26 34
Daun teh pada umumnya dikemas dalam kotak kayu yang besar dan siap untuk diekspor. Untuk selanjutnya dapat dikemas dalam kemasan lebih
kecil, teh celup, dan lain-lain. Penurunan kadar katekin selama pengolahan teh hijau tidak sebanyak
yang terjadi pada pengolahan teh hitam. Hal ini dimungkinkan karena sejak awal telah diupayakan inaktivasi ensim oksidasi selama proses pemanasan
atau pelayuan. Kadar katekin pada teh hijau selama pengolahan dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Kadar Katekin Selama Pengolahan Teh Hijau Bambang et al, 1996
Katekin total Tahap pengolahan
Yang dianalisis b.k
Katekin pucuk segar
1. Sebelum diolah pucuk segar
15,53 100,00
2. Pelayuan Pucuklayu
14,39 92,66
3. Penggilingan Bubukgiling
13,35 85,96
4. Pengeringan I Bubuk kering awal
13,06 84,10
5. Pengeringan akhir Bubuk kering akhir
11,88 76,50
6. Sortasi CM 1
12,61 81,20
SM 1 11,79
75,92 GP3
12,16 78,30
CM 3 11,14
71,73 SM 3
11,55 74,37
Peko 11,66
75,08 Jikeng
9,97 64,20
Bubuk 10,62
68,38 Tulang
6,96 44,82
Sumber: PPTK
C. PENGENDALIAN MUTU
35
Mutu teh merupakan kumpulan sifat yang dimiliki oleh teh, baik fisik maupun kimia. Keduanya telah dimiliki sejak berupa pucuk teh ataupun
diperoleh sebagai akibat teknik pengolahan dan penanganan yang dilakukan. Oleh sebab itu, proses pengendalian mutu teh telah dilakukan sejak teh
ditanam, dipetik, diangkut, selama diolah dan setelah pengolahan. Uji mutu teh dalam rangka pengendalian mutu dan pengendalian proses pengolahan
dapat dilakukan secara fisik, kimia maupun inderawi. Diantara ketiga metode tersebut, uji inderawi menempati urutan teratas karena praktis dan dirasa
paling sesuai untuk diterapkan pada teh sebagai bahan minuman yang diharapkan memberikan kepuasan inderawi peminumnya Soekarto, 1990.
Mutu teh sangat dipengaruhi oleh cara pengolahannya, walaupun faktor-faktor lain juga berpengaruh Nasution dan Wachyuddin, 1975.
Faktor-faktor lain tersebut antara lain, letak atau tinggi perkebunan di atas permukaan laut, pemangkasan ranting-ranting, cara atau sistem pemetikan
daun teh dan jenis daun yang diolah Siswoputranto, 1978. Mutu teh dinilai berdasarkan rasa
taste
, aroma, dan warna seduhan
liquor
. Penilaian mutu ditentukan oleh seorang ahli pencicip
tea tester
berdasarkan analisis organoleptik, yaitu kemampuan mengukur mutu dengan indra penglihatan, penciuman, dan perasa. Parameter lain seperti kadar air dan
berat jenis
density
hanya sebagai pendukung Ghani, 2002. Pada penentuan mutu ini , dilihat keseragaman bubuk, bahan-bahan
asing dalam bubuk, mutu air seduhan dan warna air seduhan. Selain penentuan tersebut, masih ada yang harus dilihat yaitu warna ampas, rasa dan aroma air
seduhan tersebut, menurut
tea tester.
Kesalahan pada waktu pengujian, akan terasa oleh
tester
setelah melihat sifat-sifat air seduhannya Nasution dan Wachyudin, 1975.
Menurut Bambang 1995, jenis mutu teh hijau yang sedang dikembangkan menurut standar teh hijau Cina, yaitu:
a. jenis mutu Gum Powder GP terdiri dari GP Spesial, GP 1, GP 2 dan GP 3 b. jenis mutu Chun Mee CM terdiri dari CM 1, CM 2,CM 3 dan CM 4
26 36
c. jenis mutu Sow Mee SM terdiri dari SM 1 dan SM 2. PT. RSK I. 2008. HACCP Hazard Analysis Critical Control Point adalah suatu sistem
jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau perhatian bahwa hazard bahaya akan timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi
pengendaliannya dapat dilakukan untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang
dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan
preventive
yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Kunci utama HACCP
adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari pada mengandalkan
kepada pengujian produk akhir. Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan
yang
zero-risk
atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan.
Sistem HACCP juga dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi
rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya
mikrobilogis, kimia dan fisik.
HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari produsen utama
bahan baku pangan pertanian, penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran hingga
pengguna akhir. Prisip-prinsip penerapan HACCP, sebagai suatu sistem jaminan mutu
yang menitik beratkan pada identifikasi adanya bahaya tertentu dan upaya mencegah cemaran pada bahan pangan dan kerusakannya, HACCP
mensyaratkan pelaksanaan tujuh prinsip sebagai berikut : 1.
Analisis bahaya : identifikasi adanya bahaya dalam suatu prosesproduk yang dapat terjadi pada setiap tahapan proses, mulai dari produksi
sampai siap dikonsumsi. Untuk melaksakannya, terdapat tiga pendekatan yang digunakan yaitu keamanan pangan itu sendiri, kebersihan atau
sanitasi dan penyimpangan secara ekonomi.
37
2. Penentuan Titik Kendali Kritis
Critical Control Point CCP
: identifikasi setiap tahapan di dalam proses yang apabila tidak
dikendalikan secara baik dapat menimbulkan bahaya. 3.
Penetapan Batas Kritis : batas-batas kritis adalah batas-batas toleransi yang ditetapkan yang tidak boleh dilampaui untuk menjamin CCP
berada dalam kendali. Batas-batas tersebut dapat bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
4. Pemantauanmonitoring : tindakan terencana untuk mengamati dan
menguji efektifitas pengendalian suatu CCP. Pemantauan dapat memberikan
peringatan dini
jika terjadi
penyimpangan, mencegahmengurangi kerugian, serta membantu melokalisir dan
memecahkan masalah yang timbul. 5.
Tindakan koreksi : upaya perbaikan terencana terhadap hasil pemantauan yang menunjukkan bahwa suatu CCP tertentu tidak terkendali. Bila
terjadi penyimpangan, hendaknya dikembalikan pada proses yang sebenarnya.
Selanjutnya,produk yang
dihasilkan pada
saat penyimpangan terjadi perlu diidentifikasi.
6. Verifikasi : tindakan untuk meyakinkan apakah sistem HACCP berjalan
secara efektif sesuai dengan rencana, ataukah perlu diadakan modifikasi. Verifikasi dapat berupa audit atau uji mikrobiologi terhadap produk
olahan. 7.
Pencatatan dokumentasi : semua prosedur dan catatan berkenaan dengan prinsip-prinsip ini serta penerapannya perlu didokumentasikan.
Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan
mutu pangan guna memenuhi tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk
akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu dengan diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko keluhan karena adanya
bahaya pada suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi
26 38
sebagai promosi perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetitif.
Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan.
Disamping itu, agar penerapan HACCP ini sukses maka perusahaan perlu memenuhi persyaratan dasar industri pangan yaitu, telah diterapkannya
Good Manufacturing Practices
GMP dan
Standard Sanitation Operational
Procedure
SSOP. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu industri pangan
dengan penerapan sistem HACCP antara lain meningkatkan keamanan pangan pada produk makanan yang dihasilkan, meningkatkan kepuasan
konsumen sehingga keluhan konsumen akan berkurang, memperbaiki fungsi pengendalian, mengubah pendekatan pengujian akhir yang bersifat
retrospektif
kepada pendekatan jaminan mutu yang bersifat
preventif
, dan mengurangi limbah dan kerusakan produk atau
waste
. CCP atau titik-titik kritis pengawasan didefinisikan sebagai setiap
tahap di dalam proses dimana apabila tidak terawasi dengan baik, kemungkinan dapat menimbulkan tidak amannya pangan, kerusakan dan
resiko kerugian ekonomi. CCP ini dideterminasikan setelah tata alir proses yang sudah teridentifikasi potensi hazard pada setiap tahap produksi dan
tindakan pencegahannya. CCP dapat diidentifikasi dengan menggunakan pengetahuan tentang
proses produksi, semua potensi bahaya dan signifikasi bahaya dari analisa bahaya serta tindakan pencegahan yang ditetapkan. Namun demikian
penetapan lokasi CCP hanya dengan keputusan dari analisa signifikasi bahaya dapat menghasilkan CCP yang lebih banyak dari yang seharusnya
diperlukan. Sebaliknya juga sering terjadi negoisasi deviasi yang menyebabkan terlalu sedikitnya CCP yang justru dapat membahayakan
keamanan pangan.
39
Untuk membantu menemukan dimana seharusnya CCP yang benar, Codex Alimentarius Commission GL32 1998, telah memberikan pedoman
berupa Diagram Pohon Keputusan CCP CCP Decision Tree. Diagram
pohon keputusan pada gambar 3 adalah seri pertanyaan logis yang
menanyakan setiap bahaya. Jawaban dari setiap pertanyaan akan memfasilitasi dan membawa tim HACCP secara logis memutuskan apakah
CCP atau bukan.
26 40
Gambar 3. Diagram Pohon Keputusan Penentuan HACCP
Lakukan modifikasi tahapan dalam proses atau produk ?
Apakah tahapan dirancang spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yang mungkin
terjadi sampai level yang dapat diterima? Apakah pencegah pada tahap ini
perlu untuk keamanan pangan ?
Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang didefinisikan terjadi melebihi tingkatan yang dapat
diterima atau dapatkah ini meningkat sampai tingkatan yang tidak dapat diterima ?
Akankah tahapan berikutnya menghilangkan atau mengurangi bahaya yang teridentifikasi sampai
level yang dapat diterima ?
Tidak Ya
CCP
Bukan CCP Berhenti
P1.
P4. P3.
P2. Ya
Ya
Ya Ya
Tidak
Tidak
Tidak Bukan CCP
Berhenti
Bukan CCP Berhenti
Tidak
Adakah Tindakan Pencegahan ?
41
Disamping sistem Codex yang hanya menggunakan satu jenis diagram keputusan, terdapat pula format lain yang menggunakan 3 jenis diagram
keputusan untuk menentukan CCP.
Decision tree
pada gambar 4 berisi
urutan pertanyaan mengenai bahaya yang mungkin muncul dalam suatu langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan pada bahan baku untuk
mengidentifikasi bahan baku yang sensitif terhadap bahaya atau untuk menghindari kontaminasi silang. Suatu CCP secara bersama-sama dapat
dikendalikan untuk mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi. Anonim, 2006
Gambar 4.
Decision Tree
Untuk Penetapan CCP Pada Bahan Baku
Gambar 5.
Decision Tree
Untuk Penetapan CCP Pada Bahan Baku
P1. Apakah terdapat bahaya dalam bahan baku ini ?
Ya Tidak
Bukan CCP
P2. Apakah proses atau konsumen akan menghilangkan bahaya tersebut ?
P3. Apakah ada resiko kontaminasi silang terhadap fasilitas atau produk lain yang tidak dapat dikendalikan ?
Tidak Bukan CCP
Ya
CCP
CCP
Tidak Ya
P1. Apakah formulasi atau komposisi adonan atau campuran penting untuk mencegah terjadinya peningkatan bahaya ?
Ya Tidak
Bukan CCP CCP
26 42
Gambar 6.
Decision Tree
Untuk Penetapan CCP Pada Tahapan Proses
P1. Apakah terdapat bahaya pada tahapan proses ini ?
P2. Apakah ada tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut ?
P3. Apakah proses ini dirancang khusus untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai aman ?
P4. Apakah bahaya dapat meningkat sampai batas tidak aman ?
Ya Tidak
Bukan CCP
Ya
Ya
Apakah pengendalian diperlukan untuk
menigkatkan keamanan ?
Ya Tidak
Bukan CCP
Tidak
Tidak CCP
Ya
P5. Apakah proses selanjutnya dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya ?
Ya Tidak
Tidak CCP
Bukan CCP
Bukan CCP
Modifikasi prosesproduk
43
Batas kritis harus ditentukan untuk setiap CCP, dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diperinci pada suatu tahap tertentu. Kriteria
yang kerap kali dipergunakan mencakup pengukuran suhu, waktu, tingkat kelembaban, pH, Aw dan chlorine yang ada, dan parameter yang
berhubungan dengan panca indra seperti kenampakan dan tekstur. Batas kritis menunjukkan perbedaan antara produk yang aman dan
tidak aman sehingga proses produksi dapat dikelola dalam tingkat yang aman. Batas kritis ini harus selalu tidak dilanggar untuk menjamin bahwa
CCP secara efektif mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik. Batas kritis harus mudah diidentifikasi dan dijaga oleh operator proses
produksi, sehingga perlu diusahakan dalam bentuk batas-batas kritis fisik, dan jika tidak memungkinkan baru mengarah pada kimia atau mikrobiologi.
Batas kritis fisik biasanya dikaitkan dengan toleransi untuk bahaya fisik atau benda asing, atau kendali bahaya mikrobiologis dimana hidup atau
matinya dikendalikan oleh parameter fisik. Beberapa contoh batas kritis fisik adalah tidak adanya logam, ukuran retensi ayakan, suhu, waktu, serta
unsur-unsur uji organoleptik. Batas kritis kimia biasanya dikaitkan dengan bahaya kimia atau dengan
kendali bahaya mikrobiologis melalui formulasi produk dan faktor intrinsik. Sebagai contoh adalah kadar maksimum yang diterima untuk mikotoksin,
pH, aw, alergen, dan sebagainya. Batas kritis mikrobiologis biasanya tidak digunakan karena
membutuhkan waktu yang relatif lama untuk memonitor, tingkat kontaminasi produk oleh patogen rendah 33 1, biaya mahal,
pengukuran fisik dan kimia dapat digunakan sebagai indicator pengukuran atau pengendalian mikrobiologis. Anonim
14
, 2009
26 44
D. Manfaat Teh