Tujuan Pendidikan Akhlak LANDASAN TEORITIS TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK

masing-masing. Berdasarkan hal ini, tujuan dan target pendidikan dengan sendirinya diambil dari dan diupayakan untuk memperkuat kepercayaan, sikap, ilmu pengetahuan dan sejumlah keahlian yang sudah diterima dan sangat berguna bagi masyarakat. Sementara itu, pandangan teoritis pendidikan yang berorientasi individual terdiri dari dua aliran. Aliran pertama berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik agar bisa meraih kebahagiaan yang optimal melalui pencapaian kesuksesan kehidupan bermasyarakat dan berekonomi. Aliran kedua lebih menekankan peningkatan intelektual, kekayaan dan keseimbangan jiwa peserta didik. Menurut mereka, meskipun memiliki persamaan dengan peserta didik yang lain, seorang peserta didik masih tetapm memiliki keunikan dalam pelbagai segi. 16 Terlepas dari dua pandangan di atas maka tujuan sebenarnya dari pendidikan akhlak adalah agar manusia menjadi baik dan terbiasa kepada yang baik tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan dan latihan yang dapat melahirkan tingkah laku sebagai suatu tabiat ialah agar perbuatan yang timbul dari akhlak baik tadi dirasakan sebagai suatu kenikmatan bagi yang melakukannya. Menurut Said Agil tujuan pendidikan adalah membentuk manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, maju dan mandiri sehingga memiliki ketahanan rohaniah yang tinggi serta mampu beradaptasi dengan dinamika perkembangan masyarakat. 17 Hal senada juga dikemukakan oleh Muhammad Athiyah al-Abrasi, beliau mengatakan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah untuk membentuk orangorang yang bermoral 16 Wan Mohammad Nor Wan Daud, Filsafat Islam., h. 165. 17 Said Agil Husin al-Munawwar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur ’ani dalam Sistem Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005, Cet. II, h. 15. baik, berkemauan keras, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku serta beradab. 18 Dengan kata lain maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan akhlak; pertama, supaya seseorang terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji serta menghindari yang buruk, jelek, hina dan tercela. Kedua supaya interaksi manusia dengan Allah SWT dan dengan sesama makhluk lainnya senantiasa terpelihara dengan baik dan harmonis. Esensinya sudah tentu untuk memperoleh yang baik, seseorang harus membandingkannya dengan yang buruk atau membedakan keduanya. Kemudian setelah itu, harus memilih yang baik dan meninggalkan yang buruk. Agar seseorang memiliki budi pekerti yang baik, maka upaya yang dilakukan adalah dengan cara pembiasaan sehari-hari. Dengan upaya seperti ini seseorang akan nampak dalam perilakunya sikap yang mulia dan timbul atas faktor kesadaran, bukan karena adanya paksaan dari pihak manapun. Jika dikaitkan dengan kondisi di Indonesia saat ini, maka akhlak yang baik akan mampu menciptakan bangsa ini memiliki martabat yang tinggi di mata Indonesia sendiri maupun tingkat internasional. 18 Muhammad Athiyyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pendidikan Islam, terj, Bustami Abdul Ghani, Jakarta: Bulan Bintang, 1994, Cet. III, h. 103. 38

BAB IV PENAFSIRAN HAMKA TERHADAP AYAT-AYAT TENTANG

PENDIDIKAN AKHLAK

A. Inventarisasi Ayat-ayat Pendidikan Akhlak

Banyak ayat yang menjelaskan tentang pendidikan akhlak, di sini penulis hanya menafsirkan beberapa ayat saja diantaranya: 1. Ayat tentang akhlak kepada Allah, yaitu surat al-A’raf ayat 143, surat Thahaa ayat 12 dan 84, surat an-Naml ayat 19, surat Huud ayat 45 dan 47, surat al-Kahfi ayat 24. 2. Ayat tentang akhlak kepada Nabi, yaitu surat al-Baqarah ayat 104, surat An- Nuur ayat 62 dan 63, surat al-Mujaadilah ayat 12 dan 13, surat al-Hujurat ayat 1-5. 3. Ayat tentang akhlak kepada orang tua, yaitu surat al-Isra ayat 23, surat al- Ahqaf ayat 17, surat al-Ankabut ayat 8. 4. Ayat tentang akhlak kepada orang lain, yaitu surat al-‘Araf ayat 199, surat al-Furqan ayat 63, Surat Luqman ayat 18-19, surat al-Anfal ayat 27, surat Ali-Imran ayat 134, surat al-Hujurat ayat 9-10.

B. Penafsiran Hamka terhadap ayat-ayat tentang Pendidikan Akhlak

1. Akhlak terhadap Allah A. Surat al-

‘Araf ayat 143                                              143. Dan tatkala Musa datang untuk munajat dengan Kami pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman langsung kepadanya, berkatalah Musa: Ya Tuhanku, nampakkanlah diri Engkau kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau. Tuhan berfirman: Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya sebagai sediakala niscaya kamu dapat melihat-Ku. tatkala Tuhannya Menampakkan diri kepada gunung itu 1 , dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, Dia berkata: Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.

a. Penafsiran Hamka

“ Dan tatkala Musa telah datang di waktu yang telah Kami tentukan itu, dan telah bercakap Tuhannya kepadanya, berkatalah dia: “Ya Tuhanku Tunjukkanlah diriMu, aku ingin melihat Engkau” pangkal ayat 143. Dia telah diberi kemuliaan yang demikian tinggi oleh Allah. Allah telah berkenan bercakap dengan dia demikian tidak 1 Para mufassirin ada yang mengartikan yang nampak oleh gunung itu ialah kebesaran dan kekuasaan Allah, dan ada pula yang menafsirkan bahwa yang nampak itu hanyalah cahaya Allah. Bagaimanapun juga nampaknya Tuhan itu bukanlah nampak makhluk, hanyalah nampak yang sesuai sifat-sifat Tuhan yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia.