Higiene Sanitasi Pengolahan dan Analisa Boraks pada Bubur Ayam yang Dijual di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012

(1)

HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN DAN ANALISA BORAKS PADA BUBUR AYAM YANG DIJUAL DI KECAMATAN

MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh :

RIKKY SUHANDA NIM. 081000012

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN DAN ANALISA BORAKS PADA BUBUR AYAM YANG DIJUAL DI KECAMATAN

MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

RIKKY SUHANDA NIM. 081000012

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN DAN ANALISA BORAKS PADA BUBUR AYAM YANG DIJUAL DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL

TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

RIKKY SUHANDA NIM. 081000012

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 25 Juli 2012 dan Dinyatakan

Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr. Taufik Ashar, MKM Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH

NIP. 19780331 200312 1 001 NIP. 19491119 198701 1 001

Penguji II Penguji III

dr. Devi Nuraini Santi, MKes Ir. Indra Chahaya S, MSi NIP. 19700219 199802 2 001 NIP. 19681101 199303 2 005

Medan, Agustus 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 19610831 198903 1 001


(4)

ABSTRAK

Bubur ayam merupakan salah satu menu favorit untuk sarapan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat mulai dari kalangan anak-anak hingga dewasa karena rasanya yang enak, mengenyangkan, murah, dan bergizi. Bubur ayam merupakan makanan yang diproduksi oleh industri rumah tangga sehingga mutu makanan ini sangat sulit dilakukan. Penambahan bahan tambahan makanan berbahaya sering kali terjadi pada makanan jajanan yang diproduksi oleh rumah tangga. Boraks menjadi salah satu pilihan untuk membuat bubur kental lebih dari 6 jam, berwarna putih cerah, dan membuat bubur tidak mudah basi. Bahan tambahan berbahaya tidak boleh ada di dalam makanan. Penerapan higiene sanitasi makanan jajanan menjadi salah satu cara untuk mengidentifikasi penambahan bahan berbahaya pada bubur ayam tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penerapan higiene sanitasi pengolahan dan kandungan boraks pada bubur ayam yang diproduksi oleh pedagang bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah bersifat deskriptif untuk melihat gambaran penerapan higiene sanitasi pengolahan dan analisis kandungan boraks dalam 7 sampel bubur ayam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan bubur ayam yang diproduksi oleh pedagang bubur ayam belum memenuhi syarat kesehatan karena hampir semua pedagang bubur ayam belum menerapkan seluruh prinsip higiene sanitasi pengolahan dengan baik mulai dari pemilihan bahan baku, penyimpanan bahan baku, pengolahan makanan, penyimpanan makanan jadi, pengangkutan makanan jadi, dan penyajian makanan jadi. Hasil uji sampel di laboratorium menunjukkan tidak ada satupun sampel bubur ayam yang mengandung boraks.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa bubur ayam aman untuk dikonsumsi karena tidak terjadi penambahan boraks untuk tujuan pengentalan dan pengawetan. Namun demikian, perlu diadakan pengawasan, penyuluhan, dan pelatihan pengolahan makanan dan minuman oleh instansi terkait (Dinas Kesehatan) tentang pentingnya penerapan higiene sanitasi pengolahan bubur ayam sehingga bubur ayam yang diproduksi memenuhi syarat kesehatan dan aman untuk dikonsumsi.


(5)

ABSTRACT

Chicken porridge is one of the favorites menu for breakfast consumed by many people from among the children to adults because it tastes good, glut, cheap, and nutritious. Chicken porridge is a food produced by home industry so that the quality of this food is very hard to do. The addition of dangerous food additives often occurs in food products produced by households. Borax into one of the options to make a thick porridge more than 6 hours, bright white, and make porridge is not perishable. An additional ingredient dangerous should not be there in the food. The application of hygiene sanitation food hawker be one way to identify the addition of hazardous materials in chicken porridge.

The purpose of this research was to know the description of the application of sanitary and hygiene processing content in chicken porridge borax produced by chicken porridge sellers in Medan Sunggal sub-district.

The methods used in this research was a descriptive to see descriptions of the application processing and analysis hygiene sanitation borax content in 7 samples of chicken porridge.

The results of research showed that the process of chicken porridge produced by chicken porridge sellers not yet qualified health because almost all chicken porridge sellers have not implemented all the principles of good hygiene sanitation of processing from selection raw materials, storage of raw materials, food processing, food storage, transporting food, and serving food. The sample in the laboratory test results showed none of samples of chicken porridge containing borax.

Based on the results of these research found that chicken porridge was safe for consumption because it does not happen the addition of borax for the purpose of coagulation and preservation. However, it should be held supervision, counseling, and training of food and beverage processing by the relevant agencies (Health Office) about the importance of the application of hygiene sanitation chicken porridge processing so that chicken porridge produced qualified health and safe to eat.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : RIKKY SUHANDA

Tempat/Tanggal Lahir : Delitua, 15 Maret 1991

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Anak Ke : 3 dari 4 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Pamah Gg Amri II No.82 Delitua, Medan

RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL :

1. SD Negeri 108075 Delitua : Tahun 1996-2002 2. SMP Negeri 1 Delitua : Tahun 2002-2005 3. SMA Swasta Singosari Delitua : Tahun 2005-2008 4. Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU : Tahun 2008-2012

RIWAYAT PENDIDIKAN NON FORMAL:

1. T’KAD (Training Keislaman Dasar) UKMI AD-DAKWAH USU Tahun 2008 2. Latihan Kader I HMI Cabang Medan Tahun 2009


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia NYAlah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Higiene Sanitasi Pengolahan dan Analisa Boraks pada Bubur Ayam yang Dijual di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih teristimewa kepada orang tuaku tercinta Ayahanda Poniran dan Ibunda Tumiyah karena tidak bosan bosannya memberikan motivasi, dukungan moril maupun materil dan doa yang sangat luar biasa dari awal perkuliahan sampai selesainya skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak dr. Taufik Ashar, MKM selaku dosen pembimbing I dan Bapak Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH selaku dosen pembimbing II yang dalam proses penulisan skripsi ini telah begitu banyak meluangkan waktu dan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran dan masukan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis sampaikan kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Evi Naria, MKes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Drs. Eddy Syahrial, MS selaku Dosen Penasehat Akademik, terima kasih untuk nasehat dan bimbingannya setiap semester.


(8)

4. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, Mkes selaku Pembantu Dekan III Fakultas Kesehatan Masyarakat yang selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini.

5. dr. Devi Nuraini Santi, Mkes dan Ir. Indra Chahaya S, MSi selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan saran dan dukungan untuk kesempurnaan skripsi ini. 6. Seluruh dosen dan staff Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

khususnya Departemen Kesehatan Lingkungan dan tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Kak Dian yang banyak membantu dalam pengurusan administrasi mata kuliah skripsi.

7. Kak Juli selaku pegawai perpustakaan FKM USU yang telah memberikan motivasi dan bantuan berupa buku-buku sehingga skripsi saya dapat selesai dengan baik. 8. Bapak Alhamra selaku Ketua Bidang MMHP (Makanan Minuman Hasil Pertanian)

Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan selama melakukan penelitian.

9. Bapak/Ibu Pedagang Bubur Ayam di Kecamatan Medan Sunggal yang telah membantu penelitian penulis.

10.Teristimewa buat yayukku Lili dan suaminya Ken besertanya anak-anaknya yang selalu menghadirkan canda tawa ketika penulis sedang mengerjakan skripsi sehingga skripsi ini selesai tanpa rasa bosan dan lelah.

11.Buat abangku Edi Sanjaya makasih banget buat motivasinya dan transportasinya. 12.Teman-teman satu angkatan FKM USU 2008 teristimewa kepada sahabat-sahabatku

tersayang yaitu Sri Lestari (Cinlau), Winni RE Tumanggor, Melly Fitri Siregar (Cleopatra), Linda Handayani (Lin Cuan), Titan Amaliani (Cubidutus), Marina


(9)

Aprina (Nina Suarez), Via, Yunche Ndut, Budini, Syofia (Naya), Syaf niez, Mpit, Hilma Farhani (Himawari), Qiqi man, Azhary Azwar (kancut), DJ Solihin dan teman-teman yang lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan motivasi, kebersamaan, berbagi suka dan duka serta doa selama masa perkuliahan.

13.Nurwahyu Utami yang telah banyak membantu dalam mengedit, mengeprint, dan memberi masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

14.Rekan-rekan peminatan Kesehatan Lingkungan (IMAKEL 2008), seluruh pengurus HMI Komisariat FKM USU Periode 2011-2012, teman-teman seperjuangan di UKMI AD-DAKWAH USU dan PHBI FKM USU Periode 2010-2011.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga membutuhkan banyak masukan dan kritikan dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dalam memperkaya materi skripsi ini. Namun demikian, penulis berharap semoga skrisi ini dapat menjadi sumbangan berguna bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Medan, Juli 2012


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1LatarBelakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1Higiene dan Sanitasi Makanan ... 7

2.1.1 Pengetian Higiene ... 7

2.1.2 Pengertian Sanitasi ... 8

2.1.3 Pengertian Makanan ... 9

2.1.4 Pengertian Higiene Sanitasi Makanan ... 10

2.2Peranan Makanan sebagai Media Penularan Penyakit ... 10

2.3Prinsip Higiene Sanitasi Makanan ... 11

2.3.1 Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Makanan ... 11

2.3.1.1 Ciri-ciri Bahan Makanan yang Baik ... 12

2.3.1.2 Sumber Bahan Makanan yang Baik ... 14

2.3.2 Prinsip II : Penyimpanan Bahan Baku Makanan ... 14

2.3.3 Prinsip III : Pengolahan Makanan ... 17

2.3.3.1 Penjamah Makanan ... 18

2.3.3.2 Cara Pegolahan Makanan ... 19

2.3.3.3 Tempat Pengolahan Makanan ... 20

2.3.3.4 Peralatan Pengolahan Makanan ... 24

2.3.4 Prinsip IV : Penyimpanan Makanan Jadi ... 25

2.3.5 Prinsip V : Pengangkutan Makanan ... 25

2.3.6 Prinsip VI : Penyajian Makanan ... 26

2.4Bubur Ayam ... 28

2.4.1 Bubur Ayam sebagai Makanan Jajanan ... 28

2.4.2 Jenis-jenis Bubur Ayam ... 29


(11)

