Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penelitian ini mengkaji tentang pubertas anak tunanetra yang berada di sekolah karya murni Medan Johor. Peneliti tertarik meneliti anak tunanetra dikarenakan peneliti merasa anak tunanetra harus diberikan bimbingan dan arahan mengenai perkembangan dan perubahan fisik. Di mana mereka tidak pernah melihat langsung bagaimana bentuk fisik mereka secara jelas. Bagaimana mereka merasakan perubahan dalam diri mereka pada saat pubertas? Apa peran orang tua dan peran sekolah dalam membimbing anak tunanetra?. Mereka juga harus memahami perubahan yang terjadi pada saat mereka memasuki masa- masa remaja atau sering dikaitkan dengan masa pubertas di mana perempuan harus mengalami mensturasi dan laki-laki mengalami mimpi basah Anak yang memasuki usia remaja harus didampingi oleh orang tua karena pada saat tersebut seorang anak memasuki tahap-tahap perkembangan. Perkembangan yang dialami anak berkebutuhan khusus tersebut tidak berbeda dengan anak normal lainnya. Anak normal dengan anak tunanetra memiliki persamaan dimana mereka harus mendapatkan pendidikan, sekolah, bimbingan dan mereka juga akan mengalami masa-masa pertumbuhan dari anak- anak ke remaja dan samapai dewasa. Pendidikan dan keterampilan merupakan hal yang terpenting bagi tunanetra oleh O.Sunggu, Yetti Silvia Putri 2010:5. Hal ini hanya didapatkan oleh mereka dari lembaga-lembaga sosial seperti panti asuhan, lingkungan masyarakat dan berhak mendapatkan perhatian dari pemerintah dan lembaga lainnya. Mereka juga memilik hak sebagai manusia untuk dapat mengembangkan potensi, mendapat rasa Universitas Sumatera Utara keselamatan, mendapat bimbingan mengenai pertumbuhan fisik maupun mental sehingga tunanetra tetap eksis ditengah-tengah masyarakat. Setiap anak baik normal maupun anak berkebutuhan khusus seperti tunanetra pasti mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan dalam dirinya atau sering disebut dengan masa pubertas bagi anak-anak yang memasuki usia remaja. Usia remaja itu dapat dikatakan masa peralihan dari anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa pubertas terjadi berbagai perubahan baik hormon di dalam tubuh yang tidak terlihat maupun ciri fisik diluar tubuh yang terlihat. Selain itu, terjadi perkembangan emosi atau mental pada masa pubertas, yaitu ketidak stabilan emosi. Sebenarnya, masa remaja adalah masa yang sulit bagi seseorang saat memasukinya. Ketidakstabilan emosi ini akibat perubahan hormon yang terjadi pada tubuh. Rasa emosi yang terjadi pada anak usia remaja merupakan hal yang biasa, namun emosi tersebut harus dapat diarahkan ke arah yang positif. Tindakan ini dapat mencegah remaja melakukan hal yang merugikan diri sendiri 1 . Penelitian terdahulu yang dilakukan Yetti Silvia seorang mahasiswi antropologi dalam skripsinya yang berjudul proses pendidikan pada anak cacat 2 . Menjelaskan bahwa proses pendidikan pada anak cacat yang diberikan untuk mempersiapkan anak didik untuk mencapai kedewasaannya, cara untuk mendewasakan anak didik tersebut dengan memberikan berbagai ilmu pengetahuan dan melatih berbagai keterampilan dan menanamkan tentang nilai-nilai hidup yang baik. Proses pendidikan tersebut pada anak cacat mampu mengubah tingkah laku seorang anak cacat dalam belajar dan pendidik dapat memberi didikan dalam hal keterampilan dan hal sikap kepada orang terdekatnya. Walaupun proses pendidikan yang diberikan kepada anak cacat sudah baik tapi tidak sepunuhnya mereka dapat seperti anak normal lainnya. 1 http:artikelkesehatananak.commempersiapkan ‐perkembangan‐emosi‐anak‐memasuki‐masa‐ pubertas.htmlakses 22 maret 2013 2 Ye tti Silvia Putri O.sunggu, “proses pendidikan pada anak cacat Studi Kasus Pada Anak cacat SLB C YPAC Medan” Skripsi sarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universita Sumatera Utara. Medan Universitas Sumatera Utara Begitu juga Marsono yang mengangkat penelitiannya mengenai makna sekolah bagi anak tunanetra 3 , menjelaskan bahwa sekolah bagi anak tunanetra sangat penting dan juga dapat memberikan pendidikan dan keterampilan, karena anak tunanetra dianggap anak lemah yang memiliki ketergantungan pada orang lain. Sehingga para pendidik berusaha untuk memberi solusi agar para tunanetra dapat membaca dan menulis tulisan yang dikhususkan untuk tunanetra yaitu tulisan Braille 4 , Dari kedua penelitian yang ada, bahwa kedua peneliti tersebut menjelaskan mengenai masalah proses pendidikan dan pentingnya sekolah bagi anak tunanetra. Peneliti melihat bahwa perkembangan seorang anak kebutuhan khusus tidak seperti anak normal lainnya dimana mereka dapat berinteraksi dengan baik dengan lawan jenisnya. Bahkan seorang anak juga sangat menutup dirinya, ketika mereka mengalami masa-masa pubertas tidak dapat dilihat dari fisik saja, melainkan juga dapat dilihat dari perilaku mental mereka. Perilaku yang sering dilakukan anak saat mereka dalam masa pubernya adalah mereka suka kepada lawan jenis tetapi tidak dapat menyampaikan rasa yang ada dalam dirinya sehingga mereka menahan apa yang mereka rasakan. Begitu juga saat mereka mengalami dorongan perkembangan seks pada laki-laki dan perempuan Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang– Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus atau anak yang megalami cacat untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu. Selama ini, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia disediakan melalui tiga macam 3 Marsono W M Sihotang, “Makna sekolah bagi tunanetra”Skripsi sarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universita Sumatera Utara. Medan hal 6 4 Braille adalah tulisan yang relatif berbeda dengan tulisan biasa berbentuk timbul Universitas Sumatera Utara lembaga pendidikan yaitu, Sekolah Luar Biasa SLB, Sekolah Dasar Luar Biasa SDLB, dan Pendidikan Terpadu 5 . Sekolah luar biasa di Indonesia sudah semakin berkembang dengan banyaknya anak- anak yang memiliki kelainan fisik yang sering disebut dengan anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus di Indonesia diperkirakan antara 3-7 atau sekitar 5,5-10,5 juta anak usia di bawah 18 tahun menyandang ketunaan atau masuk kategori anak berkebutuhan khusus. Istilah anak berkebutuhan khusus adalah klasifikasi untuk anak dan remaja secara fisik, psikologis dan atau sosial mengalami masalah serius dan menetap. Anak berkebutuhan khusus ini dapat diartikan mempunyai kekhususan dari segi kebutuhan layanan kesehatan, kebutuhan pendidikan khusus, pendidikan layanan khusus, pendidikan inklusi, dan kebutuhan akan kesejahteraan sosial dan bantuan sosial. Anak berkebutuhan khusus juga dapat diartikan secara sederhana dengan anak yang lambat dan tidak pernah berhasil dalam sekolah pada umumnya 6 . Banyak istilah yang digunakan sebagai variasi pada anak berkebutuhan khusus yaitu disability, impairment, dan handicap 7 . World Health Organization WHO mengartikan istilah masing-masing yaitu : a. Disability, yaitu keterbatasan atau kurangnya kemampuan yang dihasilkan dari impairment untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu. b. Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ. 5 http:salimchoiri.blog.uns.ac.id20100331latar ‐belakang‐pendidikan‐inklusif‐bagi‐anak‐berkebutuhan‐ khusus13 januari 2013, pukul 09:34 6 http:edukasi.kompasiana.com20120520perkembangan ‐pendidikan‐anak‐berkebutuhan‐khusus‐di‐ indonesia ‐463559.html13 januari 2013, pukul 10:54 7 http:Anak.Berkebutuhan.20Khusus.Early.Educatio.28Sigit29.htm 13januari2013 12:46 Universitas Sumatera Utara c. Handicap : Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu. Tunanetra menurut Kaufman Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 660 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran dalam Dewi Panji, 201:4. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. Sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder. Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium. Anak tunanetra yang memiliki inteligensi yang normal sehingga tidak mempunyai gangguan kognitif, mereka hanya mengalami hambatan dalam perkembangannya yang berhubungan dengan ketunaannya seperti indera pengelihatan. Indera pengelihatan merupakan salah satu sumber informai vital bagi manusia. Sistem penglihatan menafsirkan informasi dari cahaya untuk mendirikan representasi dunia disekeliling tubuh. Jika seseorang mengalami gangguan pada mata maka dapat dipahami bahwa aktivitasnya akan berkurang dan sangat terbatas, karena informasi yang diperoleh akan jauh berkurang dibandingkan dengan mereka yang berpengelihatan normal. Dengan demikian anak yang mengalami gangguan pada pengelihatan harus mendapat penanganan khusus. Seseorang yang kehilangan pengelihatan sering sekali tidak percaya diri dan kehilangan harapan untuk hidup, sehingga Universitas Sumatera Utara seorang anak penyandang kebutuhan atau ketunaan sangat membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan aktivitasnya. Pada umumnya anak tunanetra mengganggap hilang pegelihatan hilang pula kemampuannya. Mereka selalu meminta bantuan untuk memenuhi kebutuhannya, walau kebutuhan yang terkecil sekalipun, contohnya seperti memakai baju, mengambilkan makanan dan harus selalu dituntun saat berjalan. Masyarakat dalam hal ini mengganggap anak tunanetra merupakan anak yang tidak memiliki kemandirian dan hanya bisa menyusahkan orang sekitar mereka. Seharusnya anak tunanetra dapat disadarkan jika kehilangan pengelihatan tidak akan kehilangan kemampuan, sehingga anggapan masyrakat akan berubah dan tidak mengganggap tunanetra rendah. Tetapi akan membangkitkan keinginan dan semangat untuk menjadi lebih baik dan dapat hidup mandiri. Sekolah Luar Biasa untuk anak tunanetra adalah SLB-A. Sekolah luar biasa tunanetra SLB-A yayasan karya murni merupakan salah satu sekolah yang dapat memberikan pendidikan, pengetahuan dan keterampilan dalam menciptakan anak yang mandiri dan mendapatkan potensi yang baik pada anak tunanetra. Melalui sekolah ini anak tunanetra dapat berkembang dan dapat memahami perkembangan atau pubertas yang dialami dalam dirinya dan dapat bersosialisasi dengan masyarakat dan menanamkan rasa percaya diri. Sekolah ini didirikan untuk mereka yang menyandang cacat mata. Berdirinya sekolah ini juga disebabkan karena adanya pemerhati bagi anak berkebutuhan khusus dimana mereka melihat anak-anak itu kurang bimbingan dalam pendidikan dan perkembangannya, sehingga sekolah ini mampu memberikan perhatian untuk mensejahterakan kehidupan mereka kelak.

1.2 Tinjauan Pustaka