Analisis Diskriminan Resolusi Citra ALOS PALSAR

5.1.12 Mangga

Pohon mangga sengaja ditanam oleh masyarakat sekitar karena merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat di Kabupaten Rembang. Sebanyak 3 titik pengamatan di temukan pada 3 lokasi yang berbeda di Kabupaten Rembang. Kenampakan tutupan lahan mangga di lapangan ditunjukkan dalam Gambar 19.

5.2 Analisis Diskriminan

Interpretasi citra bisa dilakukan dengan dua cara yaitu interpretasi secara manual dan interpretasi secara digital Purwadhi 2001. Analisis diskriminan adalah salah satu metode interpretasi digital yang merupakan evaluasi kuantitatif tentang informasi spektral yang disajikan pada citra. Informasi spektral tersebut dikonversi dalam bentuk angka yang kemudian disajikan dalam nilai digital setiap piksel yang terdapat pada citra. Nilai piksel biasa disebut dengan intensitas citra image intensity atau derajat keabuan grey level. Masing-masing derajat keabuan dihubungkan ke suatu spektrum band nilai spektral. Derajat keabuan rona dari suatu citra merupakan salah satu elemen yang secara visual bisa menginterpretasi suatu objek dengan mudah. Nilai intensitas tersebut menggambarkan ukuran kuantitas fisik yang merupakan pantulan atau pancaran radiasi matahari dari suatu objek dengan panjang gelombang tertentu yang diterima sensor. Dalam hal ini rata-rata nilai digital tiap kelas tutupan lahan merupakan variabel prediktor yang digunakan dalam metode analisis diskriminan kelas tutupan. Tabel 11 merupakan pola rata-rata nilai digital 24 objek tutupan lahan dalam citra ALOS PALSAR resolusi 50 m polarisasi HH dan polarisasi HV, Gambar 19 Kenampakan tutupan lahan mangga di lapangan. sedangkan Tabel 12 merupakan pola rata-rata nilai digital 24 objek tutupan lahan dalam citra ALOS AVNIR-2 resolusi 50 m band 2, band 3, dan band 4. Masing-masing citra memiliki nilai digital yang berbeda satu sama lain Informasi rentang nilai digital masing-masing citra tersebut berpengaruh terhadap informasi yang diberikan citra, semakin besar rentang nilai digital yang dimiliki maka semakin banyak pula informasi yang diberikan. Tabel 11 Rata-rata nilai digital tiap kelas tutupan lahan pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m kombinasi RGB HH-HV-HHHV. TUTUPAN LAHAN POLARISASI HH POLARISASI HV Trubusan 5533,47 3184,36 Tebu 4979,35 2196,10 Jambu Mete 4250,05 1803,32 Sawah 4573,28 1657,72 PLK 5317,01 2399,41 Permukiman 6663,98 3006,93 Kacang 5131,11 2117,46 Singkong 6441,32 2659,98 Jagung 4641,87 1920,47 Bekas Tebangan 5069,62 2213,80 Kebun Campuran 5025,53 2122,69 Tambang Kapur 4508,53 1953,74 HT KU I 6327,14 2988,60 HT KU II 7213,13 3622,77 HT KU III 7526,54 3763,47 HT KU IV 7679,28 3811,35 HT KU V 7832,04 3711,88 HT KU VI 7724,21 3730,33 HT KU VII 7452,61 3800,63 HT KU VIII 8113,08 4053,93 Mangga 4505,88 2068,91 Badan Air 3216,56 1418,85 Sawah awal tanam 5366,69 2228,78 Sawah generatif 5159,14 2340,33 Tabel 12 Rata-rata nilai digital tiap kelas tutupan lahan pada citra ALOS AVNIR-2 resolusi 50 m kombinasi RGB 3-4-2. Di dalam Tabel 11 tampak bahwa badan air memiliki nilai digital terendah, yaitu sebesar 3216,56 yang terdapat di polarisasi HH dan nilai digital terendah terdapat di polarisasi HV sebesar 1418,85, sedangkan nilai digital polarisasi HH dan polarisasi HV tertinggi terdapat pada kelas tutupan lahan hutan tanaman jati KU VIII, yaitu sebesar 8113,08 dan 4053,93. Hal ini sesuai dengan Wang 2007 yang diacu dalam Bainnaura 2010 yang menyatakan bahwa badan air memiliki nilai backscatter yang jauh lebih rendah dibanding tutupan lahan lainnya dan akan berpengaruh pada kecerahan citra. Apabila nilai backscatter yang dimiliki suatu tutupan lahan rendah maka nilai digitalnya pun akan rendah yang mengakibatkan kecerahan yang tampak pada citra akan semakin rendah atau tone yang terlihat akan menjadi gelap. TUTUPAN LAHAN BAND 2 BAND 3 BAND 4 Trubusan 60,07 39,42 79,49 Tebu 74,93 61,67 65,11 Jambu mete 77,89 69,83 62,45 Sawah fase vegetatif 76,42 64,98 64,99 PLK 71,18 57,60 65,50 Kacang 77,57 66,92 73,90 Singkong 71,17 57,62 64,72 Jagung 73,30 62,92 66,75 Permukiman 74,28 62,58 64,29 Bekas tebangan 67,24 52,81 67,17 Kebun campuran 74,05 64,21 67,31 Tambang kapur 79,78 71,15 67,85 HT KU I 62,86 46,29 63,58 HT KU