2.4.4 Diagram Pembuatan Bubur Ayam ... 33

2.5Bahan Tambahan Makanan ... 34

2.5.1 Pengertian BTM ... 34

2.5.2 Tujuan Penggunaan BTM ... 34

2.5.3 Jenis BTM ... 36

2.5.4 BTM yang Diizinkan ... 37

2.5.5 BTM yang Dilarang ... 41

2.6Zat Pengental ... 41

2.7Zat Pengawet ... 43

2.6.1 Pengertian Zat Pengawet ... 43

2.6.2 Jenis Zat Pengawet ... 43

2.6.3 Tujuan Penggunaan Zat Pengawet ... 48

2.6.4 Pengawet yang Diizinkan dan Pengawet yang Dilarang Penggunaannya ... 50

2.6.5 Dampak Zat Pengawet Terhadap Kesehatan ... 51

2.8Boraks atau Asam Borat ... 52

2.7.1 Karakteristik Boraks ... 52

2.7.2 Fungsi Boraks yang Sebenarnya ... 54

2.7.3 Makanan Mengandung Boraks ... 56

2.7.4 Mekanisme Toksisitas Boraks ... 58

2.7.5 Dampak Boraks Terhadap Kesehatan ... 60

2.9Kerangka Konsep ... 62

BAB III METODE PENELITIAN ... 63

3.1 Jenis Penelitian ... 63

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 63

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 63

3.2.2 Waktu Penelitian ... 64

3.3 Populasi dan Sampel ... 64

3.3.1 Populasi ... 64

3.3.2 Sampel ... 64

3.3.3 Objek Penelitian ... 64

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 65

3.5 Pelaksanaan Penelitian ... 65

3.5.1 Pengambilan Sampel dan Pengiriman ke Laboratorium ... 65

3.5.2 Cara Pemeriksaan Boraks pada Bubur Ayam ... 65

3.6 Definisi Operasional ... 67

3.7 Aspek Pengukuran ... 69

3.8 Analisa Data ... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 72

4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 72

4.2Hasil Penelitian ... 72

4.2.1 Karakteristik pedagang Bubur Ayam ... 73

4.2.1.1 Jenis Kelamin ... 73


(12)

4.2.1.3 Tingkat Pendidikan ... 74

4.2.1.4 Lama Berjualan ... 74

4.2.1.5 Jumlah Produksi Bubur Ayam Per Hari ... 75

4.2.2 Enam Prinsip Higiene Sanitasi pada Pedagang Buur Ayam ... 75

4.2.2.1 Pemilihan Bahan Baku Makanan ... 76

4.2.2.2 Penyimpanan Bahan Baku Makanan ... 77

4.2.2.3 Pengolahan Makanan... 77

4.2.2.4 Penyimpanan Makanan Jadi ... 81

4.2.2.5 Pengangkutan Makanan ... 82

4.2.2.6 Penyajian Makanan ... 83

4.2.2.7 Higiene Sanitasi Pengolahan Bubur Ayam ... 84

4.2.3 Tingkat Pengetahuan Pedagang Bubur Ayam ... 86

4.2.4 Analisa Kandungan Boraks dalam Bubur Ayam pada Pedagang BuburAyam di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ... 91

4.2.4.1 Uji Kualitatif ... 91

BAB V PEMBAHASAN ... 94

5.1Karakteristik Pedagang Bubur Ayam ... 94

5.1.1 Kaitan Jenis Kelamin dengan Prinsip Higiene Sanitasi Makanan ... 94

5.1.2 Kaitan Umur dengan Prinsip Higiene Sanitasi Makanan ... 94

5.1.3 Kaitan Pendidikan dengan Prinsip Higiene Sanitasi Makanan ... 95

5.1.4 Kaitan Lama Berjualan dengan Higiene Sanitasi Makanan ... 95

5.1.5 Jumlah Produksi Bubur Ayam Per Hari ... 96

5.2Enam Prinsip Higiene Sanitasi pada Pedagang Bubur Ayam ... 96

5.2.1 Pemilihan Bahan Baku Makanan ... 96

5.2.2 Penyimpanan Bahan Baku Makanan ... 99

5.2.3 Pengolahan Makanan ... 101

5.2.4 Penyimpanan Makanan Jadi ... 109

5.2.5 Pengangkutan Makanan ... 109

5.2.6 Penyajian Makanan ... 111

5.3 Gambaran Higiene Sanitasi Pedagang Bubur Ayam di Kecamatan Medan Sunggal ... 113

5.4 Tingkat Pengetahuan Pedagang Bubur Ayam ... 114

5.5 Pemeriksaan Kandungan Boraks pada Bubur Ayam ... 114

5.5.1 Uji Kualitatif ... 114

BAB VI KESIMPULAN ... 118

6.1Kesimpulan ... 118

6.2Saran ... 119


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Penyimpanan Bahan Makanan Mentah ... 16 Tabel 2.2 Bahan Pengawet Organik Yang Diizinkan Pemakaiannya dan

Dosis Maksimum Yang Diperkenankan oleh Dirjen POM ... 46 Tabel 2.3 Bahan Pengawet Anorganik Yang Diizinkan Pemakaiannya dan

Dosis Maksimum Yang Diperkenankan oleh Dirjen POM ... 47 Tabel 2.4 Ciri-Ciri Makanan Yang Mengandung Boraks ... 56 Tabel 4.1 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Jenis Kelamin di

Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ... 73 Tabel 4.2 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Umur di Kecamatan

Medan Sunggal Tahun 2012 ... 74 Tabel 4.3 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Lama Berjualan di

Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ... 74 Tabel 4.4 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Jumlah Produksi

Bubur Ayam per hari di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ... 75 Tabel 4.5 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Pemilihan Bahan

Baku Makanan di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ... 76 Tabel 4.6 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Penyimpanan Bahan

Baku Makanan di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ... 77 Tabel 4.7 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Pengolahan

Makanan di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ... 78 Tabel 4.8 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Ruang dan Peralatan

Pengolahan Makanan di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ... 79 Tabel 4.9 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Penyimpanan

Makanan Masak di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ... 81 Tabel 4.10 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Pengangkutan

Makanan Masak di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ... 82 Tabel 4.11 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Penyajian


(14)

Halaman

Tabel 4.12 Hasil Rekapitulasi Higiene Sanitasi Pengolahan Bubur Ayam yang Diproduksi oleh Pedagang Bubur Ayam di Kecamatan Medan

Sunggal Tahun 2012 ... 84 Tabel 4.13 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Pengetahuan tentang

Higiene Sanitasi Makanan di Kecamatan Medan Sunggal

Tahun 2012 ... 86 Tabel 4.14 Distribusi Pedagang Bubur Ayam Berdasarkan Skore Pengetahuan

Tentang Higiene Sanitasi Makanan di Kecamatan ... 91 Tabel 4.15 Hasil Analisis Kualitatif Boraks dalam Bubur Ayam dengan Metode

Reaksi Nyala Api pada Pedagang Bubur Ayam di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ... 92 Tabel 4.16 Hasil Analisis Kualitatif Boraks dalam Bubur Ayam dengan Metode

Pewarnaan pada Pedagang Bubur Ayam di Kecamatan Medan

Sunggal Tahun 2012 ... 92 Tabel 4.17 Hasil Observasi Daya Tahan Bubur Ayam dan Kandungan Boraks

pada Pedagang Bubur Ayam di Kecamatan Medan Sunggal


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Diagram Pembuatan Bubur Ayam………33 Gambar 2.2. Kerangka Konsep………..62


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pengolahan Bubur Ayam di

Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ...125 Lampiran 2. Mater Data Hasil Observasi Higiene Sanitasi Pengolahan

Bubur Ayam di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 ... 128 Lampiran 3. Lembar Kuesioner Pengolahan Bubur Ayam di Kecamatan

Medan Sunggal Tahun 2012 ... 129 Lampiran 4. Master Data Kuesioner Penelitian ... 133 Lampiran 5. Dokumentasi Pada Saat Melakukan Penelitian ... 134 Lampiran 6. Lembar Observasi dan Lembar Hasil Pemeriksaan Kandungan

Boraks pada Bubur Ayam yang Dijual di Kecamatan Medan

Sunggal Tahun 2012 ... 139 Lampiran 7. Hasil Analisa Boraks pada Bubur Ayam di Balai Riset dan

Standarisasi Industri Medan ... 140 Lampiran 8. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 141 Lampiran 9. Surat Selesai Penelitian ... 142 Lampiran 10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1168/Menkes/PER/X/1999

Tentang Bahan Tambahan Makanan ... 143 Lampiran 11. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003


(17)

ABSTRAK

Bubur ayam merupakan salah satu menu favorit untuk sarapan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat mulai dari kalangan anak-anak hingga dewasa karena rasanya yang enak, mengenyangkan, murah, dan bergizi. Bubur ayam merupakan makanan yang diproduksi oleh industri rumah tangga sehingga mutu makanan ini sangat sulit dilakukan. Penambahan bahan tambahan makanan berbahaya sering kali terjadi pada makanan jajanan yang diproduksi oleh rumah tangga. Boraks menjadi salah satu pilihan untuk membuat bubur kental lebih dari 6 jam, berwarna putih cerah, dan membuat bubur tidak mudah basi. Bahan tambahan berbahaya tidak boleh ada di dalam makanan. Penerapan higiene sanitasi makanan jajanan menjadi salah satu cara untuk mengidentifikasi penambahan bahan berbahaya pada bubur ayam tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penerapan higiene sanitasi pengolahan dan kandungan boraks pada bubur ayam yang diproduksi oleh pedagang bubur ayam di Kecamatan Medan Sunggal.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah bersifat deskriptif untuk melihat gambaran penerapan higiene sanitasi pengolahan dan analisis kandungan boraks dalam 7 sampel bubur ayam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan bubur ayam yang diproduksi oleh pedagang bubur ayam belum memenuhi syarat kesehatan karena hampir semua pedagang bubur ayam belum menerapkan seluruh prinsip higiene sanitasi pengolahan dengan baik mulai dari pemilihan bahan baku, penyimpanan bahan baku, pengolahan makanan, penyimpanan makanan jadi, pengangkutan makanan jadi, dan penyajian makanan jadi. Hasil uji sampel di laboratorium menunjukkan tidak ada satupun sampel bubur ayam yang mengandung boraks.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa bubur ayam aman untuk dikonsumsi karena tidak terjadi penambahan boraks untuk tujuan pengentalan dan pengawetan. Namun demikian, perlu diadakan pengawasan, penyuluhan, dan pelatihan pengolahan makanan dan minuman oleh instansi terkait (Dinas Kesehatan) tentang pentingnya penerapan higiene sanitasi pengolahan bubur ayam sehingga bubur ayam yang diproduksi memenuhi syarat kesehatan dan aman untuk dikonsumsi.


(18)

ABSTRACT

Chicken porridge is one of the favorites menu for breakfast consumed by many people from among the children to adults because it tastes good, glut, cheap, and nutritious. Chicken porridge is a food produced by home industry so that the quality of this food is very hard to do. The addition of dangerous food additives often occurs in food products produced by households. Borax into one of the options to make a thick porridge more than 6 hours, bright white, and make porridge is not perishable. An additional ingredient dangerous should not be there in the food. The application of hygiene sanitation food hawker be one way to identify the addition of hazardous materials in chicken porridge.

The purpose of this research was to know the description of the application of sanitary and hygiene processing content in chicken porridge borax produced by chicken porridge sellers in Medan Sunggal sub-district.

The methods used in this research was a descriptive to see descriptions of the application processing and analysis hygiene sanitation borax content in 7 samples of chicken porridge.

The results of research showed that the process of chicken porridge produced by chicken porridge sellers not yet qualified health because almost all chicken porridge sellers have not implemented all the principles of good hygiene sanitation of processing from selection raw materials, storage of raw materials, food processing, food storage, transporting food, and serving food. The sample in the laboratory test results showed none of samples of chicken porridge containing borax.

Based on the results of these research found that chicken porridge was safe for consumption because it does not happen the addition of borax for the purpose of coagulation and preservation. However, it should be held supervision, counseling, and training of food and beverage processing by the relevant agencies (Health Office) about the importance of the application of hygiene sanitation chicken porridge processing so that chicken porridge produced qualified health and safe to eat.


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kota Medan, pada tahun 2010 terdapat 28.501 TPUM (Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan), salah satunya adalah pusat makanan jajanan. Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (Kepmenkes RI Nomor 942 Tahun 2003).

Salah satu makanan jajanan yang terdapat di Kota Medan adalah bubur ayam. Bubur ayam merupakan makanan yang terbuat dari beras yang direbus dengan air kaldu dalam waktu yang cukup lama sehingga menjadi lembek dan berair serta setelah bubur ayam matang disajikan dengan kuah kaldu, suwiran daging ayam, kerupuk, cakwe, bawang goreng dan irisan daun bawang (Bahari, 2011).

Bubur ayam merupakan salah satu menu favorit untuk sarapan dimana bubur ayam banyak dikonsumsi oleh masyarakat mulai dari kalangan anak-anak hingga dewasa karena rasanya yang enak, mengenyangkan, murah, dan bergizi. Namun, bubur ayam yang kita konsumsi sehari-hari mempunyai resiko menjadi tidak aman untuk dikonsumsi karena terkontaminasi bahan-bahan berbahaya seperti mikroba, bahan kimia atau bahan lainnya yang dapat meracuni atau berbahaya bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu, tindakan-tindakan untuk mencegah timbulnya bahaya dalam makanan baik fisik, kimia, dan biologi harus diperhatikan. Salah satu aspek yang harus diperhatikan adalah bahan-bahan yang ditambahkan dalam bubur ayam seperti bahan pengental dan


(20)

bahan pengawet non makanan. Salah satu contohnya adalah boraks (Kompasiana, 2011).

Boraks merupakan garam natrium tetraborat dengan rumus molekul Na2B4O710H2O (Natrium Tetraborat Dekahidrat) yang memiliki titik didih sekitar 15750C dan titik lebur sekitar 7430C, berbentuk serbuk kristal berwarna putih, tidak larut dalam eter, jika larut dalam air berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat, mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 1000C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat serta menguap pada suhu 1400C dan berubah menjadi asam piroborat sehingga boraks bersifat permanen (Andiarti, 2003).

Sejak lama, bleng (boraks) disalahgunakan oleh produsen nakal untuk pembuatan kerupuk beras, mie, lontong (sebagai pengeras), ketupat (sebagai pengeras), bakso (sebagai pengenyal dan pengawet), kecap (sebagai pengawet), bahkan pembuatan bubur ayam (sebagai pengental dan pengawet). Produsen tersebut membeli bleng dalam bentuk cair di pasar dengan harga yang murah dimana bleng adalah bentuk tidak murni dari boraks yang terbuat dari campuran garam mineral konsentrasi tinggi yang dihasilkan dari ladang garam atau kawah lumpur. Padahal fungsi boraks yang sebenarnya adalah digunakan dalam dunia industri non pangan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik, dan pengontrol kecoa (Budiawan, 2004).

Berdasarkan reportase investigasi Trans TV di Jakarta (Berita Bulan Mei 2011), pedagang bubur ayam keliling yang sempat diliput oleh stasiun TV tersebut menjelaskan bagaimana cara pedagang bubur ayam membuat buburnya dengan menggunakan boraks. Penjual bubur ayam juga mengakui bahwa ia memang sengaja


(21)

memasukkan boraks ke dalam adonan buburnya saat dimasak. Fungsinya adalah agar bubur ayam menjadi kental lebih dari 6 jam, berwarna putih cerah, tidak mudah berubah, dan tidak mudah basi. Untuk ukuran beras 2 kg, maka boraks yang dimasukkan sebanyak 1/2 sendok makan ke dalam adonan buburnya, kemudian ditambahkan garam dan vetsin. Biasanya proses pembuatan bubur 2 hingga 4 jam, tetapi karena bantuan boraks maka lamanya proses pematangan bubur paling lama cukup hanya 3 jam saja agar matang sempurna. Penjual bubur ayam tersebut mengakui tidak mengetahui adanya bahaya yang mengancam tubuh manusia bila terus menerus mengonsumsi bubur yang dicampur dengan boraks. Penjual bubur tersebut juga mengatakan bahwa hampir setiap pedagang bubur ayam selalu mencampurkan boraks tersebut. Dari tujuh sampel bubur ayam yang diambil dan dibawa ke BPOM, ternyata enam sampel bubur ayam tersebut positif mengandung boraks (Pariadi, 2011).

Dari tampilan fisik, bubur ayam yang mengandung boraks akan terasa lengket seperti lem dan teksturnya terlihat padat, tampilan bubur akan tetap sama seperti baru bahkan terlihat masih basah (masih mengandung air) jika didiamkan hingga keesokan harinya, dan jika dibiarkan sampai esok hari, bubur ayam tidak berbau basi dan rasanya tidak berubah (Kompasiana, 2011).

Boraks yang dicampurkan pada makanan dapat menjadi racun bagi tubuh kita karena sebenarnya boraks bukan merupakan bahan tambahan makanan. Mengonsumsi boraks dalam makanan tidak secara langsung berakibat buruk, namun sifatnya terakumulasi (tertimbun) sedikit demi sedikit dalam organ hati, otak, ginjal, dan testis. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikeluarkan melalui air


(22)

kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya mengganggu enzim-enzim metabolisme tetapi juga mengganggu alat reproduksi pria. Boraks yang dikonsumsi cukup tinggi dapat menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah menurun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian (Oliveoile, 2008).

Berdasarkan survei pendahuluan, bubur ayam yang dijual di Kecamatan Medan Sunggal terlihat kental, berwarna putih cerah, bubur ayam yang tidak berkuah tahan sampai 12 jam, sedangkan bubur ayam yang berkuah hanya tahan sampai 9 jam serta hampir semua penjual bubur di Kecamatan Medan Sunggal berjualan dari pagi sampai sore hari. Selain itu, bubur ayam yang dijual terkadang habis dalam 1 hari dan terkadang tidak habis dijual dalam 1 hari. Dilihat dari bentuk bubur ayam yang kental dan awet sampai 12 jam, kemungkinan pedagang menggunakan bahan pengental dan bahan pengawet. Selain itu waktu menyajikan bubur ayam, penjual bubur tidak memakai sarung tangan, celemek, penjepit makanan, serta tidak mencuci tangan ketika mau menyajikan bubur ayam. Sedangkan dilihat dari tempat penyimpanan, tempat penyimpanan bubur tidak ditutup rapat, penyimpanan ayam diletakkan di piring dan dibiarkan terbuka. Hal ini tentu saja tidak memenuhi syarat higiene dan sanitasi makanan. Berdasarkan hal di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang penerapan higiene sanitasi pengolahan dan analisa boraks pada bubur ayam yang dijual di Kecamatan Medan Sunggal.


(23)

1.2 Rumusan Masalah

Belum pernah dilakukan penelitian mengenai gambaran higiene sanitasi pengolahan dan analisa boraks pada bubur ayam di Kota Medan, khususnya di Kecamatan Medan Sunggal.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran higiene sanitasi pengolahan dan keberadaan boraks pada bubur ayam yang dijual di Kecamatan Medan Sunggal.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik pedagang bubur ayam yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan, lama berjualan, jumlah produksi bubur ayam per hari. 2. Untuk mengetahui higiene sanitasi pemilihan bahan baku bubur ayam. 3. Untuk mengetahui higiene sanitasi penyimpanan bahan baku bubur ayam. 4. Untuk mengetahui higiene sanitasi pengolahan bubur ayam.

5. Untuk mengetahui higiene sanitasi penyimpanan bubur ayam. 6. Untuk mengetahui higiene sanitasi pengangkutan bubur ayam. 7. Untuk mengetahui higiene sanitasi penyajian bubur ayam.

8. Untuk mengetahui keberadaan boraks pada bubur ayam yang dijual di Kecamatan Medan Sunggal.

9. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pedagang bubur ayam tentang higiene sanitasi makanan.


(24)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi penjual untuk mempertahankan higiene dan sanitasi pengolahan bubur ayam.

2. Memberikan informasi dan bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan BPOM tentang pemakaian zat pengawet dan zat pengental berbahaya pada bubur ayam dalam hal program pengawasan makanan yang beredar di pasaran.

3. Menambah wawasan berpikir bagi peneliti terutama yang berhubungan dengan higiene sanitasi dan penggunaan zat pengawet berbahaya pada bubur ayam.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Higiene dan Sanitasi Makanan

Ditinjau dari ilmu kesehatan lingkungan, istilah higiene dan sanitasi mempunyai tujuan yang sama dan erat kaitannya antara satu dengan lainnya yaitu melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan manusia (individu maupun masyarakat). Tetapi dalam penerapannya, istilah higiene dan sanitasi memiliki perbedaan yaitu higiene lebih mengarahkan aktivitasnya kepada manusia (individu maupun masyarakat), sedangkan sanitasi lebih menitikberatkan pada faktor-faktor lingkungan hidup manusia (Azwar, 1990).

2.1.1 Pengertian Higiene

Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Misalnya, minum air yang direbus, mencuci tangan sebelum memegang makanan, dan pengawasan kesegaran ataupun mutu daging (Azwar, 1990).

Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subyeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring, serta membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004).


(26)

2.1.2 Pengertian Sanitasi

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia seperti pembuatan sumur yang memenuhi persyaratan kesehatan, pengawasan kebersihan pada peralatan makan, serta pengawasan terhadap makanan (Azwar, 1990).

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya, misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).

Sanitasi makanan merupakan upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia (Chandra, 2006). Sedangkan menurut Oginawati (2008), sanitasi makanan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan yang dapat merusak makanan dan membahayakan kesehatan manusia.

Menurut Chandra (2006) dan Oginawati (2008), tujuan dari sanitasi makanan antara lain:

a. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan b. Mencegah penularan wabah penyakit

c. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat d. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan

e. Melindungi konsumen dari kemungkinan terkena penyakit yang disebarkan oleh perantara-perantara makanan


(27)

Selain itu menurut Chandra (2006) dan Oginawati (2008), di dalam upaya sanitasi makanan, terdapat 6 tahapan yang harus diperhatikan yaitu:

a. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi b. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan c. Keamanan terhadap penyediaan air bersih

d. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran

e. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan

f. Pencucian, pembersihan, dan penyimpanan alat-alat atau perlengkapan 2.1.3 Pengertian Makanan

Menurut WHO, makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk pengobatan (Chandra, 2006).

Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pembuat makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (Depkes RI, 2003).

Makanan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, dimana makanan memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Makanan sebagai sumber energi, yaitu makanan memberikan panas dan tenaga pada tubuh

b. Makanan sebagai zat pembangun, yaitu membangun jaringan tubuh yang baru, memelihara dan memperbaiki jaringan tubuh yang sudah tua


(28)

c. Makanan sebagai zat pengatur, yaitu mengatur proses alamiah, kimiawi, dan proses faal dalam tubuh

2.1.4 Pengertian Higiene Sanitasi Makanan

Higiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat, dan perlengkapannya yang dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Persyaratan higiene sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis yang ditetapkan terhadap produk rumah makan dan restoran, dan perlengkapannya yang meliputi persyaratan bakteriologis, kimia, dan fisika (Depkes RI, 2003).

2.2 Peranan Makanan Sebagai Media Penularan Penyakit

Menurut Sihite (2000), makanan dalam hubungannya dengan penyakit dapat berperan sebagai:

1. Agent

Makanan dapat berperan sebagai penyebab penyakit, contohnya pada makanan yang terkenal di Jawa Timur (Lumajang) dan Jawa Tengah (Banyumas) yaitu tempe bongkrek. Tempe bongkrek terbuat dari kacang kedelai ditambah dengan ampas kelapa yang dijamurkan. Van veen dan Murtens menemukan 2 racun di dalam tempe bongkrek yaitu racun berwarna kuning dan racun tidak berwarna. Contoh lain yaitu jamur seperti Aspergillus yaitu spesies dari genus Aspergillus yang diketahui terdapat pada semua substrat, yang akan tumbuh pada buah busuk, sayuran, biji-bijian, roti dan bahan pangan lainnya.

2. Vehicle

Makanan juga dapat sebagai pembawa bibit penyakit yang bisa berasal dari luar atau dari dalam makanan, seperti bahan kimia atau parasit yang ikut termakan


(29)

bersama makanan dan juga beberapa mikroorganisme yang patogen, serta bahan radioaktif yang bisa membahayakan kesehatan.

3. Media

Makanan bertindak sebagai tempat berkembang biak bibit penyakit, dimana kontaminan yang jumlahnya kecil seperti mikroorganisme, jika dibiarkan dalam waktu yang lama dan suhu yang cukup di dalam makanan, maka bisa menyebabkan wabah yang serius.

2.3 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan

Prinsip higiene sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap empat faktor yaitu tempat atau bangunan, peralatan, orang dan bahan makanan. Keempat faktor tersebut dikendalikan melalui 6 (enam) prinsip higiene sanitasi makanan yaitu (Depkes RI, 2003) :

2.3.1 Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Makanan

Bahan makanan mentah atau bahan baku merupakan dasar untuk menghasilkan makanan yang baik. Bahan baku yang baik akan menghasilkan makanan yang baik, sedangkan bahan baku yang tidak baik akan menghasilkan makanan yang kurang baik. Oleh karena itu, untuk mendapatkan bahan baku yang baik, bahan baku makanan harus diamankan dari kerusakan seperti pecah dan busuk serta pencemaran, baik dari asal bahan baku atau maupun dari lingkungan. Kualitas bahan baku makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik dan mutunya dalam hal bentuk, warna, kesegaran, bau, dan lainnya. Bahan makanan dikatakan baik jika cukup tua atau matang sesuai kebutuhan, bebas dari pencemaran, tidak rusak secara fisik atau bahan kimia, dan bebas dari bibit penyakit.


(30)

2.3.1.1 Ciri – Ciri Bahan Makanan Yang Baik

Menurut Djajadiningrat (1989), ciri-ciri bahan makanan yang baik adalah sebagai berikut:

1. Daging Ayam

− Bila dilihat, pada bagian dada tampak montok berisi

− Pada bagian paha tidak keras dan tampak penuh berisi

− Jika ditekan, akan kembali ke bentuk semula setelah dilepaskan

− Memiliki kulit yang halus, tidak berbintil, dan tidak berbulu

− Tidak ada bercak darah atau bagian yang memar pada daging ayam

− Bila dicium, tidak berbau busuk

− Berwarna putih bersih 2. Beras

− Dicium beraroma segar, beras yang baik akan beraroma segar dan tidak apek

− Warnanya jernih, tidak berwarna kusam atau kekuning-kuningan

− Dilihat, tidak ada benda asing seperti batu, potongan kaca, plastik yang dapat membahayakan kesehatan manusia

− Diperiksa tak banyak patahannya. Beras yang baik tidak rapuh sehingga tidak mudah patah

− Harus bebas dari zat pemutih (klorin). Bila beras terasa pahit, maka beras tersebut sudah diberi zat pemutih (klorin)


(31)

− Jika dimasak akan terasa pulen. Beras yang baik akan menghasilkan nasi yang pulen, wangi, dan berwarna putih mengkilat

− Dikemas dengan kemasan 100% food grade agar tak terkontaminasi bahan beracun

3. Kerupuk

− Berwarna alami. Hindari membeli kerupuk yang warnanya mencolok karena biasanya kerupuk dengan warna mencolok dibuat dengan menambahkan zat pewarna

− Jika kerupuk rasa ikan dicium, ada aroma ikannya dan tidak amis, sedangkan jika kerupuk rasa udang, tercium aroma udangnya dan tidak amis.

− Tidak bau apek / tengik 4. Telur

− Kulit bersih, kuat, tidak retak, tidak pecah, tidak bernoda kotoran, kering, dan tidak basah

− Jika diteropong terlihat jernih

− Mempunyai lapisan zat tepung pada permukaan kulit

− Bila dikocok, maka akan mengembang 5. Sayur-sayuran

− Daun segar, tidak layu, dan utuh

− Tidak ada bekas gigitan serangga / hewan

− Tidak berubah warna


(32)

2.3.1.2 Sumber Bahan Makanan Yang Baik

Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik, perlu diketahui sumber-sumber bahan makanan yang baik pula. Sumber bahan makanan yang baik seringkali tidak mudah kita temukan karena jaringan perjalanan makanan yang begitu panjang dan melalui jaringan perdagangan pangan yang begitu luas.

Sumber bahan makanan yang baik adalah (Depkes RI, 2004) :

a. Pusat penjualan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang dikendalikan dengan baik misalnya swalayan

b. Tempat-tempat penjualan bahan makanan yang diawasi oleh pemerintah daerah dengan baik

2.3.2 Prinsip II : Penyimpanan Bahan Baku Makanan

Bahan makanan yang digunakan dalam proses produksi baik bahan baku, bahan tambahan maupun bahan penolong, harus disimpan dengan cara penyimpanan yang baik karena kesalahan dalam penyimpanan dapat berakibat penurunan mutu dan keamanan makanan (Depkes RI, 2004).

Tujuan penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan makanan tidak mudah rusak dan kehilangan nilai gizinya. Semua bahan makanan dibersihkan terlebih dahulu sebelum disimpan, yang dapat dilakukan dengan cara mencuci. Setelah dikeringkan kemudian dibungkus dengan pembungkus yang bersih dan disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah (Kusmayadi, 2008).

Tempat penyimpanan bahan baku makanan harus dalam keadaan bersih, kedap air dan tertutup, serta penyimpanan bahan baku makanan terpisah dari makanan jadi. Salah satu contoh tempat penyimpanan yang baik adalah lemari es atau freezer. Freezer


(33)

sangat membantu penyimpanan bahan baku makanan jika dibandingkan dengan tempat penyimpanan yang lain seperti lemari makan atau laci-laci penyimpanan makanan. Freezer tidak mengubah penampilan, cita rasa dan tidak pula merusak nutrisi bahan makanan yang disimpan selama batas waktu penyimpanan.

Syarat- syarat penyimpanan bahan makanan menurut Depkes RI (2011) adalah:

1. Tempat penyimpanan bahan baku makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih

2. Penempatannya terpisah dari makanan jadi

3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan: - dalam suhu yang sesuai

- ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm - kelembaban penyimpanan dalam ruangan yaitu 80%-90%

4. Bila bahan makanan disimpan digudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut:

- jarak makanan dengan lantai 15 cm - jarak makanan dengan dinding 5 cm - jarak makanan dengan langit-langit 60 cm

5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan makanan yang masuk lebih dahulu merupakan yang pertama keluar, sedangkan bahan makanan yang masuknya belakangan terakhir dikeluarkan atau disebut dengan sistem FIFO (First In First Out).


(34)

Penyimpanan bahan makanan mentah dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1 Penyimpanan Bahan Makanan Mentah

Jenis Bahan Makanan Digunakan dalam Waktu

3 hari atau kurang

1 minggu atau kurang

1 minggu atau lebih Daging, ikan, udang, dan

olahannya

-5ᵒC s.d 0ᵒC -10ᵒC s.d -5ᵒC <-10ᵒC

Telur, susu dan olahannya 5ᵒC s.d 7ᵒC -5ᵒC s.d 0ᵒC <-5ᵒC Sayur, buah, dan minuman 10ᵒC 10ᵒC 10ᵒC

Tepung dan biji-bijian 15ᵒC 25ᵒC 25ᵒC

Sumber: Mukono, 2000

Ada 4 cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya yaitu (Depkes RI, 2004) :

1. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 10 ºC – 15 ºC untuk jenis minuman buah, es krim dan sayur

2. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 4 ºC – 10 ºC untuk bahan makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali

3. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 0 ºC – 4 ºC untuk bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam

4. Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 0 ºC untuk bahan makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam


(35)

2.3.3 Prinsip III : Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan menggunakan sarung tangan plastik dan penjepit makanan (Arisman, 2009).

