Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis

sehingga akan memperlancar kinerja dengan efektif dan efisien. Sehingga gaya kepemimpinan dirasakan dapat membantu dalam peningkatan kinerja pegawai menjadi lebih optimal dalam melaksanakan pekerjaannya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik dan berkeinginan untuk melakukan suatu kajian ilmiah dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kinerja Pegawai di Badan Pertanahan Nasional BPN Kota Medan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: “Apakah gaya kepemimpinan situasional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pegawai di Badan Pertanahan Nasional BPN Kota Medan”.

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui gaya kemimpinan situasional di Badan Pertanahan Nasional BPN Kota Medan. 2. Untuk mengetahui tingkat kinerja pegawai di Badan Pertanahan Nasional BPN Kota Medan. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan situsional terhadap kinerja pegawai di Badan Pertanahan Nasional BPN Kota Medan. Universitas Sumatera Utara

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Secara Subjektif, penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan berpikir melalui penulisan karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang telah diperoleh selama perkuliahan di Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Sumatera Utara. 2. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi pelengkap referensi maupun bahan perbandingan bagi mahasiswa yang ingin mengadakan penelitian mengenai pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di masa yang akan datang. 3. Secara Praktis, bagi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan, penelitian ini diharapkan dapat mampu memberikan sumbangsih pemikiran, informasi, dan saran dalam meningkatkan kinerja pegawai.

E. Kerangka Teori

Dengan adanya kerangka teori, maka memudahkan penulis dalam rangka menyusun penelitian ini dimana kerangka teori digunakan untuk memberikan landasan berpikir yang berguna untuk membantu penelitian dalam memecahkan masalah. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberi gambaran dan batasan tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan. Dengan demikian penulisan dapat menggunakan teori-teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Universitas Sumatera Utara

1. Gaya Kepemimpinan Situasional

a. Pengertian Kepemimpinan

Kata kepemimpinan pada dasarnya berasal dari kata “pimpin” yang artinya bimbing atau tuntun. Dari kata “pimpin” melahirkan kata kerja “memimpin” yang artinya membimbing atau menuntun dan kata benda “pemimpin” yaitu orang yang berfungsi memimpin, atau orang yang membimbing atau menuntun. Sedangkan kepemimpinan yaitu kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan. Pasolong, 2008:1 Untuk lebih jelasnya berikut ini beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang kepemimpinan, diantaranya adalah: 1. Menurut Malayu Hasibuan 2007:27, “Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi”. 2. Menurut Stoner 1996:161, “Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota kelompok. 3. Menurut Veithzal Rivai 2004:2, “Kepemimpinan adalah leadership adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut- pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi”. 4. Menurut Hersey Blanchard 1982:99, “Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu”. Universitas Sumatera Utara 5. Menurut Nawawi 2004:9, “Kepemimpinan adalah kemampuan atau kecerdasan mendorong sejumlah orang dua orang atau lebih agar bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan–kegiatan yang terarah pada tujuan bersama. 6. Sedangkan menurut Koontz, O’Donnel Weihrich 1990:147, “Kepemimpinan didefinisikan sebagai pengaruh, seni atau proses mempengaruhi orang-orang sehingga mereka akan berusaha mencapai tujuan kelompok dengan kemauan dan antusias”. Dari beberapa definisi di atas, dapat dirumuskan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seorang pemimpin dalam mempengaruhi orang lain atau kelompok dalam situasi tertentu agar mereka dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan dan maksud tertentu. Jadi, dalam kenyataannya para pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Untuk mencapai semua itu seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam melakukan pengarahan kepada bawahannya untuk mencapai tujuan suatu organisasi.

