65
BAB V PEMBAHASAN
Penelitian ini untuk membandingkan efek analgesik dan efek samping yang terjadi pada preemptif analgesia pascabedah gabapentin 1.200 mg dengan gabapentin 900
mg per oral 1-2 jam sebelum insisi dengan spinal anestesi. Tujuan diberikan 1-2 jam sebelum operasi adalah untuk mencapai mula kerja obat gabapentin pada saat insisi
bedah akan dimulai, hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sensitisasi sentral dan mengurangi pengalaman nyeri berikutnya.
Penelitian ini dikhususkan untuk penanganan nyeri pascabedah yang masih merupakan masalah utama bagi pasien karena setelah obat anestesi hilang efeknya,
penderita akan merasakan sakit. Nyeri yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan nyeri kronik yang justru nyeri ini akan sulit ditangani.
1,2
Penghilang nyeri pascabedah yang memadai adalah komponen penting agar kondisi pasien
pascabedah lebih nyaman dan secara emosional menyenangkan. Penghilang nyeri yang berkualitas sangat penting untuk membantu proses penyembuhan yang lebih
cepat. Preemptif analgesia pada obat gabapentin mampu mengurangi intensitas
nyeri, konsumsi rescue analgetic, dan waktu pemberian rescue analgetic pertama pascabedah yang merupakan target yang harus dicapai. Dari penelitian-penelitian
sebelumnya obat gabapentin dengan pemberian dosis yang berbeda mampu mencapai ketiga target tersebut.
Untuk menelan obat gabapentin dibantu dengan 2 sendok makan clear liquid, diharapkan dalam jangka waktu 2 jam sudah terjadi pengosongan lambung, dan
dengan spinal anestesi risiko aspirasi dapat dicegah, hal ini dikarenakan pasien dalam keadaan sadar selama tindakan bedah berlangsung.
Menurut Adam, dkk. Bahwa dosis 800 mg tidak efektif dalam mengurangi nyeri pascabedah pada pasien yang menjalani operasi arthroscopic shoulder dibawah
Universitas Sumatera Utara
66 anestesi umum ditambah brachial plexus block, dan menyimpulkan dosis yang lebih
tinggi mungkin diperlukan. Oleh karena itu peneliti membandingkan 2 dosis yang lebih tinggi dan berbeda dosis antara gabapentin 1.200 mg per oral dengan gabapentin
900 mg yang diberikan 1-2 jam sebelum insisi pascabedah dibawah teknik anestesi spinal, dalam hal membandingkan efektivitas analgesik, dan efek samping selama 24
jam pascabedah.
12
Penelitian ini diikuti oleh 60 sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi. Kelompok dibagi menjadi dua, 30 sampel menerima Gabapentin 1.200 mg kelompok
A dan 30 sampel mendapat Gabapentin 900 mg kelompok B. Dari karakteristik demografi sampel kedua kelompok penelitian secara statistik dijumpai perbedaan
tidak bermakna pada tabel 4.1 yang menilai dalam hal jenis kelamin, usia, BMI, pendidikan, suku, jenis operasi, PS ASA, serta lama operasi. Hal ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya bias pada hasil penelitian, dengan tidak adanya perbedaan karakteristik dari demografi sampel diharapkan hasil penelitan ini relatif homogen,
akurat, dan dapat dipercaya secara statistik p0,05, sehingga kedua kelompok layak dibandingkan.
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran derajat nyeri memakai Visual Analogue Scale VAS. Pada tabel 4.2, penilaian VAS dilakukan pada kedua
kelompok sampel pada tiap jam pengamatan, berdasarkan hasil penelitian didapatkan VAS paling rendah pada pengamatan T2 dan T4, sedangkan VAS paling tinggi
terjadi pada pengamatan T12 dengan dijumpai nilai VAS paling tinggi pada penelitian ini adalah 6. Nilai VAS meningkat pada T8, T12, dan T24, hal ini
disebabkan waktu paruh dari obat gabapentin per oral berkisar 4,8-8,7 jam. Dari hasil analisis secara statistik dijumpai perbedaan tidak bermakna untuk rerata skor VAS
antara dua kelompok studi dari pengamatan T2 sampai T24 p0,05, dan dengan kualitas nyeri yang secara klinis berada dalam rentang yang sama.
Penilaian derajat nyeri memakai nilai VAS sebaiknya disertai dengan penilaian kebutuhan analgesik untuk menilai kemampuan obat dalam memberikan
analgesia yang adekuat selama waktu tertentu secara kontinu. Dari hasil tersebut
Universitas Sumatera Utara
67 terlihat rerata VAS 3 dimulai pada jam ke 8, sedangkan pada jam ke 12, dan 24
nilai VAS dan kebutuhan analgesik tambahan rerata pada kedua kelompok adalah sama.
