25
1.3 Rumusan Masalah
Perempuan telah diberikan ruang publik untuk berkegiatan yang salah satunya ialah sebuah wadah yakni organisasi yang menjadi dapur untuk mengasah
kemampuan diri perempuan dan mengembangkan potensi diri. Organisasi perempuan yang terkait ialah Aisyiyah, maka penulis merumuskan ke dalam
beberapa point pertanyaan yaitu: 1.
Bagaimana tingkat partisipasi perempuan dalam organisasi Aisyiyah di Kota Medan.
2. Bagaimana peran perempuan dalam organisasi Aisyiyah di Kota
Medan. 3.
Apakah Aisyiyah sebagai organisasi perempuan melahirkan perempuan-perempuan yang memiliki kemampuan lebih dan terjun ke
ranah publik yang lebih luas yakni bidang politik.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk mengetahui sejauh mana peran perempuan dalam organisasi dengan
melihat keterlibatan perempuan Muhammadiyah Aisyiyah dalam pembangunan di Kota Medan.
Manfaat dari penelitian ini adalah: 1.
Penelitian ini diharapkan mampu menambah literatur Antropologi Sosial secara akademis.
26
2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang dapat
berguna untuk masyarakat mengenai peran perempuan dalam organisasi dan secara luas dalam masyarakat untuk kemajuan
pembangunan.
1.5 Lokasi Penelitian
Penelitian akan di lakukan di Pimpinan Daerah PD Aisyiyah Kota Medan yang bertempat di Jalan Santun No. 17 Medan, Sumatera Utara.
Gambar 1 Peta Lokasi Kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan
Sumber : Google Map 2015
27
1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Bentuk Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif berupa etnografi yang berdasarkan kenyataan lapangan dan yang dialami
informan. Metode etnografi adalah metode yang digunakan untuk meneliti perilaku-perilaku manusia berkaitan dengan perkembangan teknologi komunikasi
dalam setting sosial dan budaya tertentu. Metode ini mampu menggali informasi yang mendalam dari sumber-sumber yang luas. Dan dalam penelitian ini juga
menggunakan pendekatan emic yakni suatu cara mendekati fenomena dengan menggunakan konseptual informan agar meminimalisir terjadi kesalahan dalam
mengartikan dan menganalisis data.
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data 1.6.2.1 Pengumpulan Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian. Teknik-Teknik pengumpulan Data Primer yang akan dilakukan peneliti dalam
melakukan penelitian di lapangan untuk mengumpulkan data-data yaitu : 1.
Teknik Observasi Partisipasi Teknik yang dilakukan dengan melibatkan peneliti secara langsung
dalam kegiatan di lapangan. Artinya peneliti bertindak sebagai obsever yaitu merupakan bagian yang integral dari objek yang ditelitinya.
2. Teknik Wawancara
28
Wawancara dilakukan dengan cara berkomunikasi langsung dengan informan. Tujuan wawancara dalam penelitian yakni mendapatkan
keterangan secara lisan dari informan dengan menggunakan metode tanya jawab yang terbuka, informan dapat menjawab pertanyaan dan
bercerita. 3.
Pengembangan Rapport Dalam penelitian, membangun rapport sangat diperlukan agar tercipta
hubungan yang baik dengan informan. Hubungan baik yang tercipta oleh peneliti dengan informan nantinya akan menguatkan data-data
yang fakta yang dihasilkan.
1.6.2.2 Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara :
1. Penelitian Kepustakaan, yaitu dengan cara mengumpulkan data melalui
buku-buku ilmiah, tulisan, karangan ilmiah yang berkaitan dengan penelitian.
2. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan
catatan dan gambar yang diambil di lokasi penelitia serta sumber-sumber pendukung lainnya yang relevan dengan objek penelitian.
1.6.3 Informan Penelitian
Informan adalah orang-orang yang memberikan informasi dan data mengenai penelitian yang terkait. Informan yang memberikan informasi salah
29
satunya dikenal dengan informan kunci. Informan kunci merupakan orang yang dapat bercerita secara mudah, paham terhadap informasi yang dibutuhkan, dan
dengan gembira memberikan informasi kepada peneliti. Informan kunci adalah orang-orang yang memiliki hubungan erat dengan hormat dan berpengetahuan
dalam langkah awal penelitian. Spradley 1997 mengatakan bahwa ada lima syarat dalam menentukan
informan yaitu: 1 Enkulturasi penuh, artinya mengetahui budaya miliknya dengan baik, 2 Keterlibatan langsung, 3 Suasana budaya yang tidak dikenal,
biasanya akan semakin menerima tindak budaya sebagaimana adanya, dia tidak akan basa basi, 4 Memiliki waktu yang cukup, 5 Non-Analitis. Tentu saja, lima
syarat ini merupakan ideal, sehingga kalaupun peneliti hanya mampu memenuhi dua sampai tiga syarat adalah sah-sah saja. Apalagi, ketika memasuki lapangan,
peneliti juga masih menduga-duga siapa yang pantas menjadi informan yang tepat sesuai penelitiannya.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dimana penelitian ini melihat situasi dari tempat, pelaku dan aktivitas yang saling berkaitan. Dan di
dalam penelitian ini terbagi menjadi 3 tiga macam informan yang diteliti yaitu : 1.
Informan Kunci merupakan tokoh yang memiliki andil yang besar terhadap informasi-informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Dalam hal ini
peneliti menentukan informan kunci yaitu Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah kota Medan dan Sekretaris I Pimpinan Daerah Aisyiyah kota
Medan.
30
2. Informan Biasa merupakan orang yang terlibat langsung dalam aktivitas
mereka sendiri, aktivitas ini yang merupakan salah satu objek penelitian. Dalam hal ini koordinator Majelis dan Lembaga Pimpinan Aisyiyah kota
Medan sebagai informan biasa. 3.
