commit to user
Tabel IV.11 Hasil Uji Glesjer
Luas voluntary disclosure model kedua_tanpa pembobotan Variabel
Sig Kriteria Simpulan
KMAN 0,469
Sig0,05 Tidak terjadi
heteroskedastisitas KINST
0,749 Sig0,05 Tidak
terjadi heteroskedastisitas
KTIPE 0,538
Sig0,05 Tidak terjadi
heteroskedastisitas UKKOM
0,792 Sig0,05 Tidak
terjadi heteroskedastisitas
UKKA 0,296
Sig0,05 Tidak terjadi
heteroskedastisitas Dependen Variabel: Abs_res
Hasil uji Glejser menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai Absolut
Res AbsUt_pembobotan. Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5,000. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak
mengandung adanya heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil uji asumsi klasik linier di atas secara keseluruhan dapat
disimpulkan bahwa model regresi untuk memprediksi voluntary disclosure dalam penelitian, baik model tanpa pembobotan maupun model pembobotan telah
memenuhi asumsi normalitas dan bebas dari gejala multikoloniearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Oleh karena itu, model regresi ini dapat
digunakan sebagai dasar analisis.
5. Analisa Hasil Regresi
Regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah yaitu menguji apakah corporate governance berpengaruh terhadap luas
commit to user
voluntary disclosure perusahaan, baik menggunakan model pertama_tanpa pembobotan maupun model kedua_pembobotan. Pengujian regresi berganda ini
dilakukan dengan metode backward. Metode backward adalah salah satu metode pengolahan data dengan cara memasukan semua variabel independen secara
keseluruhan dan secara otomatis SPSS akan menghilangkan satu persatu variabel independen yang dianggap kurang signifikan dalam memprediksi model
persamaan regresi sampai didapatkan model persamaan regresi yang paling signifikan Mauliano, 2009. Pengolahan data menggunakan metode backward
menghasilkan lima model persamaan regresi yang memberikan signifikasi konstanta yang berbeda-beda. Model kelima dipilih karena memiliki nilai
signifikasi konstanta paling kecil yaitu sebesar 0,027 dalam model pertama dan 0,017 dalam model kedua. Selain itu, model tersebut juga memiliki nilai anova
tertinggi sebesar 5,170 dalam model pertama dan 6,069 dalam model kedua lihat Lampiran V. Model tersebut merupakan model yang paling signifikan dalam
memprediksi luas voluntary disclosure.
a Pengaruh Corporate Governance terhadap Luas Voluntary Disclosure
model pertama_tanpa pembobotan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh corporate governance yang direpresentasikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, tipe kepemilikan, ukuran dewan komisaris dan ukuran komite audit terhadap luas voluntary disclosure.
commit to user
Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda terkait pengaruh corporate governance terhadap luas voluntary disclosure diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel IV.12 Hasil Regresi Berganda Model Pertama
Variabel Coefficient t-Statistic
Sig.
Constant 0,375 8,754
0,000 KMAN -0,103
-0,736 0,465
KINST -0,186 -1,380 0,174
KTIPE 0,061 0,442
0,661 UKKOM 0,019
2,274 0,027
UKKA 0,007 0,049
0,961 R Square
0,095 Adjusted R Square
0,077 F 5,170
Sig 0,027
Secara statistik signifikan pada tingkat 5
Koefisien Determinasi R
2
pada intinya mengukur seberapa jauh variabel independen mampu menerangkan variabel dependen. Setiap tambahan satu
variabel independen, maka R
2
pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena
itu, untuk jumlah variabel independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan koefisien determinasi yang telah disesuaikan yaitu Adjusted R
2
Ghozali, 2006. Tabel IV.13 di atas menunjukkan bahwa nilai R Square R
2
sebesar 0,100 dan Adjusted R Square Adjusted R
2
sebesar 0,077. Berdasarkan nilai Adjusted R
2
tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 7,700 variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen dan variable kontrol dan sisanya
sebanyak 92,300 dijelaskan oleh faktor lain. Dalam tabel tersebut juga menunjukkan nilai F hitung sebesar 5,170 dengan
probabilitas 0,027 p – value 0,05. Karena nilai F lebih besar dari 4 dan probabilitas jauh lebih kecil dari 5,000 maka model regresi ini menunjukkan
commit to user
tingkatan yang baik good overall model fit sehingga model regresi dapat digunakan untuk memprediksi luas voluntary disclosure atau dapat dikatakan
bahwa kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, tipe kepemilikan ukuran dewan komisaris dan ukuran komite audit secara bersama – sama
berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure Ghozali, 2006. Pengaruh signifikan dari tiap-tiap variabel independen terhadap variabel
dependen dapat diketahui dari besarnya ρ-value. Apabila ρ-value lebih kecil dari
tingkat signifikansi, maka variabel independen tersebut secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya, apabila
ρ-value lebih besar dari tingkat signifikansi, maka variabel independen tersebut secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Berdasarkan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, hasilnya
menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap luas voluntary disclosure. Variabel lainnya, seperti kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, tipe kepemilikan, dan ukuran komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap luas voluntary disclosure baik dalam
model pertama_tanpa pembobotan maupun model kedua_pembobotan. Kepemilikan manajerial memiliki
ρ-value sebesar 0,465 pada tingkat signifikansi 5,000, lebih besar dari 0,050 dan menunjukkan koefisien negatif.
