Definisi Psychological Well-Being Psychological Well-Being

Jika terdapat sejumlah putus asa dalam diri seseorang itu termasuk sesuatu hal yang alami dan diperlukan dalam kematangan psikologis. Perjuangan dalam mengatasi krisis identitas pada masa lansia ini akan menghasilkan kebijaksanaan, yang merupakan kekuatan dasar lansia. Erikson mendefinisikan kebijaksanaan sebagai “suatu informasi dan lepasnya persoalan dengan kehidupan itu sendiri dalam menghadapi kematian” Feist, 2006. Berdasarkan pada beberapa pendapat teori integrity yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti berfokus pada pendapat Santrock, karena dari beberapa pendapat yang dikemukakan tentang teori integrity secara umum telah terangkum dalam pendapat yang diutarakan oleh Santrock.

2.2 Psychological Well-Being

2.2.1 Definisi Psychological Well-Being

Definisi psychological well-being yang dikemukakan para ahli belum mencapai satu kata sepakat. Definisi yang muncul bersifat tumpang tindih antar satu dengan lain. Adapun definisi dasar yang beredar selama ini ada dua. Definisi pertama berdasarkan pendapat dari Bradburn. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Bradburn dalam Ryff, 1989, dalam meneliti perubahan sosial pada level makro yang merujuk pada buku terkenal karangan Aristotle, Nimomachean Ethics, yang menerjemahkan psychological well- being menjadi happiness kebahagiaan. Dalam Nimomachean Ethnics dijelaskan bahwa tujuan tertinggi yang ingin diraih individu adalah kebahagiaan. Kebahagiaan berdasarkan pendapat Bradbrun merupakan tujuan dari tindakan seseorang 1969 adanya keseimbangan antara efek positif dan efek negatif dalam Ryff, 1989. Definisi kedua berkaitan dengan pengukuran psychological well-being pada masa lansia yang dilakukan oleh Neugarten, Havigrust, dan Tobin dalam Ryff, 1989. Mereka membuat sebuah alat ukur Life Statisfaction Index untuk membedakan lansia yang termasuk successful aging dan yang tidak. Pada pengukuran ini, psychological well-being diartikan sebagai kepuasan hidup. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Ryff terhadap mengenai studi psychological well-being, ia berusaha mengajukan konsep psychological well-being yang bersifat multidimensional enam dimensi psychological well-being. Menurut Ryff dan Keyes 1995, psychological well-being adalah saat dimana seseorang dapat hidup dengan bahagia berdasarkan pengalaman hidupnya dan bagaimana mereka memandang pengalaman tersebut berdasarkan potensi yang mereka miliki. Evaluasi terhadap pengalaman akan dapat menyebabkan seseorang menjadi pasrah terhadap keadaan yang membuat psychological well-being–nya menjadi rendah, atau berusaha memperbaiki keadaan hidupnya yang akan membuat psychological well-being-nya meningkat. Sehingga, individu dengan psychological well-being berarti tidak hanya individu yang terbebas dari hal-hal yang menjadi indikator mental negatif, akan tetapi mengetahui potensi-potensi positif yang ada pada dirinya. Ryff 1989 mengajukan konsep psychological well-being yang mengacu pada teori positive psychological functioning, teori kesehatan mental, dan teori psikologi perkembangan. Seseorang dapat dikatakan memiliki psychological well-being apabila ia mampu menerima dirinya, mampu menjalin hubungan dengan individu lain, memiliki kemandirian, mampu menguasai lingkungan kehidupannya, memiliki tujuan hidup, dan berupaya menjadi individu yang terus berkembang. Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa psychological well-being adalah saat dimana seseorang dapat hidup dengan bahagia berdasarkan pengalaman hidupnya dengan mengembangkan potensi positif yang ada pada dirinya, yang terwujud dalam keenam dimensi yaitu kemandirian, menguasai lingkungan, menjadi pribadi yang berkembang, memiliki hubungan positif dengan orang lain, memiliki tujuan hidup, dan penerimaan diri yang baik.

2.2.2 Dimensi Psychological Well-Being