Asbab An-Nuzul Akhlak terhadap Nabi A. Surat an-Nuur ayat 62 dan 63

tetapi kaum munafik memperlambat pekerjaan tersebut dengan memilih pekerjaan yang enteng-enteng. Mereka sering meninggalkan pekerjaannya dengan diam-diam tanpa sepengetahuan dan izin Rasulullah saw, untuk menengok keluarganya. Sedang kaum Muslimin apabila terpaksa harus meninggalkan pekerjaan itu karena keperluan yang tidak ditangguhkan lagi, mereka berterus-terang meminta izin kepada Rasulullah saw, dan beliau pun mengizinkannya. Apabila telah selesai kepentingannya, mereka segera kembali melanjutkan tugasnya tadi. Berkenaan dengan peristiwa ini, turunlah ayat tersebut Q.S 24 an- nuur: 62 yang menegaskan perbedaan antara kaum Mukminin dan kaum Munafikin. 7 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa pada waktu itu, apabila orang- orang mamanggil Rasulullah, mereka suka mengucapkan: “Ya Muhammad Ya Abal Qasim” maka turunlah ayat ini Q.S an-Nuur: 63 yang melarang kaum Muslimin memanggil nama pada Nabi Muhammad saw. Setelah ayat ini, kaum Muslimin pun memanggil Nabi dengan panggilan, Ya nabiyyallah, ya rasulullah. 8

b. Penafsiran Hamka

Diterangkan bahwasanya tanda iman kepada Allah dan Rasul, ialah jika kaum muslimin bersama Rasulullah sedang berkumpul menghadapi suatu urusan besar ataupun kecil, sekali-kali tidak seorang juga boleh 7 Shaleh dan Dahlan dkk,Asbabun Nuzul latar belakang historis turunnya ayat-ayat al- Qur’an Bandung: CV. Diponegoro, 2000, Cet. II, h.389-390 8 Shaleh dan Dahlan dkk,Asbabun Nuzul latar belakang historis turunnya ayat-ayat al- Qur’an Bandung: CV. Diponegoro, 2000, Cet. II, h.390-391 meninggalkan majlis sebelum memohon izin kepada beliau. Orang yang memohonkan izin kepada beliau, dan baru pergi setelah beroleh izin, dalam ayat ini ditegaskan, itulah orang yang sebenarnya beriman, kepada Allah dan Rasul. Kemudian datanglah ayat 63, menerangkan bahwa menyeru nama Rasul tidaklah serupa dengan menyerukan nama diantara kita sama kita. Sedangkan Tuhan Allah sendiri belum pernah menyebut namanya “Ya Muhammad”, hanya dengan memanggil pangkat tugasnya: “Ya Nabiyu”, Wahai Nabi. “Ya Ayyuhar Rasulu”, Wahai Utusan Tuhan. Atau kata sindiran “Wahai yang berselimut” Ya Ayyuhal Muzammil. Atau “Ya Ayyuhal Muddatsir” Wahai orang yang berselubung. Salah seorang pelopor Tafsir Modern Sayyid Rasyid Ridho kurang senang atas kebiasaan penafsir-penafsir lama yang selalu menafsirkan ayat- ayat yang dimulai dengan Qul, ditafsirkan “Katakan olehmu hai Muhammad” karena Tuhan tidak berkata begitu. Dalam rangka ini timbullah “khilafiyyah” dikalangan ulama tentang shalawat terhadap Nabi. Seketika seorang bertanya kepada Rasulullah saw, bagaimanakah mestinya kami mengucapkan shalawat kepada Engkau ya Rasulullah? Beliau menjawab: “Ucapkanlah Allahumma Shalli ‘ala Muhammadin wa ‘ala ali Muhammad” tidak memakai sayyidina. Setengah ulama berfaham bahwa tidaklah akan mungkin Nabi menyuruhkan orang ber “sayyidina” kepada dirinya. Oleh sebab itu tidaklah akan terhitung bid’ah