Tujuan pengolahan makanan adalah agar tercipta makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai, serta mempunyai bentuk yang mengundang selera (Azwar, 1990). Dalam pengolahan makanan, ada empat aspek yang harus diperhatikan yaitu penjamah makanan, cara pengolahan makanan, tempat pengolahan makanan, dan peralatan pengolahan makanan (Kusmayadi, 2008).

2.3.3.1 Penjamah Makanan

Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan, sampai dengan tahap penyajian. Agar bahan makanan tidak sampai tercemar, maka penjamah makanan harus terpelihara higiene dan sanitasinya. Syarat yang ditetapkan pada penjamah makanan menurut Depkes RI (2003) antara lain:

1. Memiliki temperamen yang baik

2. Memiliki pengetahuan dan higiene perorangan yang baik seperti menjaga kebersihan panca indera (mulut, hidung, tenggorokan, telinga), kebersihan kulit, kebersihan tangan (potong kuku dan mencuci tangan), kebersihan rambut (pakai tutup kepala), dan kebersihan pakaian kerja


(36)

3. Berbadan sehat dengan surat keterangan sehat yang menyatakan:

− Bebas penyakit kulit

− Bebas penyakit menular seperti influenza, dan diare

− Bukan carrier dari suatu penyakit infeksi

− Bebas TBC, pertusis, dan penyakit pernapasan berbahaya lainnya

− Sudah mendapatkan imunisasi Chotypa (Cholera, Thypus, dan Parathypus) Semua penjamah makanan harus selalu memelihara kebersihan pribadinya dan harus selalu berperilaku sehat ketika bekerja. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam kebersihan pribadi (personal hygiene) penjamah makanan adalah sebagai berikut:

1. Mencuci tangan, kerbersihan tangan penjamah makanan yang bekerja mengolah dan memproduksi pangan sangat penting sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Penjamah harus selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan keluar dari kamar mandi. Selain itu, kuku juga harus dirawat dan dibersihkan serta dianjurkan supaya tidak memakai perhiasan seperti cincin sewaktu bekerja. 2. Pakaian, hendaknya penjamah makanan memakai pakaian khusus dengan

ukuran pas dan bersih, umumnya pakaian berwarna terang (putih) dan penggunaannya khusus waktu bekerja saja.

3. Topi / penutup kepala, semua penjamah makanan hendaknya memakai topi atau penutup kepala untuk mencegah jatuhnya rambut ke dalam makanan atau kebiasaan menggaruk kepala.


(37)

4. Sarung tangan dan celemek, hendaknya penjamah makanan memakai sarung tangan dan celemek (apron) selama mengolah makanan dan sarung tangan ini harus dalam keadaan baik dan bersih.

5. Tidak merokok, penjamah makanan sama sekali tidak diizinkan merokok selama mengolah makanan.

2.3.3.2 Cara Pengolahan Makanan

Cara pengolahan makanan harus baik seperti menggunakan air yang bersih dalam setiap pengolahan, penjamah makanan mencuci tangan setiap kali hendak menjamah makanan, serta penjamah tidak bersentuhan langsung dengan makanan tetapi menggunakan peralatan seperti penjepit makanan.

Dalam proses pengolahan makanan perlu diperhatikan:

− Cara menjamah makanan

− Nilai gizi makanan

− Teknik memasak makanan

− Cara pengolahan yang bersih

− Higiene dan sanitasi makanan

− Higiene penjamah makanan

− Kesehatan penjamah makanan 2.3.3.3 Tempat Pengolahan Makanan

Tempat pengolahan makanan dimana makanan diolah sehingga menjadi makanan yang terolah ataupun makanan jadi, biasanya disebut dapur. Dapur merupakan


(38)

tempat pengolahan makanan yang harus memenuhi syarat higiene dan sanitasi, diantaranya konstruksi dan perlengkapan yang ada.

Menurut Depkes RI (2011), syarat-syarat dapur adalah sebagai berikut: 1. Lantai

Lantai harus dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, rata, dan kedap air. Selain itu sudut lantai dengan dinding melengkung 7,62 cm dari lantai. Lantai harus mempunyai kemiringan 1-2% ke saluran pembuangan air limbah. 2. Dinding

Permukaan dinding sebelah dalam harus rata, halus, dan mudah dibersihkan. Jika permukaan dinding terkena percikan air, maka harus dilapisi dengan bahan kedap air dan mudah dibersihkan seperti porselen setinggi 2 meter dari lantai. Bagian dinding yang kedap air tersebut dibuat halus, rata dan bewarna terang.

3. Atap

Atap harus rapat air, tidak bocor, cukup landai, dan tidak menjadi sarang tikus dan serangga lainnya.

4. Langit-langit

Permukaan langit-langit harus rata, berwarna terang, serta mudah dibersihkan. Selain itu langit-langit tidak boleh berlubang dan tinggi langit-langit sekurang-kurangnya 2,4 meter dari lantai.

5. Pintu

Pintu harus dibuat dari bahan yang kuat dan mudah dibersihkan, dapat menutup sendiri dengan baik dan membuka ke arah luar, setiap bagian bawah pintu


(39)

setinggi 36 cm dilapisi logam dan jarak antara pintu dan lantai tidak lebih dari 1 cm.

6. Pencahayaan

Intensitas pencahayaan harus cukup untuk melakukan pekerjaan pengolahan makanan secara efektif dan kegiatan pembersihan ruang. Di setiap ruangan tempat pengolahan makanan, intensitas pencahayaan sedikitnya 10 foot candle (100 lux). Pencahayaan tidak boleh menyilaukan dan harus tersebar merata sehingga sedapat mungkin tidak menimbulkan bayangan.

7. Ventilasi / penghawaan

Ventilasi diperlukan untuk memelihara kenyamanan dengan menurunkan panas dalam ruangan, mencegah pengembunan (kelembaban), serta membuang bau, asap, dan debu dalam ruangan. Secara garis besar, ventilasi terbagi atas dua macam yaitu ventilasi alam dan buatan. Ventilasi alam harus cukup (10% dari luas lantai) dan mampu menjamin peredaran udara dengan baik dan harus dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau, dan debu dalam ruangan. Ventilasi buatan diperlukan bila ventilasi alam tidak dapat memenuhi persyaratan.

8. Pembuangan asap

Dapur harus mempunyai cerobong asap yang dilengkapi dengan penyedot asap (extractor) untuk mengeluarkan asap dari cerobongnya.

9. Penyediaan air bersih

Air bersih harus tersedia cukup dan memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan keputusan menteri kesehatan baik kualitas maupun kuantitasnya. Kualitas air bersih minimal harus memenuhi syarat fisik yaitu tidak bewarna, tidak berasa,


(40)

tidak berbau. Selain itu, di dapur harus tersedia tempat cuci tangan, tempat mencuci peralatan, dan tempat pencucian bahan makanan yang terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat, dan mudah dibersihkan.

10.Tempat sampah

Sampah harus ditangani sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran makanan dari tempat sampah sehingga tempat sampah harus dipisahkan antara sampah organik dan sampah anorganik serta diusahakan pencegahan masuknya serangga ke tempat sampah. Tempat sampah yang baik adalah sebagai berikut:

− terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah berkarat, mempunyai tutup dan memakai kantong plastik khusus untuk sisa-sisa bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk

− mudah dibersihkan dan bagian dalam dibuat licin, serta bentuknya dibuat halus

− mudah diangkat dan ditutup

− kedap air, terutama menampung sampah basah

− tahan terhadap benda tajam dan runcing

Di samping itu sampah dibuang dalam waktu 24 jam dimana untuk sementara sampah ditaruh di tempat pengumpul sementara yang terlindung dari serangga dan tikus atau hewan lain dan terletak di tempat yang mudah dijangkau oleh kendaraan pengangkut sampah. Segera setelah sampah dibuang, tempat sampah dan peralatan lain yang kontak dengan sampah harus dibersihkan.


(41)

11.Pembuangan air limbah

Sistem pembuangan air limbah harus baik, saluran terbuat dari bahan kedap air, tertutup dan harus dilengkapi dengan grease trap (penangkap lemak).

12.Perlindungan dari serangga dan tikus

Tempat pengolahan makanan harus terhindar dari serangga dan tikus karena mereka dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti demam berdarah, malaria, disentri, dan pest sehingga harus dibuat anti serangga dan tikus. Setiap lubang pada bangunan harus dipasang dipasang kawat kassa berukuran 32 mata per inchi pada ventilasi untuk mencegah masuknya serangga dan dibuat teralis dengan jarak 2 cm pada pintu untuk mencegah masuknya tikus.

2.3.3.4Peralatan Pengolahan Makanan

Peralatan pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan kesehatan sebagai berikut (Depkes RI, 2011):

− Peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh mengeluarkan zat beracun yang melebihi ambang batas sehingga membahayakan kesehatan seperti timah (Pb), arsen (As), tembaga (Cu), seng (Zn), cadmium (Cd), dan antimon (Sb)

− Peralatan pengolahan makanan tidak boleh rusak, gompel, retak, dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap makanan

− Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan makanan harus conus atau tidak ada sudut mati, rata, halus, dan mudah dibersihkan


(42)

− Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak boleh mengandung E.coli

− Cara pencucian peralatan harus memenuhi ketentuan yaitu pencucian peralatan harus menggunakan sabun / detergent, serta dibebas hamakan sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm, dan air panas 800 C

− Peralatan yang sudah didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai kering sendiri dengan bantuan sinar matahari atau mesin pengering dan tidak boleh dilap dengan kain.

2.3.4 Prinsi IV : Penyimpanan Makanan Jadi

Prinsip penyimpanan makanan jadi bertujuan untuk mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri pada makanan, mengawetkan makanan dan mencegah pembusukan makanan, dan mencegah timbulnya sarang hama dalam makanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan jadi adalah :

− Terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga, tikus, dan hewan lainnya

− Makanan yang cepat busuk disimpan dalam suhu panas (65,5 ºC atau lebih) atau disimpan dalam suhu dingin sekitar 4 ºC atau kurang

− Makanan cepat busuk untuk digunakan dalam waktu lama (lebih dari 6 jam) harus disimpan dalam suhu - 5 ºC sampai -1 ºC

− Untuk mencegah pertumbuhan bakteri usahakanlah makanan selalu berada pada suhu dimana bakteri tidak tumbuh yaitu dibawah 100C atau diatas 600C.