Informan Tambahan merupakan orang yang ikut dalam aktivitas, namun tidak terlibat langsung sebagai pelaku dalam aktivitas. Dalam hal ini ketua
Pimpinan Cabang Aisyiyah dan anggotanya yang menjadi informan tambahan.
1.6.4 Pengalaman Penelitian
Penelitian sebagai suatu proses dimana saya melakukan observasi partisipasi dengan cara mengeksplorasikan kegiatan yang dilakukan informan dan
mewawancarai orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saya tertarik dengan pembahasan mengenai perempuan, maka itu saya berinisiatif untuk melakukan
penelitian mengenai perempuan. Tepatnya mengenai perempuan dalam organisasi dan saya mengambil organisasi perempuan Aisyiyah sebagai objek penelitian
saya. Penelitian ini, berawal dari keluarnya surat penelitian yang dikeluarkan
oleh Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik sebagai legalitas saya seorang mahasiswa yang akan melakukana penelitian untuk syarat memeperoleh gelar
sarjana. Namun, sebelum mendapatkan surat penelitian, ada data yang harus saya penuhi untuk pemenuhan proposal penelitian saya, kemudian saya diarahkan oleh
Dosen pembimbing saya yaitu Ibu Dra. Nita Savitri, M.Hum untuk melakukan observasi pra penelitian dengan mengunjungi kantor Pimpinan Wilayah Aisyiyah
31
Sumatera Utara yang terletak di Jalan S.M Raja tepatnya di depan Makan Pahlawan Kota Medan. Tidak mudah mendapatkan data ini, karena anggota
Aisyiyah tidak ada di kantor PW Aisyiyah Sumatera Utara dan saya dapat berjumpa dengan anggota Aisyiyah setelah kunjungan ke-3 saya ke kantor
Pimpinan Wilayah Aisyiyah Sumatera Utara. Saya mendapatkan data yang dibutuhkan, kemudian saya diberikan alamat kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah
Kota Medan, karena tingkatan Daerah Kota Medan yang akan saya teliti. Tanggal 3 November 2014 bertepat pada hari Senin pukul 14.00 WIB saya
memulai untuk melakukan penelitian saya dengan membawa surat penelitian. Mudah menemukan kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan yang terletak
di Jalan Santun No. 17 Kecamatan Medan Kota dengan waktu tempuh selama 30 menit dari Padang Bulan menggunakan sepeda motor. Kantor PD Aisyiyah Kota
Medan masih dalam satu wilayah yang sama dengan Panti Asuhan Aisyiyah Kota Medan, hari pertama saya penelitian tidak ada orang di kantor PD Aisyiyah Kota
Medan, pintunya nampak tertutup kemudian saya mencoba bertanya ke kantor Panti Asuhan yang terletak persis di sebelahnya, dan saya disuruh kembali pada
keesokan harinya oleh pengurus Panti Asuhan tersebut. Keesokan harinya saya kembali ke kantor PD Aisyiyah Kota Medan dan saya bertemu dengan Ibu
Nursatia K selaku Sekretaris I Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan. Saya bercerita niatan saya datang ke kantor dan saya senang antusias Ibu Nursatia K
terhadap saya karena baru pertama kali ada mahasiswa USU yang meneliti mengenai Aisyiyah, biasanya mahasiswa dari UMSU Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara yang datang untuk meneliti Aisyiyah. Suasana
32
di kantor Pimpinan Daerah Asiyiyah kota Medan seperti kantor biasanya. Saat masuk kantor PDA kota Medan yang masih satu wilayah dengan Panti Asuhan
Aisyiyah terlihat lemari kaca yang berisikan buku-buku mengenai Aisyiyah dan kegiatan yang dilakukan oleh Aisyiyah. Di ruangan yang berukuran 5 x 8 meter
tersebut ada kursi dan meja untuk para tamu yang datang sekaligus untuk para pengurus PDA yang akan melakukan rapat. Di dinding kantor itu terlihat foto
pendiri Muhammadiyah yakni K.H Ahmad Dahlan beserta isterinya disisi sebelah kiri, disisi sebelah kanan terdapat papan pengumuman yang berisikan kegiatan-
kegiatan Aisyiyah dan juga stuktur kepengurusan Pimpinan Aisyiyah kota Medan. Kedatangan saya diterima dengan baik dan surat penelitian saya diterima,
kemudian saya akan melakukan penelitian dihari Kamis pada tanggal 6 November, karena yang disampaikan oleh Ibu Nursatia K bahwa kantor PD
Aisyiyah hanya dibuka pada hari Selasa dan Kamis, itupun di hari Selasa hanya beberapa orang dan di hari Kamis ramai karena hari Kamis merupakan hari untuk
rapat pengurus Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan. Kamis, 6 November 2014 saya datang ke kantor Pimpinan Daerah
Asyiyah Kota Medan pukul 10.00 WIB, saya kembali bertemu dengan Ibu Nursatia K kemudian saya mulai mengajak Ibu Nursatia K bercerita, hal ini saya
lakukan untuk membina rapport hubungan baik dengan informan. Tak berapa lama, datang seorang Ibu dan saya diperkenalkan oleh Ibu Nursatia K bahwa Ibu
tersebut salah satu pengurus PD Aisyiyah Kota Medan yakni Ibu Irmanetti Harahap selaku Koordinator Majelis Pembinaan Kader. Ibu Nursatia K
menceritakan maksud kedatangan saya ke kantor, dan Ibu Irmanertti Harahap
33
memberikan antusias yang sama seperti Ibu Nursatia K saat pertama kali saya datang bertemu dengannya. Kemudian, Ibu Irmanetti Harahap langsung bersedia
menjadi informan dan saya mewawancarai beliau sambil bercerita tentang kondisi perempuan saat ini.