II 64,15 48,62 61,36 HT KU III 61,55 44,32 58,75 HT KU IV 58,52 40,05 59,54 HT KU V 58,83 41,10 54,03 HT KU VI 58,62 40,17 61,09 HT KU VII 59,62 41,97 58,59 HT KU VIII 59,23 40,98 54,76 Badan air 72,78 59,50 42,28 Mangga 75,72 65,93 69,06 Sawah fase awal tanam 68,31 52,36 64,78 Sawah fase generatif 78,69 68,81 60,93 Selain itu permukaan badan air yang tidak terlalu kasar pun merupakan penyebab dari rendahnya nilai backscatter karena terjadi pantulan cermin pantulan sempurna pada permukaan tutupan lahan badan air. Pada tutupan lahan bervegetasi nilai digital tertinggi dimiliki oleh hutan tanaman jati pada kelas umur tertua KU VIII sehingga mengakibatkan tone yang dimiliki akan cerah. Hal ini terjadi akibat pantulan baur yang terjadi di permukaan hutan tanaman jati yang kasar dengan tingkat kerapatan pohon yang tinggi. Berbeda dengan citra ALOS PALSAR, kombinasi band yang dimiliki citra ALOS AVNIR-2 yang merupakan citra optik dari ALOS merupakan kombinasi 3 band. Kombinasi band tersebut adalah 3-4-2 dimana di setiap band nya memiliki karakteristik radiometrik yang berbeda-beda. Hal ini mengakibatkan variasi nilai digital yang berbeda pula untuk setiap kelas tutupan lahan Tabel 12. Dalam band 4 citra ALOS AVNIR-2 resolusi 50 m nilai digital tertinggi terdapat pada tutupan lahan trubusan, yaitu sebesar 79,49 sedangkan nilai digital terendah terdapat pada tutupan lahan badan air, yaitu sebesar 42,28. Hal ini sesuai dengan Prahasta 2008 yang menyatakan bahwa band 4 merupakan layer yang biasa digunakan untuk membedakan vegetasi dengan tanah dan pada layer ini air akan menyerap hampir semua radiasi elektromagnetik sehingga tampilan badan air pada layer ini akan sangat gelap. Tampilan yang gelap tersebut menggambarkan rendahnya nilai digital yang dimiliki oleh tutupan lahan badan air, sedangkan nilai digital tertinggi pada trubusan diakibatkan oleh kepekaan band 4 terhadap klorofil yang terkandung dalam tutupan lahan trubusan. Dalam band 3 nilai digital tertinggi terdapat pada kelas tutupan lahan tambang kapur, yaitu sebesar 71,15 sedangkan nilai digital terendah terdapat pada kelas tutupan lahan trubusan, yaitu sebesar 39,42. Hal ini terjadi karena sifat band 3 yaitu band penyerap klorofil dan pembeda antara vegetasi dengan tanah Prahasta 2008. Tingginya nilai digital tambang kapur dalam band ini mengakibatkan tingkat kecerahan yang tinggi pada citra, sedangkan nilai digital yang rendah pada tutupan lahan trubusan mengakibatkan warna yang tampak gelap pada citra untuk tutupan lahan trubusan sehingga antara vegetasi dengan tanah bisa dibedakan dengan mudah. Dalam band 2 nilai digital tertinggi terdapat pada tutupan lahan tambang kapur, yaitu sebesar 79,78 sedangkan nilai digital terendah terdapat pada tutupan lahan hutan tanaman jati KU IV, yaitu sebesar 58,52. Hal tersebut sesuai dengan fungsi untuk mengamati kehijauan vegetasi dan pemetaan coral- reefs yang dimiliki band 2 Prahasta 2008. Hasil rata-rata nilai digital 24 kelas tutupan lahan citra ALOS PALSAR dan citra ALOS AVNIR-2 digunakan untuk proses analisis diskriminan sebagai evaluasi nilai kuantitas yang ditunjukkan dalam Gambar 20 dan 21. Gambar 20 menjelaskan proses analisis diskriminan pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m yang menggunakan variabel prediktor polarisasi HH dan polarisasi HV, sedangkan Gambar 21 merupakan penjelasan proses analisis diskriminan citra ALOS AVNIR-2 resolusi 50 m dengan variable prediktor band 3, band 4, dan band 2. Jumlah titik pengamatan pada proses analisis diskriminan adalah 135 titik pengamatan baik pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m maupun pada citra ALOS AVNIR-2 resolusi 50 m. Gambar 20 Diagram analisis diskriminan citra ALOS PALSAR kombinasi RGB HH-HV-HHHV resolusi 50 m. No. Kelas Tutupan Lahan 1. Trubusan 2. Hutan Tanaman KU Satu 3. Hutan Tanaman KU Dua 4. Hutan Tanaman KU Tiga 5. Hutan Tanaman KU Empat 6. Hutan Tanaman KU Lima 7. Hutan Tanaman KU Enam 8. Hutan Tanaman KU Tujuh 9. Hutan Tanaman KU Delapan 10. Tebu 11. Sawah 12. Pertanian Lahan Kering 13. Jagung 14. Kacang 15. Singkong 16. Pohon Jambu Mete 17. Pohon Mangga 18. Permukiman 19. Bekas Tebangan 20. Kebun Campuran 21. Tambang Kapur 22. Badan Air Re-Group I No. Kelas Tutupan Lahan

