159
Kosakata Bahasa Jawa memiliki beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan Bahasa Indonesia. Salah satu perbedaan itu terletak pada cara pengucapan
yang berdampak pada penulisan. Pada siklus I siswa belum begitu memahami perbedaan huruf “o”, “a jejeg”, serta “a miring”. Sebagai contoh siswa menulis
“sego” untuk kata yang seharusnya ditulis “sega”, “ono” untuk “ana”, dan “lungo” untuk “lunga”. Siswa membutuhkan pembiasaan untuk memperbaiki kondisi
tersebut. Pada siklus II guru mengajak siswa untuk menirukan cara pengucapan o, a’ dan a. Setelah siswa mampu menirukan cara pengucapannya, guru menuliskan
beberapa contoh di papan tulis kemudian siswa secara berkelompok mendapatkan probing question untuk menebak cara penulisan yang benar. Pemahaman siswa
terhadap penggunaan a jejeg dan e miring mampu memperbaiki kualitas narasi berbahasa Jawa yang telah ditulis di siklus II.
Berdasarkan hasil belajar pada siklus I menunjukkan bahwa persentase ketuntasan klasikal siswa adalah 70. Indikator yang ditentukan belum tercapai
sehingga pembelajaran menulis narasi berbahasa Jawa dilanjutkan di siklus II. Data hasil belajar siklus II menunjukkan persentase ketuntasan klasikal
siswa adalah 87,67. Karena telah mencapai ketuntasan klasikal, maka peneliti tidak perlu melanjutkan siklus berikutnya.
4.2.2 Hasil Akhir Siklus I dan Siklus II
Berdasarkan deskripsi pelaksanaan pembelajaran menulis narasi berbahasa Jawa melalui metode probing-prompting dengan media catatan harian dapat
diketahui bahwa pada siklus I rata-rata perolehan skor aktivitas siswa yaitu 24,60
dengan kategori baik, skor persentase ketuntasan klasikal
Pelaksanaan siklus dengan kategori baik, skor
persentase ketuntasan klasikal 8 Peningkatan skor aktivitas siswa dinyat
Diagram 4.10 Peningkatan Skor Aktivitas S
Dari diagram di atas menulis narasi berbahasa
catatan harian mengalami peningkatan dari siklus I ke Perbandingan perolehan
berikut ini: 23.5
24 24.5
25 25.5
26 26.5
24,
Ketercapaian
, skor keterampilan guru 20 dengan kategori ntase ketuntasan klasikal 70.
Pelaksanaan siklus II rata-rata perolehan skor aktivitas siswa yaitu , skor keterampilan guru 25 dengan kategori
sentase ketuntasan klasikal 86,67. Peningkatan skor aktivitas siswa dinyatakan dalam diagram berikut ini:
katan Skor Aktivitas Siswa dari Siklus I ke Siklus II
diagram di atas tampak bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran berbahasa Jawa dengan metode probing-prompting dengan
rian mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II Perbandingan perolehan keterampilan guru dinyatakan dalam
Siklus I Siklus II
24,60 26,13
Ketercapaian Indikator Aktivitas Siswa
160
kategori baik dan
siswa yaitu 26,13 kategori baik dan
kan dalam diagram berikut ini:
dalam pembelajaran dengan media
dalam diagram Siklus II
Diagram 4.11 Peningkatan Skor Ketera
Dari diagram di atas menulis narasi berbahasa
catatan harian mengalami peningkatan dari siklus I ke Perbandingan perolehan
berikut:
Diagram 4.12 Peningkatan Hasil Belajar Ke
5 10
15 20
25
Ketercapaian Indikator Ke
20
20 40
60 80
100 katan Skor Keterampilan Guru dari Siklus I ke Siklus II
Dari diagram di atas tampak bahwa keterampilan guru dalam pem berbahasa Jawa melalui metode probing-prompting dengan
rian mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Perbandingan perolehan hasil belajar siswa dapat dilihat pada
katan Hasil Belajar Keterampilan Menulis Narasi Berbahasa Jawa
Siklus I Siklus II
Ketercapaian Indikator Keterampilan Guru Siswa
20 25
Pra Siklus Siklus I
Siklus II
161
m pembelajaran dengan media
dilihat pada diagram
rasi Berbahasa Jawa
Siklus II
Pra Siklus Siklus I
Siklus II
162
Dari diagram di atas tampak bahwa hasil belajar dalam menulis karangan narasi berbahasa Jawa melalui metode probing-prompting dengan media catatan
harian mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas siswa, keterampilan guru, dan hasil
belajar keterampilan menulis narasi berbahasa Jawa telah memenuhi standar indikator keberhasilan sehingga tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya.
4.2.3 Implikasi Hasil Penelitian