Ibu Irmanetti Harahap bercerita mengenai perempuan menurut perspektifnya dengan memposisikan perempuan adalah kaum yang mempunyai
kewajiban untuk mengajar semua orang minimal keluarganya untuk kepada kebaikan. Saya sempat bertanya kepada Ibu Irmanetti Harahap mengenai hari-hari
dimana dilakukannya kegiatan anggota Aisyiyah khusunya pengurus Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan. Dan beliau mengatakan bahwa setiap hari Kamis,
pengurus Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan berkumpul di kantor untuk melakukan rapat mingguan serta di hari Selasa kantor dibuka untuk berkumpul
pengurus yang tidak memiliki kegiatan namun jarang sekali pengurus ada di kantor, hanya beberapa saja yang ada. Tetapi, ketika ada kegiatan-kegiatan yang
sudah direncanakan pastinya para pengurus dan anggota berkumpul untuk mensukseskan kegiatan tersebut. Hal ini disebutkan oleh Ibu Irmenetti Harahap
karena kesibukan pegurus diantaranya membagi waktu untuk menjadi ibu rumah tangga dan ada yang memiliki pekerjaan sebagai pengajar, maka tak heran kantor
Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan terlihat sepi dihari biasa. Setelah saya bercerita panjang lebar, tak terasa sudah banyak pengurus PD Aisyiyah Kota
Medan yang telah datang untuk melakukan rapat mingguan, saya meminta kepada Ibu Nursatia K untuk bisa berhubungan dengan Pimpinan Cabang yang dinaungi
oleh Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan untuk memberikan data-data kepada
34
saya. Kemudian, Ibu Nursatia K memberikan surat pengantar kepada saya dan juga beliau menginformasikan kepada Pimpinan Cabang yang terkait untuk
menerima kedatangan saya nantinya. Pimpinan Cabang yang saya ambil ialah Pimpinan Cabang Aisyiyah Tanjung Sari, Pimpinan Cabang Aisyiyah Tegal Sari
Mandala, Pimpinan Cabang Aisyiyah Sei Kambing, dan Pimpinan Cabang Pulo Brayan. Setelah itu saya berpamitan kepada para pengurus, karena tak lama lagi
rapat mingguan akan berlangsung, sebelumnya saya meminta izin untuk ikut serta, namun saya tidak diizinkan. Saya cukup kecil hati, namun saya mengerti karena
saya yakin ada hal-hal yang tidak boleh diberikan kepada saya mengenai rapat tersebut.
Hari Jum’at tepat ditanggal 7 November 2014, saya telah membuat janji kepada Ibu Meldawati Adnan yaitu Ketua Pimpinan Cabang Aisyiyah Sei
Kambing untuk bertemu, saya mendatangi beliau pagi sekitar pukul 08.30 WIB di Kompleks Muhammadiyah Sei Kambing. Di Kompleks tersebut terdapat Mushola
Aisyiyah yang di dalamnya terdapat kantor Pimpinan Cabang Aisyiyah Sei Kambing, SMP Muhammadiyah, dan TK Bustanul Atfhal yang sedang diperbaiki
serta masjid Muhammadiyah disampingnya. Saya bertemu dengan Ibu Meldawati Adnan di Mushola Aisyiyah dan di dalamnya diisi murid-murid TK Bustanul
Athfal yang sedang belajar, tempat belajar mereka dipindahkan karena TK Bustanul Athfal Sei Kambing sedang diperbaiki.
Saya memulai perbincangan dengan memperkenalkan diri kemudian mewawacarai beliau dengan mengajak bercerita. Kami bercerita mengenai
organisasi perempuan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Pimpinan Cabang
35
Aisyiyah Sei Kambing dalam melakukan pemberdayaan perempuan. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh PC Aisyiyah Sei Kambing ialah memberantas buta
aksara yang dilakukan 2 kali dalam seminggu yakni hari Senin dan Kamis dengan pesertanya diantaranya ibu-ibu rumah tangga dan ibu-ibu yang memiliki peran
ganda di dalam keluarganya. Mereka diajarkan membaca dan juga dikenalkan dengan huruf hijaiyah untuk memulai belajar mengaji.
Hari Kamis tanggal 13 November 2014 saya kembali ke kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan, saya berjumpa dengan ibu Nursatia K. Beliau
memahami kedatangan saya dan saya memulai mewawancarai beliau. Kami berbincang panjang mengenai Aisyiyah, perbincangan kami mengenai kondisi
pengurus Aisyiyah yang usianya tidak produktif lagi namun masih aktif dalam menjalankan organisasi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kondisi ini
terjadi salah satunya anggota Aisyiyah yang masih produktif memiliki kegiatan lain seperti pekerjaan, anggota Aisyiyah tersebut tidak dapat membagi waktu
antara organisasi dengan pekerjaan kemudian kurangnya peminat perempuan untuk ikut serta memasuki organisasi termasuk Aisyiyah maka itu Aisyiyah
memiliki banyak cara untuk merekrut anggota barunya untuk meneruskan roda organisasi Aisyiyah.
Di tanggal 21 November 2014 bertepat di hari Jumat saya memiliki janji dengan salah satu informan yakni Ibu Nurhana Lubis selaku Ketua Pimpinan
Cabang Aisyiyah Tanjung Sari, saya berjumpa dengan beliau di kantor PC Aisyiyah Tanjung Sari yang terletak di Jalan Abdul Hakim No. 4 Pasar 1 Setia
Budi. Kedatangan saya sudah diketahui oleh Ibu Nurhana Lubis karena
36
sebelumnya Ibu Nursatia K telah menghubungi beliau akan kedatangan saya untuk mewawancarai beliau. Hal yang kami perbincangkan hampir sama dengan
perbicangan saya dengan informan sebelumnya, keterangan yang diberikan oleh beliau memiliki garis besar yang sama bahwasanya perempuan berorganisasi
untuk memperbaiki martabat perempuan yang sebelumnya memiliki pandangan bahwasanya martabat perempuan rendah dibandingkan dengan laki-laki yang
berakibatkan ketidakadilan gender terhadap perempuan. Ibu Nurhana Lubis sepakat dengan adanya Feminisme Islam dimana mesti ada gerakan-gerakan
untuk memperjuangkan hak keadilan bagi perempuan yang dimulai dari keluarga kemudian di publik dengan bukti keikutsertaan perempuan terhadap organisasi.
