6 Menteri keuangan apabila debitornya adalah perusahaan asuransi,
Reasuransi, dana pensiun dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik.
98
C. Putusan Berkekuatan Hukum Tetap Pengadilan Hubungan Industrial Sebagai Dasar Permohonan Pailit
1. Permohonan Pailit Prematur
Dapat dipastikan sebuah sengketa perdata terjadi karena adanya tuntutan hak yang diajukan oleh salah satu pihak kepada pihak lain di pengadilan. Tuntutan hak
adalah tindakan yang bertujuan untuk memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah main hakim sendiri eingenrichting. Pihak yang
mengajukan tuntutan hak memerlukan perlindungan dan kepastian hukum, sehingga adanya kepentingan adalah salah saatu syarat untuk mengajukan tuntutan hak.
99
98
UU No. 37 Tahun 2004, Op. Cit
Tidak adanya perlindungan dan kepastian hukum untuk pemenuhan hak-hak seseorang, dengan sendirinya orang tersebut akan melakukan upaya bagimana agar
hak-hak tersebut dapat diperoleh. Dalam hal ini salah satu diantaranya adalah upaya hukum para mantan tenaga kerjaburuh PT.Indah Pontjan yang mengajukan
permohonan pailit terhadap PT. Indah Ponjant karena hak-haknya sebagaimana diputuskan oleh Pengadilan Hubungan Industrial Medan tidak diperolehnya meskipun
putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
99
Blog Seputar Hukum dan Peradilan, Formalitas Surat Gugatan http:blogperadilan.blogspot.com201106, Diakses Tanggal 15 April 2014, Pukul 16:04 WIB.
Universitas Sumatera Utara
Suatu tuntutan hak sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 118 ayat 1 HIRPasal 142 ayat 1 RBg disebut sebagai tuntutan perdata atau tuntutan hak yang
mengandung sengketa, secara umum disebut gugatan. Sementara dalam UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
mengenal istilah permohonan. Dalam kaitannya dengan penelitian ini apakah permohonan pailit yang diajukan oleh tenaga kerjaburuh PT. Indah Pontjant terhadap
PT.Indah Ponjant merupakan suatu gugatan atau permohonan yang dapat digolongkan prematur, mengingat permohonan ini diajukan akibat putusan
pengadilan hubungan industrial pada Pengadian Negeri Medan yang sudah berkekuatan hukum tetap namun tidak terlaksana.
Berdasarkan pendekatan doktrin sebagaimana dikemukakan Yahya Harahap, dikenal satu istilah dilatoria exceptie yang mempunyai arti gugatan pengggugat
belum dapat diterima untuk diperiksa sengketanya di pengadilan, karena masih prematur, dalam arti gugatan masih terlampau dini. Sifat atau keadaan prematur
melekat pada: pertama, batas waktu untuk menggugat sesuai dengan jangka waktu yang disepakati dalam perjanjian belum sampai, atau kedua batas waktu untuk
menggugat belum sampai, karena dibuat penundaan pembayaran oleh kreditor atau berdasarkan kesepakatan antara kreditor dan debitor.
100
Tertundanya pengajuan gugatan disebabkan adanya faktor yang menangguhkan, sehingga permasalahan yang hendak digugat belum terbuka
100
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2008 hal.457
Universitas Sumatera Utara
waktunya. Misalnya, ahli waris yang menggugat pembagian harta warisan, padahal pewaris masih hidup. Gugatan itu prematur, belum terbuka, karena semua pewaris
masih hidup, tuntutan pembagian masih tertunda. Begitu juga halnya tuntutan pembayaran utang yang tertunda oleh syarat perjanjian. Misalnya, utang yang dituntut
telah jatuh tempo. Dalam perjanjian seperti itu, perjanjian belum dapat digugat dalam jangka waktu tertentu an agreement not to sue within acertain period of time sesuai
dengan Pasal 1268 KUHPerdata.
