Latar atau Setting Unsur-unsur Intrinsik CeritaBatu Sigadap

benar seperti batu jonjong berdiri, dan siapa yang salah ia akan mati seperti batu gadap tergeletak. Hingga sekarang masyarakat Silalahi masih takut terhadap Batu Sigadap, mereka masih percaya terhadap kesaktian Batu Sigadap. Jika ada perkara atau yang hendak mencari kebenaran, maka orang tersebut akan dihadapkan ke Batu Sigadap dan ditempat itulah mereka meletakkan sirih dan menyatakan pengakuan. Siapa yang salah tetapi tidak mengaku salah, ia akan gadap tergeletak dan bisa saja akan terkena imbas kepada keturunannya. Setelah Raja Silahisabungan menciptakan keseluruhannya, ia pun meninggal dunia.

4.1.3 Latar atau Setting

Latar disebut juga istilah setting, yaitu tempat atau terjadinya peristiwa- peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting adalah tempat berlangsungnya peristiwa dalam suatu cerita atau tempat kejadian yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Latar bukan hanya merupakan daerah atau tempat, namun waktu, peristiwa penting dan bersejarah. Dengan mengetahui dan memahami latar dalam sebuah karya sastra yang dituangkan menjadi cerita akan memudahkan pembaca untuk memahami latar dalam sebuah karya sastra yang dituangkan dalam bentuk cerita. Latar tempat dalam cerita rakyat ini adalah terjadi di Silalahi. Cerita ini terjadi di desa Silalahi Nabolak, terletak di Sidabariba Toruan desa Silalahi sekitar 300 m dari pusat desa Silalahi. Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi. Dalam cerita Batu Sigadap ini terdapat tiga latar yaitu: - Latar tempat Universitas Sumatera Utara - Latar waktu - Latar sosial 1. Latar tempat Latar tempat dilihat dari sudut geografis, dimana kejadian itu berada yang menyangkut nama-nama tempat. Cerita Batu Sigadap ini dilatarkan dalam tiga tempat yaitu desa Balna, balige dan Sidabariba desa Silalahi I . Hal ini dilihat dalam contoh berikut: sinopsis, halaman 56 “...Raja Silalahi Sabungan dohot parsonduk bolonna ima siboru Padang Batanghari lao tu huta Balna, alani daona dohot mansai loja pardalanan ni nasida, siboru Padang Batanghari gabe loja jala ndang adong be gogona mardalan alana naung mauas siboru Padang Batanghari i. Dungi di pantikhon Raja Silahi Sabungan ma tungkot nai tu sada batu, pintor haruarma aek sian bagas batu i, ima dilehon Raja Silahi Sabungan tu boru Padang Batanghari. Dung di inum Raja Silahi Sabungan dohot siboru Padang Batanghari aek i adong ma gogoni mardalan tu huta Balna. Hira tarsongoni ma hajajadi aek sipaulak hosa na tinoppa ni Raja Silahi Sabungan. Jadi jolma nanaeng tu aek i sai tong do mamaeakhon napuran dohot unte anggir, alana gabe ima inganan parsatabian laho mangido sipangidoan. Nang pe logo ni ari dohot udan na gogo dang olo moru jala tamba godang ni aek i. Terjemahan “...Raja Silahisabungan dan istrinya boru Padang Batanghari melakukan perjalanan ke desa Balna, karena perjalanan yang begitu jauh dan sulit, boru Padang Batanghari lelah dan merasa haus. Raja Silahisabungan pun Universitas Sumatera Utara memukulkan tongkatnya ke sebuah batu, dan keluarlah air, dan air tersebutlah yang diminum oleh boru Padang Batanghari dan Raja Silahisabungan. Setelah meminumnya Raja Silahisabungan dan boru Padang Batanghari memperoleh kekuatannya lagi untuk melanjutkan perjalana ke desa Balna. Jika hendak mandi ke air kehidupan tersebut, tetaplah meletakkan sirih dan jeruk purut. Sirih dan jeruk purut dipercayai oleh masyarakat Silalahi sebagai jalan untuk meminta. Jika hujan deras atau musim kemarau, debit air kehidupan tersebut tidaklah berubah. Tidak akan banjir jika hujan, atau kering jika musim kemarau. Raja Silahisabungan mempunyai Seorang istri yang berasal dari daerahBalige yaitu Boru Nairasaon. Hal ini dilihat dalam contoh berikut: sinopsis, halaman 56-57 “...Najolo heama marsahit boru Nairasaon di Balige tingki i laho do Raja Silahi Sabungan mardalani tu Balige, alani hasaktion ni Raja Silahi Sabungan marhite sian tangiang mangido pangidoanna tu ompu mula jadi na