(43)

− Makanan dan minuman yang disajikan harus dengan wadah yang bersih dan aman bagi kesehatan atau tutup makanan dan minuman harus dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan

2.3.5 Prinsip V : Pengangkutan Makanan

Prinsip pengangkutan makanan yang baik adalah tidak terjadinya pencemaran selama proses pengangkutan baik pencemaran fisik, mikroba, maupun kimia. Kemungkinan pengotoran makanan terjadi sepanjang pengangkutan yang dipengaruhi oleh alat pengangkut, teknik pengangkutan maupun tenaga pengangkut makanan. Perlu diketahui bahwa makanan yang sudah dimasak sangatlah sensitif sifatnya, terutama sensitif untuk tumbuhnya kuman maupun proses pembusukan. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam pengangkutan makanan yang memenuhi syarat sanitasi adalah sebagai berikut:

− Setiap makanan mempunyai wadah masing-masing (makanan jadi tidak bercampur dengan makanan mentah) dan wadah yang digunakan harus baik, utuh, kuat, dan ukurannya memadai dengan makanan yang akan diisi. Isi makanan dalam wadah tidak boleh penuh (harus ada udara di bagian atas) untuk menghindari terjadinya uap makanan yang mencair (kondensasi).

− Setiap wadah makanan harus ditutup secara baik dan tidak banyak dibuka selama pengangkutan sampai di tempat penyajian

− Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya pada suhu panas (600C) atau suhu dingin (40C)


(44)

− Kendaraan untuk mengangkut makanan tidak dipergunakan untuk keperluan mengangkut bahan lain

− Pengangkutan makanan yang melewati daerah kotor harus dihindari dan cari jalan terpendek

2.3.6 Prinsip VI : Penyajian Makanan

Proses terakhir dari prinsip higiene sanitasi makanan adalah penyajian makanan atau penjajaan makanan. Dalam penyajian makanan harus diperhatikan tempat penyajian, alat penyajian, dan tenaga penyaji. Makanan disajikan pada tempat yang bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, peralatan yang digunakan bersih, dan orang yang menyajikan makanan harus berpakaian bersih, menggunakan tutup kepala, dan tangan penyaji tidak boleh kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Slamet, 2004).

Adapun syarat penyajian makanan yang baik adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2011):

1) Cara menyajikan makanan harus terhindar dari pencemaran

2) Peralatan yang dipergunakan untuk menyajikan makanan harus terjaga kebersihannya

3) Makanan jadi yang disajikan harus diwadahi dan dijamah dengan peralatan yang bersih

4) Makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas penghangat makanan dengan suhu minimal 600C


(45)

6) Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

− Di tempat yang bersih

− Meja dimana makanan disajikan harus tertutup kain putih atau tutup plastik bewarna menarik kecuali bila meja dibuat dari formica, taplak tidak mutlak ada

− Tempat-tempat bumbu/merica, garam, cuka, saus, kecap, sambal, dan lain-lain perlu dijaga kebersihannya terutama mulut tempat bumbu

− Asbak tempat abu rokok yang tersedia di atas meja makan setiap saat dibersihkan

− Peralatan makan dan minum yang telah dipakai, paling lambat 5 menit sudah dicuci bersih

7) Lokasi penjualan juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

− Lokasi penjualan minimal 500 meter dari sumber pencemaran

− Lokasi penjualan harus terhindar dari serangga

− Lokasi penjualan dilengkapi dengan tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan

− Lokasi penjualan dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti air bersih, SPAL, toilet, tempat sampah, dan tempat cuci tangan

2.4 Bubur Ayam

2.4.1 Bubur Ayam Sebagai Makanan Jajanan

Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang


(46)

dipersiapkan atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Jajanan kaki lima dapat menjawab tantangan masyarakat terhadap makanan yang murah, mudah, menarik dan bervariasi. Karena pengolahannya yang praktis dan hemat waktu, maka makanan jajanan sangat digemari (Februhartanty dan Iswarawanti, 2004).

Salah satu makanan jajanan adalah bubur ayam. Bubur ayam adalah makanan yang terbuat dari beras yang direbus dengan air kaldu dalam waktu yang cukup lama sehingga menjadi lembek dan berair lalu diberi kuah, suwiran daging ayam, kerupuk, cakwe, dan irisan daun bawang. Bubur ayam merupakan salah satu menu favorit untuk sarapan yang digemari oleh hampir semua kalangan dan semua usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa karena selain rasanya yang enak dan mengenyangkan, harganya juga cukup murah dan bergizi (Bahari, 2011).

2.4.2 Jenis-Jenis Bubur Ayam

Adapun jenis-jenis bubur ayam adalah sebagai berikut (Bahari, 2011): 1. Bubur ayam abon

Yaitu makanan yang terbuat dari campuran beras, air, serai, dan jahe yang dimasak dalam waktu 1 jam hingga menjadi lembek, sedangkan ayamnya dimasak dengan campuran santan, rempah-rempah, dan gula merah hingga kering sampai menjadi abon. Dalam satu porsi bubur ayam abon terkandung nilai gizi seperti karbohidrat (28,7 gr), energi (249 kal), protein (22,1 gr), dan lemak sebesar 4,1 gr.


(47)

2. Bubur ayam oriental

Salah satu yang khas dari bubur ayam oriental adalah telur ayam kampung dan kecap asin sebagai pelengkapnya dimana bumbu yang digunakan adalah jahe, bawang putih, merica bubuk, dan garam. Satu porsi bubur ayam oriental terkandung nilai gizi karbohidrat sebesar 39,7 gr, energi sebesar 331 kal, protein sebesar 23,1 gr, dan lemak sebesar 9,0 gr.

3. Bubur ayam original

Yaitu bubur ayam yang terbuat dari campuran beras, garam, daun salam, dan kaldu bubuk dengan memakai kuah kuning, irisan daun seledri, suwiran ayam, dan kecap manis sebagai pelengkapnya.

4. Bubur ayam Manado

Yaitu bubur yang terbuat dari campuran sayur-sayuran seperti ubi, jagung, labu kuning, daun melinjo, kacang panjang, bayam, dan kangkung yang dimasak menjadi satu sampai kental dengan bumbu kemangi dan garam. Selain untuk sarapan, bubur ayam Manado juga dapat menyembuhkan sakit tenggorokan, meningkatkan nafsu makan dan menghangatkan tubuh ketika kita demam.

2.4.3 Proses Pembuatan Bubur Ayam

Adapun proses pembuatan bubur ayam adalah sebagai berikut (Utami, 2010): Bahan utama :

a. 120 gr beras b. 3500 cc air

c. Garam secukupnya d. 1 ekor ayam


(48)

e. 2 lembar daun salam f. 2 batang serai

g. 2 lembar daun jeruk nipis h. Merica

i. Ketumbar j. 1 butir kemiri

k. 2 siung bawang butih l. 4 siung bawang merah m.kunyit

Bahan pelengkap: a. Kecap manis b. Cakwe c. Kerupuk d. Daun bawang e. Sambal

f. Kacang kedelai goreng Cara membuat bubur

1. Rebus ayam dengan 3500 cc air hingga mendidih, angkat dan saring air kaldunya

2. Masak beras dengan 2200 cc air kaldu 3. Tambahkan garam dan daun salam


(49)

5. Selanjutnya, ayam yang telah direbus tadi selanjutnya digoreng sampai matang dan disuwir- suwir

Cara membuat kuah kuning bubur ayam

1. Haluskan bumbu (bawang merah, bawang putih, kemiri, ketumbar, kunyit dan merica)

2. Panaskan minyak dan tumis bumbu yang sudah dihaluskan 3. Masukkan daun jeruk nipis dan serai

4. Tambahkan sisa air kaldu 1300 cc 5. Masak kuah hingga mendidih

Cara menghidangkan bubur ayam

1. Taruh bubur yang sudah dimasak ke dalam piring 2. Lalu siram dengan kuah kuning

3. Tambahkan suwiran ayam, cakwe, kerupuk, dan irisan daun bawang 4. Sajikan dengan sambal dan kecap manis


(50)

2.4.4 Diagram Pembuatan Bubur Ayam

Gambar 2.1. Diagram Pembuatan Bubur Ayam Sumber: Utami, 2010

Bubur Ayam

Bubur ayam

Kuah Kuning

Beras Ayam direbus dengan air

hingga mendidih Direbus

dengan

air kaldu Angkat ayam dan saring air kaldunya dan ayam yang

sudah direbus kemudian digoreng sampai matang

dan disuwir-suwir Tambahkan garam dan

daun salam

Aduk terus hingga mengental menjadi bubur

Haluskan bumbu (bawang merah, bawang putih, ketumbar, kunyit, dan

merica

Bumbu yang sudah dihaluskan ditumis

Tambahkan air jeruk nipis, serai, dan air kaldu

Masak hingga mendidih


(51)

2.5 Bahan Tambahan Makanan (BTM) 2.5.1 Pengertian Bahan Tambahan Makanan

Berdasarkan Permenkes RI No. 722 Tahun 1988, bahan tambahan makanan (food additive) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponan yang mempengaruhi sifat khas makanan.

Menurut POM (2004), bahan tambahan makanan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi di tambahkan dalam makanan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk makanan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan pengental.

Defenisi lain mengatakan bahwa bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur dan memperpanjang daya simpan. Selain itu, juga dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin (Cahyadi, 2009).

2.5.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan

− Mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan makanan


(52)

− Mencegah pembusukan akibat mikroba

− Untuk mempertahankan mutu atau kestabilan makanan

− Untuk mengawetkan makanan

− Membentuk makanan jadi lebih baik, enak, dan renyah

− Memberi warna, aroma, citarasa, bentuk, dan tekstur pada makanan

− Meningkatkan kualitas makanan

− Menghemat biaya

− Sebagai pengemulsi (emulsifier), misalnya dalam pembuatan dressing salad untuk mencampur minyak dan air agar tidak terpisah

− Mempermudah preparasi bahan makanan

Penggunaan bahan tambahan makanan diperbolehkan jika tidak mengganggu nilai gizi makanan, tidak mengurangi zat essensial, dapat meningkatkan mutu makanan, menyebabkan makanan menjadi lebih menarik, tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan makanan, tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk makanan, tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan dan penggunaan bahan makanan diperbolehkan jika dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan (Cahyadi, 2009).