Saat saya datang kebetulan Pimpinan Cabang Aisyiyah Tanjung Sari akan melakukan acara pengajian rutin sebagai kegiatan Aisyiyah dan saya ikut serta di
dalamnya. Saya menghubungi Ibu Indarsih Darmawani selaku ketua Pimpinan
Daerah Aisyiyah Kota Medan untuk bertemu dan saya akan mewawancarai beliau. Saya baru dapat bertemu pada tanggal 27 November 2014 karena beliau sibuk dan
sebelumnya berada di luar kota. Saya mulai mewawancarai Ibu Indarsih Darmawani dengan pembahasan perempuan di mata beliau, yang dikatakan oleh
Ibu Indarsih Darmawani memiliki banyak kesamaan oleh informan saya sebelumnya maka itu saya memberikan pertanyaan mengenai perempuan dan
politik sekaligus Aisyiyah menanggapi keterlibatan perempuan dalam politik. Aisyiyah sendiri bukan organisasi politik dan juga tidak ada kaitannya dengan
partai politik. Aisyiyah sangat mendukung para kadernya ikut serta dalam
37
perpolitikan di Indonesia, dukungan ini hanya bersifat emosional pribadi ke pribadi tidak melalui organisatoris. Meskipun di kalangan masyarakat terdapat
stereotipe bahwa Aisyiyah yang juga organisasi otonom Muhammadiyah memiliki kaitan dengan partai politik yakni PAN. Ibu Indarsih Darmawani menjelaskan
bahwa stereotipe tersebut dikarenakan pengaruh Amien Rais yang besar dan merupakan kader Muhammadiyah. Namun sejatinya Aisyiyah adalah organisasi
independen yang memiliki tujuan memperjuangkan hak-hak keadilan perempuan dengan meningkatkan kualitas perempuan.
Informan saya berikutnya ialah Ibu Kholisani, dia menjabat menjadi koordinator tabligh pimpinan daerah Aisyiyah Kota Medan, saya bertemu di
kantor PD Aisyiyah Kota Medan pada tanggal 4 Desember 2014. Saya mewawancarai dengan pertanyaan yang sama dengan informan saya lainnya
namun ada yang dikatakan oleh beliau yang menyangkut majelis yang ia pegang. Karena kekurangan penerus regenerasi maka Aisyiyah memberikan kebijakan
anggota yang aktif harus aktif dalam pengajian yang diselenggarakan. Bukan karena hanya untuk meneruskan tongkat regenerasi atau perekrutan anggota
dengan mensyaratkan mengikuti pengajian adalah syarat utama keanggotaan Aisyiyah tetapi dari pengajian anggota Aisyiyah dapat memperbaiki dirinya
terlebih dahulu penerus regenerasi maka Aisyiyah memberikan kebijakan anggota yang aktif harus aktif dalam pengajian yang diselenggarakan. Bukan karena hanya
untuk meneruskan tongkat regenerasi atau perekrutan anggota dengan mensyaratkan mengikuti pengajian adalah syarat utama keanggotaan Aisyiyah
tetapi dari pengajian anggota Aisyiyah dapat memperbaiki dirinya terlebih dahulu.
38
Informan Pimpinan Cabang Aisyiyah saya selanjutnya ialah Pimpinan Cabang Aisyiyah Tegal Sari Mandala, saya mewawancarai Ibu Dona Mardier
selaku Ketua Pimpinan Cabang tersebut pada tanggal 5 Desember 2014. Saya menjumpai beliau di kantor Pimpinan Cabang Aisyiyah Tegal Sari Mandala yang
terletak di Jalan T. Bongkar X Mandala by Pass No. 11, pertanyaan yang saya berikan masih sama, saya juga bertanya mengenai hubungan pimpinan cabang
terhadap pimpinan daerah, hubungan yang dibangun sangat baik. Di hari Senin tanggal 8 Desember 2014 saya mewawancarai Ibu Suginem,
beliau merupakan ketua Pimpinan Cabang Aisyiyah Pulo Brayan. Saya mewawancarai di kantor PC tersebut yang lokasinya di Jalan Cemara Gg. Turi.
Pertanyaan saya masih seputar interview guide yang saya bawa. Dan hasil pertanyaan juga bermakna sama dengan informan-informan saya sebelumnya.
Ada hal yang sangat sulit bagi saya dalam penelitian ini. Para informan khususnya pengurus Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan memberikan
pernyataan bahwa kegiatan yang dilakukan majelis-majelis di dalamnya dalam melakukan perkaderan berjalan baik. Saya hanya menemukan beberapa kegiatan
yang dilakukan, karena kepengurusan PD periode ini hampir selesai. Kegiatan- kegiatan tersebut telah terlaksana sebelumnya, hal inilah yang menjadi salah satu
kendala saya untuk menemukan data-data yang valid untuk menunjang skripsi saya.