b. Teori-Teori Kepemimpinan

Kartono 1998:27 mengemukakan bahwa teori kepemimpinan adalah penggeneralisasian satu seni perilaku pemimpin beserta konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menampilkan latar belakang historis kemunculan pemimpin dan kepemimpinan. Menurut beberapa pendapat ahli dalam buku Leadership : Ilmu dan Seni Kepemimpinan 2012:27, teori kepemimpinan dapat Universitas Sumatera Utara diklasifikasikan menjadi 3, yaitu : 1. Teori Sifat Teori ini berpandangan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin karena memiliki sifat-sifat sebagai pemimpin. Namun pandangan teori sifat ini juga tidak memungkiri bahwa sifat-sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat juga dicapai lewat suatu pendidikan dan pengalaman. Teori ini mengajarkan bahwa pemimpin itu memerlukan serangkaian sifat- sifat, ciri-ciri atau perangai tertentu yang bisa digunakan sehingga menjalin keberhasilan pada setiap situasi. 2. Teori Perilaku Teori perilaku dilandasi pemikiran, bahwa kepemimpinan merupakan interaksi antara pemimpin dan pengikut, dan dalam interaksi tersebut pengikutlah yang menganalisis dan mempersepsikan apakah menerima atau menolak pengaruh dari pemimpinnya. Pendekatan perilaku menghasilkan dua orientasi perilaku pemimpin yaitu Pemimpin yang berorientasi pada tugas dan perilaku pemimpin yang berorientasi pada orang pegawai. Orientasi tugas adalah mengutamakan penyelesaian tugas, dan menamppilkan gaya kepemimpinan otokratis. Sedangkan orientasi pada orang mengutamakan penciptaan hubungan-hubungan manusiawi dan menampilkan gaya kepemimpinan demokratis atau partisipatif. 3. Teori Situasional Kepemimpinan ini berkembang sesuai pada situasi, keperluan, tugas, anggota, organisasi, dan variabel-variabel lingkungan lainnya. Dalam teroti Universitas Sumatera Utara ini hanya kepemimpinanlah yang mengetahui situasi dan keperluan organisasilah yang dapat menjadi pemimpin yang efektif.

