berperkara, dimana para pihak mengakui dan pihak yang dikalahkandihukum harus menaatinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam amardictum, dan yang
dilaksanakan secara sukarela atau paksa.
10
H.I.R Herziene Indonesisch Reglement R.B.G Rechtsreglement Buitengewesten tidak ada mengatur tentang kekuatan putusan hakim. Namun jika
berpaling kepada doktrin, dapat diketahui bahwa suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap mempunyai 3 macam kekuatan yaitu: kekuatan
mengikat, kekuatan pembuktian dan kekuatan eksekutorial atau kekuatan untuk dilaksanakan.
11
Tidak terlaksananya suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkara perdata khususnya dalam perkara perselisihan hubungan
industrial adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Akibatnya kepastian hukum dan keadilan tidak tercapai. Dalam kondisi demikian buruhtenaga kerja tidak
putus asa. Untuk mencapai keadilan dan kepastian hukum tenaga kerja telah menggunakan lembaga kepailitan sebagai upaya untuk mendapatkan hak-haknya
Pelaksanaan putusan pengadilan adalah realisasi dari apa yang merupakan kewajiban dari pihak yang dikalahkan untuk memenuhi suatu prestasi,
yang merupakan hak dari pihak yang dimenangkan, sebagaimana tercantum dalam putusan pengadilan. Pada prinsipnya, pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh
pihak yang dikalahkan. Akan tetapi, terkadang pihak yang kalah tidak mau menjalankan putusan secara sukarela.
10
R. Soeparmono Op.cit, hal.330
11
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia ,Yogyakarta: Liberty, 1993 hal. 177
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana telah diputus pengadilan hubungan industrial namun tidak dapat dilaksanakan.
Pengajuan kepailitan dalam penelitian ini bukan karena utang yang lahir karena perikatan melainkan utang yang lahir karena adanya putusan pengadilan,
dengan kata lain utang yang timbul disebabkan karena perintah undang-undang akibat adanya sengketa hak, hak atas upah, pembayaran uang pesangon atau suatu
pembayaran yang diharuskan oleh ketentuan undang-undang dalam hal ini putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Permohonan pailit oleh tenaga kerja atau buruh terhadap perseroan terbatas di Indonesia sebagaimana dalam penelitian ini dalam kenyataaannya tidak ada kaitannya
dengan kesulitan keuangan financial distress, dan tidak ada kaitannya dengan perusahaan yang tidak sehat atau karena perusahaan bangkrut, tetapi karena
keengganan perusahaan untuk membayar kewajibannya berupa pembayaran pesangon, upah dan hak-hak normatif lainnya meskipun telah ada perintah hakim
melalui putusannya. Permohonan pailit yang diajukan tenaga kerja buruh, tidak seperti halnya
tujuan kepailitan dalam peraturan kepailitan. Tujuan kepailitan disini adalah sebagai jalan keluar karena pihak perusahaan debitor tidak bersedia secara sukarela
Universitas Sumatera Utara
membayar utang-utangnya, maka salah satu jalan keluarnya adalah dengan cara mengajukan permohonan pailit.
12
Ketidakjelasan posisi atau kedudukan tenaga kerja atau buruh sebagai kreditur dalam hal terjadi permohonan pailit atau disaat terjadi kepailitan suatu perseroan
terbatas membuat sejumlah buruh yang tergabung dalam Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia FISBI mengajukan permohonan pengujian terhadap UU Nomor 37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU ke Mahkamah Konstitusi. FISBI merasa Undang-Undang Kepailitan menjadi
hambatan bagi pemenuhan hak-hak buruh dalam kondisi perusahaan pailit. Namun sangat disayangkan putusan atas permohonan ini belum sampai pada pemeriksaan
Kondisi demikian membuat kepailitan di Indonesia adalah alternatif untuk menuntut pembayaran utang di luar melakukan gugatan perdata secara konvensional.
Namun karena menggunakan penyelesaian utang lewat pengadilan, penyelesaian sengketa melalui gugatan perdata dirasakan sudah tidak memadai dan memakan
waktu yang lama dan sulit untuk dilaksanakan ada kecenderungan pihak yang berperkara khususnya para tenaga kerjaburuh menggunakan lembaga kepailitan
untuk pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
12
Muhammad Hafidz, Hukum Kepailitan dan Perburuhan, Jakarta:Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia , 2011, hal.2
Universitas Sumatera Utara
substansi pihak buruh tidak dapat menghadirkan ahli untuk memperkuat dalil-dalilnya sehingga Mahkamah Konsitusi melolak permohonan tersebut.