Setelah saya menyelesaikan penelitian saya, saya mulai menulis kerangka hasil penelitian saya dan saya mencoba memberikan hasil penelitan saya kepada
dosen pembimbing saya. Dan ternyata masih ada data yang belm saya dapatkan
39
yakni perkembangan organisasi perempuan di kota Medan, saya diarahkan oleh dosen pembimbing saya untuk datang ke kantor BKOW-SU Badan Kerjasama
Organisasi Wanita Sumatera Utara. Tak cukup waktu lama saya menemukan alamat, kebetulan saya memiliki kenalan seorang perempuan yang aktif disalah
satu organisasi jurnalistik perempuan, beliau memberikan alamat BKOW-SU kepada saya yang terletak di Wisma Kartini yang terletak di jalan Cik. Diktiro
Medan. Beberapa hari kemudian saya mencari lokasi tersebut, cukup sulit bagi saya untuk menemukan kantornya, saya sempat berhenti di depan SMA N 1
Medan untuk bertanya lokasi Wisma Kartini kepada salah satu juru parkir di lokasi tersebut, dan saya sangat terkejut yang beliau katakan bahwa Wisma
Kartini sudah terbakar semenjak satu setengah tahun lalu, dan saya ditunjuk lokasi kebakarannya. Lokasinya bersebarangan dengan kantor Dinas Pendidikan Kota
Medan namun masih sejajar dengan Wisma Kartini bila ditarik garis lurus Jalan Cik. Diktiro. Wisma Kertini memang sudah habis terbakar, saya mencoba
bertanya kepada seorang Ibu yang berjualan di depan gedung tersebut dan ternyata meskipun telah terbakar, BKOW-SU tetap berkantor di lokasi tersebut. Kemudian
saya melihat kekosongan kantor BKOW-SU, saya mencoba datang keesokan harinya.
Keesokan harinya, ditanggal 15 Desember 2014 saya ke kantor BKOW- SU dan saya bertemu salah satu bagian administrasi BKOW-SU, saya
menyampaikan maksud kedatangan saya, dan ternyata pengurus BKOW-SU tidak berada di tempat, dan akan berhadir dihari Kamis. Kemudian saya berpamitan
pulang dan akan kembali dihari Kamis.
40
Dihari Kamis tanggal 18 Desember 2014 saya datang kembali ke kantor BKOW-SU, saya bertemu dengan Sekretaris Umum BKOW-SU yakni Ibu
Risnawati Siregar dan saya bercerita maksud kedatangan saya. Ibu Risnawati sangat terkejut karena yang saya maksud ialah sejarah perkembangan organisasi
perempuan di Kota Medan, beliau mengatakan kurang menguasai perkembangannya dan BKOW-SU merupakan tingkatan provinsi, sedangkan
untuk tingkatan kabupatenkota dinamakan GOW Gabungan Organisasi Wanita. Saya berpamitan kepada Ibu Risnawati Siregar dan akan melakukan bimbingan
dahulu mengenai kondisi ini terhadap dosen pembimbing saya. Dosen pemimbing saya mengatakan, BKOW-SU pasti memiliki sejarah
tentang organisasi perempuan di kota Medan, dan di tanggal 8 Januari 2015 saya kembali ke kantor BKOW-SU dan saya bertemu kembali dengan Ibu Risnawati
Siregar, dan ternyata ada catatan mengenai sejarah singkat BKOW-SU. Ibu Risnawati menceritakan sejarah tersebut sampai terbentuknya tigkatan persatuan
organisasi perempuan di Indonesia. Secara Nasional dinamakan dengan Kowani, tingkatan Provinsi BKOW dan tingkatan kabupatenkota ialah GOW. Dan yang
dikatakan Ibu Risnawati bahwa GOW kota Medan sudah tidak ada lagi semajak 10 tahun terakhir diakrenakan kurang aktifnya pengurus di dalamnya, hal ini
membuat Ibu Risnawati Siregar miris melihat kondisi tersebut. Ibu Risnawati Siregar selaku pengurus BKOW-SU tidak dapat membentuk GOW kota Medan
karena tidak ada hubungan hirarki di dalamnya. GOW dapat dibentuk dari organisasi-organisasi perempuan yang tingkatanya berada di kota Medan, namun
41
saat ini belum ada organisasi yang berniat membentuk GOW kota Medan kembali.
Partisipasi anggota di dalam Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan wajib diikuti anggota Aisyiyah untuk berlangsungnya organisatoris Aisyiyah
untuk menjalankan tujuan Aisyiyah. Meskipun di dalamnya terdapat kendala yakni kurangnya usia produktivitas untuk menjadi pengurus Aisyiyah dikarenakan
kesibukan anggota Aisyiyah yang memiliki usia produktivitas. Dengan kondisi seperti ini, Aisyiyah memiliki cara perektutan anggota yang terbilang klasik
namun masih ampuh dalam mencari anggota yakni melalui keluarga. Hubungan yang terjalin antara pengurus dengan anggota cukup baik,
karena Aisyiyah sendiri mengutamakan perkaderan anggotanya kemudian masyarakat sekitar khususnya perempuan. Anggota Aisyiyah menjadi sasaran
utama untuk melakukan perkaderan dan hal ini dibuktikan dengan konsitensinya anggota untuk mengikuti kegiatan-kegiatan Aisyiyah.
42
BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
2.1 Sejarah Perkembangan Organisasi Perempuan Di Indonesia
Organisasi merupakan sebuah alat perjuangan, dengan organisasi seseorang maupun sekelompok orang dapat melakukan perubahan. Organisasi
memiliki banyak macam bentuk dengan berbagai landasan yang dipakai. Salah satu organisasi yang terkait ialah organisasi yang mengatas namakan perempuan
untuk memperjuangkan hak-hak perempuan bahkan memperjuangkan kemerdekaan. Penulis akan memberikan gambaran mengenai perkembangan
organisasi perempuan di Indonesia yang bersumber dari buku Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Aisyiyah terbitan Pimpinan Pusat Aisyiyah
tahun 2007. Sebelum kemerdekaan Indonesia, perjuangan untuk melawan penjajahan
telah disuarakan seluruh nusantara. Perjuangan ini dilihat dari pergerakan bangsa yang dilihat jelas dari pelajar, mahasiswa sehingga mereka melakukan pergerakan
melalui organisasi. Organisasi yang merupakan bentuk dari pergerakan tersebut ialah Boedi Oetomo yang berdiri pada tanggal 20 Mei 1908 yang di dalamnya
terdapat divisi perempuan. Setelah Boedi Oetomo berdiri, banyak organisasi perjuangan bermunculan baik organisasi laki-laki maupun organisasi perempuan
yang bertujuan untuk memperbaiki nasib kaum perempuan di Indonesia. Di Jawa
43
Barat, muncul surat kabar Poetri Hindia yang menyuarakan gerakan perempuan untuk perempuan perkotaan untuk pengetahuan dan pendidikan kaum perempuan
masa itu. Pada tahun 1911 di Sumatera didirikan Kerajinan Amal Setia untuk kaum perempuan yang mengutamakan pendidikan dan memebrikan latihan untuk
membuat kerajinan tangan tradisional dan di Sumatera didirikan pula surat kabar mengenai perempuan yakni Soenting Melajoe pada tahun 1912.
