Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba

19 Lembah Silindung. Dia berdoa di Bukit Siatas Barita, di sekitar Salib Kasih yang sekarang. “Tuhan, hidup atau mati saya akan bersama bangsa ini untuk memberitakan FirmanMu dan KerajaanMu, Amin”. Mei 1864, Ingwer Ludwig Nommensen diijinkan memulai misinya ke Silindung, sebuah lembah yang indah dan banyak penduduknya. Juli tahun 1864, Ingwer Ludwig Nommensen membangun rumahnya yang sangat sederhana di Saitnihuta setelah mengalami perjuangan yang sangat berat. Tahun 1864, 30 Juli Ingwer Ludwig Nommensen menjumpai Raja Panggalamei ke Pintubosi, Lobupining. 25 September 1864, Ingwer Ludwig Nommensen mau dipersembahkan ke Sombaon Siatas Barita Dionan Sitahuru. Ribuan orang datang. Ingwer Ludwig Nommensen akan dibunuh menjadi kurban persembahan. Ingwer Ludwig Nommensen tegar menghadapi tantangan, dia berdoa, angin puting beliung dan hujan deras membubarkan pesta besar tersebut. Ingwer Ludwig Nommensen selamat, sejak itu terbuka jalan akan Firman Tuhan di negeri yang sangat kejam dan buas. Ingwe r Ludwig Nommensen pantas dijuluki “Apostel di Tanah Batak”

2.3 Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba

Sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba sangat erat kaitannya dengan istilah “marga” yang merupakan nama nenek moyang yang selalu diturunkan kepada keturunan dengan garis keturunan patriakal. Kekerabatan adalah suatu tata cara yang mengatur hubungan sosial kemasyarakatan. Sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba berlandaskan dalihan na tolu. Universitas Sumatera Utara 20 Dalihan na tolu merupakan sebuah hubungan sosial yang berlandaskan pada tiga pilar kemasyarakatan, yakni hula-hula, dongan tubu dongan sabutuha dan boru. Dalihan na tolu diciptakan Mulajadi Nabolon dengan menurunkan kepada tiga dewa yaitu, Batara Guru sebagai simbol dari hula-hula, Debata Soriada simbol dari dongan sabutuha dan dewa Mangala Bulan simbol dari boru Sinaga 1981:71-76. Hula-hula merupakan kedudukan tertinggi dalamsistem kekerabatan masyarakat Batak Toba. Hal ini dapat kita lihat dalam posisi suatu acara dan penghormatan yang diberikan. Hula-hula merupakan sebuah marga pemberi istri dari marga lain. Sedangkan status boru merupakan pihak marga yang mengambil istri dari pihak hula-hula. Istilah dongan sabutuha untuk menunjukan sistem kekerabatan yang sederajat. Dalihan na tolu pun diuraikan dengan p epatah “somba marhula-hula, mangat mardongan tubu, elek marboru”. Pengertian dari pepatah ini secara harafiah “patuh dan berikanlah sembah pada hula-hula, menjaga hubungan dengan dongan tubu, kelemah lumbutan dengan boru. Pepatah ini bukan hanya sekedar ungkapan tetapi dapat kita lihat dalam suatu acara pesta. Ketiga kelompok memiliki peranan yang penting dan saling melengkapi dalam adat. Ketika dalam suatu pesta, hula-hula tidak begitu repot karena dianggap sebagai posisi yang paling dihormati menjadi pemberi berkat dan restu. Dongan tubu berperan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam acara, dongan tubu menjadi tempat berdiskusi serta menjalankan acara. Biasanya istilah untuk dongan tubu dalam suatu acara adat disebut dengan dongan saulaon. Tidak Universitas Sumatera Utara 21 kalah pentingnya juga peranan boru dalam suatu perayaan acara adat istiadat pada masyarakat Batak Toba. Dalam setiap upacara adat pihak boru bertanggung jawab dalam setiap hal yang sifatnya teknis pada upacara tersebut. Menyiapkan tempat, menyebarkan undangan, menyediakan kebutuhan acara, dan menyediakan konsumsi selama jalannya acara marhobas. Dapat disimpulkan bahwa dalam dalihan na tolu, hula-hula dianggap sebagai pihak yang kedudukannya paling tinggi, dongan tubu sebagai pihak yang sederajat dan boru merupakan pihak yang kedudukannya paling rendah. Istimewanya, setiap orang dalam sistem kemasyarakatan Batak Toba akan berada dalam ketiga kedudukan tersebut, artinya seseorang itu akan pernah sebagai hula- hula, dongan tubu dan sebagai boru. Sehingga tidak akan pernah timbul perbedaan martabat dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba.

2.4 Gambaran Umum Kecamatan Harian