13
Pengajuan permohonan uji materil ke Mahkamah Konstitusi ini diajukan oleh M. Komaruddin selaku Ketua Umum Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia
FISBI dan Muhammad Hafidz selaku Sekretaris Umum FISBI para pemohon. Para pemohon mendalilkan bahwa Pasal 29, Pasal 55 ayat 1, Pasal 59 ayat 1 dan
Pasal 138 UU Nomor 37 tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sangat berpotensi terhadap hilangnya hak-hak buruh yang
diputuskan hubungan kerjanya karena perusahaan tempat kerjanya pailit. Dengan diputuskannya perusahaan pailit, demi hukum gugur segala tuntutan buruh yang
sedang berjalan. Selain itu dengan adanya pasal yang mengatur kreditor separatis sebagai pemegang hak tanggungan yang mempunyai wewenang mutlak melakukan
eksekusi seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Ketentuan-ketentuan tersebut merugikan hak-hak konstitusional para pemohon yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar
1945. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima Niet ontvankelijk verklaard.
14
Berbagai hal tersebut diatas menjadi masalah tersendiri dalam kepailitan di Indonesia sehubungan dengan pengajuan permohonan pailit oleh tenaga kerja
terhadap perseroan terbatas dengan mendasarkan pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap namun tidak terlaksana.
13
Ricardo Simanjuntak, Tak Mampu Bayar Ahli, Gugatan Buruh Ditolak ,Kompas edisi Rabu 7 Mei 2008.
14
Samsudin M.Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia, Jakarta: PT.Tata Nusa,2012, hal. 32.
Universitas Sumatera Utara
Bertolak dari fakta ini, perlu diketahui bagaimana kekuatan hukum atas suatu putusan pengadilan hubungan industrial yang telah berkekuatan hukum tetap.
Demikian juga tentang putusan pengadilan hubungan industrial yang digunakan sebagai dasar permohonan pailit, ditinjau dari aspek keadilan, dan kepastian hukum.
Sebagai bahan analisis kasus dalam penelitian ini, akan dikemukakan kasus
permohonan pailit Rohani, dkkmantan buruh PT. Indah Pontjan Perkara Nomor:
01Pailit2012PN Niaga Mdn Jo putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 401 KPdt.Sus2012 Jo Putusan
Mahkamah Agung Nomor. 03PKPdt.Sus2010.
Permohonan pailit dalam kasus ini diajukan oleh Rohani,dkk 5 orang selaku mantan pekerjaburuh PT. Indah Pontjan yang diwakili kuasa hukumnya Sarma
Hutajulu, S.H,dkk terhadap PT. Indah Pontjan yang beralamat di desa Deli Muda Hilir, Kecamatan Perbaungan, Sumatera Utara.
Adapun latar belakang pengajuan pailit diakibatkan Termohon pailit tidak melaksanakan putusan Majelis Hakim PHI yang menyatakan hubungan kerja tergugat
dengan para penggugat putus karena Pemutusan Hubungan Kerja PHK dan menghukum tergugat untuk membayar hak-hak para penggugat, total sebesar Rp.
148.263.300,- seratus empat puluh delapan juta dua ratus enam puluh tiga ribu tiga ratus rupiah.
Akibat tidak terlaksananya putusan tersebut, tenaga kerjaburuh Rohani,dkk mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga Medan dengan alasan bahwa PT.
Indah Pontjan sebagai termohon pailit mempunyai dua atau lebih kreditor yakni
Universitas Sumatera Utara
Rohani, dkk 5 orang dan Tukilah dkk 11 orang. PT. Indah Pontjan selaku termohon pailit tidak membayar lunas satu pun utangnya padahal sudah jatuh tempo
dan dapat ditagih. Hal ini sesuai dengan pasal 2 ayat 1 UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Berdasarkan uraian diatas, maka penting dilakukan penelitian tentang : Analisis Permohonan Palit Terhadap Perseroan Terbatas Oleh Tenaga Kerja dengan
mengemukakan putusan Pengadilan Niaga Nomor: 01Pailit2012PN.Niaga.Mdn Jo Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor .401 KPdt.Sus2012 Jo Putusan
Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor.195 PKPdt. Sus2012 antara Rohani,dkk melawan PT. Indah Pontjan sebagai bahan analisis kasus.
B. Perumusan Masalah