berkenaan dengan pola tingkah laku mitra dakwah dalam merealisasikan materi dakwah yang telah diterima dalam kehidupan sehari-hari. Efek ini muncul setelah melalui proses kognitif dan efektif sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Rahmat Natawijaya yang dikutip oleh Moh Ali Aziz:
“Bahwa tingkah laku itu dipengaruhi oleh kognitif, yaitu faktor- faktor yang dipahami oleh invidual melalui pengamatan dan
tanggapannya, sedangkan efektif yaitu yang dirasakan oleh individual melalui tanggapan, pengamatan dan penilaiannya. Dari
perasaan itulah timbul keinginan untuk merealisasikannya. 77 ”
Oleh karena itu seseorang akan bertindak dan bertingkah laku setelah orang itu mengerti dan memahami apa yang telah diketahuinya kemudian masuk dalam perasaannya sehingga timbullah keinginan untuk bertindak atau bertingkah laku. Apabila sasaran dakwah bersikap positif maka ia cenderung untuk berbuat yang baik, dan apabila ia bersikap negatif, maka ia akan cenderung untuk berbuat yang tidak baik. Jadi, perbuatan atau perilaku seseorang pada hakikatnya merupakan perwujudan dari perasaan dan pikirannya. Dalam hal ini perilaku yang diharapkan adalah perilaku positif sesuai dengan ajaran Islam baik bagi individu maupun masyarakatnya. Jika dakwah telah dapat menyentuh aspek behavioral, yaitu telah dapat mendorong manusia melakukan secara nyata ajaran-ajaran Islam yang telah dipesankan dalam dakwah, maka dakwah dapat dikatakan berhasil dengan baik.