4. Metil ester yang notabene biodiesel tersebut kemudian dibersihkan menggunakan air distilat untuk memisahkan zat-zat pengotor seperti
methanol, sisa katalis alkalin, gliserol, dan sabun-sabun soaps. Lebih tingginya densitas air dibandingkan dengan metil ester menyebabkan
prinsip separasi gravitasi berlaku: air berposisi di bagian bawah sedangkan metil ester di bagian atas.
Minyak nabati merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan baik sebagai pengganti maupun subsitusi bahan bakar diesel. Sebagai bahan bakar pengganti, diharapkan minyak nabati dapat menggantikan
pemakaian bahan bakar diesel fosil. Dan sebagai substitusi bahan bakar diesel diharapkan minyak nabati dapat mengurangi kebutuhan terhadap bahan bakar diesel fosil. Minyak nabati sebagai bahan bakar diesel menurut
jenisnya dapat dibagi atas :
1. Crude vegetable oil CVO, yaitu minyak nabati mentah hasil pemerasan atau ekstraksi buah atau biji nabati yang telah melalui proses penyaringan
dan pembersihan. 2. Refined vegetable oil RVO, yaitu hasil pemurnian dari CVO.
3. Methylethyl ester vegetable oil yaitu hasil transesterifikasi dari VCO atau RVO.
Dalam pemakaian minyak nabati sebagai bahan bakar diesel dapat dilakukan melalui beberapa pilihan
atau alternatif antara lain:
1.
B
isa saja CVO murni. 2.
Campuran CVO dengan bahan bakar diesel fosil. 3.
RVO murni. 4.
Campuran RVO dengan bahan bakar diesel fosil. 5.
MethylEthyl ester vegetable oil murni. 6.
Campuran MethylEthyl ester vegetable oil dengan bahan bakar diesel fosil.
2.3 Peranan Biodiesel dalam Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara
keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi. Pengertian pembangunan adalah mengadakan atau membuat atau mengatur sesuatu yang
belum ada sebelumnya. Menurut Todaro 1997 pembangunan harus memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman
praktis dalam memahami pembangunan yang paling hakiki, yaitu kecukupan
sustenance, jatidiri self-esteem, serta kebebasan freedom. Artinya pembangunan dalam berbagai skala, baik lokal maupun regional, nasional maupun
internasional, meliputi suatu wilayah yang mempunyai tekanan utama pada pembangunan perekonomian, keadaan fisik dan non fisik.
Menurut Arsyad 1999 pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan
ekonomi dan kualitas hidup masyarakatnya. Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana ada saling keterkaitan dan saling pengaruh
antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya proses pembangunan ekonomi dimaksud, yang dapat diidentifikasi dan dianalisis secara seksama, sehingga
diketahui tuntunan peristiwa yang akan mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap pembangunan ke
tahap pembangunan berikutnya. Tujuan pembangunan regional pada dasarnya adalah untuk mencapai
pertumbuhan pendapatan perkapita yang lebih cepat, menyediakan kesempatan kerja yang cukup, pemerataan pendapatan, yang dapat mengurangi perbedaan
kemakmuran antar daerah, serta mendorong perubahan struktur perekonomian yang seimbang antara sektor pertanian dan sektor industri Todaro, 1997. Salah
satu unsur penting yang tidak dapat dapat ditinggalkan dalam pembangunan suatu wilayah adalah pengambilan keputusan untuk menentukan lokasi yang tepat bagi
pelaksanaan dan pengembangan suatu kegiatan, baik ditinjau dari sisi rumah tangga, perusahaan maupun pemerintah.
Tentang teori lokasi yang berkaitan dengan industri, Djojodipuro 1992 menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menentukan dalam penentuan
suatu lokasi yakni, biaya transport dan biaya tenaga kerja serta kekuatan aglomerasi atau deglomerasi. Selanjutnya teori basis ekonomi menjelaskan
tentang kemampuan suatu daerahwilayah dalam suatu sektor terhadap perkembangan ekonomi daerah, yakni dibagi menjadi dua sektor kegiatan yaitu
sektor basis dan sektor bukan basis dan juga daerah dibagi menjadi daerah yang bersangkutan dan daerah lain.
Ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan untuk melihat seberapa jauh manfaat keberadaan suatu industri bagi peningkatan pendapatan masyarakat dan
pengembangan daerah bersangkutan, yaitu melalui pendekatan teoritis maupun pendekatan empiris. Teori tentang industri yang berkaitan dengan wilayah,
dikemukakan oleh Glasson 1997 yang bertumpu pada pendekatan; a biaya minimum terhadap faktor-faktor, b analisis pasar yang berdasarkan kepada
permintaan, c keuntungan maksimal profit maximum. Struk 1985 dalam Tambunan 1990 mengklasifikasikan lokasi industri
yang beroperasi, berdasar pada zona kota dan manfaat yang dihasilkan. Menurut penyebarannya wilayah industri dapat dibagi dalam tiga wilayah, yaitu:
1. Central Zona Wilayah Inti Kota di sekitar CBD 2. Intermediate Zona Wilayah Peralihan Kota di pertengahan kota
3. Outer Zona Wilayah Pinggiran Kota di luar kota. Di wilayah inti kota, luas lahan relatif sempit sehingga sering
menimbulkan persoalan apabila ada satu kegiatan dengan adanya kegiatan lain diwilayah yang sama, maka akan memberikan dampat pada harga lahan yang
semakin tinggi, sehingga jenis industrinya juga sangat tinggi. Di wilayah peralihan, lahan yang ada relatif lebih luas dan kepadatan penduduk relatif rendah,
disini industri dapat menempati areal yang lebih luas. Sementara yang luas berada di pinggiran kota dan memungkinkan industri menempati areal yang lebih luas
juga, hanya saja keragaman industri menjadi lebih rendah dibandingkan dengan yang ada di dalam kota.