c. Tipe Kepemimpinan

Menurut Kartono 1998:69, ada beberapa tipe kepemimpinan yaitu sebagai berikut : 1. Tipe Kharismatik Jenis tipe ini adalah tipe kepemimpinan yang dianggap memiliki kekuatan gaib, yang pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, karena ia mempunyai daya tarik yang luar biasa. Walaupun tipe ini dalam memimpin bawahannya mendapat kedudukan sebagai pemimpin. Ia tidak menggunakan kekayaan, kesehatan, dan lain sebagainya, sebagai kharisma dirinya, tetapi ia sanggup memancarkan pengaruhnya dan daya tarik yang dahsyat dari kepribadian pemimpin, sebab itu sampai sekarang belum diketahui sebab musabab kemampuan dari pada tipe kharisma kepemimpinan itu. 2. Tipe Paternalistis Sifat kebapakan sangat menonjol dalam kepemimpinan ini, karena ia selalu menganggap bawahannya sebagai manusia yang belum dewasa, bersikap selalu melindungi bawahan, jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri dan berinisiatif sendiri, serta selalu bersikap maha tahu. Universitas Sumatera Utara 3. Tipe Militeristis Tipe militeristis bukanlah seorang pemimpin yang bijaksana atau ideal bagi bawahan, karena tipe ini mempunyai sifat-sifat : sistem perintah atau komando yang dipergunakan kepada bawahan, menginginkan kepatuhan mutlak dari bawahan serta menghendaki adanya kerja keras dari bawahan. 4. Tipe Otokratis Tipe ini adalah tipe penguasa absolut, dimana sangat bertentangan dengan pemimpin yang dibutuhkan oleh perusahaan modern, karena hak azasi manusia yang menjadi bawahan itu harus dijunjung dan dihormati. 5. Tipe Laissez Faire Pada tipe kepemimpinan ini, pemimpin tidak berpartisipasi dalam kegiatan kelompoknya dan membiarkan berbuat semaunya sendiri. Secara praktis pemimpin ini tidak memimpin, dia hanya merupakan pemimpin simbol yang tidak memiliki keterampilan teknis. 6. Tipe Populistis Tipe kepemimpinan ini mampu mengembangkan solidaritas rakyat dan berpegang teguh pada nilai masyarakat yang tradisional, kurang mempercayai bantuan-bantuan serta dukungan-dukungan kekuatan asing, dimana lebih mengutamakan nasionalisme. 7. Tipe Administratif Tipe kepemimpinan ini mampu menyelenggarakan administrasi yang efektif. Kepempinannya terdiri dari pribadi yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan, sehingga dapat dibagun sistem administrasi Universitas Sumatera Utara yang efisien untuk mendapatkan integritas bangsam pada khususnya dan usaha-usaha pembangunan pada umumnya. 8. Tipe Demokratis Kepemimpinan demokratis ini berorientasi pada manusia, dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan apada semua bawahan, dengan penekanan rasa tanggung jawab internal pada diri sendiri dan bekerja sama yang baik. Sedangkan Menurut P. Siagian 2003:27 menyatakan bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya dikategorikan menjadi 5 lima tipe yakni: 1. Tipe Kepemimpinan Otokratik Tipe kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Kedudukan dan tugas anak buah semata–mata hanya sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak pimpinan. Pimpinan memandang dirinya lebih dalam segala hal, dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa diperintah. 2. Tipe Kepemimpinan Paternalistik Pemimpin paternalistic menunjukkan kecenderungan-kecenderungan bertindak sebagai berikut: Pengambilan keputusan, kecenderungannya menggunakan cara mengambil keputusan sendiri dan kemudian berusaha menjual keputusan itu kepada para bawahannya. Dengan menjual keputusan itu diharapkan bahwa para bawahan akan mau menjalankan meskipun tidak dilibatkan didalam proses pengambilan keputusan. Universitas Sumatera Utara 3. Tipe Kepemimpinan Kharismatik Teori kepemimpinan belum dapat menjelaskan mengapa seseorang dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik, sedangkan yang lain tidak. Artinya, belum dapat dijelaskan secara ilmiah faktor-faktor apa saja yang menjadi seseorang memiliki kharisma tertentu. 4. Tipe Kepemimpinan Laissez-faire Karakteristik yang paling kelihatan dari seorang pemimpin laissez-faire terlihat pada gayanya yang santai dalam memimpin organisasi. Dalam hal pengambilan keputusan, misalnya, seorang pemimpin ini akan mendelegasikan tugas-tugasnya kepada bawahannya, dengan pengarahan yang minimal atau bahkan sama sekali tanpa pengarahan sama sekali. 5. Tipe Kepemimpinan Demokratik Pengambilan keputusan pemimpin demokratik pada tindakannya mengikutsertakan para bawahannya dalam seluruh pengambilan keputusan. Seorang pemimpin demokratik akan memilih model dan teknik pengambilan keputusan tertentu yang memungkinkan para bawahannya ikut serta dalam pengambilan keputusan.

