jangka waktu yang lama juga menimbulkan dampak seperti ganja. Gembira berlebihan dan timbul halusinasi. Bagi setiap orang efek yang dirasakan untuk asupan
makan akan berbeda-beda, sehingga status gizi mereka juga berbeda-beda. Pada kasus ini, pecandu narkoba memiliki status gizi gemuk yang artinya mereka tidak
memiliki masalah untuk asupan makanan.
5.2.4. Status Gizi Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi Pecandu Narkoba
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapat hasil bahwa untuk status gizi kurus paling banyak terdapat pada pecandu narkoba dengan tingkat
konsumsi energi rendah sebanyak 4 orang 12,1, untuk status gizi normal paling banyak terdapat pada pecandu narkoba dengan tingkat konsumsi energi sedang
sebanyak 34 orang 89,5. Sedangkan untuk status gizi gemuk terdapat pada pecandu narkoba dengan tingkat konsumsi energi rendah sebanyak 4 orang
12,1.Hal ini disebabkan pecandu narkoba memilah-milih makanan yang disajikan dan ada pecandu narkoba yang tidak menghabiskan makanan nya. Menu yang telah
disiapkan oleh penyelenggara makanan Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara ada yang tidak disukai oleh pecandu narkoba sehingga makanan yang disajikan
tidak dimakan atau tidak dihabiskan. Pengaruh dari narkoba yang dikonsumsi juga masih berperan terhadap nafsu makan pecandu narkoba.
5.2.5. Status Gizi BerdasarkanTingkat Konsumsi Protein Pecandu Narkoba
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapat hasil bahwa status gizi kurus terdapat pada pecandu narkoba dengan tingkat konsumsi protein baik
sebanyak 6 orang 9 dan sedang sebanyak 1 orang 33,3. Untuk status gizi normal paling banyak terdapat pada pecandu narkoba dengan tingkat konsumsi
Universitas Sumatera Utara
protein baik sebanyak 56 orang 83,6. Sedangkan status gizi gemuk paling banyak terdapat pada pecandu narkoba dengan tingkat konsumsi protein baik sebanyak 5
orang 7,5. Tingkat konsumsi protein pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf lebih tinggi dibandingkan tingkat konsumsi energi. Tingginya konsumsi
protein pecandu narkoba tidak ada berarti jika konsumsi energi masih rendah, karena protein makanan akan diubah menjadi energi untuk memenuhi kekurangan energi
tubuh Hardinsyah Martianto 1992. Tapi, jika konsumsi protein terus meningkat dan melebihi batas maka akan tidak baik pengaruhnya terhadap tubuh. Kelebihan
protein dalam makanan yang dikonsumsi dirusak dan sebagian besar nitrogennya dikeluarkan dalam bentuk urea. Beban yang harus dikerjakan dalam menyaring dan
membuang hasil metabolisme oleh ginjal, meningkat bila konsumsi protein meningkat Winarno 1993.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
5. Pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf sebanyak 71 orang. Sebagian besar berusia 15-19 tahun dengan
jumlah 41 orang dan menjalani masa rehabilitasi sebagian besar selama 5 bulan yaitu sebanyak 27 orang.
6. Pecandu narkoba mengonsumsi makanan beragam jenisnya terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur-sayuran, buah-buahan dan lain-lain.
Frekuensi makan pecandu narkoba tersebut adalah 3xsehari dengan nasi putih dikonsumsi setiap hari dan nasi uduk dik
onsumsi ≤2xbulan. Untuk lauk pauk seperti Ayam, telur, ikan dikonsumsi 1-5xminggu. Begitu pula
dengan konsumsi sayuran, tauge, bayam, kentang, wortel dan lainnya di konsumsi 1-5xminggu. Berbeda dengan kacang panjang yang dikonsumsi
≤2xbulan. Untuk buah-buahan yang biasa dikonsumsi adalah pisang, pepaya, semangka dan timun. Dikonsumsi dengan frekuensi 1-5xminggu.
7. Konsumsi energi pecandu narkoba sebagian besar ada pada kategori sedang 80-99 yaitu sebanyak 38 orang dan sebagian lagi masuk
kedalam kategori rendah 70-79 yaitu sebanyak 33 orang. 8.
Konsumsi protein pecandu narkoba dengan kategori baik ≥100 yaitu sebanyak 67 orang, dengan kategori sedang 80-99 yaitu sebanyak
37orang dan dengan kategori rendah 70-79 yaitu sebanyak 1 orang.
63
Universitas Sumatera Utara