Penggunaan bahan tambahan makanan tidak diperbolehkan jika bertujuan untuk menyembunyikan cara pembuatan atau pengolahan yang tidak baik, untuk mengelabui konsumen seperti memberi kesan baik pada suatu makanan yang dibuat dari bahan yang


(53)

kurang baik mutunya, serta tidak diperbolehkan jika mengakibatkan penurunan nilai gizi pada makanan (Katharina, 2008).

2.5.3 Jenis Bahan Tambahan Makanan

Pada umumnya bahan tambahan makanan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut (Cahyadi, 2009) :

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan. Misalnya zat pengawet, pewarna, dan pengeras.

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatik polisiklis.

Apabila dilihat dari asalnya, bahan tambahan makanan terbagi menjadi dua yaitu (Cahyadi, 2009):

1. Bahan tambahan makanan yang berasal dari sumber alamiah seperti lesitin dan asam sitrat.


(54)

2. Bahan tambahan makanan yang disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat/fungsinya seperti amil asetat, ß-karoten dan asam askorbat. Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Tetapi adapula kelemahannya, yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan atau manusia.

2.5.4 Bahan Tambahan Makanan Yang Diizinkan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988, golongan BTM yang diizinkan diantaranya sebagai berikut (Depkes RI, 1988) :

a. Antioksidan (antioxidant), yaitu bahan tambahan yang jika ditambahkan pada makanan dapat mencegah, menghambat atau memperlambat proses oksidasi pada makanan. Antioksidan digunakan pada makanan yang makanan yang mengandung lemak hewani, lemak nabati, produk pangan dengan kadar lemak tinggi, produk daging, produk ikan, dan produk lainnya. Contoh antioksidan yang diizinkan penggunaannya yaitu asam askorbat, asam eritrobat, askorbil palmitat, askorbil stearat, butil hidroksi anisol (BHA), butil hidrokinon tersier, butil hidroksi toluen (BHT), dilauril tiodipropionat, propil galat, timah (II) klorida, alpha tokoferol, dan tokoferol campuran pekat.

b. Antikempal (anticaking agent), yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mencegah mengempalnya makanan yang berupa serbuk, tepung, atau bubuk.


(55)

Contohnya adalah kalsium aluminium silikat, magnesium karbonat, natrium alumino silikat, kalium ferosianida, dan silikon dioksida yang digunakan untuk garam meja.

c. Pengatur keasaman (acidity regulator), yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman. Contohnya asam asetat glasial, asam laktat, dan asam nitrat yang digunakan untuk sarden kalengan.

d. Pemanis buatan (artificial sweeterner), yaitu bahan tambahan makanan yang dapat memberikan rasa manis pada makanan. Pemanis buatan pada umumnya ditambahkan pada makanan khusus bagi penderita diabetes atau yang dimaksud dengan makanan berkalori rendah. Contoh sakarin dan siklamat.

e. Pemutih dan pematang tepung (flour treatment agent), yaitu bahan makanan yang seringkali digunakan pada bahan tepung dan produk olahannya dengan maksud agar karakteristik warna putih dari tepung yang bermutu baik tetap terjaga serta untuk mempercepat proses pematangan tepung yang berhubungan dengan pengembangan adonan selama proses pemanggangan. Contohnya adalah asam askorbat, aseton peroksida, azodikarbon amida dan hidroklorida.

f. Pengemulsi, pemantap, dan pengental (emulsifier, stabilizer, thickener), yaitu bahan tambahan makanan yang jika ditambahkan pada makanan dapat mengentalkan, memantapkan dan membantu terbentuknya sistem dispersi yang homogen pada makanan. Contohnya asam alginat yang digunakan sebagai pemantap dalam pembuatan es krim, sebagai pembentuk suspensi dan pengental dalam minuman dari buah-buahan, serta pengemulsi dalam pembentukan saus.


(56)

g. Pengawet (preservative), yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain dari makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan khamir sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama. Contoh natrium benzoat yang digunakan untuk pengawet kecap, saus tomat, jeli, dan minuman ringan serta asam sorbat untuk pengawet keju.

h. Pengeras (firming agent), yaitu bahan tambahan makanan yang bertujuan mengeraskan atau mencegah melunaknya makanan. Bahan tambahan makanan ini biasanya ditambahkan pada makanan yang berasal dari buah atau sayuran yang diawetkan. Contoh aluminium sulfat untuk acar ketimun dalam botol dan monokalsium fosfat yang digunakan dalam apel kaleng dan sayur kalengan. i. Pewarna (colour), yaitu bahan tambahan makanan yang dapat memberi atau

memperbaiki warna makanan. Fungsi pemberian pewarna adalah untuk memperindah warna makanan atau memperbaiki warna makanan yang menjadi pucat karena proses pengolahan. Contoh karamel untuk warna coklat yang bersumber dari gula yang dipanaskan, klorofil untuk warna hijau, dan xanthon untuk warna kuning yang bersumber dari tanaman.

j. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (flavour, flavour enhancer), yaitu bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah, atau mempertegas rasa dan aroma. Contohnya monosodium glutamat (vetsin) untuk menyedapkan rasa daging.

k. Sekuestran (sequestrant), yaitu bahan tambahan makanan yang jika ditambahkan pada makanan padat akan mengikat ion logam dalam makanan sehingga


(57)

memantapkan sifat makanan terutama sifat organoleptik (warna, rasa, dan aroma). Bahan tambahan makanan ini bisanya ditambahkan pada makanan yang dikemas dalam kaleng atau yang cepat menjadi rusak oleh adanya sedikit logam. Contohnya adalah garam-garam fosfat, senyawa metafosfat, dan lain-lain.

Selain BTM yang tercantum dalam peraturan menteri tersebut, ada beberapa BTM lainnya yang biasa digunakan dalam makanan, misalnya (Cahyadi, 2009) :

1. Enzim, yaitu BTM yang berasal dari hewan, tanaman, atau mikroba yang dapat menguraikan zat secara enzimatis, misalnya membuat makanan menjadi lebih empuk, lebih larut, dan lain-lain.

2. Penambah gizi, yaitu bahan tambahan berupa asam amino, mineral, atau vitamin, baik tunggal, maupun campuran, yang dapat meningkatkan nilai gizi makanan.

3. Humektan, yaitu BTM yang ditambahkan pada makanan dengan tujuan mempertahankan kandungan air atau kelembaban dari makanan. Humektan sering ditambahkan pada kembang gula terutama kembang gula yang tidak dibungkus atu dikemas secara baik agar kembang gula tersebut tidak menjadi keras. Contoh humektan yaitu gliserin dan provilen glikol.

2.5.5 Bahan Tambahan Makanan Yang Dilarang

BTP yang tidak diizinkan atau dilarang menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 diantaranya sebagai berikut (Depkes RI, 1999) :

1. Asam borat (boric acid) dan senyawanya 2. Asam salisilat (salicylic acid) dan garamnya 3. Dietilpirokarbonat (diethylpirocarbonate)


(58)

4. Dulsin (Dulcin)

5. Kalium klorat (pottasium chlorate) 6. Kloramfenikol (chloramphenicol)

7. Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils) 8. Nitrofurazon (nitrofurazone)

9. Formalin (formaldehyde)

10.Kalium bromat (potassium bromate) 11.Rhodamin B

12.Methanyl yellow

2.6 Zat Pengental (Thickeners and Stabilizers)

Pengental makanan disebut juga hidrokoloid, gum, maupun polimer larut air. Prinsip kerja pengental adalah memodifikasi sifat air. Zat pengental adalah zat yang berfungsi untuk memekatkan, menstabilkan, dan mengentalkan bahan makanan yang memiliki kandungan air sehingga membentuk suatu tingkat kekentalan tertentu (Cahyadi, 2009).

Secara umum, kegunaan pengental pada produk makanan adalah sebagai berikut (Lisan, 2011):

− Memperbaiki rasa dan tekstur pada makanan

− Pembentuk suspensi pada makanan

− Penstabil campuran air dan minyak

− Bahan pengikat dalam produk makanan kering dan semi kering


(59)

Biasanya, pengental digunakan pada produk makanan hanya dalam jumlah yang kecil, dengan konsentrasi 0,15% pada produk selai, 0,35% pada produk krim, dan 1-2% pada produk saus salad (Lisan, 2011).

Dua jenis pengental yang digunakan pada makanan adalah sebagai berikut (Lisan, 2011):

1. Pengental Alami

Adalah pengental yang diperoleh dari tumbuhan atau hewan. Contohnya adalah gum Arabic, alginat, karagenan, gelatin, pektin, dan casein.

2. Pengental Semi Sintetis

Adalah pengental yang diperoleh campuran bahan kimia dan bahan alami organik. Contohnya adalah carboxymethylcellulose (CMC), dextran, gellan. xanthan gum, dan beberapa turunan selulosa lainnya.

2.7 Zat Pengawet

2.7.1 Pengertian Zat Pengawet

Berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 dan Katharina (2008), bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan yang berfungsi mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme.

Menurut Cahyadi (2009), bahan pengawet adalah zat yang mampu menghambat, menahan, atau menghentikan, dan memberikan perlindungan bahan makanan dari proses pembusukan. Pada dasarnya, prinsip pengawetan makanan adalah memberi perlakuan terhadap bahan makanan untuk mencapai salah satu dari tujuan pengawetan makanan yaitu mengurangi jumlah awal sel mikroba di dalam makanan,


(60)

memperpanjang fase adaptasi semaksimum mungkin sehingga pertumbuhan mikroba diperlambat, memperlambat fase pertumbuhan mikroba, dan mempercepat fase kematian mikroba (Abbas dan Nurwantoro, 1997).

Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Pada saat ini, masih banyak ditemukan penggunaan bahan-bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan seperti boraks dan formalin. 2.7.2 Jenis Zat Pengawet

Menurut Yuliarti (2007), zat pengawet terbagi menjadi dua golongan yaitu: 1. Pengawet alami

a. Chitosan

Chitosan merupakan produk samping (limbah) perikanan, khususnya udang dan rajungan. Chitosan baik digunakan untuk mengawetkan ikan. Chitosan dilarutkan dalam asam asetat kemudian ikan asin yang akan diawetkan dicelupkan ke dalam larutan tersebut. Chitosan bekerja dengan cara menekan pertumbuhan bakteri dan kapang serta mengikat air sehingga dengan penambahan chitosan ikan asin akan bertahan selama 3 bulan. Penggunaan chitosan sangat menguntungkan karena mampu mempertahankan rasa dan aroma ikan yang diawetkan.