d. Fungsi Kepemimpinan

Menurut P. Siagian 2003:46 terdapat 5 lima fungsi kepemimpinan, yakni: a. Fungsi Penentu Arah Setiap organisasi, baik yang berskala besar, menengah ataupun kecil Universitas Sumatera Utara semuanya pasti dibentuk dalam rangka mencapai suatu tujan tertentu. Tujuan itu bisa bersifat jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek yang harus dicapai dengan melalui kerja sama yang dipimpin oleh seorang pemimpin. Keterbatasan sumber daya organisasi mengharuskan pemimpin untuk mengelolanya dengan efektif, dengan kata lain arah yang hendak dicapai oleh organisasi menuju tujuannya harus sedemikian rupa sehingga mengoptimalkan pemanfaatan dari segala sarana dan prasaarana yang ada. b. Fungsi Sebagai Juru Bicara Fungsi ini mengharuskan seorang pemimpin berperan sebagai penghubung antara organisasi dengan pihak-pihak luar yang berkepentingan seperti pemilik saham, pemasok, penyalur, lembaga keuangan. Peran ini sangat penting karena disadari bahwa tidak ada satupun organisasi yang dapat hidup tanpa bantuan dari pihak lain. c. Fungsi Sebagai Komunikator Suatu komunikasi dapat dinyatakan berlangsung dengan efektif apabila pesan yang ingin disampaikan oleh sumber pesan tersebut diterima dan diartikan oleh sasaran komunikasi. Fungsi pemimpin sebagai komunikator disini lebih ditekankan pada kemampuannya untuk mengkomunikasikan sasaran-sasaran, strategi, dan tindakan yang harus dilakukan oleh bawahan. d. Fungsi Sebagai Mediator Konflik-konflik yang terjadi atau adanya perbedaan-perbedaan kepentingan dalam organisasi menuntut kehadiran seorang pemimpin dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Kiranya sangat mudah Universitas Sumatera Utara membayangkan bahwa tidak aka nada seorang pemimpin yang akan membiarkan situasi demikian berlangsung dalam organisasi yang dipimpinnya dan akan segera berusaha keras untuk menanggulanginya. Sikap yang demikian pasti diambil oleh seorang pemimpin, sebab jika tidak citranya sebagai seorang pemimpin akan rusak, kepercayaan terhadap kepemimpinan akan merosot bahkan mungkin hilang. Jadi kemampuan menjalankan fungsi kepemimpinan selaku mediator yang rasional, objektif dan netral merupakan salah satu indicator efektifitas kepemimpinan seseorang. e. Fungsi Sebagai Integrator Adanya pembagian tugas, sistem alokasi daya, dana dan tenaga, serta diperlukannya spesialisasi pengetahuan dan keterampilan dapat menimbulkan sikap, perilaku dan tindakan berkotak-kotak dan oleh karenanya tidak boleh dibiarkan berlangsung terus-menerus. Dengan perkataan lain diperlukan integrator terutama pada hirarki puncak organisasi. Integrator itu adalah pimpinan. Setiap pemimpin. Terlepas dari hirarki jabatannya dalam organisasi, sesungguhnya adalah integrator, hanya saja cakupannya berbeda-beda. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam hirarki kepemimpinan dalam organisasi, semakin penting pula makna peranan tersebut. Fungsi Kepemimpinan ialah memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi atau membangunkan motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik; Universitas Sumatera Utara memberikan supervisipengawasan yang efisien, dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan. Kartini Kartono, 1998:81

e. Pengertian Gaya Kepemimpinan

Kata gaya berasal dari bahasa Inggris yaitu “Style” yang berarti mode seseorang yang selalu nampak yang menjadi ciri khas orang tersebut. Gaya merupakan kebiasaan yang melekat pada diri seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah cara atau norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang diamati. Pada dasarnya gaya kepemimpinan atau style banyak berpengaruh terhadap keberhasilan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku pengikut-pengikutnya. Pasolong, 2008:37 Menurut Stoner 1996:165, Gaya kepemimpinan adalah berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja. Stoner membagi dua gaya kepemimpinan yaitu: 1 Gaya yang berorientasi pada tugas, yaitu mengawasi pegawai secara ketat untuk memastikan tugas dilaksanakan dengan memuaskan. Pelaksanaan tugas lebih ditekankan pada pertumbuhan pegawai atau kepuasan pribadi. 2 Gaya yang berorientasi pada pegawai, hal ini lebih menekankan pada memotivasi ketimbang mengendalikan bawahan. Gaya ini menjalin hubungan bersahabat, saling percaya, dan saling menghargai dengan pegawai yang sering kali diizinkan untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan yang mempengaruhi mereka. Universitas Sumatera Utara Sedangkan menurut Thoha 2004:49, Gaya kepemimpinan adalah norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Ermaya 1999:10, menyatakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan bagaimana cara mengendalikan bawahan untuk melaksanakan sesuatu. Variabel ini sangat penting karena gaya kepemimpinan mencerminkan apa yang dilakukan oleh pemimpin dalam mempengaruhi pengikutnya untuk merealisasi visinya. Gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik gaya yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya. Artinya, gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi yang konsistensi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya Veithzal Rivai, h.64. Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang dipergunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi, mengarahkan, mendorong, dan mengendalikan bawahannya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

