Pengolahan Tempe Observasi Enam Prinsip Higiene Sanitasi Pada Industri Pengolahan

maupun pencemaran karena vektorhewan pengganggu dan ada juga produsen lain yang sama sekali membiarkan goni tempet penyimpanan bahan baku dalam keadaan terbuka, bahkan ada juga yang manimpanya dengan barang-barang di atas goni tempat penyimpanan tempe tersebut. Tempat penyimpanan khusus harus tersedia untuk menyimpan bahan-bahan bukan pangan seperti bahan pencuci, pelumas dan oil. Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung, atau mikroba dan ada sirkulasi udara BPOM, 2002. Berdasarkan observasi, semua industri pengolahan tempe tidak membuat tempatruangan khusus untuk penyimpanan bahan baku, tetapi di gabung di ruang dapur rumahnya, dan diletakkan begitu saja di lantai.

5.2.3 Pengolahan Tempe

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan pada 10 industri pengolahan tempe yang menjual hasil produksi di pasar Sei Sikambing Kota Medan diperoleh bahwa semua industri pengolahan belum memenuhi syarat untuk cara pengolahannya. Ditemukan penjamah makanan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 80 tidak menggunakan baju pada waktu melakukan pengolahan tempe. Menurut asumsi peneliti hal ini sangat tidak memperhatikan higiene sanitasi pengolahan. Masih rendahnya pengetahuan penjamah makanan dalam hal memperhatikan kebersihan tempe hasil olahannnya. Apabila penjamah makanan menderita penyakit menular seperti hepatitis tentu saja bisa mengkontaminasi tempe. Karena penyakit hepatitis salah satu jenis penyakit yang dapat menular melalui keringat penderita. Universitas Sumatera Utara Menurut Depkes RI 2006 penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan. Penjamah makanan ini mempunyai peluang untuk menularkan penyakit. Banyak infeksi yang ditularkan melalui penjamah makanan, antara lain staphylococcus areus, ditularkan melalui hidung dan tenggorokan, kuman Clostridium perfringens, Streptococcus, Salmonella dapat ditularkan melalui kulit. Oleh sebab itu penjamah makanan harus selalu dalam keadaan sehat dan terampil. Selain itu, Sirait 2009 menemukan 10 usaha kecil yang penjamah makanan menggunakan celemek, tutup kepala, sarung tangan dan penutup mulut pada saat pengolahan minuman dan makanan. Pada observasi yang peneliti lakukan, peneliti tidak menemukan industri pengolahan tempe yang menggunakan alat pelindung diri secara lengkap seperti celemek, tutup kepala, sarung tangan, dan penutup mulut. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada industri pengolahan tempe ini, di temukan penjamah makanan merokok sewaktu melakukan pengolahan tempe sebesar 30 . Menurut asumsi peneliti hal ini sangat berpengaruh pada tenaga penjamah lain yang bekerja pada industri tersebut. Juga sangat fatal terhadap hasil produksi tempe yang akan dihasilkan nantinya, karena asap dan puntung rokok tersebut bisa saja terkontaminasi terhadap tempe yang akan di olah. Apabila hal ini dilakukan secara terus menerus dapat membahayakan para konsumen karena rokok tersebut mengandung bahan kimia yang berbahaya. Karyawan terutama yang bekerja langsung dengan bahan pangan atau pangan dapat mencemari bahan pangan atau pangan tersebut, baik berupa cemaran fisik, kimia maupun biologis. Oleh karena itu, kebersihan karyawan dan higiene karyawan Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu hal yang sangat penting yang harus diperhatikan industri pangan agar produk pangannya bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Menurut BPOM, 2002 Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa pekerja yang kontak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran. Berdasarkan pemeriksaan zat pewarna metanil yellow pada tempe yang dilakukan peneliti di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan, bahwa tidak ditemukan adanya zat pewarna metanil yellow, akan tetapi hasil observasi dilapangan, di temukan 20 industri pengolahan tempe menggunakan zat pewarna makanan yaitu light yellow. Dengan tujuan agar tempenya terlihat cerah dan tidak pucat. Jenis pewarna light yellow masih tergolong aman untuk dikonsumsi apabila sesuai dengan kadar yang di tentukan. Jika tidak tetap akan berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Tempat pengolahan tempe yang di observasi peneliti rata-rata belum memenuhi syarat kesehatan, dimana sebanyak 70 lantai masih dalam keadaan kotor dan sulit untuk dibersihkan. Tenaga pengolah