1. Hutan Tanaman Kelas Umur Muda

2. Tebu

3. Badan Air

4. Permukiman

5. Hutan Tanaman Kelas Umur Sedang

6. Bekas Tebangan

7. Kebun Campuran

8. Hutan Tanaman Kelas Umur Tua

9. Tambang Kapur

10. Sawah

11. Pertanian lahan Kering

12. Jagung

13. Kacang

14. Singkong

15. Pohon Mangga

16. Pohon Jambu Mete

Re-Group II No. Kelas Tutupan Lahan

1. Tebu

2. Badan Air

3. Hutan Tanaman Jati

4. Kebun Campuran

5. Permukiman

6. Bekas Tebangan

7. Tambang Kapur

8. Sawah

9. Pertanian Lahan Kering

10. Kacang

11. Singkong

12. Pohon Mangga

13. Pohon Jambu mete

14. Jagung

Jumlah Kelas = 22 Kelas N = 135 N Correct = 34 Proportion Correct = 25,2 Jumlah Kelas = 16 Kelas N = 135 N Correct = 43 Proportion Correct = 31,9 Jumlah Kelas = 14 Kelas N = 135 N Correct = 69 Proportion Correct = 51,1 50 Gambar 20 Lanjutan Re-Group II No. Kelas Tutupan Lahan

1. Tebu

2. Kacang

3. Hutan Tanaman Jati

4. Singkong

5. Jagung

6. Kebun Campuran

7. Permukiman

8. Bekas Tebangan

9. Tambang Kapur

10. Sawah

11. Pertanian Lahan Kering

12. Pohon Mangga

13. Pohon Jambu mete

14. Badan Air

Re-Group III No. Kelas Tutupan Lahan

1. Pertanian Lahan Kering

2. Hutan Tanaman Jati

3. Bekas Tebangan

4. Tambang Kapur

5. Kebun Campuran

6. Permukiman

7. Sawah

8. Pohon Mangga

9. Pohon Jambu Mete

10. Badan Air

Re-Group IV No. Kelas Tutupan Lahan

1. Hutan Tanaman Jati

2. Pertanian Lahan Kering

3. Lahan Terbuka

4. Sawah

5. Permukiman

6. Kebun Campuran

7. Badan Air

Jumlah Kelas = 10 Kelas N = 135 N Correct = 76 Proportion Correct = 56,3 Jumlah Kelas = 7 Kelas N = 135 N Correct = 79 Jumlah Kelas = 14 Kelas N = 135 N Correct = 69 Proportion Correct = 51,1 51 Gambar 21 Diagram analisis diskriminan citra ALOS AVNIR-2 kombinasi RGB 3-4-2 resolusi 50 m. No. Kelas Tutupan Lahan 1. Trubusan 2. Hutan Tanaman KU Satu 3. Hutan Tanaman KU Dua 4. Hutan Tanaman KU Tiga 5. Hutan Tanaman KU Empat 6. Hutan Tanaman KU Lima 7. Hutan Tanaman KU Enam 8. Hutan Tanaman KU Tujuh 9. Hutan Tanaman KU Delapan 10. Tebu 11. Sawah 12. Pertanian Lahan Kering 13. Jagung 14. Kacang 15. Singkong 16. Pohon Jambu Mete 17. Pohon Mangga 18. Permukiman 19. Bekas Tebangan 20. Kebun Campuran 21. Tambang Kapur 22. Badan Air Re-Group I No. Kelas Tutupan Lahan

1. Hutan Tanaman Kelas Umur Muda

2. Tebu

3. Badan Air

4. Permukiman

5. Hutan Tanaman Kelas Umur Sedang

6. Bekas Tebangan

7. Kebun Campuran

8. Hutan Tanaman Kelas Umur Tua

9. Tambang Kapur

10. Sawah

11. Pertanian lahan Kering

12. Jagung

13. Kacang

14. Singkong

15. Pohon Mangga

16. Pohon Jambu Mete

Re-Group II No. Kelas Tutupan Lahan

1. Tebu

2. Badan Air

3. Hutan Tanaman Jati

4. Kebun Campuran

5. Permukiman

6. Bekas Tebangan

7. Tambang Kapur

8. Sawah

9. Pertanian Lahan Kering

10. Kacang

11. Singkong

12. Pohon Mangga

13. Pohon Jambu mete

14. Jagung

Jumlah Kelas = 22 Kelas N = 135 N Correct = 33 Proportion Correct = 24,4 Jumlah Kelas = 16 Kelas N = 135 N Correct = 41 Proportion Correct = 30.4 Jumlah Kelas = 14 Kelas N = 135 N Correct = 61 Proportion Correct = 45.2 52 Gambar 21 Lanjutan Re-Group II No. Kelas Tutupan Lahan

