Perkembangan Teori Intensi Intensi

kata lain, ketepatan dari pengukuran intensi biasanya tidak sesuai apabila telah terjadi campur tangan waktu yang terlalu lama antara pengukuran intensi yang dihasilkan dengan perilaku yang teramati. Jadi, intensi adalah motivasi yang terkuat yang dapat mendukung sikap positif seseorang terhadap perilaku tertentu. Intensi merupakan variabel paling dekat dengan munculnya perilaku. Perilaku yang terwujud atas dasar intensi ini disebut dengan perilaku yang diniatkan. Perilaku yang telah diniatkan ini akan terwujud pada waktu dan tempat yang tepat untuk mewujudkan perilaku tersebut.

2.1.2 Perkembangan Teori Intensi

Dalam perkembangannya, terdapat dua teori intensi, yaitu teori Reasoned Action dan teori Planned Behavior, yaitu: 1. Teori Reasoned Action Dalam teori reasoned action, Fishbein dan Ajzen 1975 menyatakan bahwa tingkah laku ditampilkan dengan alasan tertentu, dengan mempertimbangkan akibat dari tingkah laku tersebut serta untuk mencapai hasil akhir dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Dasar dari theory reasoned action adalah adanya anggapan bahwa pada umumnya manusia selalu bertindak dengan cara yang masuk akal. Manusia bertindak dengan memperhatikan informasi yang tersedia, serta secara mutlak implicity dan tegas explicity mempertimbangkan akibat dan maksud dari tindakan yang direncanakan. Sesuai dengan fokusnya pada perilaku volitional, dan batas-batas teori di atas, disebutkan bahwa intensi seseorang untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu perilaku merupakan faktor paling dekat dari perilaku yang muncul. Di samping kemungkinan adanya peristiwa – peristiwa tak terduga, manusia selalu mengharapkan dapat berperilaku sesuai dengan intensi mereka Ajzen, 1988. Berdasarkan teori reasoned action, intensi ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor yang berasal dari kepribadian orang yang yang bersangkutan personal factor dan faktor yang berasal dari pengaruh-pengaruh lingkungan sosialnya. 2. Teori Planned Behavior TPB Intensi individu untuk berperilaku sesuai dengan minatnya merupakan pusat dari teori planned behavior. Perbedaan yang terdapat diantara teori ini dengan teori yang sebelumnya ialah aspek tambahan selain faktor attitude toward behavior dan subjective norm, yaitu aspek perceived behavior control. Aspek ini merupakan gambaran persepsi individu mengenai mudah atau sulitnya serta kemampuan dirinya dalam mengatasi rintangan yang akan dihadapi dalam perwujudan perilaku yang diinginkan. Ketiga aspek yang mendasari teori planned behavior ini saling berhubungan, karena apabila aspek attitude toward behavior dan subjective norm cenderung besar dan aspek perceived behavior control cenderung kuat, maka intensi individu dalam mewujudkan tingkah laku tertentu akan semakin tinggi pula. Secara umum, gambaran pembentukan intensi perilaku yang digambarkan dalam Teori Planned Behavior adalah sebagai berikut: Gambar 2.1 Proses Terjadinya Intensi 1. Faktor Internal Faktor-faktor ini antara lain adalah informasi, keahlian, dan kemampuan. Seseorang yang berniat untuk mewujudkan suatu perilaku akan tergantung dari faktor – faktor tersebut. Selain ketiga faktor diatas, ada juga faktor internal lainnya, yaitu emosi dan kompulsi. Keahlian, kemampuan, dan informasi mungkin hanya bermasalah pada kontrol perilaku pada saat ini saja, karena masalah – masalah ini dapat diatasi. Kesimpulannya, karena manusia bertindak dibalik volitional acts, maka berbagai faktor internal diatas mungkin akan memperngaruhi kesuksesan terwujudnya suatu perilaku yang diniatkan Ajzen, 1988. 2. Faktor Eksternal Faktor ini ditentukan oleh tingkat kesulitan, keadaan, atau fasilitas yang mendukung terwujudnya perilaku. Kesempatan juga menjadi bagian dari faktor eksternal. Kesempatan disini maksudnya adalah kejadian-kejadian tak terduga dan mungkin tidak disadari yang ternyata ikut mendukung atau menghambat terlaksananya suatu perilaku. Misalnya intensi seseorang untuk menyaksikan sebuah pertandingan olahraga tidak akan dapat terwujud apabila tiketnya sudah habis terjual pada hari itu atau orang tersebut mengalami kecelakaan saat menempuh perjalanan ke tempat pertandingan berlangsung Ajzen, 1988. Teori ini didasari oleh tiga faktor utama yang saling berhubungan, yaitu attitude toward behavior, subjective norm, dan yang ketiga adalah tingkat perceived behavior control. Faktor yang ketiga ini merupakan persepsi atau perasaan seseorang mengenai kemudahan atau kesulitan, dan kemampuan untuk mengatasi rintangan dan halangan yang akan dihadapi demi terwujudnya perilaku yang diinginkan. Semakin besar dukungan pada faktor attitude toward behavior dan subjective norm, dan semakin kuatnya perceived behavior control, intensi seseorang untuk mewujudkan perilaku tertentu akan semakin tinggi.

2.1.3 Aspek-aspek Intensi