Berarti kepemilikan manajerial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap luas voluntary disclosure. Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2008 tidak akan berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure yang dilakukan perusahaan
commit to user
tersebut. Hal tersebut dikarenakan relatif sedikit perusahaan sampel yang memiliki kepemilikan manajerial, bahkan 49,019 perusahaan sampel yakni 25
perusahaan tidak memiliki struktur kepemilikan manajerial. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Nugrahadi 2008; Nasir dan Abdullah 2004
bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap luas voluntary disclosure, namun bertolak belakang dengan hasil penelitian Eng dan
Mak 2003. Karena hasil pengujian bertolak belakang dengan hipotesis, maka hipotesis pertama ditolak.
Hipotesis kedua adalah kepemilikan institusional berpengaruh signifikan positif terhadap luas voluntary disclosure. Kepemilikan institusional memiliki
koefisien negatif dengan p-value sebesar 0,174 menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap luas voluntary
disclosure sehingga hipotesis kedua dinyatakan ditolak. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan Khodadadi et al 2010;
Hailin and Zezhen 2009 yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap luas voluntary disclosure.
Koefisien negatif yang dimiliki kepemilikan institusional menunjukkan hubungan negatif antara kepemilikan institusional dengan luas voluntary
disclosure. Koefisien tersebut berlawanan dengan koefisien yang diharapkan dalam hipotesis. Artinya semakin tinggi tingkat kepemilikan saham oleh institusi
maka akan mengurangi luas voluntary disclosure yang dilakukan perusahaan. Data kepemilikan intitusional perusahaan sampel menunjukkan bahwa sebagian
besar perusahaan, yakni 32 dari 51 perusahaan sampel memiliki kepemilikan
commit to user
institusional dengan tipe terkonsentrasi kepemilikan saham 50,000 dan dimiliki oleh satu institusi saja. Kondisi tersebut, memungkinkan fungsi
kepemilikan institusional yang semula digunakan sebagai alat monitoring sebagai pihak yang memonitor perusahaan menjadi tidak efektif. Seharusnya, tingkat
kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku
opportunistic manajer Djakman dan Novita, 2008. Adanya kondisi struktur kepemilikan institusional yang terkonsentrasi hanya oleh satu institusi
dimungkinkan menyebabkan institusi tersebut berperan sebagai pemegang saham mayoritas yang berpartisipasi secara aktif dalam perusahaan. Hal ini berakibat
pada munculnya konflik kepentingan antara pemegang saham mayoritas controlling shareholders dengan pemegang saham minoritas minority
shareholders. Oleh karena itu, controlling shareholders mempunyai kekuasaan untuk turut campur dalam pengambilan keputusan manajemen untuk kepentingan
pribadi mereka, termasuk untuk menyembunyikan beberapa informasi perusahaan dari pemegang saham minoritas, misalnya informasi voluntary disclosure-nya,
sehingga luas voluntary disclosure perusahaan menjadi rendah. Dengan kata lain, investor institusional hanya bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan pribadi
saja tanpa mempedulikan tanggung jawab perusahaan pada stakeholders lain. Seperti halnya yang terjadi pada PT Aqua Golden Misissisipi Tbk dengan
kepemilikan institusional sebesar 94,000 dan hanya dimiliki oleh satu institusi saja, luas voluntary disclosure perusahaan dibawah rerata yakni hanya sebesar
43,800 untuk model tanpa pembobotan, dan 44,900 untuk model pembobotan.
commit to user
Sedangkan yang terjadi pada PT Ultra jaya Milk Tbk, dengan kepemilikan institusi sebesar 37,32 dan dimiliki oleh 3 institusi yang berbeda yakni PT
Prawiradjaja Perkasa, PT Indolife Pensiontama, dan AJ Central Asia Raya, luas voluntary disclosure perusahaan diatas rerata yakni 53,100 untuk model tanpa
pembobotan dan 52,800 untuk model pembobotan. Variabel ketiga, tipe kepemilikan merupakan variabel independen terakhir
dalam penelitian ini. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa tipe struktur kepemilikan bukan variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap luas
voluntary disclosure. Tipe struktur kepemilikan memiliki ρ-value sebesar 0,661,
lebih besar dari 0,050 sehingga dapat disimpulkan bahwa tipe struktur kepemilikan tidak berpengaruh signifikan terhadap luas voluntary disclosure yang
dilakukan perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa tipe kepemilikan, apakah menyebar atau terkonsentrasi, tidak akan berpengaruh terhadap luas voluntary
disclosure yang dilakukan perusahaan tersebut. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Hailin and Zezhen 2009 namun bertolak belakang
dengan penelitian Achmad 2007. Koefisien tipe struktur kepemilikan negatif yang ditunjukkan dalam tabel memperlihatkan adanya hubungan yang negatif
antara tipe struktur kepemilikan dengan luas voluntary disclosure. Hasil ini tidak sejalan dengan hipotesis ketiga dalam penelitian ini, sehingga hipotesis ketiga
ditolak. Ukuran dewan komisaris memiliki
ρ-value sebesar 0,027 pada tingkat signifikansi 5,000 menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh
positif secara signifikan terhadap luas voluntary disclosure perusahaan. Hal ini
commit to user
menunjukkan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris sebuah perusahaan akan memberikan pengawasan yang lebih optimal terhadap proses
pelaksanaan corporate governance sehingga perusahaan akan mengungkapkan informasi dengan lebih baik.
Dalton et. al 1999 menyatakan bahwa peranan keahlian atau konseling yang diberikan oleh dewan komisaris merupakan jasa yang berkualitas bagi
manajemen dan perusahaan yang tidak dapat diberikan oleh pasar. Jumlah dewan komisaris yang besar akan memunculkan perpaduan skill antar anggotanya yang
selanjutnya akan meningkatkan ketelitian pengawasan dan pengendalian terhadap manajemen perusahaan. Semakin besar ukuran dewan komisaris berarti semakin
banyak yang melakukan pengawasan terhadap perusahaan. Menurut Muntoro 2006 ukuran dewan komisaris dapat membantu
meningkatkan keefektifan kerja dewan komisaris dan ukuran yang tidak seimbang dengan jumlah direksi yang lebih banyak akan menyebabkan komisaris
menghadapi kesulitan ketika bernegosiasi dengan dewan direksi. Ukuran dewan komisaris yang besar mungkin akan lebih menjamin perlindungan terhadap
pemegang saham dan pembatasan kekuasaan yang jelas di jajaran direksi. Jika dikaitkan dengan pengungkapan, maka dewan komisaris dengan ukuran yang
besar akan memiliki power yang lebih besar untuk menekan manajemen agar mengungkapkan informasi lebih banyak mengenai perusahaan. PT Astra
Internasional Tbk merupakan perusahaan yang menyajikan voluntary disclosure paling banyak yaitu 71,900 dengan memiliki ukuran dewan komisaris yang
paling besar berjumlah 10 orang. Ukuran dewan komisaris yang besar ini juga
commit to user
membawa PT Astra Internasional Tbk menerima banyak penghargaan terkait pelaksanaan corporate governance perusahaan seperti penghargaan yang
diberikan majalah AsiaMoney yang tertuang dalam annual report-nya, yaitu “No. 2 Best Companies in Asia for Corporate Governance, No. 1 Best Overall for
Corporate Governance dan No.1 Best for Disclosure and Transparency”. Perusahaan tersebut juga menerima penghargaan “Asia’s Best Company” yang
diberikan oleh Majalah Finance Asia yang juga tertuang dalam annual report perusahaan. Penilaian tersebut membuktikan bahwa PT Astra Internasional Tbk
telah menerapkan prinsip corporate governance dengan baik. Koefisien positif yang dimiliki ukuran dewan komisaris menunjukkan
hubungan positif antara ukuran dewan komisaris dengan luas voluntary disclosure. Hasil peneltian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sembiring 2005 dan Abeysekera 2008 yang menemukan bahwa dewan komisaris berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan yang dilakukan
perusahaan. Hasil ini sejalan dengan hipotesis keempat dalam penelitian ini, sehingga hipotesis keempat diterima.