1. Tebu

2. Kacang

3. Hutan Tanaman Jati

4. Singkong

5. Jagung

6. Kebun Campuran

7. Permukiman

8. Bekas Tebangan

9. Tambang Kapur

10. Sawah

11. Pertanian Lahan Kering

12. Pohon Mangga

13. Pohon Jambu mete

14. Badan Air

Re-Group III No. Kelas Tutupan Lahan

1. Pertanian Lahan Kering

2. Pohon Mangga

3. Pohon Jambu Mete

4. Hutan Tanaman Jati

5. Kebun Campuran

6. Permukiman

7. Bekas Tebangan

8. Tambang Kapur

9. Sawah

10. Badan Air

Re-Group IV No. Kelas Tutupan Lahan

1. Pertanian Lahan Kering

2. Hutan Tanaman Jati

3. Kebun Campuran

4. Permukiman

5. Sawah

6. Badan Air

7. Lahan Terbuka

Jumlah Kelas = 7 Kelas N = 135 N Correct = 74 Jumlah Kelas = 10 Kelas N = 135 N Correct = 65 Proportion Correct = 48,1 Jumlah Kelas = 14 Kelas N = 135 N Correct = 61 Proportion Correct = 45,2 53 Banyaknya kelas tutupan lahan yang digunakan pada proses analisis diskriminan adalah 22 kelas tutupan lahan. Berkurangnya jumlah kelas tutupan lahan yang digunakan dalam analisis diskriminan disebabkan oleh adanya kelas tutupan lahan yang tidak memenuhi syarat dalam proses analisis diskriminan karena hanya memiliki satu titik pengamatan, maka kelas tutupan lahan tersebut harus dikelompokkan dalam kelas tutupan lahan lainnya atau diabaikan. Pada penelitian ini yang hanya memiliki satu titik pengamatan adalah kelas tutupan lahan sawah fase awal tanam dan sawah fase generatif. Oleh karena itu, tutupan lahan sawah fase awal tanam, sawah fase generatif dikelompokkan dalam satu kelas tutupan lahan yaitu tutupan lahan sawah. Selanjutnya tutupan lahan sawah fase vegetatif juga dikelompokkan ke dalam kelas tutupan lahan sawah karena memiliki kesamaan karakteristik . Hasil proses analisis diskriminan awal 22 kelas tutupan lahan menghasilkan nilai N - correct dan Proportion - correct sebesar 34 dan 25.2 untuk citra ALOS PALSAR resolusi 50 m sedangkan untuk citra ALOS AVNIR-2 resolusi 50 m menghasilkan nilai N - correct dan Proportion - correct sebesar 31 dan 23 pada Gambar 20 dan 21. Nilai N - correct menunjukkan seberapa banyak titik yang sesuai antara true group kelas yang sebenarnya dengan prediction group kelas yang masih prediksi yang sesuai. Nilai Proportion - correct menunjukkan presentase perbandingan antara nilai N - correct dengan jumlah seluruh titik pengamatan dan menunjukkan keterpisahan yang tercapai. Semakin besar nilai Proportion - correct maka nilai diskriminan atau keterpisahan antar kelas tutupan lahannya pun akan semakin baik. Nilai pengelompokan 22 kelas tutupan lahan pada proses awal ini termasuk nilai yang rendah, maka perlu dilakukan pengelompokan ulang re-group. Proses pengelompokkan ulang pertama re-group I menghasilkan 16 kelas tutupan lahan baik pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m maupun pada citra ALOS AVNIR-2 resolusi 50 m. Pengelompokkan tersebut terjadi pada kelas tutupan lahan trubusan dan hutan tanaman jati dari KU I sampai KU VIII Gambar 20 dan 21. Pada proses re-group I kelas tutupan lahan hutan tanaman jati KU I sd KU VIII dikelompokkan menjadi 4 kelas tutupan lahan yaitu kelas trubusan, kelas tutupan lahan hutan tanaman jati kelas umur muda KU I sd KU III, kelas tutupan lahan hutan tanaman jati kelas umur sedang KU IV sd KU V, dan kelas tutupan lahan hutan tanaman jati kelas umur tua KU VI sd KU VII. Pengelompokkan ini didasarkan atas perbedaan nilai digital yang tidak terlalu besar antar tutupan lahan yang terdapat dalam kelas tutupan lahan setelah dilakukan re-group. Proses re-group I ini menghasilkan nilai N - correct dan Proportion - correct sebesar 43 ; 31,9 pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dan 33 ; 24,4 pada citra ALOS AVNIR-2 resolusi 50 m. Pada proses re-group kedua baik pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m maupun citra ALOS AVNIR-2 resolusi 50 m dilakukan pengelompokkan kelas tutupan lahan hutan tanaman jati kelas umur tua, sedang dan muda ke dalam kelompok kelas hutan tanaman jati. Dari proses pengelompokkan ini diperoleh nilai N-Correct dan Proportion - correct pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dan citra ALOS AVNIR-2 resolusi 50 m berturut-turut, adalah sebesar 69 ; 51,1 dan 61 ; 45,2. Proses re-group masih terus dilakukan hingga memperoleh kelas tutupan lahan yang sedikit dengan nilai Proportion - correct yang tinggi. Proses re-group ketiga baik pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m maupun pada citra ALOS AVNIR-2 resolusi 50 m dilakukan pengelompokkan kelas tutupan lahan tebu, singkong, kacang, jagung, dan pertanian lahan kering ke dalam satu kelas tutupan lahan yaitu kelas tutupan lahan pertanian lahan kering. Pada proses pengelompokkan ketiga ini terdapat perbedaan nilai N – Correct dan Proportion - correct yang dihasilkan pada kedua citra tersebut. Untuk citra ALOS PALSAR resolusi 50 m diperoleh nilai N – Correct sebesar 76 dan nilai Proportion - correct sebesar 56.3, sedangkan citra ALOS AVNIR-2 resolusi 50 m diperoleh nilai N – Correct sebesar 65 dan nilai Proportion - correct sebesar 48,1. Pada proses re-group keempat, dilakukan pengelompokan kelas tutupan lahan bekas tebangan dan tutupan lahan tambang kapur ke dalam satu kelas tutupan lahan baru yaitu tutupan lahan lahan terbuka. Definisi lahan terbuka adalah seluruh kenampakan lahan tanpa atau sedikit vegetasiterbuka termasuk diantaranya batuan puncak gunung, kawah vulkanik, gosong pasir, pasir pantai, lahan terbuka bekas kebakaran, lahan bekas tambang dan lahan terbuka untuk persiapanpembukaan lahan. Proses pengelompokkan ini didasarkan atas besar nilai digital dan kenampakan yang hampir sama antara kedua kelas tutupan lahan tersebut. Pengelompokkan selanjutnya adalah untuk kelas tutupan lahan pohon jambu mete, pohon mangga dan kebun campuran ke dalam satu kelompok kelas tutupan lahan yaitu kelas tutupan lahan kebun campuran. Dari hasil pengelompokkanre-group keempat ini baik pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m maupun citra ALOS AVNIR-2 resolusi 50 m diperoleh 7 kelas tutupan lahan lahan terbuka, permukiman, pertanian lahan kering, sawah, badan air, dan hutan tanaman. Nilai N – Correct yang diperoleh citra ALOS PALSAR resolusi 50 m adalah sebesar 79 dan Proportion - correct sebesar 58.5, sedangkan citra ALOS AVNIR-2 resolusi 50 m nilai N – Correct yang diperoleh sebesar 74 dan nilai Proportion - correct sebesar 54,8 . Pada proses ini merupakan pengelompokkan terakhir karena secara visual apabila dilihat dari elemen rona, perbedaan antar kelas tutupan lahannya sudah cukup nyata dan hasil Proportion - correct yang dihasilkan pun besar. Berdasarkan hasil analisis diskriminan tersebut tampak adanya perbedaan antara citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dengan citra ALOS AVNIR-2 resolusi 50 m. Perbedaan tersebut terlihat dari citra ALOS PALSAR resolusi 50 m yang memiliki hasil akhir nilai Proportion - correct sebesar 58.5, sedangkan citra ALOS AVNIR-2 resolusi 50 m memiliki nilai akhir Proportion - correct sebesar 48.9. Proses pengklasifikasian tidak dapat dilakukan hanya dengan membandingkan nilai digitalnya saja tapi perlu dilakukan analisis visual yang dapat meningkatkan keakuratan klasifikasi tutupan lahan pada kedua citra tersebut.

5.3 Analisis Visual Citra