101
Jatuh tempo pembayaran utang dalam kasus ini terjadi disaat putusan diucapkan majelis hakim dan tidak dapat diajukan upaya hukum lagi. Tentang alasan
Adapun ketentuan Pasal 1268 KUHPerdata tersebut berbunyi ”suatu ketetapan waktu tidak menangguhkan perikatan, melainkan
hanya menangguhkan pelaksanaannya”. Mengacu kepada doktin sebagaimana diuraikan diatas, jika ditarik terhadap
kasus dalam penelitian ini. Pengajuan permohonan permohonan pailit tenaga kerja buruh PT. Indah Ponjant terhadap PT. Indah Pontjan yang didasarkan atas suatu
putusan yang telah berkekuatan hukum tetap namun tidak terlaksana tidaklah dapat dikualifikasikan sebagai permohonan yang prematur. Hal ini didasarkan pada
argumen atau alasan, bahwa pengajuan permohonan pailit dalam kasus ini dilakukan bukanlah didasarkan karena utang yang belum jatuh tempo yang disepakati antara
tenaga kerjaburuh kreditor dan PT. Indah Pontjan debitor melainkan utang tersebut lahir karena putusan pengadilan.
101
Ibid
Universitas Sumatera Utara
bahwa putusan tersebut prematur karena terhadap pelaksanaan putusan belum dilaksanakan secara sempurna, dapat dikatakan justru hal inilah yang merupakan
kelemahan dari pengadilan hubungan industrial. Bahwa suatu putusan tidak dapat dilaksanakan padahal putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Inilah
salah satu contoh ketidak pastian hukum bagi orang yang secara hukum mempunyai hak namun tidak dapat dilindungi.
Dengan demikian dapatlah dikatakan pengajuan permohonan pailit dalam kasus ini bukanlah suatu permohonan yang bersifat prematur, akan tetapi buruh
menggunakan lembaga kepailitan untuk menuntut dan mempertahankan haknya karena buruh tidak mendapat kepastian hukum dan keadilan atas putusan pengadilan
hubungan industrial yang tidak terlaksana.
2. Asas Nebis In Idem
Secara umum, pengertian Nebis In Idem dalam ilmu hukum adalah asas hukum yang melarang terdakwa diadili lebih dari satu kali atas satu perbuatan kalau
sudah ada keputusan yang menghukum atau membebaskannya. Namun demikian asas Nebis In Idem ini berlaku secara umum untuk semua ranah hukum.
102
102
Diana Kusuma Sari,
Dalam ranah hukum perdata, asas Nebis In Idem ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1917
KUHPerdata yang menyebutkan:
Apa Syarat Suatu Gugatan Dinyatakan Nebis In Idem, diakses tanggal 13 Mei, 2014, Pukul 12.55 WIB
Universitas Sumatera Utara
“Kekuatan suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak tidaklah lebih luas daripada sekedar mengenai soal putusannya. Untuk dapat
memajukan kekuatan itu, perlulah bahwa soal yang dituntut adalah sama lagipula dimajukan oleh dan terhadap pihak-pihak yang sama pula”.
Pada garis besarnya ada dua hal yang bisa dijadikan indikator untuk menentukan apakah suatu putusan nantinya akan dikategorikan putusan yang
memiliki kekuatan Nebis In Idem atau tidak. Menurut Yahya Harahap, kedua faktor tersebut adalah apakah putusan tersebut bersifat positif atau negatif. Untuk
menentukan apakah suatu putusan bersifat positif atau tidak adalah apabila putusan yang dijatuhkan pengadilan didasarkan pada materi pokok perkara yang
disengketakan yang diikuti oleh amar putusan berupa mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya atau sebagaian saja atau menolak gugatan penggugat
seluruhnya. Putusan seperti itu telah menetapkan status yang jelas dan pasti mengenai
hubungan antara kedua belah pihak berperkara karena secara positif dan pasti telah diputuskan siapa yang berhak atau siapa yang berkewajiban memenuhi suatu prestasi.