f. Kepemimpinan Situasional

Hersey Blanchard 1995:180, mengatakan bahwa kepemimpinan situasional dalam prakteknya tidak ada seorang pimpinan yang sangat konsisten menggunakan satu gaya kepemimpinan tertentu terlepas dari situasi yang dihadapinya. Artinya, efektivitas kepemimpinan seseorang sangat tergantung pada Universitas Sumatera Utara kemampuannya “membaca” situasi yang dihadapinya dan menyesuaikan gayanya dengan situasi tersebut sedemikian rupa sehingga ia efektif menjalankan fungsi- fungsi kepemimpinannya. Tjiptono 2000:162, menyatakan bahwa kepemimpinan situasional dikenal pula sebagai kepemimpinan tidak tetap atau kontingensi. Asumsi yang digunakan dalam teori ini adalah bahwa tidak ada satu pun gaya kepemimpinan yang tepat bagi setiap pemimpin dalam segala kondisi. Karena itu gaya kepemimpinan situasional akan menerapkan suatu gaya tertentu berdasarkan pertimbangan atas faktor-faktor seperti pemimpin, pengikut, dan situasi dalam arti struktur tugas, peta kekuasaan, dan dinamika kelompok. Pakar manajemen Follet dalam Tjiptono 2000:163, mengatakan ketiga faktor tersebut merupakan variabel kritis yang saling berhubungan dan berinteraksi. Pernyataan ini dikenal dengan istilah hukum situasi. Menurut Ivancevich dkk 2007:207, gaya kepemimpinan situasional merupakan gaya yang lebih menekankan pada pengikut dan tingkat kematangan mereka. Dengan kata lain gaya kepemimpinan situasional merupakan gaya atau cara kepemimpinan yang ditunjukkan oleh seorang pemimpin untuk membimbing, melaksanakan, mengarahkan, mendorong bawahan untuk mencapai tujuan dan mendayagunakan segala kemampuan secara optimal dengan mengkombinasikan situasi yang ada berkenaan dengan perilaku pemimpin dan bawahannya. Penelitian ini mengkaji kepemimpinan situasional yang dikemukakan oleh Hersey dan Blanchard 1995:179 yang didukung oleh Korman dan Sanford yang Universitas Sumatera Utara memfokuskan pada perilaku pimpinan dalam hubungannya dengan pengikut ketua dan anggota. Lebih dari teori-teori sebelumnya, pendekatan ini memfokuskan banyak perhatian pada karakteristik pegawai, maksudnya para pegawai memiliki tingkat kesiapan yang berbeda-beda. Orang-orang yang memiliki tingkat kesiapan rendah karena sedikitnya kemampuan atau pelatihan, atau perasaan tidak aman sehingga membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda dengan orang-orang yang memiliki tingkat kesiapan tinggi. Kepemimpinan situasional juga mendasarkan atas hubungan antara kadar bimbingan dan arahan perilaku tugas yang diberikan pemimpin dan kadar dukungan sosio-emosional perilaku hubungan yang disediakan pemimpin dalam pelaksanaan tugas, fungsi atau tujuan tertentu. Konsep ini dikembangkan untuk membantu orang-orang yang melakukan proses kepemimpinan, tanpa mempersoalkan peranan mereka, agar lebih efektif dalam hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan level kematangan para pengikutnya, bagi para pemimpin. Konsep dasar dari gaya kepemimpinan situasional adalah kedewasaan atau kematangan bawahan. Begitu tingkat kedewasaan dalam menyelesaikan tugas meningkat, maka pemimpin harus mulai mengurangi orientasi pada tugas dan mulai meningkatkan orientasi pada hubungan atasan-bawahan sampai bawahan mencapai kedewasaan tingkat sedang. Begitu bawahan mulai bergerak tingkat kedewasaannya dari tingkat sedang menuju dewasa, adalah tepat saatnya pemimpin untuk mengurangi baik orientasi pada bawahan maupum orientasi pada tugas. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian bawahan tidak hanya dewasa tetapi juga dewasa secara psikologi. Kepemimpinan situasi yang menggunakan konsep dasar kedewasaan atau kematangan bawahan ini baru berarti apabila peranan pemimpin atau manajer dalam memotivasi bawahan tidak diberikan kepada bawahan sesuai dengan tingkat kedewasaannya. Setelah kedewasaan atau kematangan bawahan diketahui dan gaya kepemimpinan dipahami, maka dapat diterapkan perilaku kepemimpinan yang efektif dalam manajemen, yang terkenal dengan nama kepemimpinan situasional. Menurut teori situasional, seorang pemimpin dapat menggunakan satu dari empat gaya kepemimpinan, berdasarkan kombinasi perilaku hubungan dan tugas: 1. Telling memerintah Perilaku atau gaya kepemimpinan ini berorientasi pada tugas dan rendah pada hubungan dengan anggota organisasi atau bawahan. Pemimpin merupakan pusat kegiatan karena kesiapan dan kematangan bawahan rendah, mengharuskan pemimpin menjelaskan peran setiap anggota organisasi atau bawahan tentang apa, bagaimana, kapan dan dimana melaksanakan berbagai tugasnya. Oleh karena itu perilaku atau gaya kepemimpinan ini akan efektif di lingkunganorganisasi yang kesiapan dan kematangan anggotanya rendah, dalam arti cenderung tidak memiliki kemampuan dan tidak mempunyai kemauan untuk melaksanakan dan menyelesaikan tugaspekerjaannya. 2. Selling menjualmenawarkan Perilaku atau gaya kepemimpinan ini dilaksanakan dengan perilaku orientasi tugas dan hubungan yang kedua-duanya tinggi. Perilaku atau gaya ini Universitas Sumatera Utara dilakukan untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif sesuai dengan situasi anggota organisasi sebagai bawahan yang masih rendah kesiapan dan kematangannya. Kondisi ini ditunjukkan oleh anggota organisasi yang kemampuan kerjanya belum memadai dan kadang-kadang berkemauan dalam melaksanakan tugas-tugas. Dalam situasi anggota organisasi atau bawahan seperti pemimpin harus berperan menawarkan tugas-tugas pada kemampuan atau berkemauan dan harus memberikan pengarahan dalam bekerja. 3. Participating mengikutsertakanpartisipasi Perilaku atau gaya kepemimpinan ini dilaksanakan dengan orientasi pada tugas dan orientasi hubungan dengan anggota organisasi tinggi. Pada dasarnya gaya kepemimpinan ini menunjukkan kesediaan atau kemampuan pemimpin dalam mengikutsertakan atau mendayagunakan anggota organisasi sebagai bawahan. Gaya kepemimpinan akan efektif apabila bawahan memiliki kesiapan dan kematangan yang tinggi, namun mereka bawahan masih kurang yakin akan kemampuan yang mereka miliki sehingga membutuhkan sedikit bimbingan dari pimpinan. 4. Deligating pendelegasianwewenang Perilaku atau gaya kepemimpinan ini dilaksanakan dengan orientasi tugas rendah dan hubungan dengan anggota sebagai bawahan rendah. Gaya atau perilaku kepemimpinan ini akan efektif apabila anggota organisasi sebagai bawahan sangat tinggi kesiapan dan kematangan dalam bekerja. Universitas Sumatera Utara a Perilaku Tugas Pengertian perilaku tugas menurut Hersey dan Blanchard sama dengan arahan, sedangkan Fiedler mengemukakan struktur tugas adalah sejauh mana kejelasan tugas dan orang yang bertanggung jawab melaksanakannya. Berikut ini penjelasan Hersey dan Blanchard mengenai perilaku tugas adalah kadar upaya pemimpin organisasi menetapkan anggota kelompok, menjelaskan aktivitas setiap anggota serta kapan, dimana dan bagaimana cara menyelesaikannya dicirikan dengan upaya untuk menetapkan pola organisasi, saluran komunikasi dan cara penyelesaian pekerjaan secara rinci dan jelas. Pendapat tersebut diatas menjelaskan bahwa perilaku tugas disini dapat menentukan apa yang akan dikerjakan, untuk apa, biaya berapa, darimana, dengan siapa mengerjakannya dan keseluruhannya ini disampaikan kepada karyawan. Instrumen untuk mengukur perilaku tugas menurut Hersey dan Blanchard 1995:191 didasarkan dalam lima dimensi perilaku ditunjukkan pada Tabel 1.1 Tabel 1.1. Indikator Perilaku Tugas Dimensi Perilaku Tugas Indikator Indikator Perilaku Sejauh Mana Pemimpin Penyusunan tujuan Menetapkan tujuan yang perlu dicapai orang-orang Pengorganisasian Mengorganisasikan situasi kerja bagi orangorangnya Menetapkan batas tujuan Menetapkan batas waktu bagi orang- orangnya Pengarahan Memberikan arahan spesifik Pengendalian Menetapkan dan mensyaratkan adanya laporan reguler tentang kemampuan pelaksanaan pekerjaan. Sumber: Hersey dan Blanchard 1995:191 Universitas Sumatera Utara

