Analisa Hasil Regresi Pengujian Hipotesis

commit to user Tabel IV.11 Hasil Uji Glesjer Luas voluntary disclosure model kedua_tanpa pembobotan Variabel Sig Kriteria Simpulan KMAN 0,469 Sig0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas KINST 0,749 Sig0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas KTIPE 0,538 Sig0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas UKKOM 0,792 Sig0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas UKKA 0,296 Sig0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas Dependen Variabel: Abs_res Hasil uji Glejser menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai Absolut Res AbsUt_pembobotan. Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5,000. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil uji asumsi klasik linier di atas secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa model regresi untuk memprediksi voluntary disclosure dalam penelitian, baik model tanpa pembobotan maupun model pembobotan telah memenuhi asumsi normalitas dan bebas dari gejala multikoloniearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Oleh karena itu, model regresi ini dapat digunakan sebagai dasar analisis.

5. Analisa Hasil Regresi

Regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah yaitu menguji apakah corporate governance berpengaruh terhadap luas commit to user voluntary disclosure perusahaan, baik menggunakan model pertama_tanpa pembobotan maupun model kedua_pembobotan. Pengujian regresi berganda ini dilakukan dengan metode backward. Metode backward adalah salah satu metode pengolahan data dengan cara memasukan semua variabel independen secara keseluruhan dan secara otomatis SPSS akan menghilangkan satu persatu variabel independen yang dianggap kurang signifikan dalam memprediksi model persamaan regresi sampai didapatkan model persamaan regresi yang paling signifikan Mauliano, 2009. Pengolahan data menggunakan metode backward menghasilkan lima model persamaan regresi yang memberikan signifikasi konstanta yang berbeda-beda. Model kelima dipilih karena memiliki nilai signifikasi konstanta paling kecil yaitu sebesar 0,027 dalam model pertama dan 0,017 dalam model kedua. Selain itu, model tersebut juga memiliki nilai anova tertinggi sebesar 5,170 dalam model pertama dan 6,069 dalam model kedua lihat Lampiran V. Model tersebut merupakan model yang paling signifikan dalam memprediksi luas voluntary disclosure. a Pengaruh Corporate Governance terhadap Luas Voluntary Disclosure model pertama_tanpa pembobotan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh corporate governance yang direpresentasikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, tipe kepemilikan, ukuran dewan komisaris dan ukuran komite audit terhadap luas voluntary disclosure. commit to user Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda terkait pengaruh corporate governance terhadap luas voluntary disclosure diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel IV.12 Hasil Regresi Berganda Model Pertama Variabel Coefficient t-Statistic Sig. Constant 0,375 8,754 0,000 KMAN -0,103 -0,736 0,465 KINST -0,186 -1,380 0,174 KTIPE 0,061 0,442 0,661 UKKOM 0,019 2,274 0,027 UKKA 0,007 0,049 0,961 R Square 0,095 Adjusted R Square 0,077 F 5,170 Sig 0,027 Secara statistik signifikan pada tingkat 5 Koefisien Determinasi R 2 pada intinya mengukur seberapa jauh variabel independen mampu menerangkan variabel dependen. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R 2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, untuk jumlah variabel independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan koefisien determinasi yang telah disesuaikan yaitu Adjusted R 2 Ghozali, 2006. Tabel IV.13 di atas menunjukkan bahwa nilai R Square R 2 sebesar 0,100 dan Adjusted R Square Adjusted R 2 sebesar 0,077. Berdasarkan nilai Adjusted R 2 tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 7,700 variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen dan variable kontrol dan sisanya sebanyak 92,300 dijelaskan oleh faktor lain. Dalam tabel tersebut juga menunjukkan nilai F hitung sebesar 5,170 dengan probabilitas 0,027 p – value 0,05. Karena nilai F lebih besar dari 4 dan probabilitas jauh lebih kecil dari 5,000 maka model regresi ini menunjukkan commit to user tingkatan yang baik good overall model fit sehingga model regresi dapat digunakan untuk memprediksi luas voluntary disclosure atau dapat dikatakan bahwa kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, tipe kepemilikan ukuran dewan komisaris dan ukuran komite audit secara bersama – sama berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure Ghozali, 2006. Pengaruh signifikan dari tiap-tiap variabel independen terhadap variabel dependen dapat diketahui dari besarnya ρ-value. Apabila ρ-value lebih kecil dari tingkat signifikansi, maka variabel independen tersebut secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya, apabila ρ-value lebih besar dari tingkat signifikansi, maka variabel independen tersebut secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Berdasarkan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, hasilnya menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap luas voluntary disclosure. Variabel lainnya, seperti kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, tipe kepemilikan, dan ukuran komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap luas voluntary disclosure baik dalam model pertama_tanpa pembobotan maupun model kedua_pembobotan. Kepemilikan manajerial memiliki ρ-value sebesar 0,465 pada tingkat signifikansi 5,000, lebih besar dari 0,050 dan menunjukkan koefisien negatif. Berarti kepemilikan manajerial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap luas voluntary disclosure. Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2008 tidak akan berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure yang dilakukan perusahaan commit to user tersebut. Hal tersebut dikarenakan relatif sedikit perusahaan sampel yang memiliki kepemilikan manajerial, bahkan 49,019 perusahaan sampel yakni 25 perusahaan tidak memiliki struktur kepemilikan manajerial. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Nugrahadi 2008; Nasir dan Abdullah 2004 bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap luas voluntary disclosure, namun bertolak belakang dengan hasil penelitian Eng dan Mak 2003. Karena hasil pengujian bertolak belakang dengan hipotesis, maka hipotesis pertama ditolak. Hipotesis kedua adalah kepemilikan institusional berpengaruh signifikan positif terhadap luas voluntary disclosure. Kepemilikan institusional memiliki koefisien negatif dengan p-value sebesar 0,174 menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap luas voluntary disclosure sehingga hipotesis kedua dinyatakan ditolak. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan Khodadadi et al 2010; Hailin and Zezhen 2009 yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap luas voluntary disclosure. Koefisien negatif yang dimiliki kepemilikan institusional menunjukkan hubungan negatif antara kepemilikan institusional dengan luas voluntary disclosure. Koefisien tersebut berlawanan dengan koefisien yang diharapkan dalam hipotesis. Artinya semakin tinggi tingkat kepemilikan saham oleh institusi maka akan mengurangi luas voluntary disclosure yang dilakukan perusahaan. Data kepemilikan intitusional perusahaan sampel menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan, yakni 32 dari 51 perusahaan sampel memiliki kepemilikan commit to user institusional dengan tipe terkonsentrasi kepemilikan saham 50,000 dan dimiliki oleh satu institusi saja. Kondisi tersebut, memungkinkan fungsi kepemilikan institusional yang semula digunakan sebagai alat monitoring sebagai pihak yang memonitor perusahaan menjadi tidak efektif. Seharusnya, tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer Djakman dan Novita, 2008. Adanya kondisi struktur kepemilikan institusional yang terkonsentrasi hanya oleh satu institusi dimungkinkan menyebabkan institusi tersebut berperan sebagai pemegang saham mayoritas yang berpartisipasi secara aktif dalam perusahaan. Hal ini berakibat pada munculnya konflik kepentingan antara pemegang saham mayoritas controlling shareholders dengan pemegang saham minoritas minority shareholders. Oleh karena itu, controlling shareholders mempunyai kekuasaan untuk turut campur dalam pengambilan keputusan manajemen untuk kepentingan pribadi mereka, termasuk untuk menyembunyikan beberapa informasi perusahaan dari pemegang saham minoritas, misalnya informasi voluntary disclosure-nya, sehingga luas voluntary disclosure perusahaan menjadi rendah. Dengan kata lain, investor institusional hanya bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan pribadi saja tanpa mempedulikan tanggung jawab perusahaan pada stakeholders lain. Seperti halnya yang terjadi pada PT Aqua Golden Misissisipi Tbk dengan kepemilikan institusional sebesar 94,000 dan hanya dimiliki oleh satu institusi saja, luas voluntary disclosure perusahaan dibawah rerata yakni hanya sebesar 43,800 untuk model tanpa pembobotan, dan 44,900 untuk model pembobotan. commit to user Sedangkan yang terjadi pada PT Ultra jaya Milk Tbk, dengan kepemilikan institusi sebesar 37,32 dan dimiliki oleh 3 institusi yang berbeda yakni PT Prawiradjaja Perkasa, PT Indolife Pensiontama, dan AJ Central Asia Raya, luas voluntary disclosure perusahaan diatas rerata yakni 53,100 untuk model tanpa pembobotan dan 52,800 untuk model pembobotan. Variabel ketiga, tipe kepemilikan merupakan variabel independen terakhir dalam penelitian ini. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa tipe struktur kepemilikan bukan variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap luas voluntary disclosure. Tipe struktur kepemilikan memiliki ρ-value sebesar 0,661, lebih besar dari 0,050 sehingga dapat disimpulkan bahwa tipe struktur kepemilikan tidak berpengaruh signifikan terhadap luas voluntary disclosure yang dilakukan perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa tipe kepemilikan, apakah menyebar atau terkonsentrasi, tidak akan berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure yang dilakukan perusahaan tersebut. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Hailin and Zezhen 2009 namun bertolak belakang dengan penelitian Achmad 2007. Koefisien tipe struktur kepemilikan negatif yang ditunjukkan dalam tabel memperlihatkan adanya hubungan yang negatif antara tipe struktur kepemilikan dengan luas voluntary disclosure. Hasil ini tidak sejalan dengan hipotesis ketiga dalam penelitian ini, sehingga hipotesis ketiga ditolak. Ukuran dewan komisaris memiliki ρ-value sebesar 0,027 pada tingkat signifikansi 5,000 menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif secara signifikan terhadap luas voluntary disclosure perusahaan. Hal ini commit to user menunjukkan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris sebuah perusahaan akan memberikan pengawasan yang lebih optimal terhadap proses pelaksanaan corporate governance sehingga perusahaan akan mengungkapkan informasi dengan lebih baik. Dalton et. al 1999 menyatakan bahwa peranan keahlian atau konseling yang diberikan oleh dewan komisaris merupakan jasa yang berkualitas bagi manajemen dan perusahaan yang tidak dapat diberikan oleh pasar. Jumlah dewan komisaris yang besar akan memunculkan perpaduan skill antar anggotanya yang selanjutnya akan meningkatkan ketelitian pengawasan dan pengendalian terhadap manajemen perusahaan. Semakin besar ukuran dewan komisaris berarti semakin banyak yang melakukan pengawasan terhadap perusahaan. Menurut Muntoro 2006 ukuran dewan komisaris dapat membantu meningkatkan keefektifan kerja dewan komisaris dan ukuran yang tidak seimbang dengan jumlah direksi yang lebih banyak akan menyebabkan komisaris menghadapi kesulitan ketika bernegosiasi dengan dewan direksi. Ukuran dewan komisaris yang besar mungkin akan lebih menjamin perlindungan terhadap pemegang saham dan pembatasan kekuasaan yang jelas di jajaran direksi. Jika dikaitkan dengan pengungkapan, maka dewan komisaris dengan ukuran yang besar akan memiliki power yang lebih besar untuk menekan manajemen agar mengungkapkan informasi lebih banyak mengenai perusahaan. PT Astra Internasional Tbk merupakan perusahaan yang menyajikan voluntary disclosure paling banyak yaitu 71,900 dengan memiliki ukuran dewan komisaris yang paling besar berjumlah 10 orang. Ukuran dewan komisaris yang besar ini juga commit to user membawa PT Astra Internasional Tbk menerima banyak penghargaan terkait pelaksanaan corporate governance perusahaan seperti penghargaan yang diberikan majalah AsiaMoney yang tertuang dalam annual report-nya, yaitu “No. 2 Best Companies in Asia for Corporate Governance, No. 1 Best Overall for Corporate Governance dan No.1 Best for Disclosure and Transparency”. Perusahaan tersebut juga menerima penghargaan “Asia’s Best Company” yang diberikan oleh Majalah Finance Asia yang juga tertuang dalam annual report perusahaan. Penilaian tersebut membuktikan bahwa PT Astra Internasional Tbk telah menerapkan prinsip corporate governance dengan baik. Koefisien positif yang dimiliki ukuran dewan komisaris menunjukkan hubungan positif antara ukuran dewan komisaris dengan luas voluntary disclosure. Hasil peneltian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sembiring 2005 dan Abeysekera 2008 yang menemukan bahwa dewan komisaris berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan yang dilakukan perusahaan. Hasil ini sejalan dengan hipotesis keempat dalam penelitian ini, sehingga hipotesis keempat diterima. Variabel kelima, ukuran komite audit merupakan variabel independen terakhir dalam penelitian ini. Ukuran komite audit memiliki ρ-value sebesar 0,961, lebih besar dari 0,050. