Produk Olahan Unggulan Minyak Pala

62 dengan metode uap langsung proses destilasinya juga lebih cepatlebih pendek dibanding metode yang lain dan komponen yang diinginkan dengan destilasi tersebut dapat dihasilkan dengan kadar yang lebih tinggi. Metode perebusan memperoleh prioritas paling rendah karena selain metode ini adalah cara lama dan sederhana, metode ini juga mempunyai kelemahan, sehingga rendemen dan mutunya terutama kadar myristisinnya rendah. Namun demikian terdapat banyak variasi dari model dan sistim penyulingan yang dipakai oleh pengrajin minyak pala. Pada studi kasus di salah satu tempat penyulingan di Bogor yang memakai boiler terpisah telah dilakukan usaha perbaikan diantaranya pada sistem supplai air, cara penempatan bahan, dan sistem penyebaran uapnya. Nurdjanah 2007. Sesuai pengujian yang pernah dilakukan oleh pakar Nurdjannah N dan Hidayat 2005 pada penggunaan alat penyuling dengan metode uap langsung yang telah mengalami perbaikan diketahui bahwa total produksi minyak biji pala dengan waktu penyulingan 24 jam adalah rendemen 8,5, vb. Pengujian laboratorium menunjukkan bahwa sisa minyak dalam ampas penyulingan sebesar 0,8, bv. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada penyulingan selama 24 jam hampir seluruh minyak dalam biji pala sudah tersuling 91,4 sehingga secara teknis kinerja alat penyuling dengan metode uap langsung yang sudah diperbaiki cukup memadai. Bila pada penyulingan tradisional lama penyulingan bisa lebih dari 30 jam, dengan metode ini waktu penyulingan yang masih dianggap ekonomis yaitu penyulingan sampai 22 jam. Kadar myristisin dalam minyak hasil penyulingan 24 jam menjadi cukup tinggi 9,37.

4.1.1 Produk Olahan Unggulan Minyak Pala

Minyak pala memiliki banyak sekali kegunaan. Minyak pala dan fuli digunakan sebagai penambah flavor pada produk-produk olahan daging, pikel, saus, dan sup, serta untuk menetralkan bau yang tidak menyenangkan dari rebusan kubis Lewis, diacu dalam Librianto 2004. Pada industri Parfum, minyak pala digunakan sebagai bahan pencampur minyak wangi dan penyegar ruangan. Minyak pala yang berasal dari biji, fuli dan daun banyak digunakan untuk industri obat-obatan, serta parfum dan kosmetik. Akhir-akhir ini ada 63 perkembangan baru pemanfaatan minyak atsiri pala, yaitu sebagai bahan baku dalam aromaterapi. Di Jepang beberapa perusahaan menyemprotkan aroma minyak pala melalui sistem sirkulasi udara untuk meningkatkan kualitas udara dan lingkungan. Untuk tujuan yang sama akhir-akhir ini banyak dijumpai penggunaannya dalam bentuk lain yaitu dalam bentuk potpourri, lilin beraroma, atomizer, dan produk-produk pewangi lainnya Nurdjannah 2007. Dengan beragamnya produk olahan yang dapat dihasilkan dari minyak pala maka diadakan penyaringan melalui jajak pendapat dengan alat bantu kuesioner dengan responden. Berdasarkan hasil pendapat para responden pakar, terdapat empat produk yang paling potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Bogor dengan melihat kondisi sosial ekonomi khususnya pemakai produk olahan yang berkembang di Bogor. Pemilihan keempat produk berdasarkan suara terbanyak dari responden terhadap setiap produk olahan minyak pala. Produk olahan minyak pala itu sendiri memilki batasan, bahwa minyak pala yang dihasilkan dari bahan baku yang baik akan menghasilkan kadar myristicin tertentu, biasanya langsung diekspor karena langsung memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sepanjang memenuhi kualitasstandar yang sudah ditentukan. Sementara itu hasil produksi minyak pala yang berada dibawah kualitas ekspor, nantinya akan dikembangkan lebih lanjut pemanfaatannya melalui strategi dan prospek pengembangan industri produk olahan minyak pala. Setelah dilakukan inventarisasi terhadap produk-produk unggulan dari minyak pala, selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap produk-produk unggulan olahan minyak pala yang diperkirakan dapat dikembangkan dan dijadikan andalan dan berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Bogor yaitu daging olahan, sabun, parfum dan kosmetik, serta obat-obatan. Pendekatan yang digunakan adalah Metode Perbandingan Eksponensial MPE dengan menggunakan kriteria- kriteria melalui pertimbangan pendapat responden. Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan juga melalui pengisian kuesioner dengan menggunakan metode justifikasi yaitu pemberian bobot terhadap kriteria diberikan secara langsung oleh pakar tanpa melakukan perbandingan relatif terhadap kriteria lainnya. Pemberian bobot dengan metode ini sesuai dilakukan apabila responden adalah orang yang mengerti, paham, dan berpengalaman dalam menghadapi masalah keputusan yang 64 dihadapi Ma’arif 2001. Hasil pengisian bobot kriteria kemudian digabungkan dengan menggunakan rataan geometrik. Untuk mengetahui bobot pada kriteria, maka hasil perbandingan berpasangan dari seluruh responden digabungkan Tabel 8. Melalui hasil pengolahan dengan metode MPE maka pendapat para responden dapat dikuantifikasikan berdasarkan skala yang sudah ditentukan. Dari hasil pengolahan, maka didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 8. Penentuan Produk Olahan Unggulan Minyak Pala Nilai Alternatif Produk No Kriteria Bobot Daging Olahan Sabun Parfum Kosmetik Obat- obatan 1 Kemudahan Pasar 5 2.75 3.00 4.25 4.00 2 Nilai Ekonomis 5 3.00 3.25 4.25 4.25 3 Kegunaan 3 2.75 3.50 4.00 4.25 4 Kemudahan menyerap TK 3 3.00 3.50 3.75 3.75 5 Kemudahan dalam Proses 3 2.50 3.00 2.75 2.75 6 Ketersediaan Bahan Baku 3 3.00 3.50 3.50 3.50 TOTAL 491 761 2.954 2.604 RANKING 4 3 1 2 Kriteria-kriteria yang digunakan dalam pemilihan produk olahan unggulan dari minyak pala yang berpotensi dikembangkan di Kabupaten Bogor merupakan hasil jajak pendapat dengan para pakar yang telah disebutkan sebelumnya, dan ditetapkan sebagai kriteria yang penting untuk dievaluasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat Kabupaten Bogor. Hasil pengagregasian kuesionerpendapat pakar menunjukkan bahwa kriteria kemudahan pasar, nilai ekonomis, kegunaan, dan kemudahan menyerap tenaga kerja merupakan kriteria yang menduduki peringkat empat teratas. Kemudahan pasar. Kriteria ini melihat dua aspek yaitu pasar lokal dalam arti Kabupaten Bogor khususnya maupun pasar non lokal yaitu permintaan produk olahan minyak pala diluar Kabupaten Bogor. Kemudahan pasar juga menunjuk pada sisi persaingan dari produk yang sejenis atau hampir sama. Kemudahan pasar akan memacu industri untuk terus berproduksi sehingga production cost yang disebabkan oleh barang rusak atau menumpuk bisa diminimalkan atau bahkan dieliminir. Apabila pasar tidak ada, maka akan terjadi kerugian karena hasil olahan dari minyak pala tidak ada yang menyerap akibatnya 65 justru akan menambah biaya terutama biaya yang berkaitan dengan penyimpanan dan kerugian karena terjadi produk rusakcacat. Nilai ekonomis. Nilai ekonomis yang dimaksudkan adalah keuntungan yang bisa diperoleh apabila produk tersebut dikembangkan. Keuntungan dalam hal ini diartikan dalam bentuk uang yang bisa didapatkan. Nilai ekonomis menyangkut masalah kesejahteraan masyarakat terutama petani pala sebagai pemasok utama dan juga pada akhirnya menentukan pemberdayaan masyarakat dan peningkatan perekonomian Kabupaten Bogor secara keseluruhan. Strategi dan prospek pengembangan industri produk olahan minyak pala didasarkan atas seberapa besar kontribusi produk ini terhadap pendapatan masyarakat terutama petani pala dalam upaya meningkatkan taraf hidup, sekaligus sebagai Pendapatan Asli Daerah PAD. Berdasarkan hasil diskusi dengan pihak terkait, bahwa selama ini di Kabupaten Bogor sendiri terjadi kelangkaan kekurangan bahan baku biji dan fuli pala untuk memenuhi industri minyak pala yang sudah ada. Harga bahan baku itu sendiri juga tinggi ditingkat pedagang pengumpul, sehingga menyebabkan beberapa industri pengolahan minyak pala harus menghentikan produksinya karena bahan baku sudah sulit didapat. Menurut data dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor tahun 2006 luas kebun pala rakyat di Kabupaten Bogor masih memiliki prospek untuk dikembangkan. Kebun pala rakyat masih memilki potensi kedepannya, disamping buah pala adalah tanaman khas Bogor selain talas dan kenari. Jika ditangani dengan baik oleh berbagai pihak, komoditas ini dapat menjadi andalan Kabupaten Bogor dengan pemanfaatan setiap bagian dari buahnya