Putusan yang bersifat positif mengakibatkan perkara yang disengketakan bersifat :
103
a litis piniri oppertet apa yang ada pada suatu waktu telah diselesaikan hakim
b melekatnya kekuatan Nebis In Idem
103
M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal.711
Universitas Sumatera Utara
c tidak dapat diajukan sebagai perkara kedua kalinya kepada pihak yang sama,
mengenai objek sengketa yang sama, dengan dalil gugat yang sama, dan dalam hubungan yang sama
d putusan menjadi alat bukti persangkaan undang-undang yang tidak dapat
dibantah irrebuttabable presumption of law
Sedangkan putusan negatif adalah putusan yang dijatuhkan bertitik tolak dari cacat formil yang melekat pada gugatan dan sama sekali belum menyentuh materi
pokok perkara. Hal-hal yang terkait cacat formil tersebut meliputi :
104
a gugatan melanggar batas yurisdiksi mengadili baik secara absolut atau relatif
b gugatan mengandung eror in persona bisa dalam bentuk diskualifikasi atau
plurium litis consorsium c
gugatan obscuur libel, dapat berupa dalil gugatan tidak punya dasar hukum, objek gugatan tidak jelas atau petitum gugatan bertentangan dengan dalil
gugat d
surat kuasa tidak sah sehingga gugatan yang ditandatangani kuasa tersebut tidak sah
e gugatan prematur
f dan termasuk gugatan telah lampau waktu atau daluwarsa
104
Ibid, hal 711-712
Universitas Sumatera Utara
Lebih lanjut Yahya Harahap menafsirkan bahwa ketentuan dalam paragraf kedua Pasal 1917 KUHPerdata inilah yang melekat unsur Nebis In Idem atau res judicata.
105
1. Objek yang sama
Sehubungan dengan itu, khusus untuk prosedur penanganan perkara ne bis in idem di pengadilan, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Edaran No. 03 Tahun 2002
Tentang Penanganan Perkara yang Berkaitan Dengan Azas Ne Bis In Idem. Uraian ketentuan Pasal 1917 KUHPerdata di atas maka secara singkat unsur-
unsurnya yakni:
2. Pihak yang sama
3. Alasandalil gugatan yang sama
Terpenuhinya semua unsur-unsur secara keseluruhan sebagaimana disebut diatas, maka dapat dikategorikan sebagai Nebis In Idem. Hal ini ditegaskan dalam
Putusan Mahkamah Agung No. 647 Ksip1973 yang menyatakan: “Ada atau tidaknya azas Nebis In Idem tidak semata-mata ditentukan oleh para
pihak saja, melainkan terutama bahwa obyek dari sengketa sudah diberi status tertentu oleh keputusan Pengadilan Negeri yang lebih dulu dan telah
mempunyai kekuatan pasti dan alasannya adalah sama”.
106
105
Ibid, hal. 440.
106
Tanggal Putusan: 13-4-1976, dengan susunan Majelis Hakim: BRM. NG. Hanindyopoetro Sosropranoto. 2. Palti Radja Siregar. 3. Sri Widojati Wiratmo Soekito S.H.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya M. Yahya Harahap mengemukakan apabila putusan yang dijatuhkan pengadilan bersifat positif menolak untuk mengabulkan, kemudian
putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, maka dalam putusan melekat Nebis In Idem. Oleh karena itu, terhadap kasus dan pihak yang sama, tidak boleh
diajukan untuk kedua kalinya.
107
a. Tentang Objek Perkara
Pelaksanaan asas Nebis InIidem ini ditegaskan pula dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2002 Tentang Penanganan
Perkara yang Berkaitan dengan Asas Nebis In Idem. Dalam surat edaran tersebut Ketua Mahkamah Agung pada waktu itu, Bagir Manan, menghimbau para ketua
pengadilan untuk dapat melaksanakan asas Nebis In Idem dengan baik demi kepastian bagi pencari keadilan dengan menghindari adanya putusan yang berbeda.
Asas Nebis In Idem sebagaimana diuraikan diatas dikaitkan dengan perkara yang dianalisis ini, kiranya perlu diurai lebih dalam lagi mengenai objek perkara yang
dipermasalahkan, pihak-pihak yang berperkara dan alasan atau dalil yang disampaikan dalam gugatan atau permohonan untuk menentukan apakah permohonan
pailit Rohani, dkk termasuk dalam kategori Nebis in dem atau tidak.
Objek perkara yang diadili dalam pengadilan hubungan industrial pada pada Pengadilan Negeri Medan adalah menyangkut tuntutan mengenai hak-hak normatif
pekerjaburuh akbibat adanya PHK yang dilakukan oleh PT. Indah Pontjan terhadap
107
M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 42
Universitas Sumatera Utara
para buruh Rohani,dkk secara sepihak. Hal ini sesuai dengan Pasal 156 ayat 1 UU No.13 Tahun 2003 yang menyebutkan:
“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak yang seharusnya diterima”.