Di Jakarta pada tahun 1912 didirikan organisasi perempuan yang sebelumnya merupakan divisi perempuan dari organisasi Boedi Oetomo yaitu
Poetri Mardika. Poetri Mardika adalah salah satu organisasi perempuan tertua di Indonesia yang bertujuan membimbing dan memberikan pelajaran kepada
perempuan Indonesia untuk belajar baca dan tulis untuk meningkatkan status perempuan dan mengajarkan perempuan untuk mengemukakan pendapat di depan
umum. Organisasi Poetri Mardika memiliki anggota perempuan-perempuan pribumi, organisasi ini didirikan atas dasar untuk menandingi organisasi
perempuan yang dibentuk oleh Belanda. Di Bandung pada tahun 1914, muncul surat kabar yang berbahasa Sunda yang diberi nama Penuntun Isteri yang
ditujukan untuk kaum perempuan di pedesaan. Dan kemudian setelah itu muncul organisasi perempuan yang menyebar di seluruh Indonesia.
Kowani adalah Kongres Wanita Indonesia yang merupakan organisasi yang diprakrasai oleh organisasi-organisasi perempuan Indonesia. Awalnya
Kowani bernama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia PPPI, yang dibentuk setelah terselenggaranya sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
Sumpah pemuda mendorong para perempuan Indonesia yang masuk ke dalam
44
beberapa organisasi untuk ikut serta bergerak dalam bidang kepemudaan dan khususnya mengenai perempuan Indonesia. Tanggal 22-25 Desember 1928 adalah
hari dimana kongres perempuan Indonesia pertama dilaksanakan di Yogyakarta yang disebabkan atas beberapa pemikiran perempuan yakni Nyi Hadjar
Dewantara, Sujatien, dan Soukonto dimana perempuan Indonesia masih kurang secara intelektualitasnya dan kurang kemajuan dalam pergerakannya. Lalu,
banyak organisasi perempuan di Indonesia yang tidak pernah bertemu satu sama lain untuk menyuarakan hak-hak perempuan. Maka dari itu, Nyi Hadjar
Dewantara, Sujiaten, dan Soukonto sepakat menyelenggarakan kongres perempuan Indonesia pertama yang menghasilkan kesepakatan membentuk
federasi, dikarenakan belum ada wadah untuk mempertemukan para perempuan Indonesia untuk melakukan pergerakan menuju kemerdekaan, federasi itulah yang
diberi nama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia PPPI. Kongres perempuan Indonesia pertama menghasilkan keputusan
dibentuknya Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia PPPI yang tujuan utamanya adalah melindungi perempuan dan anak dari kekerasan dalam rumah
tangga, dan pada tahun 1946 Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia PPPI dirubah namanya dengan Kongres Wanita Indonesia yang sekarang dikenal
dengan Kowani. Pada kongres perempuan Indonesia yang ke-III ditetapkanlah bahwa tanggal 22 Desember merupakan hari nasional tanpa libur yang
memperingati hari Ibu nasional.
45
Saat kongres perempuan Indonesia pertama hadir kurang lebih dari 1000 orang yang terdiri dari berbagai organisasi perempuan diantaranya yakni :
Tabel 1 Nama Organisasi Perempuan yang mengikuti Kongres Perempuan Indonesia
Pertama No. Nama Organisasi
No. Nama Organisasi
1. Putri Budi Sejati, Surabaya
16. Wanito Koentjono, Banjarnegara
2. Putri Indonesia, Surabaya
17. S.I.B.I, Surabaya
3. Wanita Katolik, Salatiga
18. Hoofdbestuur Aisyiyah
4. Rukun Wononijo, Jakarta
19. Santjaja Rini, Solo
5. Wanito Sejati, Bandung
20. Aisyiyah, Solo
6. Putri Inonesia, Mataram
21. Wanita Utomo, Mataram
7. Darama Laksmi, Salatiga
22. Wanita Muljo, Mataram
8. Budi Rini, Malang
23. Taman Siswa, Mataram
9. Margining Kautaman, Kemayoran 24.
Panti Krido Wanito, Pekalongan 10. Karti Wara, Solo
25. Jong Islamieten Bond, Mataram
11. Budi Wanito, Solo 26.
Jong Java, Jakarta 12. Wanita Katolik, Mataram
27. Jong Islamieten Bond, Tegal
13. Jong Java, Mataram 28.
Nahdatul Fataat, Mataram 14. Jong Java, Salatiga
29. Kesumo Rini, Kudus
15. Jong Islamieten Bond, Jakarta 30.
Utusan Istri Sumatra
Pada tahun 1938 didirikan organisasi perempuan di Bandung dengan nama Pasundan Isteri yang memiliki cabang di kota lainnya, organisasi ini
diterima oleh pemerintahan kolonial Belanda dengan menjadikan perempuan dapat dipilih dan memilih untuk menjadi anggota parlemen di tingkat kota dengan
nama Dewan Kota. Setelah itu, pemerintahan kolonial Belanda semakin melunak
46
dengan bangsa Indonesia dan pada tahun 1941 pemerintahan kolonial Belanda memberikan kesempatan kepada perempuan untuk masuk ke parlemen yang lebih
tinggi lagi tingkatannya. Masuknya perempuan dalam parlemen bertujuan untuk memperjuangkan penggunaan bahasa Indonesia dan sekolah-sekolah.
