11
the word. A text need not consist of whole words, it may consist nonsense or other syllables solmization, vocalization also called lyrics.” Artinya: teks khususnya
dalam musik vokal, berarti kata-kata. Sebuah teks tidak hanya terdiri dari kata-kata dalam susunan keseluruhannya, ia dapat saja terdiri dari suku kata yang tidak punya
arti atau suku-suku kata lain seperti solmisasi, vokalisasi, teks juga disebut dengan lirik.
4 Dendang Siti Fatimah, menurut penjelasan para informan penulis,
adalah salah satu jenis nyanyian dalam kebudayaan Melayu yang umumnya digunakan dalam upacara mengayunkan anak. Tujuannya adalah merupakan harapan
yang punya hajat, agar anak nanti menjadi saleh, taat beribadah, sesuai dengan ajaran Islam. Nyanyian ini memiliki melodi dan teks yang khas yang membedakannya
dengan nyanyian-nyanyian Melayu lainnya. Nyanyian ini mengambil judul Siti Fatimah, yang diambil dari nama ananda perempuan Nabi Muhammad S.A.W. Jadi
Siti Fatimah ini merupakan lambang dari penyambutan dan pendidikan terhadaap anak, yang dilahirkan oleh seroang ibu wawacara dengan Aisyah 7 Januari 2014.
5 Upacara mengayunkan anak, adalah salah satu upacara menyambut kelahiran anak. Upacara in biasanya disertai juga dengan akikah, yaitu berkorban
daging kambing untuk dimakan bersama masyarakat. Mengayunkan anak ini dilakukan dengan cara menggunting dan mencukur rambut si anak, kemudian
memandikan dan mengayunkannya, diserta dengan lantunan Dendang Siti Fatimah, dengan sajian nyanyian yang khas Melayu.
1.4.2 Teori
Untuk mengkaji makna teks yang terdapat di dalam Dendang Siti Fatimah ini, digunakan teori semiotik. Namun sebelumnya diuraikan dulu pentingnya studi teks
Universitas Sumatera Utara
12
nyanyian dalam etnomusikologi. Merriam 1964:187 mengemukakan tentang salah satu sumber yang paling jelas untuk mempelajari tata tingkah laku manusia dalam
salah satu kebudayaan yang berkaitan dengan musik adalah teks nyanyian. Dengan demikian yang dimaksud dengan tekstual adalah suatu lirik atau kata-kata yang di
dalamnya mempelajari tentang tata tingkah laku manusia yang berkaitan dengan musik.
Dalam penelitian ini, konsep semiotika yang digunakan adalah konsep yang didasarkan pada pemikiran Saussure yang dikembangkan oleh Riffaterre. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa konsep semiotika yang dikembangkan oleh Riffaterre, penulis anggap tepat untuk diterapkan dalam penelitian ini. Konsep dan
teori yang digunakan Riffaterre lebih mengkhusus pada pemaknaan puisi secara semiotika, sehingga lebih memberikan ruang untuk interpretasi makna yang akan
dilakukan dalam penelitian ini. Untuk puisi, secara semiotika Riffaterre dalam bukunya Semiotics of Poetry 1978 mengemukakan empat hal pokok sebagai
langkah menghasilkan makna. 1 Hal pertama adalah bahwa puisi [termasuk teks nyanyian] merupakan
aktivitas bahasa yang berbeda dengan pemakaian bahasa pada umumnya. Puisi memiliki bahasa yang dapat menyatakan beberapa konsep secara tidak langsung.
Dalam puisi, ketidaklangsungan ekspresi menduduki posisi yang utama, Ketidaklangsungan ekspresi yang dimaksud disebabkan oleh adanya penggantian arti
displacing of meaning, penyimpangan arti distorting of meaning, dan penciptaan arti creating of meaning. Riffaterre 1978:2 menyatakan bahwa penggantian arti
disebabkan oleh penggunaan metafora dan metonimi, serta bahasa kiasan yang lain. Penyimpangan arti disebabkan oleh tiga hal, yaifu ambiguitas ketaksaan,
Universitas Sumatera Utara
13
kontradiksi, dan nonsens. Penciptaan arti diciptakan melalui enjambement, homologue, dan tipografi.
2 Hal kedua adalah pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik. Pembacaan heuristik adalah pembacaan pada taraf mimesis atau pembacaan yang
didasarkan konvensi bahasa. Karena bahasa memiliki arti referensial, pembaca harus memiliki kompetensi linguistik agar dapat menangkap arti meaning. Kompetensi
linguistik yang dimiliki oleh pembaca itu berfungsi sebagai sarana untuk memahami beberapa hal yang disebut sebagai ungramatikal ketidakgramatikalan teks.
