10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. FISIOLOGI NYERI
Nyeri dapat didefenisikan sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan yang jelas, atau
sesuatu yang tergambarkan seperti yang dialami International Association for the Study of Pain
tahun 1979. Dari defenisi di atas dapat diketahui adanya hubungan pengaruh obyektif aspek fisiologi dari nyeri dan subyektif aspek komponen emosi
dan kejiwaan. Pengaruh subyektif erat kaitannya dengan pendidikan, budaya, makna situasi dan aktifitas kognitif, sehingga nyeri merupakan hasil belajar serta
pengalaman sejak dimulainya kehidupan. Individualisme rasa nyeri ini sulit dinilai secara obyektif, walaupun dokter telah melakukan observasi atau menggunakan alat
monitor. Baku emas untuk mengetahui seseorang berada dalam kondisi nyeri ataupun tidak adalah dengan menanyakannya langsung.
1,21
Kata nosisepsi berasal dari kata “noci” dari bahasa Latin yang artinya harm atau injury dalam bahasa Inggris atau luka atau trauma. Kata ini digunakan untuk
menggambarkan respon neural hanya pada traumatik atau stimulus noksius. Banyak pasien merasakan nyeri meskipun tidak ada stimulus noksius. Nyeri nosiseptif
disebabkan oleh aktivasi ataupun sensitisasi dari nosiseptor perifer, reseptor khusus yang mentransduksi stimulus noksius.
22-24
Dalam keadaan fisiologis, stimulus dengan intensitas rendah menimbulkan sensasi rasa yang diaktifkan oleh serabut saraf A beta, sedang stimulus dengan
intensitas tinggi menimbulkan sensasi rasa nyeri yang diaktifkan oleh serabut A delta dan serabut saraf C. Pada keadaan paska bedah, sistem saraf sensorik ini mengalami
hipersensitifitas yang akan menyebabkan juga perubahan fungsi di kornu dorsalis medula spinalis sehingga dengan stimulus yang rendah menyebabkan rasa nyeri yang
nyata.
1
Universitas Sumatera Utara
11 Nyeri pembedahan sedikitnya mengalami dua perubahan, pertama akibat
pembedahan itu sendiri yang menyebabkan rangsangan nosiseptif dan yang kedua setelah proses pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah sekitar operasi,
dimana terjadi pelepasan zat-zat kimia prostaglandin, histamin, serotonin, bradikinin, substansi P dan lekotrien oleh jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi. Zat-zat
kimia yang dilepaskan ini berperan pada proses transduksi dari nyeri.
25
Setiap pasien yang mengalami trauma berat tekanan, suhu, kimia atau pascabedah harus dilakukan penanganan nyeri yang sempurna, karena dampak nyeri
akan menimbulkan respon stress metabolik yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh dan memperberat kondisi pasien, sehingga akan merugikan pasien akibat
timbulnya perubahan fisiologi dan psikologi pasien itu sendiri, seperti :
2,22,26
• Perubahan kognitif sentral : kecemasan, ketakutan, gangguan tidur dan putus
asa. •
Perubahan neurohormonal : hiperalgesia perifer, peningkatan sensitifitas luka. •
Perubahan neuroendokrin : peningkatan kortisol, hiperglikemi, katabolisme. •
Peningkatan aktivitas simpatoadrenal : pelepasan renin, angiotensin, hipertensi, takikardi.
2.2. MEKANISME NYERI