Latar Belakang Permasalahan Struktur Melodi Dan Makna Teks Dendang Siti Fatimah Dalam Upacara Mengayunkan Anak Pada Kebudayaan Melayu Di Desa Bintang Meriah Kecamatan Batang Kuis

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Seni merupakan sebuah hasil karya manusia yang diciptakan sebagai pemenuhan kebutuhan manusia terhadap keindahan dan hiburan. Setiap etnis yang ada di Indonesia memiliki kesenian tersendiri yang disajikan dalam berbagai konteks kebudayaan etnis tersebut. Salah satunya adalah kesenian Dendang Siti Fatimah Dedang Fatimah yang disajikan dalam konteks upacara mengayunkan anak pada kebudayaan Melayu daerah Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Kawasan ini masuk ke dalam wilayah budaya Melayu Serdang, yang pada masa pemerintahan kesultanan, mereka berada di dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Melayu Serdang. Dendang Siti Fatimah merupakan sebuah nyanyian vokal yang selalu dinyanyikan pada saat upacara mengayunkan anak pada kebudayaan Melayu. Biasanya para penyanyinya adalah kaum perempuan yang mahir, namun walau dikatakan mahir mereka menyanyi Dendang Siti Fatimah hanyalah sebagai “pekerjaan sambilan.” Artinya mereka mendapatkan bayaran dari kemahirannya ini, tetapi bukan yang utama dalam pekerjaannya. Mereka sering dipanggil untuk pertunjukan di dalam setiap upacara mengayunkan anak yang dilakukan di daerah Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, khususnya di Desa Bintang Meriah. Awalnya Dendang Siti Fatimah merupakan nyanyian yang didendangkan orang tua ketika hendak menidurkan anaknya. Nyanyian ini biasanya menceritakan tentang nilai-nilai agama Islam, agar kelak anaknya dapat mewarisi sifat-sifat yang Universitas Sumatera Utara 2 baik berdasarkan ajaran agamanya. Umumnya nyanyian ini dinyanyikan oleh ayah terhadap anaknya, karena ayah merupakan pemimpin dalam keluarga dan merupakan sosok pekerja keras. Dengan berkembangnya zaman, maka dendang ini tidak hanya dinyanyikan oleh seorang ayah lagi, tetapi didendangkan oleh ibunya. Menurut penjelasan para informan hal disebabkan salah satunya adalah faktor ekonomi, di mana ayah sebagai tulang punggung keluarga sibuk dalam rangka mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Dengan kondisi yang seperti ini ayah jarang di rumah, akibatnya pekerjaan untuk menidurkan anak dilakukan oleh ibu. Ternyata lambat laun kebiasaan ini sudah jarang dilakukan orang tua laki-laki terhadap anaknya karena kesibukan orang tua ini. Melihat pentingnya kebiasaan ini ada sebuah pemikiran yang dikemukakan oleh Bapak O.K. Syarifulah gurunya Ibu Aisyah, bapak ini telah meninggal dunia 2005 melalui penjelasan Aisyah informan kunci yang merupakan salah satu tokoh masyarakat Melayu di desa Bintang Meriah, menyatakan bahwa nyanyian menidurkan anak ini bukan sekedar nyanyian yang semata-mata hanya untuk menidurkan anak. Nyanyian ini mengandung nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. Beliau beranggapan dengan menyanyikan lagu yang berisikan tentang kisah agama pada anak, maka beliau menyakini anak tersebut akan tumbuh dewasa dengan pribadi yang taat agama. Untuk itu O.K. Syarifulah ini membuat suatu grup vokal. Lirik yang dinyanyikan sudah dibakukan oleh bapak O.K. Syarifulah yang berisikan tengtang kisah agama dan nabi kemudian dikenal hingga saat ini dengan nama Dendang Siti Fatimah dengan bentuk penyajian yang baru. Berikut ini adalah tatacara penyajian Dendang Siti Fatimah yang dilaksanakan di Desa Bintang Meriah: 1. pembacaan doa-doa dan menceritakan kisah Nabi Muhammad ini disebut barzanji, 2. marhaban, 3. pemotongan rambut si anak Universitas Sumatera Utara 3 4. menggendong si anak lalu dimandikan, dan 5. lalu anak diayun. Dalam tahapan menggendong anak, dimandikan, dan diayun inilah disajikan Dendang Siti Fatimah. Upacara ini biasanya dilakukan pada saat si anak berusia di atas 40 hari dan dilaksanakan ketika matahari naik sekitar pukul 10 pagi, dengan harapan seiring naiknya matahari