Pembacaan ini juga disebut dengan pembacaan semiotika pada tataran pertama. Dalam pembacaan pada tataran ini, masih banyak arti yang beraneka ragam, makna
yang tidak utuh, dan ketakgramatikalan. Untuk itu, pembacaan pada tataran ini masih perlu dilanjutkan ke pembacaan tahap kedua. Pembacaan tataran kedua yang
dimaksud adalah pembacaan hermeneutik. Pada pembacaan ini, akan terlihat hal-hal yang semula tidak gramatikal menjadi himpunan kata-kata yang ekuivalen
Riffaterre,1978:54. 3 Hal ketiga adalah penentuan matriks dan model. Dalam hal ini, matriks
dapat dimengerti sebagai konsep abstrak yang tidak pernah teraktualisasi. Konsep ini dapat dalam satu kata atau frase. Meskipun demikian, kata atau frase yang dimaksud
tidak pemah muncul dalam teks puisi yang bersangkutan, tetapi yang muncul adalah aktualisasinya. Aktualisasi pertama dari matriks adalah model. Model ini dapat
berupa kata atau kalimat tertentu. Berdasarkan hubungan ini, dapat dikatakan bahwa matriks merupakan motor penggerak derivasi tekstual, sedangkan model menjadi
pembatas derivasi itu Riffaterre, 1978:19-21. 4 Hal keempat adalah prinsip intertekstual. Prinsip intertekstual adalah
prinsip hubungan antar teks sajak. Sebenarnya hal itu berangkat dari asumsi bahwa
Universitas Sumatera Utara
14
karya sasta termasuk puisi, tidak lahir dari kekosongan budaya. Dalam keadaan seperti ini, sebuah sajak merupakan respons atau tanggapan terhadap karya-karya
sebelumnya. Tanggapan tersebut dapat berupa penyimpangao atau penerusan tradisi. Dalam hal ini, mau tidak mau terjadi proses transformasi teks. Mentransformasikan
adalah memindahkan sesuatu dalam bentuk atau wujud lain yang pada hakikatnya sama Pradopo, 1994:25. Dalam proses tersebut dikenal adanya istilah hipogram.
Riffaterre 1978:2 mendefinisikan hipogram adalah teks yang menjadi latar atau dasar penciptaan teks lain. Dalam praktiknya, hipogram dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu hipogram potensial dan hipogram aktual. Hipograrn potensial yang dapat ditelusuri dalam bahasa bersifat hipotesis, seperti yang terdapat dalam matriks,
sedangkan hipogram aktual bersifat nyata atau eksplisit. Keempat hal pokok tersebut di atas yang dikemukakan oleh Riffaterre
sebagai langkah pemroduksian makna, tiga di antaranya akan digunakan sebagai acuan untuk mengungkap makna yang terkandung dalam Dendang Siti Fatimah suku
Melayu Batangkuis. Lewat tanda-tanda yang terdapat dalam nyanyian itu, maka proses pemaknaan akan dilakukan.
Untuk menganalisis melodi di dalam lagu Dendang Siti Fatimah ini, penulis menggunakan teori weighted scale oleh William P Malm. Teori weighted scale
adalah sebuah teori yang mengkaji keberadaan melodi berdasarkan kepada delapan unsurnya. Kedelapan unsur melodi itu menurut Malm 1977:15, adalah: 1 tangga
nada; 2 nada pusat atau nada dasar; 3 wilayah nada; 4 jumlah nada; 5 penggunaan interval; 6 pola kadensa; 7 formula melodi; dan 8 kontur.
Dalam menganalisis teks-teks yang dinyanyikan dalam lagu Dendang Siti Fatimah ini, penulis menggunakan teori William P. Malm. Ia menyatakan bahwa
dalam musik vokal, hal yang sangat penting diperhatikan adalah hubungan antara
Universitas Sumatera Utara
15
musik dengan teksnya. Apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini disebut silabis. Sebaliknya, bila satu suku kata dinyanyikan dengan
beberapa nada disebut melismatik. Studi tentang teks juga memberikan kesempatan untuk menemukanhubungan antara aksen dalam bahasa dengan aksen pada musik,
serta sangat membantu melihat reaksi musikal bagi sebuah kata yang dianggap penting dan pewarnaan kata-kata dalam puisi Malm dalam terjemahan Takari
1993:15 Teori selanjutnya yang penulis gunakan adalah teori penggunaan dan fungsi
musik yang dikemukakan oleh Alan P. Merriam 1964 : 219-222, yang menyatakan tentanng bagaimana sebuah musik digunakan dan apa fungsi musik tersebut
digunakan. Merriam menawarkan sepuluh fungsi musik, namun ia tidak membatasinya.
Selain teori yang telah disebutkan di atas, penulis juga menggunakan pendekatan transkripsi yang mengacu pada Nettl yang mengatakan ada dua
pendekatan utama untuk mendeskripsikan musik yaitu: 1 Kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan apa yang kita dengar, dan 2 Kita dapat dengan cara
menuliskan apa yang kita dengar tersebut ke atas kertas lalu mendeskripsikan apa yang kita lihat.
Dalam penelitian ini, untuk dapat mentranskripsikan atau menuliskan sebuah musik dalam bentuk simbol-simbol notasi membutuhkan pengetahuan tentang
beberapa hal, diantaranya ritem organisasi musik di dalam waktu dan meter skema waktu dalam musik. Cara-cara mentranskripsikan musik adalah sebagai berikut: 1
Belajar memainkan alat musik yang akan ditranskripsikan. 2 Kedua, peniruan bunyi dengan cara bernyanyi atau menirukan secara bernyanyi.
Universitas Sumatera Utara
16
1.5 Metode Penelitian