Penafsiran Hamka Akhlak terhadap Nabi A. Surat an-Nuur ayat 62 dan 63

meninggalkan majlis sebelum memohon izin kepada beliau. Orang yang memohonkan izin kepada beliau, dan baru pergi setelah beroleh izin, dalam ayat ini ditegaskan, itulah orang yang sebenarnya beriman, kepada Allah dan Rasul. Kemudian datanglah ayat 63, menerangkan bahwa menyeru nama Rasul tidaklah serupa dengan menyerukan nama diantara kita sama kita. Sedangkan Tuhan Allah sendiri belum pernah menyebut namanya “Ya Muhammad”, hanya dengan memanggil pangkat tugasnya: “Ya Nabiyu”, Wahai Nabi. “Ya Ayyuhar Rasulu”, Wahai Utusan Tuhan. Atau kata sindiran “Wahai yang berselimut” Ya Ayyuhal Muzammil. Atau “Ya Ayyuhal Muddatsir” Wahai orang yang berselubung. Salah seorang pelopor Tafsir Modern Sayyid Rasyid Ridho kurang senang atas kebiasaan penafsir-penafsir lama yang selalu menafsirkan ayat- ayat yang dimulai dengan Qul, ditafsirkan “Katakan olehmu hai Muhammad” karena Tuhan tidak berkata begitu. Dalam rangka ini timbullah “khilafiyyah” dikalangan ulama tentang shalawat terhadap Nabi. Seketika seorang bertanya kepada Rasulullah saw, bagaimanakah mestinya kami mengucapkan shalawat kepada Engkau ya Rasulullah? Beliau menjawab: “Ucapkanlah Allahumma Shalli ‘ala Muhammadin wa ‘ala ali Muhammad” tidak memakai sayyidina. Setengah ulama berfaham bahwa tidaklah akan mungkin Nabi menyuruhkan orang ber “sayyidina” kepada dirinya. Oleh sebab itu tidaklah akan terhitung bid’ah jika menambahkan sayyidina, dari sebab ijtihad kita bersandar kepada ayat-ayat yang memerintahkan menghormatinya. 9

c. Analisa

Surat An-Nuur ayat 62 dan 63 ini menjelaskan tentang orang munafik yang meremehkan Rasulullah, dan juga kebiasaan orang-orang munafik yang memanggil Rasulullah dengan panggilan Ya Muhammad bukan dengan Ya Rasulullah. Allah saja memanggil nabi dengan sebutan Ya Nabiyullah.

B. Surat al-Mujaadilah ayat 12 dan 13

                                                    12. Hai orang-orang beriman, apabila kamu Mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah kepada orang miskin sebelum pembicaraan itu. yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tidak memperoleh yang akan disedekahkan Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 13. Apakah kamu takut akan menjadi miskin karena kamu memberikan sedekah sebelum Mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan 9 Hamka, Tafsir al-Azhar Jakarta: PT Pustaka Panjimas cet. 2 h.233-239

a. Penafsiran Hamka

Barang siapa yang ingin hendak berurusan istimewa dengan Rasul, hendak meminta pertemuan berdua saja, mestilah terlebih dahulu mengeluarkan sedekah kepada fakir miskin. “ Demikian itulah yang baik bagi kamu dan lebih bersih”. Sebabnya ialah dengan adanya pembayaran sedekah kepada fakir miskin terlebih dahulu sebelum berjumpa dengan beliau, maka menemui beliau itu tidak dipermudah-mudahkan lagi. “Tetapi jika tidak kamu dapati”. Karena kamu miskin, tidak ada harta yang akan diberikan kepada fakir miskin itu sebab kamu sendiri pun terhitung orang miskin: “Maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang” Ujung ayat ini adalah keringanan yang diberikan bagi yang sama sekali tidak mampu. Mereka dikecualikan. Menurut hadis lagi, bahwa Nabi saw pernah memanggil Ali bin Abi Thalib meminta pertimbangannya berapa patutnya seseorang mengeluarkan sedekah untuk fakir miskin itu jika hendak berjumpa khusus dengan Nabi. Sabda Beliau: “Bagaimana pendapatmu klau sedekah itusatu dinar?” Ali menjawab: “Mereka tidak kuat” Beliau bertanya lagi: “Berapa patutnya?” Ali menjawab: “Sebesar buah biji gandum’’Yaitu emas. Lalu kata Beliau: “Sungguh Engkau terlalu penghiba” 10 Pangkal ayat 13 apakah kamu takut mendahulukan sedekah sebelum pertemuan dengan Nabi itu? “Maka jika tidak kamu kerjakan, 10 Hamka, Tafsir al-Azhar Jakarta: PT Pustaka Panjimas cet. 2 h.31-32