melalui diversifikasi produk, misalnya sirup pala dapat dijadikan “welcome drink” bagi Kabupaten Bogor. Pala adalah salah satu komoditas yang tidak diatur tata niaganya oleh pemerintah. Di Desa Sukamantri Kecamatan Taman Sari misalnya, para pemilik kebun biasa menjual hasil panennya kepada para pedagang pengumpul baik berupa buah pala gelondong maupun biji berikut fuli, tanpa mempertimbangkan pada alternatif pemanfaatannya yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Ketiadaan dan harga yang tinggi dari biji dan fuli pala sebagai bahan baku minyak pala tentunya dapat dicari akar permasalahan dan ditemukan solusi untuk mengatasinya. 66 Kegunaan. Kriteria ini merujuk pada produk yang akan dikembangkan harus memiliki nilai guna baik bagi konsumen lokal yaitu masyarakat Bogor dan juga konsumen secara luas yaitu industri di Indonesia. Kemudahan menyerap tenaga kerja. Dengan kriteria ini diharapkan melalui industri yang akan dikembangkan banyak masyarakat terserap khususnya bagi mereka yang telah menganggur atau sedang mencari pekerjaan, mengingat dari tahun ke tahun angkatan kerja di Kabupaten Bogor terus mengalami peningkatan. Selain itu, pengangguran juga bertambah karena beberapa sebab diantaranya kebijakan PHK oleh perusahaan yang mengalami kelesuan industri. Kemudahan dalam proses. Kriteria ini perlu ditinjau karena hal ini berkaitan dengan sumber daya manusia SDM yang diperlukan dalam industri yang akan dikembangkan terutama tingkat pendidikan, keterampilan, dan pengetahuan. Kemudahan dalam proses nantinya akan menentukan kebutuhan akan sumber daya manusia dalam pengembangan industri produk olahan minyak pala. Kriteria ketersediaan bahan baku mengacu pada kemudahan mendapatkan bahan baku, karena akan menentukan kontinuitas produksi. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa parfum dan kosmetik menempati prioritas produk olahan minyak pala di rangking pertama. Hasil ini jelas terlihat melalui metode MPE karena nilai masing-masing alternatif berdasarkan kriteria, dipasangkan eksponensial dengan bobot dari masing-masing kriteria sehingga nilai yang dihasilkan berbeda nyata. Hasil pemilihan terhadap parfum dan kosmetik disebabkan menurut para responden, kemudahan pasar, nilai ekonomis, dan kegunaan dimiliki oleh produk parfum dan kosmetik. Parfum dan Kosmetik dari segi harga keuntungan maupun permintaan pasar lebih banyak diminati konsumen akhirpemakai produk, terutama banyaknya usaha jasa perawatan kecantikan salon dan klinik kecantikan maupun perumahan elit dan menengah di Kota Bogor dan sekitarnya. Dengan akses transportasi yang murah dan mudah ke Ibukota Negara diharapkan pemasaran untuk lokal maupun untuk luar daerah dapat menjamin kontinuitas permintaan. Begitu pula merebaknya pemberitaan akhir-akhir ini tentang kosmetik berbahan kimia berbahaya, alternatif kosmetik berbahan dasar herbal akan menjadi pilihan lain bagi penggunakonsumen, begitu pula produk parfum aromaterapi yang banyak diminati karena manfaatnya bagi relaxasi tubuh. Konsumen juga lebih mudah bereksplorasi dalam menggunakan 67 produk ini dengan mudahnya berganti merk dan mencoba merk-merk baru, namun dianggap lebih cocok dan aman bagi perawatan kecantikan dan kebugarannya. Produk obat-obatan lebih jarang digunakan mengingat fungsinya yang hanya dikonsumsi pada waktu-waktu tertentu disaat seseorang menderita sakit. Produk sabun dan daging olahan berturut-turut menempati prioritas produk olahan minyak pala di rangking ketiga dan keempat. Dilihat dari keenam kriteria yang telah ditetapkan dalam pemilihan produk olahan unggulan minyak pala, nilai akhir kedua produk ini berada dibawah dua produk unggulan sebelumnya yakni parfum dan kosmetik serta obat-obatan, yang menjadi pilihan responden. Hal ini juga dipengaruhi oleh permintaan pasar yang biasanya lebih menyenangi produk sabun dan daging olahan yang sejak lama telah beredar dipasaran, jika dibandingkan produk baru yang akan dikembangkan yakni produk olahan minyak pala, terkecuali produk sabun yang memang masuk dalam jenis kosmetik seperti sabun-sabun yang tergolong produk perawatan kecantikan.

4.1.2 Lokasi Potensial Pengembangan Industri Produk Olahan Minyak Pala