bolon, diubati ma boru Nairasaon. Jala ditingki i dipangidohon Raja Silahi Sabungan do upana tu natua-natua ni boru Nairasaon naingkon gabe sirongkap ni tondina boru nai jala dioloi datu Pejel do pangidoanni Raja Silahi Sabungan i. Hape tingki i nungga adong sirongkap nitondi ni boru Nairasaon ima marga Sianturi na laho martapa tu luat nadao. Dung mulak Sianturi sian pardalanan na, jala pnttor di boto ibana ma nungnga muli boru Nairasaon i hu Raja Silahi Sabungan, mangamuk ma Raja Sianturi i dilelei ma Raja Silahi Sabungan dohot anak na Tambun Raja. Universitas Sumatera Utara Terjemahan : “... dahulu kala boru Nairasaon sedangsakit di Balige, pada waktu itu Raja Silahisabungan sedang mengadakan perjalanan ke Balige, karena Raja Silahisabungan merupakan orang yang sakti, yang dapat memohon langsung kepada Tuhan sang pencipta, maka Raja Silahisabungan pun mengobati boru Nairasaon. Upah yang diminta dari ayah boru Nairasaon yaitu Datu Pejel adalah jika ia bisa menyembuhkan boru Nairasaon maka Raja Silahisabungan meminta agar boru Nairasaon menjadi istrinya. Padahal pada waktu itu boru Nairasaon telah memiliki kekasih yang bermarga Sianturi yang padawaktu itu melakukan perjalanan, tetapi demi kesembuhan boru Nairasaon, maka upah yang diminta Raja Silahisabungan pun dituruti. Setelah beberapa lama, marga Sianturi pulang dari perjalanannya, dan ia marah ketika mengetahui boru Nairasaon telah menikah. Dikejarlah Raja Silahisabungan, hingga akhirnya Raja Silahisabungan kembali ke Silalahi Nabolak bersama anaknya Tambun Raja. 2. Latar waktu Uraian tentang cerita Batu Sigadap merupakan nama-nama tempat dan zaman terjadinya suatu peristiwa.Latar yang terdapat legenda ini menghidupkan suatu peristiwa pada zaman itu. Latar waktu terjadinya cerita yakni ketika Raja Silahisabungan menyuruh istrinya membuat sagu-sagu marlangan. Hal ini dilihat dalam contoh berikut: sinopsis, halaman 57-58 Universitas Sumatera Utara “...Tolupuluh ari ma leleng na siboru Padang Batanghari patupahon sagu-sagu marlangan. Dunghon sae dipatupa boru Padang Batanghari sagu-sagu marlangan i di jouma sude anak nai dipahundul maralopphon sagu-sagu marlangan i, huhut martonggo ma Raja Silahi Sabungan tu ompu mula jadi nabolon. Dung saeditonggohon Raja Silahi Sabungan, dibuat ma sagu-sagu marlangan i jala dipodai ma angka anak nai. Terjemahan : “....Selama tiga puluh hari lamanya boru padang Batanghari membuatkan sagu-sagu marlangan tersebut. Setelah sagu-sagu marlangan terbentuk dipanggillah semua anak-anak dan duduk menghadap sagu-sagu marlangan, diikuti dengan upacara sambil berdoa kepada Tuhan Maha pencipta. Setelah mendoakannya, Raja Silahisabungan membuat sagu- sagu marlanganberisi nasehat. Kutipan cerita berikutnya, hal ini dilihat dalam contoh berikut: sinopsis, halaman 57-58 “...Dungi marpingkir ma Raja Silahi Sabungan asa adong angkup ni sagu-sagu marlangan tu joloan ni ari, asa mabiar pinomparna mangulahon naso uhum manang adat. Jala martonggo marpangidoan ma Raja Silahi Sabungan tu ompu mula jadi nabolon aha ma muse naeng sipatupahon na asa mabiar angka pinomparna mangulahon naso adat naso uhum hu joloan ni ari. Terjemahan : “....Raja Silahisabungan kembali berpikir untuk hari esok, untuk melengkapi sagu-sagu marlangan. Akan bagaimana lagi anak-anaknya Universitas Sumatera Utara jika tumbuh perkelahian, ia teringat kembali kelakuan anak-anaknya dulu. Berpikir dan berdoalah Raja Silahisabungan apa yang akan hendak ia buat esok hari agar anak-anaknya takut melakukan yang tidak baik, yang tidak akan melakukan dosa di hadapan Tuhan Maha pencipta. Pada penggalan cerita diatas disebutkan latar waktu yakni pembuatan sagu-sagu marlangan yang berisikan nasihat dan sekaligus pembuatan Batu Sigadap. 3. Latar Sosial Latar sosial menyarankan kepada hal-hal yang berkaitan dengan perilaku kehidupan sosial mayarakat. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks yaitu berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, spiritual dan lain sebagainya.

4.1.4 Perwatakan