maka rezeki si anak kelak juga semakin membaik. Penyajian Dendang Siti Fatimah ini diiringi oleh ensambel marwas yang terdiri dari empat rebana atau lebih dan satu tamborin. Secara musikal Dendang Siti Fatimah ini disajikan dengan menggunakan unsur-unsur melodi, seperti tangga nada, wilayah nada, nada dasar, formula-formula, interval-interval, frae, bentuk, dan motif, kontur, dan lain-lainnya. Dendang Siti Fatimah ini juga disajikan dengan menggunakan dimensi yang terikat waktu, yang terdiri dari aspek-aspek musik seperti: tempo, tanda birama, durasi, aksentuasi, taktus, aksentuasi, dan lain-lainnya. Selain itu, nyanyian ini menggunakan syair teks dalam penyajiannya. Nyanyian ini pun secara etnomusikologis dapat digolongkan sebagai musik logogenik, 1 1 Yang dimaksud logogenik adalah satu kebudayaan musik etnik atau musik dunia, yang ciri khas utamanya adalah menggunakan dan menumpukan teks yang dikomunikasikan secara verbal. Biasanya menggunakan salah satu atau perpaduan unsur-unsur ritme, melodi, atau harmoni. Dalam kebudayaan musik logogenik ini, unsur sastra dan folklor mendapat peranan penting. Namun agak berbeda dengan bahasa sehari-hari, teks dipertunjukan melalui lagu bukan bahasa sehari-hari. Dengan demikian nyanyian jenis ini selalu menggunakan bahasa yang digayakan dan mengandung unsur-unsur perlambangan. Ada kalanya bersifat rahasia seperti pada mantra. Seterusnya, jika sebuah kebudayaan musik mengutamakan aspek melodi atau ritme saja, bukan menekankan kepada teks, maka musik seperti ini dapat dikategorikan sebagai budaya musik melogenik.Musik seperti ini, lebih menumpukan pertunjukan pada aspek komunikasi bukan lisan terutama menggunakan dimensi waktu dan ruang. Untuk mengkaji makna yang diungkapkan melalui ritme, melodi, atau bunyi-bunyian lainnya, diperlukan pemahaman dan penafsiran dengan cara menelitinya, terutama apa yang ingin dikomunikasikan pencipta musik atau senimannya, yang bisa dijejaki melalui pemikiran mereka lihat Malm, 1977. yaitu musik yang mengutamakan aspek verbal. Teks inilah yang menjadi ciri utama dan pembeda antara Dendang Siti Universitas Sumatera Utara 4 Fatimah dengan genre nyanyian Melayu lainnya, seperti barzanji, marhaban, syair, sinandong, didong, dadong, dan seterusnya. Melihat keberadaan Dendang Siti Fatimah tersebut di atas, serta belum pernah dilakukannya penelitian terhadapnya, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengkajinya berdasarkan perspektif etnomusikologi. Ilmu ini menjadi bahagian dari kehidupan penulis selama beberapa tahun belakangan. Seperti diketahui etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan, dengan terang-terangan dinobatkan oleh para ilmuwannya berada dalam dua kelompok disiplin, yaitu ilmu humaniora dan ilmu sosial sekali gus. Etnomusikologi memberikan kontribusi keunikannya dalam hubungannya bersama aspek-aspek ilmu pengetahuan sosial dan aspek-aspek ilmu humaniora, dalam caranya untuk melengkapi satu dengan lainnya, mengisi penuh kedua pengetahuan itu. Keduanya akan dianggap sebagai hasil akhir darinya sendiri; keduanya dipertemukan menjadi pengetahuan yang lebih luas Merriam, 1964. Disiplin etnomusikologi biasanya secara tentatif paling tidak menjangkau lapangan-lapangan studi lain sebagai suatu sumber stimulasi stimulus baik terhadap etnomusikologi itu sendiri maupun disiplin saudaranya. Ada beberapa cara yang dapat dijadikan nilai pemecahan terhadap masalah-masalah ini. Studi teknis dapat memberitahukan kita banyak tentang sejarah kebudayaan. Fungsi dan penggunaan musik adalah sebagai suatu yang penting dari berbagai aspek lainnya pada kebudayaan, untuk mengetahui kerja suatu masyarakat. Musik mempunyai interelasi dengan berbagai tumpuan budaya; ia dapat membentuk, menguatkan, saluran sosial, politik, ekonomi, linguistik, religi, dan beberapa jenis perilaku lainnya. Teks nyanyian melahirkan beberapa pemikiran tentang suatu masyarakat, dan musik secara luas dipergunakan sebagaimana analisis makna terhadap