Saat pemerintahan Jepang masuk ke Indonesia, nasib para perempuan kembali terpuruk dengan dijadikannya para perempuan sebagai penyuplai bahan
makanan untuk tentara Jepang, para perempuan ini disebut dengan Barisan Srikandi. Kemudian, para isteri pejabat negara Indonesia juga membentuk
Fujinkai yang membantu tentara Jepang untuk mengumpulkan bahan makanan. Untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, pemuda dan pemudi
Indonesia mendirikan organisasi sebagai sebuah bentuk perlawanan bersenjata bangsa terhadap penjajahan. Organisasi yang didirikan oleh Jepang lambat laun
membubarkan diri. Kaum perempuan Indonesia mendirikan organisasi perlawanan dengan menamai organisasinya Persatuan Wanita Indonesia
Perwani. Selain itu, dibidang sosial politik para perempuan Indonesia membentuk organisasi pergerakan kemerdekaan yakni Wanita Negara Indonesia
Wani. Kedua organisasi ini ikut serta masuk ke dalam Kowani, dan gerakan perempuan Indonesia semakin melebar ke wilayah seluruh Indonesia. Selama
agresi Belanda berlangsung pada tahun 1947-1949, banyak organisasi militer perempuan yang didirikan untuk perlawanan terhadap Belanda. Organisasi militer
perempuan tersebut ialah Laskar Muslimat Indonesia, Sabil Muslimat dan Laskar Wanita Indonesia.
47
Pada saat pemilihan umum pertama di Indonesia, muncul organisasi perempuan yang berbasis partai politik untuk parlemen seperti Wanita Syarikat
Islam, Muslimat Nahdhatul Ulama, Wanita Indonesia, Wanita Demokrat, dan muncul pula Partai Wanita Rakyat. Ada juga Gerakan Wanita Indonesia
Gerwani yang merupakan organisasi perempuan yang afiliasi dengan Partai Komunis Indonesia. Gerwani memperjuangkan perempuan untuk persamaan hak
dengan laki-laki dapat dipilih dan memilih dan masuk ke dalam parlemen. Dalam perkembangannya, Gerwani dianggap sebagai orang-orang PKI dan eksistensinya
terhenti ketika PKI sedang ramai dibicarakan di Indonesia sebagai dalang dari peristiwa Gerakan 30 September. Banyak anggota Gerwani yang ditangkap dan
dibunuh serta hilang pada saat itu, dan akhirnya organisasi perempuan yang bertahan di Indonesia adalah Kowani. Kowani mendukung rezim Orde Baru untuk
melawan Orde Lama dan membentuk organisasi perempuan untuk perlawanan terhadap Orde Lama dengan sebutan Kesatuan Aksi Wanita Indonesia Kawi,
Kowani dan Kawi menggabungkan diri menjadi perempuan Golkar. Di masa Orde Baru, terjadi perubahan sistem yang besar dari masa Orde
Lama, organisasi perempuan yang boleh berpolitik dan bergabung dengan partai poltik hanya perempuan Golkar yang digerakkan oleh Kowani. Ada 3 tiga
konsep yang digunakan oleh Kowani saat itu yaitu Perempuan sebagai Isteri, Ibu dan Pelayan Negara. Pemerintah banyak membentuk organisasi-organisasi
perempuan yang baru seperti pengelompokan berbagai organisasi perempuan istri pegawai negeri, yang dikenal dengan nama Dharma Wanita bagi istri pegawai
negeri sipil dan Dharma Pertiwi bagi istri yang suaminya bekerja di salah satu
48
cabang angkatan bersenjata. Satu organisasi lagi adalah untuk program kesejahteraan keluarga, yaitu PKK Pembinaan Kesejahteraan Keluarga dengan
keanggotaannya bersifat sekarela. Organisasi yang dibentuk oleh pemerintahan Orde Baru memperkuat Kowani untuk mendukung secara penuh pemerintahan
Orde Baru dibawah naungan Golkar, sebagai penghargaan terhadap Kowani mendapatkan kursi di parlemen di masa itu. Anggota Kowani yang masuk ke
dalam parlemen membantu dibuatnya peraturan tentang perkawinan dan disahkan menjadi Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawaninan. Undang-undang
inilah yang nantinya menjadi pondasi perempuan untuk mendapatkan perlindungan. Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mendukung
pembangunan bagi perempuan dimulai pada tahun 1975. Untuk itu di masa Orde Baru dibentuklah organisasi perempuan yang diberi nama Komisi Nasional
Kedudukan Wanita Indonesia KNKWI, organisasi ini bertujuan membantu pemerintah dalam mengumpulan data, melakukan penelitian, dan mengevaluasi
program dalam peningkatan peran perempuan. Masih pada era Orde Baru, organisasi perempuan masih tetap muncul ke
permukaan disamping organisasi perempuan yang mendukung pemerintahan Soeharto. Organisasi yang muncul seperti Badan Musyawarah Organisasi Islam
Wanita Indonesia BMOIWI dan Badan Kerjasama Wanita Kristen Indonesia BKWKI. Dua organisasi ini mendukung Indonesia ikut serta dalam acara
Wanita Internasional di Meksiko pada tahun 1975 dan tahun 1985 dalam acara Konferensi Perempuan di Naibiro. Dalam dukungan untuk konferensi perempuan,
PKK didirikan disemua tingkatan pemerintahan di Indonesia dengan isteri-isteri
49
pejabat yang menjadi pimpinan pemerintahan yang menjadi ketua dari organisasi PKK. Keanggotaan PKK tidak lagi bersifat sukarela namun menjadi bersifat
wajib. Pada tahun 1985, PKK menjadi alat memobilisasi massa untuk pemilihan umum. Sistem yang dipakai oleh organisasi PKK mengikuti sistem Fujinkai pada
masa penjajahan Jepang dimana isteri pejabat sebagai alat untuk membantu suaminya yang menjabat demi kepentingan suaminya yang masuk dalam
kekuasaan Soeharto. Isteri pejabat ini sebagai penggerak partisipasi perempuan dan turut menyukseskan keputusan suaminya, dan dapat dikatakan seorang isteri
berfungsi sebagai pendukung karir suami. Selanjutnya, organisasi perempuan yang dimotori oleh Kowani dan
organisasi perempuan yang dibentuk oleh pemerintahan Soeharto menjadi alat memobilisasi massa untuk tetap mendukung pemerintahan Soeharto. Perempuan
ini bukan menjadi orang yang di depan di ranah perpolitikan Indonesia saat itu, tetapi perempuan Indonesia hanya menjadi boneka yang dibentuk untuk
mempertahankan kekuasaan Soeharto dengan fungsi perempuan hanya untuk memobilisasi massa perempuan untuk diarahkan dan mempertahankan rezim
Soeharto. Kowani yang merupakan organisasi perempuan terbesar tidak dapat berdiri secara independen karena ketergantungannya terhadap rezim Orde Baru.