b Perilaku Hubungan

Menurut Hersey dan Blanchard, perilaku hubungan adalah suatu perilaku hubungan pimpinan dalam memberikan kesempatan kepada anggota untuk membicarakan segala sesuatu yang berkenaan dengan tugas yang dilaksanakan oleh bawahan. Sedang seberapa luas dan sempitnya kesempatan tersebut akan menyangkut gaya yang akan dilakukan oleh pemimpin. Bahwa perilaku hubungan adalah kadar upaya pemimpin membina hubungan pribadi diantara mereka sendiri dan apa yang anggota kelompok mereka membuka lebar saluran komunikasi, menyediakan dukungan sosio-emosional, psikologis dan kemudahan perilaku. Instrumen untuk mengukur perilaku hubungan menurut Hersey dan Blanchard 1995:191 didasarkan dalam lima dimensi perilaku ditunjukan dalam Tabel 1.2 Tabel 1.2. Indikator Perilaku Hubungan Dimensi Perilaku Hubungan Indikator Perilaku Sejauh Mana Pemimpin Memberikan dukungan Memberikan dukungan dan mendorong Mengkomunikasikan Melibatkan orang-orang dalam diskusi yang bersifat “memberi dan menerima” tentang aktifitas kerja Memudahkan interaksi Memudahkan interaksi diantara orang- orangnya Aktif menyimak Berusaha mencari dan menyimak pendapat dan kerisauan orang-orangnya Memberikan balikan Memberikan balikan tentang prestasi orang- orangnya Sumber: Hersey dan Blanchard 1995:191 Pengenalan kedua perilaku diatas sebagai suatu dimensi penting dari perilaku pemimpin, telah dikenal sebagai suatu bagian yang penting dari kerja keras ahli-ahli manajemen beberapa dasawarsa terakhir ini. Untuk lebih mengerti Universitas Sumatera Utara secara mendalam tentang kepemimpinan situasional, perlu bagi kita mempertemukan antara Gaya Kepemimpinan dengan Kematangan Pengikut karena pada saat kita berusaha mempengaruhi orang lain, tugas kita adalah: a. Mendiagnosa tingkat kesiapan bawahan dalam tugas-tugas tertentu. b. Menunjukkan gaya kepemimpinan yang tepat untuk situasi tersebut. Jadi intinya konsep dari perilaku tugas adalah terletak pada proses komunikasi satu arah yaitu adanya petunjuk dari pimpinan yang perlu dilakukan oleh anggotanya. Sedangkan perilaku hubungan adalah adanya penggunaan komunikasi dua arah atau timbal balik antara pimpinan dengan anggota baik dalam proses pengambilan keputusanmenentukan program dan pelaksanaannya.

