Pembuatan Biodiesel Berbahan Baku Minyak Sawit CPO

pangan, seperti minyak goreng, di samping diekspor dapat dipakai untuk bahan bakar minyak, sehingga dapat mengontrol harga CPO. Sedangkan menurut Pakpahan 2002 di samping nilai lebih yang begitu besar bagi kepentingan bangsa Indonesia dalam memenuhi kebutuhan energi pada masa depan, sejauh ini biodiesel masih memiliki titik-titik lemah. Misalnya soal minyak nabati mempunyai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan bahan bakar diesel fosil. Hal ini mempengaruhi atomisasi bahan bakar dalam ruang bakar motor diesel. Atomisasi yang kurang baik akan menurunkan daya mesin. Hal ini menyebabkan terjadinya pembentukan deposit yang berlebihan pada ruang bakar dan bagian-bagian motor yang bersentuhan dengan hasil pembakaran. Pembakaran menjadi tidak sempurna. Oleh sebab itu, viskositas dalam minyak nabati harus diturunkan dulu. Salah satu cara untuk menurunkan viskositas tersebut adalah melakukan modifikasi minyak nabati melalui proses transesterifikasi metil ester nabati atau FAME. Inti dari proses ini adalah bertujuan agar bisa diproduksi bahan bakar yang sesuai dengan sifat dan kinerja diesel fosil. Agar kinerja pada system injeksi motor diesel menjadi sempurnya, bisa saja dilakukan modifikasi sifat-sifat fisika-kimia minyak nabati sesuai dengan sifat-sifat fisika-kimia bahan bakar diesel fosil yakni dengan menggunakan campuran minyak nabati dengan bahan bakar diesel fosil. Tentu saja hal ini tidak cukup, dan untuk mengubah komposisi kimiawinya, dilakukanlah suatu proses sederhana yang disebut proses transesterifikasi. Bahan yang sudah mengalami proses ini disebut FAME, dan FAME ini yang dicampurkan ke dalam solar, sehingga muncul hasilnya, yaitu produk biodiesel B-5 atau B-10, B-20, dan seterusnya Pakpahan, 2002.