Selain itu, ketika Kowani berdiri sendiri dan tidak dengan bantuan pemerintah, maka Kowani dianggap menentang dari pemerintahannya dan dianggap musuh
yang harus dihilangkan. Sehingga Kowani tidak dapat menyuarakan pemikiran- pemikirannya yang kritis terhadap isu-isu sosial bahkan mengenai perempuan.
50
Namun, Kowani tetap dapat memperjuangkan hak perempuan untuk dapat dilindungi sebagai korban dari tindak kekerasan.
Menjelang runtuhnya rezim Soeharto dan digaungkannya Reformasi, sebagian besar orang meyuarakan tentang Hak Asasi Manusia dan banyak
organisasi perempuan mengatasnamakan Lembaga Swadaya Masyarakat LSM didirikan seperti Kalyanamitra yang menyuarakan tentang Hak-hak Asasi yang
dimiliki perempuan, Solidaritas Perempuan SP untuk melindungi perempuan dari kekerasan dan pelecehan seksual, Suara Ibu Pedui SIP serta Koalisi
Perempuan Indonesia Untuk Keadilan dan Demokrasi KPID. Berbeda dengan masa sebelum kemerdekaan sampai runtuhnya rezim
Soeharto, setelah reformasi berdiri banyak organisasi perempuan yang bertujuan lebih ke arah memperjuangkan hak-hak perempuan melalui usaha-usaha
pemberdayaan perempuan. Organisasi perempuan yang didirikan setelah reformasi seperti Pundi Perempuan, yang didirikan tahun 2002 di Jakarta yang
tujuannya untuk menggalang dana dan mengelolanya untuk kepentingan organisasi. Organisasi ini mendalami permasalahan kekerasan terhadap
perempuan di dalam rumah tangga. Di Yogyakarta, ada Rifka Annisa yang bergerak sebagai penyedia layanan bagi kekerasan terhadap perempuan, dan juga
melakukan pemberdayaan perempuan melalui bidang ekonomi, karena salah satu penyebab kekerasan terhadap perempuan dipengaruhi oleh ekonomi. Pada tanggal
25 Juni 2002 didirikan Sahabat Perempuan Institute di Bandung, organisasi ini dibentuk karena ada kurangnya pemahaman masyarakat mengenai hak-hak
perempuan, organisasi perempuan ini adalah kelompok diskusi yang membahas
51
mengenai isu gender, Islam dan feminisme serta upaya peningkatan keterlibatan perempuan masuk ke segala sektor di Indonesia. Kemudian ditanggal 1 Januari
2003 di Jambi didirikan organisasi Aliansi Perempuan Merangin yang titik fokus gerakannya menyuarakan hak-hak perempuan kepada pemerintah dengan
membuka wadah seluas-luasnya bagi perempuan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Di Jakarta terdapat Jurnal Perempuan yang merupakan lembaga
swadaya masyarakat yang meningkatkan dan menyuarakan hak-hak perempuan melaui media komunikasi dan informasi.
Organisasi perempuan yang didirikan di Indonesia tidak hanya yang berdiri sendiri karena sebuah perkumpulan perempuan-perempuan yang memiliki
tujuan yang sama, namun ada juga yang merupakan bagian dari partai politik seperti yang telah dijelaskan sebelumnya seperti Gerwani adalah bagian dari
Partai Komunis Indonesia, kemudian Wanita Indonesia yang merupakan organisasi perempuan yang dimiliki oleh Partai Indonesia Raya, Partai Nasional
Indonesia memiliki Wanita Marhein lalu berganti nama menjadi Wanita Demokrat. Selain partai politik, ada pula organisasi perempuan yang dibentuk dari
organisasi sosial maupun organisasi mahasiswa. Organisasi perempuan yang menjadi sayap organisasi sosial adalah Aisyiyah yang merupakan organisasi
perempuan untuk perempuan-perempuan Muhammadiyah dan Nasyiatul Aisyiyah untuk putri-putri Muhammadiyah, kemudian Muslimat Nahdlatul Ulama yang
merupakan organisasi perempuan Nahdlatul Ulama, dan Muslimat Al-Washliyah merupakan organisasi kaum perempuan Al-Washliyah. Untuk organisasi
mahasiswanya, Himpunan Mahasiswa Islam HMI memiliki KOHATI Korps
52
HMI-Wati yang didirikan untuk memberikan wadah bagi perempuan untuk membahas mengenai isu-isu perempuan dan Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia PMII memiliki Kopri Korp PMII Putri.
2.2 Sejarah Perkembangan Organisasi Perempuan Di Kota Medan