2. Kinerja Pegawai a. Pengertian Kinerja

Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dihasilkan oleh seorang pegawai diartikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Anwar Prabu Mangkunegara 2011:67, Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Sedarmayanti 2011:260, Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat Universitas Sumatera Utara ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan. Menurut Dessler 2000:41, Kinerja merupakan prestasi kerja, yakni perbandingan antara hasil kerja yang nyata dengan standar kerja yang ditetapkan. Dengan demikian kinerja memfokuskan pada hasil kerjanya. Menurut Prawirosentono 1999:2, mengatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Menurut Robbins 1989:439, bahwa kinerja adalah hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai dibandingkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia disingkat LAN RI 1999:3, merumuskan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijakasanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi. Konsep kinerja yang dikemukakan LAN-RI lebih mengarahkan kepada acuan kinerja suatu organisasi publik yang cukup relevan sesuai dengan strategi suatu organisasi yakni dengan misi dan visi yang lain yang ingin dicapai. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai sesuai dengan standar dan kriteria yang telah ditetapkan dalam kurun waktu tertentu. Universitas Sumatera Utara

b. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan ability dan faktor motivasi motivation. Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis 1964 dalam Mangkunegara 2011:67 yang merumuskan bahwa : a Human performance = Ability + Motivation b Motivation = Attitude + Situation c Ability = Knowledge + Skill 1. Faktor Kemampuan Secara psikologis, kemampuan ability pegawai terdiri dari kemampuan potensi IQ dan kemampuan reality knowledge + skill. Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata IQ = 110 – 120 dengan penddikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya the right man in the right place, the right man on the right job. 2. Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap attitude seorang pegawai dalam menghadapi situasi situation kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara Universitas Sumatera Utara psikofisik siap secara mental, fisik, tujuan, dan situasi. Artinya seorang pegawai harus siap mental, maupun secara fisik, memahami tujuan utama, dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan menciptakan situasi kerja. Sedangkan menurut A. Dale Timple yang dikutip oleh Anwar Prabu Mangkunegara 2006:15, faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja dapat bersumber dari dalam individu pegawai maupun dari luar individu. Tinggal bagaimana kebijakan organisasi mampu menyelaraskan antara faktor- faktor tersebut.

c. Indikator Kinerja

Indikator kinerja performance indicators sering disamakan dengan ukuran kinerja performance measure, namun sebenarnya, meskipun keduanya merupakan kriteria pengukuran kinerja, terdapat perbedaan makna. Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja, sehingga bentuknya cenderung kualitatif. Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja yang Universitas Sumatera Utara mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sehingga bentuknya lebih bersifat kuantitatif. Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi Mohammad Mahsun, 2006:71. Indikator kinerja pegawai yang dipakai di dalam penelitian ini adalah dari pendapat yang dikemukakan James A. F. Stoner dan R.E. Freeman dalam Dharma, 2001:554. Indikator tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kuantitas kerja quantity of work, yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan. 2. Kualitas kerja quality of work, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. 3. Kreativitas creativeness, yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan- persoalan yang muncul. 4. Pengetahuan mengenai pekerjaan knowledge of job, yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya. 5. Kerjasama cooperation, yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain sesama anggota organisasi. 6. Inisiatif initiative, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru. 7. Ketergantungan dependability, yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dalam melaksanakan pekerjaan. 8. Kualitas pribadi personal quality, yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan, dan integritas pribadi. Universitas Sumatera Utara Alasan digunakannya indikator ini adalah agar dapat disesuaikan dengan objek yang diteliti dalam hal ini pegawai di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan.

F. Hipotesis

Menurut Sugiyono 2005:70 hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data dan harus diuji kebenarannya melalui pengujian hipotesis. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Hipotesis Nihil Ho: “Tidak ada pengaruh positif antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan”. 2. Hipotesis Alternatif Ha: “Ada pengaruh positif antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan”.

G. Definisi Konsep