pada produsen D juga menggunakan sendal di dalam ruang pengolahan, dan sebagian ruangan masih beralaskan tanah dan papan. Langit-langit ruangan pengolahan ini sangat kotor dan banyak serangga. Sedangkan untuk dinding dan langit-langit yang belum memenuhi syarat kesehatan ada sekitar 40, dimana dinding dan langit-langit tersebut tampak kotor dan sulit untuk dibersihkan. Hanya 20 industri pengolahan tempe yang bebas dari lalat dan sekitar 60 yang memiliki jendela yang memenuhi syarat kesehatan. Bahkan ada salah satu produsen tempe yaitu produsen B yang sama sekali tidak mempunyai ventilasi, jadi udara yang masuk keruangan tersebut hanya dari atas atap yang mulai berlubang. Persedian air bersih di pengolahan tempe ini ada 20 yang masih kurang, di akibatkan Universitas Sumatera Utara karena air PAM yang sering macet. Sebagian produsen lain menggunakan sumur bor. Menurut asumsi peneliti persediaan air bersih yang cukup sangat berpengaruh pada kualitas tempe yang dihasilkan, karena jika air perendaman kotor dan bau maka tempe yang dihasilkan juga akan tampak kotor dan bau. Berdasarkan observasi yang dilakukan pada indutri pengolahan tempe ini, tidak ada industri pengolahan tempe yang meletakkan tong sampah disekitar tempat pengolahan. Saluran pembuangan akhir limbah hanya dimilki oleh 2 industri tempe 20. Pengolahan limbah dibentuk berupa bak penampungan, bak penampungan tersebut dibuat dengan luas 2x3 meter dan didalamnya telah diisi dengan arang dan pasir. Adapun tujuan dibuat arang dan pasir supaya limbah dari pengolahan tempe tersebut tidak berbau. Setelah diendapkan maka air yang telah tertampung di bak dialirkan ke parit pembuangan. Sedangkan 8 industri pengolahan tempe 80 langsung membuang limbahnya keparit dan kesungai. Berdasarkan hasil observasi hanya 5 industri pengolahan tempe 50 yang menyediakan tempat mencuci tangan sebelum memulai atau setelah melakukan kegiatan pengolahan tempe, tersedia dengan kran air dan ember penampungan. Fasilitas tersebut juga dipakai untuk mencuci peralatan setelah digunakan. Hampir keseluruhan industri tempe 80 menggunakan peralatan dicuci dahulu sebelum digunakan dalam setiap kegiatan pengolahan tempe, sedangkan 2 industri tempe yang lain 20 lebih sering menggunakan alat yang telah dicuci pada hari sebelumnya dan dianggap sudah bersih. Dari hasil observasi hampir keseluruhan industri tempe 80 menggunakan peralatan dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan dalam setiap kegiatan pengolahan Universitas Sumatera Utara tempe, penggunaan peralatan tidak dikeringkan dengan alat pengeringlap yang bersih. Sedangkan 2 industri pengolahan tempe yang lain 20 lebih sering menggunakan alat yang telah dicuci pada hari sebelumnya dan dianggap sudah bersih. Peralatan diletakkan begitu saja di ruang pengolahan tempe. Karena pada umumnya peralatan untuk mengolah tempe tidak begitu banyak, dan umumnya peralatan dalam bentuk yang cukup besar. Menurut BPOM 2002, kondisi ruang pengolahan sangat menentukan mutu dan keamanan produk pangan yag dihasilkan industri pangan. Masih ditemukan vektor seperti lalat dan kecoa yang terdapat pada ruang dapur yang juga digunakan sebagai ruang pengolahan tempe. Binatang penganggu seperti tikus memang tidak ditemui pada saat proses pengolahan tempe tetapi kondisi ruang pengolahan yang tidak bersih dan kurang di terawat memungkinkan untuk tikus datang pada malam hari dan dapat mengontaminasi tempe atau bahan baku kacang kedelai serta peralatan pengolahan.

5.2.4 Pengemasan Tempe

Dokumen yang terkait

Higiene Sanitasi Pengolahan dan Analisa Boraks pada Bubur Ayam yang Dijual di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012

30 178 152

Hygiene Sanitasi Pengolahan Dan Analisa Kandungan Zat Pewarna Merah Pada Makanan Kipang Pulut Di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011

0 77 97

ANALISIS PENERAPAN HIGIENE SANITASI INDUSTRI MI BASAH “X’ DAN PEMERIKSAAN ZAT PEWARNA METHANIL YELLOW SECARA KUALITATIF

1 18 107

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

6 99 184

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

0 0 19

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

0 0 2

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

0 0 7

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

0 1 46

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

1 1 4

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

0 0 49