(61)

b. Karagenan

Merupakan bahan pengenyal yang terbuat dari rumput laut yang dapat digunakan untuk mengenyalkan bakso, ikan asin, maupun mie sehingga dapat dijadikan alternatif pengganti boraks.

c. Kalsium hidroksida (kapur sirih)

Kapur sirih aman digunakan untuk bahan pengawet bakso dan lontong maupun pengeras kerupuk serta berbagai jenis masakan yang lain

d. Air ki atau air abu merang

Pengawetan mie basah dapat dilakukan dengan air ki. Air ki dapat mengawetkan mie dengan aman karena diperoleh dari proses pengendapan air dan abu merang padi. Air ki juga cukup mudah dibuat sendiri yaitu dengan cara membakar merang padi, mengambil abunya, serta mencampurkan abu tersebut dengan air dan kemudian endapkan.

e. Buah picung (biji kepayang atau kluwak)

Buah ini dapat mengawetkan ikan segar selama 6 hari tanpa mengurangi mutunya. Tanaman ini mempunyai nama sesuai tempat tanaman ini berada. Untuk dapat memanfaatkannya sebagai pengawet, kepayang dicincang halus dan dijemur selama 2-3 hari. Hasil cincangan tanaman ini kemudian dimasukkan ke dalam perut ikan laut yang telah dibersihkan isi perutnya. f. Bawang putih dan kunyit

Penggunaan kunyit pada tahu dapat memberikan warna kuning, sebagai antibiotik, dan mampu mengawetkan tahu agar tidak cepat masam. Namun


(62)

kalau kita ingin tahu berwarna putih, dapat digunakan air bawang putih untuk merendam tahu agar lebih awet dan tidak cepat masam.

g. Jeruk nipis

Asam sitrat yang diperoleh dari jeruk nipis berfungsi sebagai pengawet dan antioksidan. Sifat asam jeruk nipis mampu mencegah pertumbuhan mikroba, bersifat sinergis terhadap antioksidan dalam mencegah ketengikan bahan makanan yang mengandung karbohidrat, protein, minyak/lemak.

h. Garam Dapur

Sejak lama hingga saat ini garam digunakan sebagai bahan pengawet terutama untuk daging dan ikan. Larutan garam yang masuk ke dalam jaringan dan mengikat air bebasnya, sehingga menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri penyebab pembusukan, kapang, dan khamir. Produk pangan hasil pengawetan dengan garam dapat memiliki daya simpan beberapa minggu hingga bulan dibandingkan produk segarnya yang hanya tahan disimpan selama beberapa jam atau hari pada kondisi lingkungan luar. Ikan pindang, ikan asin, telur asin dan sebagainya merupakan contoh produk pangan yang diawetkan dengan garam.

2. Pengawet Sintetis

a. Zat Pengawet Organik

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada zat pengawet anorganik karena pengawet organik lebih mudah dibuat dan dapat terdegradasi sehingga mudah diekskresikan. Bahan pengawet organik yang


(63)

sering digunakan adalah asam sorbat, asam propianat, dan asam benzoat, asam asetat, dan natrium benzoat.

Tabel 2.2 Bahan Pengawet Organik yang Diizinkan Pemakaiannya dan Dosis Maksimum yang Diperkenankan Oleh Dirjen POM

Nama BTM Jenis Bahan

Makanan

Batas Maksimum Penggunaan Asam benzoat dan natrium benzoat Kecap Minuman ringan Margarin Saus tomat 600 mg/kg 600 mg/kg

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbat dan garamnya 1 g/kg

Asam propionat

Sediaan keju olahan Roti

3 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbat dan garamnya 2 g/kg

Asam sorbat Sediaan keju olahan 3 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam propionat dan garamnya

Sumber: Permenkes RI Nomor 722/Menkes/per/IX/88 b. Zat Pengawet Anorganik

Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti Clostridium botulinum.

Tabel 2.3 Bahan Pengawet Anorganik yang Diizinkan Pemakaiannya dan Dosis Maksimum Penggunaannya yang diperkenankan Oleh Dirjen POM

Nama BTM Jenis Bahan Makanan

Batas Maksimum Penggunaan Kalium nitrat atau Natrium nitrat Daging olahan; daging awetan Keju

500 mg/kg, tunggal atau campuran dengan K-nitrat atau Na-Nitrat

50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan K-nitrat atau Na-nitrat


(64)

Kalium nitrit atau Natrium nitrit

Daging olahan; daging awetan

Korned kalengan

125 mg/kg, tunggal atau campuran dengan K-nitrit atau Na-nitrit

50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan K-nitrit atau Na-nitrit

Kalium bisulfit, Kalium

metabisulfit, Natrium bisulfit, dan

Na-metabisulfit

Potongan kentang goreng beku Udang beku

50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan senyawa sulfit lainnya

100 mg/kg bahan mentah; 30 mg/kg produk yang telah dimasak, tunggal atau campuran dengan senyawa sulfit lainnya Sumber: Permenkes RI Nomor 722/Menkes/per/IX/88

2.7.3 Tujuan Penggunaan Zat Pengawet

Banyak cara yang telah dilakukan untuk mengawetkan bahan pangan, misalnya pengalengan makanan, diawetkan (asinan/manisan) dalam botol, pendinginan, pemanasan, pengeringan dan penggaraman. Dalam melakukan pengawetan biasanya digunakan bahan kimia dan dewasa ini penggunaannya semakin bertambah karena merupakan salah satu pilihan yang menguntungkan bagi produsen makanan olahan.

Secara umum, alasan produsen makanan menggunakan bahan/zat pengawet adalah sebagai berikut (Fardiaz, 2007):

1. Memperpanjang masa simpan makanan

Penambahan pengawet bertujuan untuk menghambat ataupun menghentikan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan khamir sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama. Hal ini berhubungan dengan kepentingan


(65)

konsumen dan produsen yaitu konsumen menginginkan produk makanan lebih awet supaya tidak belanja setiap hari dan produsen ingin makanan cukup waktu untuk pendistribusian dan penjualannya.

2. Mengganti kehilangan antioksidan

Bahan pengawet berfungsi untuk menambah antioksidan yang ada pada bahan makanan oleh karena perlakuan pada proses pengolahan yang menyebabkan antioksidan tersebut menjadi berkurang dan hilang.

3. Menanggulangi masalah higienis

Higiene dan sanitasi pengolahan makanan dalam pabrik masih jauh dari memadai, bahan pengawet dapat membantu membuat makanan tidak cepat rusak akibat higiene sanitasi pabrik yang kurang baik.

4. Kebutuhan ekonomi

Penggunaan bahan pengawet untuk mengawetkan bahan pangan tidak akan menambah biaya produksi dan tidak akan mempengaruhi harga bahan makanan yang diawetkan. Dengan demikian bahan makanan dapat disimpan lebih lama dan bahan makanan yg diawetkan tersebut dapat terjual lebih banyak dibandingkan bahan makanan tanpa pengawetan sehingga produsen memperoleh keuntungan yang cukup besar.

5. Meningkatkan cita rasa, memperbaiki warna dan tekstur makanan, sebagai penstabil, pencegah lengket, maupun memperkaya vitamin dan mineral.

Selain itu, terdapat beberapa persyaratan penggunaan bahan pengawet kimiawi untuk kepentingan manusia yaitu sebagai berikut (Cahyadi, 2009):


(1)

18.Menurut Bapak/Ibu, bagaimana seharusnya wadah penyimpanan makanan masak?

a. Wadah mempunyai tutup dan terbuat dari bahan yang kuat b. Wadah tidak mempunyai tutup

c. Wadah mempunyai tutup tetapi terbuat dari bahan yang kurang kuat Pengangkutan Makanan Masak

19.Menurut Bapak/Ibu, apakah perlu alat pengangkut khusus untuk mengangkut makanan masak ke tempat penjualan?

a. Perlu sekali b. Tidak perlu c. Terkadang perlu Penyajian Makanan

20.Menurut Bapak/Ibu, sebaiknya apa yang harus digunakan untuk menjamah makanan?

a. Sarung tangan atau plastik b. Tangan

c. Sendok atau penjepit makanan


(2)

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar Lampiran 1 : Pemilihan Bahan Baku


(3)

Gambar Lampiran 3 : Tempat Penyimpanan Beras


(4)

Gambar Lampiran 5 : Tempat Pengolahan Makanan


(5)

Gambar Lampiran 7 : Pengangkutan Makanan Masak


(6)

Gambar Lampiran 9 : Observasi Daya Tahan Bubur Ayam

Gambar Lampiran 10 : Pengisian Kuesioner dan Wawancara Peneliti Dengan Pedagang Bubur Ayam


Dokumen yang terkait

Hygiene Sanitasi dan Analisa Kandungan Boraks pada Bakso Bakar yang Dijual Disekitar Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2012

16 119 107

Higiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow Pada Hasil Industri Pengolahan Tempe Yang Dijual di Pasar Sei Sikambing Kota Medan Tahun 2012

26 125 90

Higiene Sanitasi dan Analisa Eschericia coli Pada Minuman Es Kelapa Muda Yang Dijual Di Taman Teladan Kecamatan Medan Kota Tahun 2012

32 157 107

Higiene Dan Sanitasi Pengolahan Roti Pada Pabrik Roti Di Desa Kampung Lalang Kecamatan Sunggal Medan Tahun 2009

47 324 85

Analisis Higiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Bakteri E. coli Pada Minuman Air Kelapa Muda Yang Dijual Di Kelurahan Lauchi Kecamatan Medan Tuntungan Medan Tahun 2013

5 77 133

Analisis Higiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Bakteri E. coli Pada Minuman Air Kelapa Muda Yang Dijual Di Kelurahan Lauchi Kecamatan Medan Tuntungan Medan Tahun 2013

0 2 15

Analisis Higiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Bakteri E. coli Pada Minuman Air Kelapa Muda Yang Dijual Di Kelurahan Lauchi Kecamatan Medan Tuntungan Medan Tahun 2013

0 0 2

Analisis Higiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Bakteri E. coli Pada Minuman Air Kelapa Muda Yang Dijual Di Kelurahan Lauchi Kecamatan Medan Tuntungan Medan Tahun 2013

0 0 41

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hygiene dan Sanitasi - Hygiene Sanitasi dan Analisa Kandungan Boraks pada Bakso Bakar yang Dijual Disekitar Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2012

0 3 34

Hygiene Sanitasi dan Analisa Kandungan Boraks pada Bakso Bakar yang Dijual Disekitar Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2012

0 0 14