Variabel kelima, ukuran komite audit merupakan variabel independen terakhir dalam penelitian ini. Ukuran komite audit memiliki
ρ-value sebesar 0,961, lebih besar dari 0,050. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa
ukuran komite audit bukan variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap luas voluntary disclosure. Berapapun jumlah komite audit yang dimiliki
perusahaan tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Yuen et. al 2009
commit to user
dimana hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Penjelasan yang memungkinkan
dari hasil penelitian itu adalah tugas komite audit pada perusahaan manufaktur di Indonesia lebih ditekankan pada informasi yang masuk dalam pengungkapan
wajib menurut peraturan yang berlaku. Menurut KNKG 2006, salah satu tugas komite audit adalah membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa
laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan
baik, pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh
manajemen. Dengan adanya peraturan tersebut, dimungkinkan komite audit pada perusahaan manufaktur di Indonesia tidak terlalu menekankan manajemen untuk
melakukan pengungkapan yang melebihi peraturan, dalam hal ini voluntary disclosure. Yuan et. al 2009 juga menyatakan bahwa keberadaan komite audit di
Cina bukan ditujukan untuk memberikan tekanan pada perusahaan untuk melakukan voluntary disclosure melainkan menjamin bahwa perusahaan telah
mematuhi pengungkapan wajibnya. Oleh karena itu, keberadaan komite audit tersebut tidak mampu meningkatkan transparansi khususnya dalam hal
memberikan informasi nonmandatory pada publik. Koefisien ukuran komite audit positif yang ditunjukkan dalam tabel
memperlihatkan adanya hubungan yang positif antara ukuran komite audit dengan luas voluntary disclosure. Hasil pengujian bertolak belakang dengan hipotesis,
sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima ditolak.
commit to user
b Pengaruh corporate governance terhadap luas voluntary disclosure model
kedua_pembobotan
Hasil analisis regresi berganda pengaruh corporate governance terhadap luas voluntary disclosure dengan model kedua yaitu metode pembobotan dapat
dilihat dalam ringkasan tabel IV.14. Tabel IV.13
Hasil Regresi Berganda Model Kedua
Variabel Coefficient t-Statistic
Sig.
Constant 0,380 0,042
0,000 KMAN -0,048
-0,337 0,738
KINST -0,130 -0,981 0,332
KTIPE -0,041 -0,296
0,769 UKKOM 0,020
2,464 0,017
UKKA 0,079 0,559
0,579 R Square
0,114 Adjusted R Square
0,096 F 6,069
Sig 0,017
Secara statistik signifikan pada tingkat 5
Tabel IV.14 menunjukkan bahwa nilai R Square R
2
sebesar 0,114 dan Adjusted R Square Adjusted R
2
sebesar 0,096. Berdasarkan nilai Adjusted R
2
tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 9,600 luas voluntary disclosure dapat dijelaskan oleh variabel independen dan variable kontrol dan sisanya
sebanyak 90,400 dijelaskan oleh faktor lain. Dalam tabel IV.14 juga menunjukkan nilai F hitung senilai F = 6,069
dengan probabilitas sebesar 0,017 0,05. Nilai probabilitas kurang dari 0,05 menunjukkan bahwa luas voluntary Disclosure dapat dijelaskan oleh ke-5
prediktor tersebut. Berdasarkan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, penelitian dengan
menggunakan model kedua juga menemukan bahwa ukuran dewan komisaris
commit to user
berpengaruh signifikan positif terhadap luas voluntary disclosure. Variable lainnya yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, tipe kepemilikan
dan ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure. Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan p-value sebesar
0,738 terhadap luas voluntary disclosure. Hasil penelitian dalam model kedua ini konsisten dengan hasil penelitian dalam model pertama_tanpa pembobotan. Hal
ini mengindikasikan bahwa besar kecilnya jumlah kepemilikan manajerial dalam perusahaan tidak akan berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure yang
dilakukan perusahaan tersebut. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Nugrahadi 2008 dan Nasir dan Abdullah 2004 bahwa kepemilikan
manajerial tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure. Namun bertolak belakang dengan hasil penelitian Eng dan Mak 2003. Karena hasil pengujian
bertolak belakang dengan hipotesis, maka hipotesis pertama ditolak. Hasil regresi variabel kepemilikan institusional dalam model kedua juga
menunjukkan hasil yang sama dengan hasil regresi dalam model pertama tanpa pembobotan. Secara statistik, kepemilikan institusional tidak berpengaruh
terhadap luas voluntary disclosure. Variabel ini memiliki koefisien negatif koefisien = -0,122, dengan p-value sebesar 0,381, dan koefisien tersebut
berlawanan dengan koefisien yang diharapkan. Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Khodadadi et al 2010; Hailin and Zezhen 2009 yang
menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap luas voluntary disclosure. Hasil pengujian bertolak belakang dengan hipotesis,
sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua ditolak.