Hak-hak pekerja sebagaimana disebutkan diatas yang dituntut Rohani, dkk telah diputuskan oleh pengadilan hubungan industrial pada Pengadilan Negeri Medan
dan telah berkekuatan hukum tetap, namun putusan tersebut tidak dapat dilaknanakan. Akibatnya Rohani, dkk mengajukan permohonan pailit terhadap PT.
Indah Pontjan yang permohonannya dilakukan di Kepaniteraan pengadilan Niaga Medan dengan mendasarkan bahwa PT. Indah Pontjan sebagai termohon pailit
mempunyai dua atau lebih kreditor yakni Rohani, dkk 5 orang dan Tukilah dkk 11 orang. PT. Indah Pontjan selaku termohon pailit tidak membayar lunas satu pun
utangnya padahal sudah jatuh tempo dan dapat ditagih sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat 1 UU No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. Objek perkara dalam permohonan pailit yang diajukan Rohani, dkk pada
Pengadilan Negeri Medan adalah menyangkut utang termohon kepada Rohani,dkk yang tidak dibayar lunas pada hal telah jatuh waktu yang timbul dari putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, bukan menyangkut perselisihan pemutusan hubungan kerja antara Rohani,dkk dengan PT. Indah Pontjan.
Universitas Sumatera Utara
b. Tentang Para Pihak
Para pihak yang mengajukan gugatan perselisihan hubungan industrial berupa pemutusan hubungan kerja dan permohonan pailit, secara umum dapat dikatakan
sama.
c. Alasandalil gugatan yang sama
Alasan atau dalil gugatan penggugat dalam perkara perselisihan industrial pada Pengadilan Negeri Medan adalah tentang PHK. Para buruh Rohani,dkk
mendalilkan dalam gugatannya yakni agar pihak perusahaan dalam hal ini PT. Indah Pontjan membayar hak normatif buruh sesuai ketentuan undang-undang atas
perbuatan pihak perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja sepihak. Sedangkan dalam Permohonan pailit pekerjaburuh Rohani,dkk yang diajukan di
Pengadilan Niaga Medan, pekerja meminta agar pihak perusahaan dinyatakan pailit karena tidak mau membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat
ditagih berdasarkan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap.
Berdasarkan uraian ini dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa pengajuan permohonan pailit pekerja buruh Rohani,dkk tidaklah melanggar asas Nebis In
Idem, karena unsur objek yang sama, pihak yang sama dan alasan yang sama tidak terpenuhi sebagaimana diuraikan dalam Putusan Mahkamah Agung No. 647
Universitas Sumatera Utara
Ksip1973 dimana asas nebis in idem tidak hanya menyangkut para pihak saja namun juga okjek yang dipermasalahkan adalah sama dan alasannya juga sama.
Dengan demikian adalah jelas dan terang pengajuan permohonan pailit yang diajukan para pekerja buruh ke Pengadilan Niaga Medan tidak melanggar asas Nebis
In Idem, karena upaya mengajukan sengketa perselisihan industrial berupa PHK ke pengadilan hubungan industrial adalah upaya untuk menguji apakah PHK sepihak
yang dilakukan oleh pihak pengusaha merupakan suatu tindakan yang sudah tepat dan sesuai undang-undang. Akibat dari tindakan tersebut menimbulkan hak bagi buruh
yang di PHK sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan yakni Pasal 156 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan yang menyatakan “dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa
kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima”
Sementara dalam permohonan kepailitan Dasar hukum Permohonan pailit para pemohon mendasarkan pada Pasal 2 ayat 1 UU No.37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan dan Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang yang menyebutkan:
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih,
dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, meskipun secara garis besar pihak yang bersengketa adalah sama, Namun demikian dari uraian tentang objek dan alasan permohonan kedua
sengketa ini adalah berbeda sehingga jika dikaitkan dengan asas Nebis In Idem sebagaimana dimuat dalam ketentuan hukum acara perdata Indonesia, doktrin, dan
berbagai Surat Edaran Mahkamah Agung sebagaimana diuraikan sebelumnya, permohonan pailit yang diajukan Rohani, dkk terhadap PT. Indah Pontjan yang
diadili di Pengadilan Niaga Medan tidak melanggar asas Nebis In Idem.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PAILIT DALAM PERKARA ROHANI, DKK