2.2.2 Pembuatan Biodiesel Berbahan Baku Minyak Sawit CPO

Biodiesel merupakan salah satu jenis bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak dieselsolar yang dibuat melalui proses transesterifikasi. Proses pembuatan biodiesel dari minyak sawit disebut transesterifikasi trans – ester – ifikasi. Transeterifikasi merupakan perubahan bentuk dari satu jenis ester menjadi bentuk ester yang lain. Dalam proses transesterifikasi diperlukan katalis untuk mempercepat proses. Lemigas sendiri, menggunakan methanol dengan NaOH sebagai katalisnya. Selanjutnya campuran tersebut ditambahkan ke dalam reaktor yang berisi CPO, lalu diaduk sesuai dengan kondisi operasi yang diinginkan 5 . Menurut Darnoko 2001 Biodiesel yang berasal dari crude palm oil CPO harus diolah terlebih dahulu, karena warna asli CPO itu gelap sekali. 5 “Mengenal Biodiesel? Crude Palm Oil?” Warta Utama Edisi No: 5Thn XLI, Mei 2006. http:www.pertamina.comindex.php?option=com_contenttask=viewid=1295Itemid=507 30 September 2007. Sedangkan untuk menjadi bahan bakar, maka CPO diproses lebih lanjut dalam proses transesterifikasi. Untuk mempercepat reaksinya digunakan katalis methanol dan ethanol. Dalam produk hasil transesterifikasi, kedua unsur katalis methanol dan ethanol tidak keluar, karena fungsinya semata-mata sebagai katalis, yaitu untuk mempercepat proses transesterifikasi. Dari CPO akan keluar dua jenis unsur, yaitu 20 tearin dan 80 olein. Unsur olein direaksikan dalam proses transesterifikasi menggunakan katalis ethanol dan methanol untuk mempercepat reaksi sehingga didapatkan FAME fatty acid methyl ester. Selanjutnya dijelaskan oleh Prihandana, et al 2007 bahwa dari proses transesterifikasi akan dihasilkan juga gliserin, tapi gliserin ini tidak bisa dipakai untuk bahan bakar, kecuali untuk kosmetik dan sabun. Dari hasil proses transesterifikasi keluar unsur FAME yang akan digunakan sebagai bahan bakar atau yang dikenal dengan “biodiesel”. Saat ini yang dikembangkan dan dijual oleh Pertamina adalah biodiesel jenis B-5, yang berarti formulasi 5 persen FAME dan 95 persen solar murni. Unsur-unsur FAME dan solar murni di-blending dengan metode blending flash. Prosesnya cepat, sehingga begitu di-blending langsung bercampur. Setelah dicampur, langsung masuk ke inland blending, lalu masuk ke isso tank. Proses pencampuran antara solar murni dan FAME itu berlangsung hanya sekitar 10 menit. Beberapa teknik baru pada saat ini yang banyak digunakan untuk proses produksi pembuatan biodiesel asam lemak metil ester adalah transesterifikasi menggunakan katalis biologis biocatalyst dan transesterifikasi tanpa katalis. Refined fatty oil yang memiliki kadar asam lemak bebas free fatty oil rendah, sekitar 2 bisa langsung diproses dengan metode transesterifikasi menggunakan katalis alkalin untuk menghasilkan metil ester dan gliserol. Namun bila kadar asam minyak tersebut masih tinggi, maka sebelumnya perlu dilakukan proses praesterifikasi terhadap minyak tersebut. Kandungan air dalam minyak tumbuhan juga harus diperiksa sebelum dilakukan proses transesterifikasi Salis et al, 2005. Transesterifikasi merupakan metode yang saat ini paling umum digunakan untuk memproduksi biodiesel dari refined fatty oil. Metode ini bisa menghasilkan biodiesel FAME hingga 98 dari bahan baku minyak nabati. Bila bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang mengandung kadar asam lemak bebas free fatty acid - FFA tinggi lebih dari 2 , maka perlu dilakukan proses praesterifikasi untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga sekitar 2. Selain untuk menurunkan kadar asam, pada proses praesterifikasi juga perlu dilakukan pengurangan kadar air. Pada prinsipnya, pengurangan kadar air bisa dilakukan dengan dua cara, separasi gravitasi atau separasi distilasi. Separasi gravitasi mengandalkan perbedaan densitas antara minyak dengan air: air yang lebih berat akan berposisi di bagian bawah untuk selanjutnya dapat dipisahkan. Sedangkan separasi distilasi mengandalkan titik didih air sekitar 100 o C dan pada beberapa kasus digunakan pula tekanan rendah untuk memaksa air keluar dan terpisah dari minyak Ramadhas, 2005 dalam Hidayat, 2006. Menurut Elisabeth 2001 Bila bahan baku minyak yang digunakan merupakan minyak yang telah diproses refined fatty oil dengan kadar air dan asam lemak bebas yang rendah, maka proses esterifikasi dengan katalis alkalin bisa langsung dilakukan terhadap minyak tersebut. Transesterifikasi pada dasarnya terdiri atas 4 tahapan, yakni: 1. Pencampuran katalis alkalin umumnya sodium hidroksida atau potassium hidroksida dengan alkohol umumnya methanol. Konsentrasi alkalin yang digunakan bervariasi antara 0,5 - 1 wt terhadap massa minyak. Sedangkan alkohol diset pada rasio molar antara alkohol terhadap minyak sebesar 9:1. 2. Pencampuran alkohol+alkalin dengan minyak di dalam wadah yang dijaga pada temperatur tertentu sekitar 40 - 60 o C dan dilengkapi dengan pengaduk baik magnetik ataupun motor elektrik dengan kecepatan konstan umumnya pada 600 rpm - putaran per-menit. Keberadaan pengaduk sangat penting untuk memastikan terjadinya reaksi methanolisis secara menyeluruh di dalam campuran. Reaksi methanolisis ini dilakukan sekitar 1 - 2 jam. 3. Setelah reaksi methanolisis berhenti, campuran didiamkan dan perbedaan densitas senyawa di dalam campuran akan mengakibatkan separasi antara metil ester dan gliserol. Metil ester dipisahkan dari gliserol dengan teknik separasi gravitasi. 4. Metil ester yang notabene biodiesel tersebut kemudian dibersihkan menggunakan air distilat untuk memisahkan zat-zat pengotor seperti methanol, sisa katalis alkalin, gliserol, dan sabun-sabun soaps. Lebih tingginya densitas air dibandingkan dengan metil ester menyebabkan prinsip separasi gravitasi berlaku: air berposisi di bagian bawah sedangkan metil ester di bagian atas. Minyak nabati merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan baik sebagai pengganti maupun subsitusi bahan bakar diesel. Sebagai bahan bakar pengganti, diharapkan minyak nabati dapat menggantikan pemakaian bahan bakar diesel fosil. Dan sebagai substitusi bahan bakar diesel diharapkan minyak nabati dapat mengurangi kebutuhan terhadap bahan bakar diesel fosil. Minyak nabati sebagai bahan bakar diesel menurut jenisnya dapat dibagi atas : 1. Crude vegetable oil CVO, yaitu minyak nabati mentah hasil pemerasan atau ekstraksi buah atau biji nabati yang telah melalui proses penyaringan dan pembersihan. 2. Refined vegetable oil RVO, yaitu hasil pemurnian dari CVO. 3. Methylethyl ester vegetable oil yaitu hasil transesterifikasi dari VCO atau RVO. Dalam pemakaian minyak nabati sebagai bahan bakar diesel dapat dilakukan melalui beberapa pilihan atau alternatif antara lain: 1. B isa saja CVO murni. 2. Campuran CVO dengan bahan bakar diesel fosil. 3. RVO murni. 4. Campuran RVO dengan bahan bakar diesel fosil. 5. MethylEthyl ester vegetable oil murni. 6. Campuran MethylEthyl ester vegetable oil dengan bahan bakar diesel fosil.

2.3 Peranan Biodiesel dalam Pembangunan Ekonomi Daerah