Berdasarkan ada tidaknya pemberian dan rerata waktu permintaan rescue analgetic
pada tabel 4.3 secara statistik perbedaan tidak bermakna pada setiap jam pengamatan p0,05, dan rerata waktu pemberian obat rescue analgetic pertama
setelah pemberian gabapentin per oral kelompok A dimulai 720,45 menit, dibandingkan dengan kelompok B yang dimulai setelah 638,57 menit. Untuk total
rescue analgetic yang diberikan secara statistik dijumpai perbedaan tidak bermakna
pada kedua kelompok dengan rerata 45-50 mg selama 24 jam. Waktu pemberian obat rescue analgetic berhubungan dengan efektifitas dari
preemptif analgesia dan waktu paruh dari obat gabapentin dalam memperpanjang waktu pemberian rescue analgetic,sehingga efek analgesik akan menurun bila
melewati waktu paruh tersebut dalam mempertahankan nilai VAS 4. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Raghove P, dkk dan
Ardi Zulfariansyah, dkk. Hasil penelitian Raghove P, dkk tahun 2010, menyatakan skor VAS pada grup gabapentin 1.200 mg dapat menurunkan skor nyeri pascabedah
dan pemberian rescue analgesia sampai 24 jam dibandingkan dengan grup yang lain.
17
Pada penelitian Ardi Zulfariansyah, dkk tahun 2013 dalam hasilnya menyatakan bahwa gabapentin 1.200 mg per oral preoperatif lebih baik dibandingkan
600 mg dalam mengurangi nilai VAS pascabedah pada operasi modifikasi radikal mastektomi dengan pembiusan umum, tetapi tidak berbeda dalam hal mengurangi
kebutuhan petidin.
12
Pada hasil penelitian ini, dibandingkan dosis gabapentin 900 mg dengan gabapentin 1.200 mg per oral, hasil yang diperoleh nilai VAS tidak jauh berbeda
antara kedua kelompok, secara statistik dijumpai perbedaan tidak bermakna baik dalam hal menurunkan nilai VAS dan jumlah permintaan analgesik tambahan
pascabedah pada operasi dengan spinal anestesi.
Universitas Sumatera Utara
68 Pada setiap pengamatan nilai VAS terdapat perbedaan tidak bermakna yang
berbanding lurus dengan kebutuhan pemberian analgesik tambahan petidin antara kedua kelompok tidak jauh berbeda. Hal ini berhubungan dengan dosis obat yang
diberikan, protein-binding, mula kerja, dan durasi kerja. Gabapentin bersifat larut dalam air, dan diabsorpsi di mukosa usus kecil
dalam jumlah besar dan cepat dan tidak memiliki ikatan protein yang spesifik dengan konsentrasi dalam plasma maksimum Cmax 2,7-2,99 mgL dicapai dalam kira-kira
3-3.2 jam mencapai efek puncak analgesik, dan waktu paruh gabapentin per oral adalah 4,8-8,7 jam. Hal lain juga dikarenakan gabapentin mempunyai bioavailabilitas
yang berbanding terbalik dengan dosis yang berefek dalam mengurangi bioavailabilitas dan penurunan absorbsi obat bila diberikan pada dosis lebih tinggi
dari 600 mg.
12
Mekanisme transport yang spesifik juga belum diketahui secara pasti dan menjadi jenuh pada dosis yang lebih besar, dimana mekanisme difusi dan
transport yang disebut sebagai L-amino acid transport dengan kapasitas yang terbatas. Bila transporter tersebut telah jenuh, maka transporter tersebut tidak dapat
mengikat gabapentin lebih banyak lagi sehingga obat diabsorbsi juga akan mengalami penurunan, demikian pula dengan jumlah gabapentin dalam plasma yang tidak lagi
akan meningkat sesuai dengan besar dosis pemberian.
12,41,43,49-51
Mengenai rescue analgetic menggunakan petidin, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelum ini membuktikan bahwa gabapentin mempunyai efek yang
sinergistik dengan aksi opioid. Syarat utama sebagai rescue analgetic adalah memiliki mula kerja yang cepat, sehingga pasien dengan nilai VAS 3 menurut
WHO adalah nyeri yang harus segera mendapatkan rescue analgetic. Kombinasi gabapentin dan opioid akan meningkatkan efek analgesik opioid,
sehingga dapat memberikan efek analgesik yang lebih baik apabila dibandingkan dengan pemberian opioid tunggal. Keuntungan lain yang didapat dari kombinasi
gabapentin dan opioid selain kontrol nyeri yang lebih baik adalah terjadi pengurangan opioid yang dibutuhkan sehingga efek samping yang terjadi akibat penggunaan
opioid mejadi lebih kecil.