Richardson 1965 dalam Sihotang 1977 menyatakan ada beberapa teknik analisis regional yaitu: Multipler regional, ekonomi basis, analisis input-
output, analisis biaya dan manfaat. Dari beberapa konsep tersebut salah satu konsep yang dapat menjelaskan pertumbuhan ekonomi daerah adalah dengan
konsep basis ekonomi. Teknik yang dicakup dalam konsep dimaksud merupakan pendekatan yang dapat menjelaskan pertumbuhan daerah dengan kajian sektor
industri basis, dan akibatnya konsep basis ekonomi dapat digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan daerah terutama untuk pertumbuhan ekonomi dan
penyerapan tenaga kerja daerah melalui efek ukuran multiplier. Glasson 1970 dalam Sihotang 1977 menjelaskan bahwa kegiatan sektor
basis dalam suatu daerah akan menambah permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor basis dan akan menaikkan volume kegiatan pada
sektor non basis. Dengan demikian kegiatan sektor basis mempunyai peranan sebagai penggerak pertama, dimana setiap perubahan dalam aktivitas ekonomi
tersebut akan mempunyai efek pengganda terhadap perubahan perekonomian suatu wilayah. Selanjutnya dijelaskan bahwa perkembangan regional biasanya
disebabkan karena kemampuan wilayah yang bersangkutan untuk menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan dalam perekonomian nasional dan
mengekspornya dengan tetap mempertimbangkan faktor keunggulan komparatif wilayah tersebut terhadap wilayah lain.
Selanjutnya menurut Hischman dalam Streeten 1976 pada prinsipnya pembangunan atau pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan suatu proses yang
tidak seimbang. Hubungan antar keduanya akan menimbulkan trickle down effect, yaitu suatu mekanisme dimana hasil yang dicapai oleh sektor unggulan akan
merembes ke sektor lainnya. Namun keberhasilannya masih ditentukan oleh adanya berbagai persyaratan, yang dalam prakteknya lebih banyak sulit dipenuhi.
Keberadaan sektor industri dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu sektor yang dapat diandalkan, meskipun tidak secara
khusus sektor industri tersebut merupakan tulang punggung dari kemajuan daerahwilayah. Perkembangan perekonomian daerahwilayah harus dilihat secara
menyeluruh dan kemampuan dari satu sektor yang harus dapat memberi efek pada terhadap kemajuan sektor lainnya. Hal tersebut berkaitan dengansekali dampak
yang ditimbulkan dari suatu sektor secara eksplisit yang akan menyentuh komponen kehidupan masyarakat seperti tingkat pendapatan, kesempatan kerja,
produksi dan distribusi barang dan jasa. Sektor yang sangat dominan dalam pembentukan Pembanguan Ekonomi
Daerah di Indonesia adalah sektor pertanian terutama perkebunan, dan saat ini telah terjadi perubahan paradigma pembangunan pertanian dari menghasilkan
produk primer menjadi produk olahan. Dengan konsep seperti itu pada akhir-akhir ini telah tumbuh secara pesat pemikiran baru untuk menjadikan biodiesel sebagai
produk subsitusi BBM. Latar belakang pengembangan energi alternatif bahan bakar minyak nabati yang berbasis pada sektor pertanian, dan didukung dengan
jumlah penduduk terbesar yang masih bekerja pada basis pertanian, maka pengembangan industri minyak sawit CPO untuk menghasilkan biodiesel
diharapkanakan dapat
menunjang pembangunan
regional Dja’far
Wahyono, 2003. Memperhatikan hal-hal tersebut dan mengkaitkan dengan keberadaan
kebun-kebun sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, maka potensi ekonomi daerah sangat ditentukan oleh keberadaan kebun tersebut. Komponennya dapat
digolongkan kepada komposisi komoditi unggulan, sehingga produksinya dapat mendukung program pembangunan daerah melalui peningkatan secara konsisten
pendapatan perkeluarga dan per kapita. Masalahnya adalah bagiamana hal itu mungkin diwujudkan, tidak lain
adalah dengan mengoptimalkan hasil produksi dan hasil olahan, termasuk memanfaatkan limbah cair liquid waste. Dengan mengolah limbah cair liquid
waste menjadi biodiesel yang memenuhi persyaratan kualitas, maka limbah cair liquid waste yang “mengganggu” lingkungan dapat dimanfaatkan bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat secara langsung bertambahnya lapangan kerja karena dapat dibangun pabrik dan tidak langsung melakukan peningkatan
pajak dan pendapatan daerah.
2.4 Kelayakan Finansial dan Kelayakan Ekonomi