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa ukuran komite audit bukan variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap luas voluntary disclosure. Berapapun jumlah komite audit yang dimiliki perusahaan tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Yuen et. al 2009 commit to user dimana hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Penjelasan yang memungkinkan dari hasil penelitian itu adalah tugas komite audit pada perusahaan manufaktur di Indonesia lebih ditekankan pada informasi yang masuk dalam pengungkapan wajib menurut peraturan yang berlaku. Menurut KNKG 2006, salah satu tugas komite audit adalah membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen. Dengan adanya peraturan tersebut, dimungkinkan komite audit pada perusahaan manufaktur di Indonesia tidak terlalu menekankan manajemen untuk melakukan pengungkapan yang melebihi peraturan, dalam hal ini voluntary disclosure. Yuan et. al 2009 juga menyatakan bahwa keberadaan komite audit di Cina bukan ditujukan untuk memberikan tekanan pada perusahaan untuk melakukan voluntary disclosure melainkan menjamin bahwa perusahaan telah mematuhi pengungkapan wajibnya. Oleh karena itu, keberadaan komite audit tersebut tidak mampu meningkatkan transparansi khususnya dalam hal memberikan informasi nonmandatory pada publik. Koefisien ukuran komite audit positif yang ditunjukkan dalam tabel memperlihatkan adanya hubungan yang positif antara ukuran komite audit dengan luas voluntary disclosure. Hasil pengujian bertolak belakang dengan hipotesis, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima ditolak. commit to user b Pengaruh corporate governance terhadap luas voluntary disclosure model kedua_pembobotan Hasil analisis regresi berganda pengaruh corporate governance terhadap luas voluntary disclosure dengan model kedua yaitu metode pembobotan dapat dilihat dalam ringkasan tabel IV.14. Tabel IV.13 Hasil Regresi Berganda Model Kedua Variabel Coefficient t-Statistic Sig. Constant 0,380 0,042 0,000 KMAN -0,048 -0,337 0,738 KINST -0,130 -0,981 0,332 KTIPE -0,041 -0,296 0,769 UKKOM 0,020 2,464 0,017 UKKA 0,079 0,559 0,579 R Square 0,114 Adjusted R Square 0,096 F 6,069 Sig 0,017 Secara statistik signifikan pada tingkat 5 Tabel IV.14 menunjukkan bahwa nilai R Square R 2 sebesar 0,114 dan Adjusted R Square Adjusted R 2 sebesar 0,096. Berdasarkan nilai Adjusted R 2 tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 9,600 luas voluntary disclosure dapat dijelaskan oleh variabel independen dan variable kontrol dan sisanya sebanyak 90,400 dijelaskan oleh faktor lain. Dalam tabel IV.14 juga menunjukkan nilai F hitung senilai F = 6,069 dengan probabilitas sebesar 0,017 0,05. Nilai probabilitas kurang dari 0,05 menunjukkan bahwa luas voluntary Disclosure dapat dijelaskan oleh ke-5 prediktor tersebut. Berdasarkan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, penelitian dengan menggunakan model kedua juga menemukan bahwa ukuran dewan komisaris commit to user berpengaruh signifikan positif terhadap luas voluntary disclosure. Variable lainnya yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, tipe kepemilikan dan ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure. Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan p-value sebesar 0,738 terhadap luas voluntary disclosure. Hasil penelitian dalam model kedua ini konsisten dengan hasil penelitian dalam model pertama_tanpa pembobotan. Hal ini mengindikasikan bahwa besar kecilnya jumlah kepemilikan manajerial dalam perusahaan tidak akan berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure yang dilakukan perusahaan tersebut. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Nugrahadi 2008 dan Nasir dan Abdullah 2004 bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure. Namun bertolak belakang dengan hasil penelitian Eng dan Mak 2003. Karena hasil pengujian bertolak belakang dengan hipotesis, maka hipotesis pertama ditolak. Hasil regresi variabel kepemilikan institusional dalam model kedua juga menunjukkan hasil yang sama dengan hasil regresi dalam model pertama tanpa pembobotan. Secara statistik, kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure. Variabel ini memiliki koefisien negatif koefisien = -0,122, dengan p-value sebesar 0,381, dan koefisien tersebut berlawanan dengan koefisien yang diharapkan. Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Khodadadi et al 2010; Hailin and Zezhen 2009 yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap luas voluntary disclosure. Hasil pengujian bertolak belakang dengan hipotesis, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua ditolak. commit to user Hasil analisis regresi dalam model kedua juga menunjukkan bahwa secara statistik variabel tipe kepemilikan tidak berpengaruh signifikan p–value sebesar 0,769 terhadap luas voluntary disclosure. Hal ini mengindikasikan bahwa konsentrasi kepemilikan, apakah menyebar atau terkonsentrasi, tidak akan berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure yang dilakukan perusahaan tersebut. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Hailin and Zezhen 2009 namun bertolak belakang dengan penelitian Achmad 2007. Karena hasil pengujian bertolak belakang dengan hipotesis, maka hipotesis ketiga ditolak. Ukuran dewan komisaris memiliki ρ-value sebesar 0,027 pada tingkat signifikansi 5,000 menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif secara signifikan terhadap luas voluntary disclosure perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris sebuah perusahaan akan memberikan pengawasan yang lebih optimal terhadap proses pelaksanaan corporate governance sehingga perusahaan akan mengungkapkan informasi dengan lebih baik. Koefisien positif yang dimiliki ukuran dewan komisaris menunjukkan hubungan positif antara ukuran dewan komisaris dengan luas voluntary disclosure. Hasil peneltian ini konsisten dengan hasil penelitian model pertama. Serta sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sembiring 2005 dan Abeysekera 2008 yang menemukan bahwa dewan komisaris berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan yang dilakukan perusahaan. Hasil ini sejalan dengan hipotesis keempat dalam penelitian ini, sehingga hipotesis keempat diterima. commit to user Variabel kelima, ukuran komite audit merupakan variabel independen terakhir dalam penelitian ini. Ukuran komite audit memiliki ρ-value sebesar 0,579, lebih besar dari 0,050. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa ukuran komite audit bukan variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap luas voluntary disclosure. Berapapun jumlah komite audit yang dimiliki perusahaan tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Yuen, et. al 2009. Menurut Yuan et. al 2009, keberadaan komite audit di Cina bukan ditujukan untuk memberikan tekanan pada perusahaan untuk melakukan voluntary disclosure melainkan menjamin bahwa perusahaan telah mematuhi pengungkapan wajibnya. Oleh karena itu, keberadaan komite audit tersebut tidak mampu meningkatkan transparansi khususnya dalam hal memberikan informasi nonmandatory pada publik. Di Indonesia, salah satu tugas komite audit adalah membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen KNKG, 2006. Dengan adanya peraturan tersebut, dimungkinkan komite audit pada perusahaan manufaktur di Indonesia juga tidak terlalu menekankan manajemen untuk melakukan pengungkapan yang melebihi peraturan, dalam hal ini voluntary disclosure, melainkan lebih ditekankan pada informasi yang masuk dalam kategori pengungkapan wajib. commit to user Koefisien ukuran komite audit positif yang ditunjukkan dalam tabel memperlihatkan adanya hubungan yang positif antara ukuran komite audit dengan luas voluntary disclosure. Hasil pengujian bertolak belakang dengan hipotesis, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima ditolak.

6. T- test

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KUALITAS LABA (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI)

0 24 19

ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KUALITAS LABA (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI)

0 20 19

ANALISIS PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI)

0 15 20

Analisis Pengaruh Corporate Governance dan Karakteristik Perusahaan terhadap Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure) dalam Laporan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur Go Public yang Terdaftar di BEI Periode 2008-2011)

1 5 137

Pengaruh Kondisi Financial Distress, Corporate Governance dan Financial Leverage Terhadap Luas Voluntary Disclosure (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2011-2015)

1 17 96

CORPORATE GOVERNANCE, TAX DISCLOSURE DAN VOLUNTARY FINANCIAL DISCLOSURE (Studi Pada Perusahaan di Indonesia yang terdaftar di BEI 2009-2012).

1 3 16

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP VOLUNTARY DISCLOSURE (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2011).

0 0 18

Good corporate governance dan nilai perusahaan (studi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bei) AWAL

0 0 15

Good corporate governance dan nilai perusahaan (studi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bei) RINGKASAN Revisi

0 1 17

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP LUAS VOLUNTARY DISCLOSURE (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2011).

0 0 14