12
Pada penelitian ini dalam hal pemberian rescue analgetic
Universitas Sumatera Utara
69 pertama dan kebutuhan total rescue analgetik opioid tidak jauh berbeda antara
gabapentin 1.200 mg dengan gabapentin 900 mg. Penelitian klinis menunjukkan gabapentin merupakan obat yang aman dengan
toleransi baik. Pada penelitian ini didapatkan temuan efek samping pada kedua kelompok berupa pusing, dizziness serta mengantuk. Perbandingan kejadian efek
samping yang terjadi selama pengamatan 24 jam antara kedua kelompok dapat dibandingkan sebagai berikut : pada kelompok gabapentin 900 mg dijumpai efek
samping sakit kepala sebanyak 9 orang pasien 30, sedangkan kelompok gabapentin 1.200 mg dijumpai 14 orang pasien 46,7. Kejadian efek samping
dizziness pada kelompok dijumpai sebanyak 3 orang pasien 10, sedangkan
kelompok gabapentin 1.200 mg dijumpai 7 orang pasien 23,3. Dan kejadian mengantuk yang dinilai dengan skor Ramsay pada pengamatan T2 gabapentin 900
mg per oral dijumpai rerata 3,03±0,99, 2,8±0,93 T4, dan 2,4±0,81 T8, sedangkan gabapentin 1.200 mg per oral pada pengamatan T2 dengan rerata 3,17±0,99,
3,17±0,91 T4, dan 2,47±0,86 T8. Angka kejadian efek samping dari pemberian gabapentin 900 mg sewaktu dan sesudah operasi lebih kecil dibanding dengan
gabapentin 1.200 mg per oral, namun secara statistik berbeda tidak bermakna p0,005.
Sebagai antiemetik berdasarkan skor mual muntah berdasarkan hasil pengamatan T2 sampai T24 ditemukan pasien yang mengalami skor mual muntah
lebih banyak pada kelompok A dibandingkan dengan kelompok B, namun secara statistik dijumpai perbedaan tidak bermakna antara kelompok A dan B untuk
antiemetik.
Hal ini sesuai dengan penelitian Raghove P, dkk tahun 2010 ditemukan angka kejadian efek samping sedasi lebih besar pada grup gabapentin 1.200 mg dibanding
dengan grup yang lain, sedangkan efek samping lainnya secara statistik dijumpai perbedaan tidak bermakna.
17
Begitu juga dengan penelitian Ardi Zulfariansyah, dkk tahun 2013 dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa kelompok gabapentin 1.200
mg mengalami angka kejadian efek samping yang lebih besar dibandingkan
Universitas Sumatera Utara
70 gabapentin 600 mg pascabedah pada operasi modifikasi radikal mastektomi dengan
pembiusan umum.
12
Namun pada hasil penelitian ini, bila dibandingkan dengan dosis gabapentin 900 mg dengan gabapentin 1.200 mg per oral, hasil yang diperoleh adalah
angka kejadian efek samping lebih kecil pada kelompok gabapentin 900 mg dibandingkan gabapentin 1.200 mg, walaupun secara statistik dijumpai perbedaan
tidak bermakna antara kedua kelompok. Hasil ini membutuhkan analisis lebih lanjut karena keluhan-keluhan tersebut dapat disebabkan oleh penyebab yang multifaktorial.
Angka kejadian efek samping pemberian gabapentin 900 mg dan 1.200 mg per oral sering terjadi pada jam T2 sampai T8, setelah jam T8 tidak ditemukan lagi
efek samping disepanjang pengamatan. Hal ini disebabkan karena kadar obat di plasma peak level mulai menurun sehingga efek samping yang terjadi juga
berkurang. Pemberian dosis gabapentin yang lebih besar mungkin saja dapat meningkatkan efikasinya, tetapi efek samping yang kemungkinan timbul akibat
pemakaian dosis yang lebih besar juga menjadi meningkat.
12
Alat monitoring hemodinamik yang kita gunakan pada penelitian ini memang tidak bisa diseragamkan, karena peneliti mengambil sampel pada banyak rumah sakit
yang memiliki alat monitoring hemodinamik yang berbeda-beda. Namun, hal ini tidak menjadi masalah karena parameter hemodinamik bukanlah hal yang akan dinilai
dalam penelitian ini. Sehingga penggunaan satu alat untuk memastikan kesamaan data tidak menjadi yang utama, dan tidak mempengaruhi hasil penelitian ini.
Dalam penelitian ini tidak diukur efek lain dari gabapentin seperti efek anti ansietas dan manfaatnya secara intraoperatif. Penelitian ini juga hanya menilai nyeri
akut dalam 24 jam pertama saja tanpa menilai efeknya terhadap nyeri kronik pascabedah. Dalam penelitian lanjutan sebaiknya dapat dicoba penelitian dengan
jenis gabapentinoid lain, dengan satu jenis operasi serta efeknya sebagai premedikasi protektif dalam kombinasi dengan agen-agen analgesik lainnya.
Universitas Sumatera Utara
71
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN