meninggalkan majlis sebelum memohon izin kepada beliau. Orang yang memohonkan  izin  kepada  beliau,  dan  baru  pergi  setelah  beroleh  izin,
dalam ayat ini ditegaskan, itulah orang yang sebenarnya beriman, kepada Allah dan Rasul.
Kemudian  datanglah  ayat  63,  menerangkan  bahwa  menyeru  nama Rasul tidaklah serupa dengan menyerukan nama diantara kita sama kita.
Sedangkan  Tuhan  Allah  sendiri  belum  pernah  menyebut  namanya  “Ya Muhammad”, hanya dengan memanggil pangkat tugasnya: “Ya Nabiyu”,
Wahai  Nabi.  “Ya  Ayyuhar  Rasulu”,  Wahai  Utusan  Tuhan.  Atau  kata sindiran  “Wahai  yang  berselimut”  Ya  Ayyuhal  Muzammil.  Atau  “Ya
Ayyuhal Muddatsir” Wahai orang yang berselubung. Salah  seorang  pelopor  Tafsir  Modern  Sayyid  Rasyid  Ridho  kurang
senang  atas  kebiasaan  penafsir-penafsir  lama  yang  selalu  menafsirkan ayat-
ayat  yang  dimulai  dengan  Qul,  ditafsirkan  “Katakan  olehmu  hai Muhammad”  karena  Tuhan  tidak  berkata  begitu.  Dalam  rangka  ini
timbullah  “khilafiyyah”  dikalangan  ulama  tentang  shalawat  terhadap Nabi.  Seketika  seorang  bertanya  kepada  Rasulullah  saw,  bagaimanakah
mestinya  kami  mengucapkan  shalawat  kepada  Engkau  ya  Rasulullah? Beliau menjawab: “Ucapkanlah Allahumma Shalli ‘ala Muhammadin wa
‘ala  ali  Muhammad”  tidak  memakai  sayyidina.  Setengah  ulama berfaham  bahwa  tidaklah  akan  mungkin  Nabi  menyuruhkan  orang  ber
“sayyidina” kepada dirinya. Oleh sebab itu tidaklah akan terhitung bid’ah
jika  menambahkan  sayyidina,  dari  sebab  ijtihad  kita  bersandar  kepada ayat-ayat yang memerintahkan menghormatinya.
9
c. Analisa
Surat  An-Nuur  ayat  62  dan  63  ini  menjelaskan  tentang  orang munafik  yang  meremehkan  Rasulullah,  dan  juga  kebiasaan  orang-orang
munafik  yang  memanggil  Rasulullah  dengan  panggilan  Ya  Muhammad bukan dengan Ya Rasulullah. Allah saja memanggil nabi dengan sebutan
Ya Nabiyullah.
B.  Surat al-Mujaadilah ayat 12 dan 13
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
12.  Hai  orang-orang  beriman,  apabila  kamu  Mengadakan pembicaraan  khusus  dengan  Rasul  hendaklah  kamu  mengeluarkan
sedekah kepada orang miskin sebelum pembicaraan itu. yang demikian itu  lebih  baik  bagimu  dan  lebih  bersih;  jika  kamu  tidak  memperoleh
yang akan disedekahkan Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
13.  Apakah  kamu  takut  akan  menjadi  miskin  karena  kamu memberikan  sedekah  sebelum  Mengadakan  pembicaraan  dengan  Rasul?
Maka  jika  kamu  tiada  memperbuatnya  dan  Allah  telah  memberi  taubat kepadamu  Maka  dirikanlah  shalat,  tunaikanlah  zakat,  taatlah  kepada
Allah  dan  Rasul-Nya;  dan  Allah  Maha  mengetahui  apa  yang  kamu kerjakan
9
Hamka, Tafsir al-Azhar  Jakarta: PT Pustaka Panjimas  cet. 2 h.233-239
a. Penafsiran Hamka
Barang siapa yang ingin hendak berurusan istimewa dengan Rasul,
hendak  meminta  pertemuan  berdua  saja,  mestilah  terlebih  dahulu mengeluarkan sedekah kepada fakir miskin. “ Demikian itulah yang baik
bagi kamu dan lebih bersih”. Sebabnya ialah dengan adanya pembayaran sedekah  kepada  fakir  miskin  terlebih  dahulu  sebelum  berjumpa  dengan
beliau,  maka  menemui  beliau  itu  tidak  dipermudah-mudahkan  lagi. “Tetapi  jika  tidak  kamu  dapati”.  Karena  kamu  miskin,  tidak  ada  harta
yang  akan  diberikan  kepada  fakir  miskin  itu  sebab  kamu  sendiri  pun terhitung  orang  miskin:
“Maka  sesungguhnya  Allah  adalah  Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang”
Ujung  ayat  ini  adalah  keringanan  yang  diberikan  bagi  yang  sama sekali  tidak  mampu.  Mereka  dikecualikan.  Menurut  hadis  lagi,  bahwa
Nabi  saw  pernah  memanggil  Ali  bin  Abi  Thalib  meminta pertimbangannya  berapa  patutnya  seseorang  mengeluarkan  sedekah
untuk fakir miskin itu jika hendak berjumpa khusus dengan Nabi. Sabda Beliau:  “Bagaimana  pendapatmu  klau  sedekah  itusatu  dinar?”  Ali
menjawab:  “Mereka  tidak  kuat”  Beliau  bertanya  lagi:  “Berapa patutnya?”  Ali  menjawab:  “Sebesar  buah  biji  gandum’’Yaitu  emas.
Lalu kata Beliau: “Sungguh Engkau terlalu penghiba”
10
Pangkal  ayat  13  apakah  kamu  takut  mendahulukan  sedekah sebelum  pertemuan  dengan  Nabi  itu?  “Maka  jika  tidak  kamu  kerjakan,
10
Hamka, Tafsir al-Azhar  Jakarta: PT Pustaka Panjimas  cet. 2 h.31-32