prinsip struktur Universitas Sumatera Utara 5 sosial. Etnomusikolog seharusnya tidak bisa menghindarkan diri dengan masalah- masalah simbolisme perlambangan di dalam musik, pertanyaan tentang hubungan antara berbagai seni, dan semua kesulitan pengetahuan apa itu estetika dan bagaimana strukturnya. Ringkasnya, masalah-masalah etnomusikologi bukan hanya terbatas kepada teknik semata--tetapi juga tentang perilaku manusia. Etnomusikologi juga tidak sebagai sebuah disiplin yang terisolasi, yang memusatkan perhatiannya kepada masalah-masalah esoterisnya saja, yang tidak dapat diketahui oleh orang selain yang melakukan studi etnomusikologi itu sendiri. Tentu saja, etnomusikologi berusaha mengkombinasikan dua jenis studi, untuk mendukung hasil penelitian, untuk memecahkan masalah-masalah spektrum yang lebih luas, yang mencakup baik ilmu humaniora ataupun sosial. Ilmu pengetahuan humaniora lebih memfokuskan perhatian kepada nilai-nilai kemanusiaan dibandingkan dengan ilmu pengetahuan sosial, dan lebih menaruh perhatian kepada nilai kebebasan dalam mendeskripsikan perilaku manusia. Pernyataan ini, secara umum memang benar, yang kembali mendiskusikan dan menanyakan metode-metode dari menanyakan muatan lapangan studinya. Selain itu juga, penting untuk menyatakan bahwa ilmu pengetahuan humaniora sangat melibatkan nilai-nilai, dan ini menjadi titik kuncinya. Dengan demikian, fokus ilmu- ilmu humaniora dibangun di atas kritik pengujian dan evaluasi dari produk manusia di dalam urusan kebudayaan seni, musik, sastra, filsafat, dan religi, sedangkan fokus ilmu pengetahuan sosial adalah cara manusia hidup bersama, termasuk aktivitas-aktivitas kreatif mereka. Berdasarkan sejarah perkembangan etnomusikologi, terjadi gabungan dua disiplin yaitu muskologi dan etnologi. Musikologi selalu digunakan dalam mendeskrip-sikan struktur musik yang mempunyai hukum-hukum internalnya Universitas Sumatera Utara 6 sendiri--sedangkan etnologi memandang musik sebagai bahagian dari fungsi kebudayaan manusia dan sebagai suatu bahagian yang menyatu dari suatu dunia yang lebih luas. Secara eksplisit dinyatakan oleh Merriam sebagai berikut. Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but tidakes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl 1956:26-39 that it is possible to characterize German and American schools of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound Merriam, 1964:3- 4. Menuurut kutipan di atas, menurut Merriam, para pakar etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada pembahagian bidang kajian ilmu. Oleh karena itu, selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan, yaitu musikologi dan etnologi antropologi. Kemudian menimbulkan kemungkinan-kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampurkan kedua disiplin itu dengan cara yang unik, dengan penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua Universitas Sumatera Utara 7 disiplin tersebut. Sifat dualisme lapangan studi ini, dapat ditandai dari literatur- literatur yang dihasilkannya. Seorang sarjana menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bahagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan ini. Pada saat yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengandaikan kembali suatu aura reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di sini, penekanan etnologi yang dilakukan oleh para sarjana ini tidak seluas struktur komponen suara musik sebagai suatu bahagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas. Dengan demikian meneliti Dendang Siti Fatimah ini, berarti pula ikut mengembangkan disiplin etnomusikologi. Melihat pentingnya peranan Dendang Siti Fatimah dalam upacara mengayunkan anak ini, penulis merasa tertarik untuk meneliti dan menulis mengenai Dondang Fatimah ini ke dalam skripsi yang berjudul “Struktur Melodi dan Makna Teks Dendang Siti Fatimah Dalam Upacara Mengayunkan Anak Pada Kebudayaan Melayu Di Desa Bintang Meriah, Kecamatan Batang Kuis.“

1.2 Pokok Permasalahan