85
produk turun 5, maka industri juga masih layak untuk dipertimbangkan karena baik turunnya harga jual maupun naiknya harga bahan baku tetap tidak dapat
mempengaruhi kuatnya posisi profit industri. Kondisi tersebut dapat terlihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Analisis Sensitivitas Industri Kosmetik
Kriteria Kelayakan
Proyek Kondisi
Normal Harga Jual
Turun 5 Bahan Baku
Naik 10 Bahan Baku
Naik 10 dan Harga Jual
Turun 5
NPV Rp. 4 362 473.952
2 587 818 971 2 446 138 574
671 483 594 IRR
47.2 44.52
44.17 33.90
PBP tahun 11.5 bulan
1.5 1.6
3.3 BC Ratio
1.16 1.10
1.09 1.04
Status Kelayakan
Layak Layak
Layak Layak
Dari Tabel 18 diatas, jika dilakukan perbandingan dua skenario arus kas, industri kosmetik ini lebih sensitif terhadap kenaikan harga bahan baku daripada
penurunan harga jual, sehingga dapat menjadi pertimbangan bagi industri untuk memilih strategi pemasaran melalui “perang harga”, karena turunnya harga jual
produk tidak terlalu memberikan pengaruh negatif bagi industri.
4.3 Strategi Pengembangan Industri Produk Olahan Minyak Pala 4.3.1 Penentuan Posisi Agroindustri Produk Olahan Minyak Pala
4.3.1.1 Faktor Internal
Untuk mengetahui faktor internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan dari industri yang akan dikembangkan dilakukan jajak pendapat melalui alat bantu
pengisian kuesioner terhadap pakar. Faktor internal yang menjadi kekuatan.
a. Potensi sumber daya lahan Lahan-lahan kosong di pedesaan yang masih cukup luas merupakan
sebuah potensi yang sangat besar apabila dimanfaatkan sebagai area untuk pembudidayaan tanaman pala yang sangat penting artinya bagi kontinuitas
industri produk olahan minyak pala, maupun sebagai tempatlokasi industri. b. Tersedianya tenaga kerja yang cukup
86
Jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah seiring dengan meningkatnya angka kelahiran, akan berpengaruh pada angka usia produktif
terutama pencari kerja. Disamping itu dengan kondisi global yang sedang mengalami krisis sedikit banyak berpengaruh pada industri dan perusahaan dalam
negeri untuk melakukan pemangkasan jumlah tenaga kerja, dan berakibat banyaknya usia produktif yang menganggur. Tersedianya tenaga kerja ini juga
merupakan kekuatan bagi kelancaran usaha dan berkembangnya industri produk olahan minyak pala.
c. Kesesuaian tempat tumbuh tanaman pala Tanaman pala memerlukan tanah yang subur dan gembur, terutama tanah-
tanah vulkanis dan miring Heyne 1927, diacu dalam Hadad et.al 2006. Pala akan tumbuh baik pada tanah yang bertekstur dari pasir sampai lempung. Keadaan
tanah dengan reaksi sedang sampai netral pH 5.5 – 7 merupakan rata-rata yang baik untuk pertumbuhan tanaman pala, karena keadaan kimia maupun biologi
tanah berada pada titik optimum. Tanah di Indonesia didominasi oleh tanah Latosol dan Podsolik juga mengandung berbagai biota tanah yang bermanfaat
bagi kesuburan tanah Poerwowidodo, 2000. Dengan adanya tingkat kesuburan tanah tersebut pada akhirnya akan menunjang ketersediaan biji dan fuli pala
sebagai bahan baku dari industri produk olahan minyak pala. d. Kesesuaian agroklimat tanaman pala
Tanaman pala memerlukan iklim tropis yang panas dengan curah hujan yang tinggi tanpa adanya periode kering yang nyata, dengan curah hujan sekitar
2.656 mmth didaerah asal tanaman pala yaitu Banda dengan jumlah hari hujan 167 hari merata sepanjang tahun. Meskipun terdapat bulan-bulan kering, tetapi
selama bulan kering tersebut masih terdapat 10 hari hujan dengan sekurang- kurangnya ±100 mm. Deinum, 1949 diacu dalam Hadad et.al 2006. Tanaman
pala dapat tumbuh baik pada ketinggian 0 – 700 m diatas permukaan laut Flach 1966, diacu dalam Hadad et.al 2006. Deinum 1949 mengatakan bahwa suhu
yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman pala antara 25°C - 30°C, dan semua kondisi ini terdapat di Indonesia, sehingga industri produk olahan minyak pala
memungkinkan untuk tetap dan terus berkembang melihat kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman pala.