commit to user
Hasil analisis regresi dalam model kedua juga menunjukkan bahwa secara statistik variabel tipe kepemilikan tidak berpengaruh signifikan p–value sebesar
0,769 terhadap luas voluntary disclosure. Hal ini mengindikasikan bahwa konsentrasi kepemilikan, apakah menyebar atau terkonsentrasi, tidak akan
berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure yang dilakukan perusahaan tersebut. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Hailin and Zezhen
2009 namun bertolak belakang dengan penelitian Achmad 2007. Karena hasil pengujian bertolak belakang dengan hipotesis, maka hipotesis ketiga ditolak.
Ukuran dewan komisaris memiliki ρ-value sebesar 0,027 pada tingkat
signifikansi 5,000 menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif secara signifikan terhadap luas voluntary disclosure perusahaan. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris sebuah perusahaan akan memberikan pengawasan yang lebih optimal terhadap proses
pelaksanaan corporate governance sehingga perusahaan akan mengungkapkan informasi dengan lebih baik.
Koefisien positif yang dimiliki ukuran dewan komisaris menunjukkan hubungan positif antara ukuran dewan komisaris dengan luas voluntary
disclosure. Hasil peneltian ini konsisten dengan hasil penelitian model pertama. Serta sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sembiring 2005 dan
Abeysekera 2008 yang menemukan bahwa dewan komisaris berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan yang dilakukan perusahaan. Hasil ini sejalan dengan
hipotesis keempat dalam penelitian ini, sehingga hipotesis keempat diterima.
commit to user
Variabel kelima, ukuran komite audit merupakan variabel independen terakhir dalam penelitian ini. Ukuran komite audit memiliki
ρ-value sebesar 0,579, lebih besar dari 0,050. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa
ukuran komite audit bukan variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap luas voluntary disclosure. Berapapun jumlah komite audit yang dimiliki
perusahaan tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Yuen, et. al 2009.
Menurut Yuan et. al 2009, keberadaan komite audit di Cina bukan ditujukan untuk memberikan tekanan pada perusahaan untuk melakukan voluntary
disclosure melainkan menjamin bahwa perusahaan telah mematuhi pengungkapan wajibnya. Oleh karena itu, keberadaan komite audit tersebut tidak mampu
meningkatkan transparansi khususnya dalam hal memberikan informasi nonmandatory pada publik. Di Indonesia, salah satu tugas komite audit adalah
membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum,
struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang
berlaku, dan tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen KNKG, 2006. Dengan adanya peraturan tersebut, dimungkinkan komite audit
pada perusahaan manufaktur di Indonesia juga tidak terlalu menekankan manajemen untuk melakukan pengungkapan yang melebihi peraturan, dalam hal
ini voluntary disclosure, melainkan lebih ditekankan pada informasi yang masuk dalam kategori pengungkapan wajib.
commit to user
Koefisien ukuran komite audit positif yang ditunjukkan dalam tabel memperlihatkan adanya hubungan yang positif antara ukuran komite audit dengan
luas voluntary disclosure. Hasil pengujian bertolak belakang dengan hipotesis, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima ditolak.
6. T- test