Uji Normalitas Uji Asumsi Klasik

1. Jika t hitung t tabel maka H ditolak dan H 1 diterima . 2. Jika t hitung t tabel maka H diterima dan H 1 ditolak . Hasil pengujian signifikansi dapat juga dilihat dari besarnya nilai signifikansi yang diperoleh, yaitu: 1. Jika nilai signifikansi dari 0,05 maka H ditolak dan H 1 diterima. 2. Jika nilai signifikansi dari 0,05 maka H diterima dan H 1 ditolak.

3.9. Uji Asumsi Klasik

3.9.1. Uji Normalitas

Uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Dalam uji t dan uji F diasumsikan bahwa nilai residual memiliki distribusi normal Ghozali, 2005. Salah satu cara untuk mengecek kenormalitasan adalah dengan plot probabilitas normal. Dengan plot ini, masing-masing nilai pengamatan dipasangkan dengan nilai harapan pada distribusi normal, normalitas terpenuhi apabila titik-titik data terkumpul di sekitar garis lurus dan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau mendekati normal. 3.9.2. Uji Multikolinearitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi kuat antar variabel bebas independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel independen. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor VIF dan Tolerance. Jika nilai VIF di sekitar angka 1 dan nilai Tolerance mendekati 1 maka dapat disimpulkan model regresi bebas dari masalah multikolinearitas Santoso, 2010. 3.9.3. Uji Heteroskedastisitas Uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Menurut Sulaiman 2004, “heteroskedastisitas dapat diuji dengan menggunakan uji metode grafik, yaitu dengan melihat ada tidaknya pola tertentu yang tergambar pada scatterplot”. Dasar pengambilan keputusan adalah: a. Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit maka telah terjadi heteroskedastisitas. b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 nol pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum RSUD Dr. Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar

RSUD Dr. Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar dulunya bernama Rumah Sakit Umum Daerah RSUD Kota Pematangsiantar, terletak di Jl. Sutomo No. 230 Pematangsiantar, didirikan tahun 1911 pada areal seluas 12,28 Ha dengan luas bangunan sebesar 16.800 m 2 dan jumlah bangunan sebanyak 59 unit. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan No. 515MENKESSKIV2007, RSUD Pematangsiantar berubah nama menjadi RSUD dr. Djasamen Saragih, yang ditetapkan pada tanggal 27 April 2007. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih merupakan rumah sakit type- B Non Pendidikan berdasarkan persetujuan MENPAN RI No.B-1267I1992 tanggal 2 Nopember 1992 dan surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor; 1070MenkesSKXI1992 tanggal 28 Nopember 1992 dan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor: 4453155KTahun 1992 tanggal 31 Desember 1992. Seiring dengan berjalannya otonomi daerah dan desentralisasi di bidang kesehatan, RSUD Dr. Djasamen Saragih diserahkan oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Utara kepada Pemerintah Kota Pematangsiantar pada tanggal 27 Desember 2001. RSUD Dr. Djasamen Saragih memiliki fasilitas yang terdiri dari 16 instalasi rawat jalanpoliklinik, 17 ruang rawat inap dengan 243 tempat tidur, dan 14 instalasi penunjang.