87
e. Budidaya pala yang turun temurun Faktor kekuatan ini akan memudahkan dalam hal pengadaan bahan baku.
Para petani pala tidak asing lagi dengan cara pembudidayaan yang benar untuk menghasilkan tanaman yang berkualitas tinggi sehingga akan didapatkan biji dan
fuli serta produk olahan dari minyak pala tersebut yang berkualitas baik. f. Kedekatan dengan potensi pasar
Jumlah penduduk yang banyak dan daya beli yang tinggi merupakan faktor kekuatan bagi jaminan pemasaran hasil industri yang nantinya akan
dikembangkan. Konsumen yang memiliki daya beli tinggi biasanya banyak berdiam di ibukota negara sebagai kota metropolitan, yang notabene letaknya
berdampingan. g. Kelancaran transportasi dan ketersediaan fasilitas penunjang
Transportasi yang murah dan mudah serta infrastruktur yang dimiliki merupakan faktor kekuatan internal, begitu pula fasilitas penunjang lain seperti
telekomunikasi, listrik dan air yang telah menjangkau hingga ke pelosok juga menjadi faktor kekuatan tersendiri dalam mendukung pengembangan industri.
h. Kedekatan dengan Pelabuhan dan Airport sebagai jalur transportasi antar daerah dan antar negara
Faktor kekuatan ini menunjang baik dalam hal akses pasar, dan kemudahan dalam menjangkau fasilitas transportasi darat, laut, dan udara apabila
industri berkembang dan menjangkau pasar eksport. Faktor internal yang menjadi kelemahan.
a. Terbatasnya sumber daya yang memiliki keahlian tentang minyak pala Sampai dengan saat ini tidak banyak orang yang mengerti betul tentang
minyak pala, mulai dari metode destilasinya, kegunaannya, proses pengolahannya, dan prospeknya. Kebanyakan yang ahli tentang minyak pala
biasanya bukan orang-orang yang berada di industri ataupun masyarakat awam seperti petani pala melainkan orang-orang dalam bidang penelitian. Hal ini dapat
menyulitkan bagi industri produk olahan terutama yang baru untuk berdiri. b. Teknologi masih sederhana
Teknologi destilasi dan pengolahan yang ada sangatlah sederhana dimana hal ini berbeda jauh dengan kondisi industri di luar negeri dengan alat-alat yang
serba canggih. Hal ini menyangkut masalah pengadaan dana.
88
c. Sistem informasi yang belum memadai Sistem informasi yang berkembang saat ini belumlah memadai, terutama
bagi industri yang kesulitan untuk mencari pasar karena tidak adanya sistem informasi yang tertata rapi.
d. Aspek kelembagaan yang belum efektif Kelembagaan yang dimaksud adalah kelompok petani pala sebagai
pemasok utama bahan baku dan juga pemerintah terutama pemerintah kabupaten. Yang terjadi saat ini adalah pemerintah berada pada pihak yang menunggu, jika
ada kemauan dari para petani pala, maka barulah pemerintah memfasilitasi. e. Kurangnya bahan baku akibat kurangnya gairah petani pala.
Kelanjutan dari usaha petani pala kurang mendapat perhatian pemerintah. Akibatnya yang terjadi adalah secara luasan kebun pala memang masih
menjanjikan, namun dari segi produksihasil panen sangat jauh dari yang diharapkan. Bahkan beberapa industri pengolahan minyak pala harus gulung tikar
dengan konsekuensi banyaknya alat suling yang idle karena kurangnya bahan baku biji dan fuli pala yang dibutuhkan. Kalaupun ada, mengharuskan industri
membelinya dengan harga tinggi atau mencari keluar kabupaten bahkan luar propinsi yang otomatis tidak akan menutup biaya produksi.
f. Terbatasnya modal petani pala Biasanya petani pala mengusahakan tanamannya dalam skala yang relatif
kecil, demikian juga modal yang dimiliki. Akibatnya usaha untuk melakukan diversifikasi khususnya pengolahan minyak pala relatif sulit untuk diwujudkan.
g. Tidak adanya pola bapak angkat Belum adanya investor atau lembaga yang benar-benar serius untuk
membina petani pala atau bekerjasama menngusahakan diversifikasi produk pala melalui pengolahan minyak pala menjadi produk yang memiliki nilai tambah
lebih tinggi.
4.3.1.2 Faktor Eksternal